Arsip Bulanan: Oktober 2013

RUMAH KESUKAAN TUHAN (Diambil dari buku “Rumah Kesukaan Tuhan” ditulis oleh Tommy Tenney) – Bagian Keempat


Dalam Tabernakel Daud,
Semua Orang Bisa Melihat Kemuliaan Tuhan

Tabernakel Daud adalah tabernakel yang unik. Ditempat penyembahan yang lain dimana tabut perjanjian hadir, para penyembah harus menyembah sesuatu yang berada di balik tirai tanpa mengetahui atau melihat dengan persis apa yang ada di sana. Hanya imam besar yang dapat masuk ke balik tirai — dan itu bahkan hanya sekali dalam setahun. Namun dalam tabernakel Daud, kemuliaanTuhan bisa dilihat oleh semua orang — apakah mereka para penyembah, orang-orang yang lewat, maupun para penyembah berhala. Penyembahan yang tidak terse1ubung memberikan pandangan yang tak terintangi!
Mukjizat “rumab kesukaan Tuhan” dapat ditelusuri hingga ke kerinduan Daud akan hadirat Tuhan. Ia berkata, “Bagaimana aku bisa membawa tabut Tuhan kepadaku?” Ia bertindak untuk memenuhi kerinduan tersebut dengan segala keberadaannya. Usaha pertamanya untuk membawa tabut perjanjian ke Yerusalem berakhir dalam bencana; dan mengakibatkan perubahan total dalam metode-metode Daud dalam “menangani yang kudus”. Ketika akhirnya Daud dan arak-arakannya yang terdiri dan kaum Lewi dan para penyembah mencapai Yerusalem setelah perjalanan kaki yang meletihkan sejauh 15 mil, Daud menari-nari karena lega sekaligus gembira: “Kita berhasil!”
Dalam proses membawa tabut dan memuja Tuhan itu, Daud mulai menghargai hal-hal yang dihargai oleh Tuhan. Namun sebaliknya, istrinya Mikhal lebih mementingkan gengsi dari Tuhan. Kutukan kemandulan menimpanya, walaupun fakta bahwa ia tidak memiliki anak dapat dihubungkan dengan kerenggangan hubungannya dengan Daud.
Secara manusia, terkadang perjumpaan yang intim dengan Tuhan memalukan. Kekristenan Amerika dikotori oleh gereja-gereja mandul yang telah memalingkan din mereka dan keintiman penyembahan. Mereka adalah Mikhal-Mikhal modern yang juga telah memilih untuk lebih mementingkan gengsi ketimbang keintiman dengan Tuhan.
Ingatlah bahwa Daud tidak mengejar emas; ia memiliki cukup banyak emas. Ia tidak mengejar peti tabut; ia bisa membuat peti-peti yang lain. Ia tidak tertarik pada barang-barang yang terdapat dalam peti tabut itu; barang-barang tersebut adalah kenang-kenangan yang indah dan penampakan Tuhan kepada manusia jauh sebelum ia dilahirkan, namun barang-barang tersebut tidak membuatnya tertarik. Daud mengejar nyala api biru kemuliaanTuhan. Dengan tindakan-tindakannya, Daud berkata, “Aku harus belajar bagaimana cara membawa nyala api biru itu.”
Kita bisa membangun gedung-gedung yang lebih indah, kita bisa memiliki kelompok paduan suara yang lebih besar, kita bisa menggubah musik yang lebih merdu, dan kita juga bisa mengkhotbahkan khotbahk hotbah yang lebih hebat — kita bisa melalukan segala sesuatu yang lebih baik dan sebelumnya. Namun jika kita tidak membawa “nyala api biru,” maka Tuhan tidak akan merasa senang. Dan Ta akan memastikan bahwa gereja-gereja “yang tidak menyala” menjadi tidak penting bagi manusia sebagaimana itu tidak penting bagi-Nya. Tidak ada “nyala” menunjukkan tidak ada api, yang pada akhirnya akan menghasilkan bangunan-bangunan yang tandus dan hati-hati yang kosong. Seseorang harus berkata, “Di sini dingin — itulah sebabnya semua orang pergi. Marilah kita menyalakan kehangatan penyembahan.”

Daud Melangkah Melampaui Selubung Pemisah
yang Membawa Kematian

Entah bagaimana, dalam proses membawa tabut Daud mempelajari sesuatu yang menolongnya melangkah melampaui keterbatasan keimaman Harun dan peraturan-peraturan keimaman Musa. Entah bagaimana si gembala yang penyembah ini telah melangkah melampaui selubung pemisah yang menakutkan dan membawa kematian, untuk memasuki sebuah dunia keintiman dengan Tuhan yang baru. Hal ini mengubah seluruh konsep penyembahannya.

Ketika orang-orang Lewi yang kelelahan pada akhirnya mencapai kemah sementara yang telah didirikan oleh Daud untuk tabut perjanjian di Bukit Sion, Daud berkata, “Kamu tahu, suatu hari nanti aku berharap bisa melakukan sesuatu yang lebih baik, namun sekarang ini beginilah cara kita akan menyembah.” Para imam dengan sukacita menurunkan tabut perjanjian dan bahu-bahu mereka yang letih dan meletakkannya. Namun ketika beberapa orang Lewi itu hendak meninggalkan tempat itu, Daud menghentikan mereka dan berkata, “Tidak, tidak, kamu tidak boleh pergi.”
“Tetapi, Daud, kami baru saja berjalan bermil-mil dengan memikul tabut tersebut di pundak kami. Kami telah mempersiapkan dan mempersembahkan ribuan binatang kepada Tuhan. Belum selesaikah tugas kami? Lagi pula, tidak ada selubung atau Tempat Yang Mahakudus!”
Daud memberi tahu mereka, “Tidak. Aku tidak akan membiarkan tabut ini terabaikan di sini sebagaimana ia telah terabaikan di Silo. Kenakanlah kembali efodmu. Keluarkan kembali alat-alat musik dan harpamu. Beberapa diantaramu bisa beristirahat makan siang, tetapi yang lain tetap tinggal di sini.”
“Baiklah, untuk siapa kami tetap di sini, Raja Daud? Apakah engkau ingin mendengarkan kami bermain musik?”
“Tidak, tidak. Bukan untukku — melainkan untuk Tuhan; Ia yang akan menjadi Pendengar. Ia menginginkan kita untuk menyembah-Nya senantiasa.”

RUMAH KESUKAAN TUHAN (Diambil dari buku “Rumah Kesukaan Tuhan” ditulis oleh Tommy Tenney) – Bagian ketiga

Daud Tertarik pada Nyala Api Biru

Komponen yang paling kuat dalam tabernakel Daud dimulai jauh sebelum kemah yang sebenarnya didirikan. Hal tersebut dirnulai dalam hati Daud ketika ia masih seorang anak penggembala yang belajar bagaimana cara menyembah dan bersekutu dengan Tuhan di ladang. Hal tersebut terus berkembang dalam perjalanannya untuk mengemb alikan tabut perjanjian ke Yerusalem. Perjalanannya tersebut penting bagi kita karena perjalanan tersebut juga merupakan sebuah gambaran dan perjalanan kita untuk mengembalikan hadirat Tuhan ke gereja pada masa kita ini. Bagian berikut yang diambil dari buku saya, God’s Chasers (Pemburu Tuhan), menggambarkan motivasi-motivasi Daud sebagai pemburu Tuhan yang paling luar biasa pada zamannya:

 
“Ketika Daud mulai berbicara tentang hal membawa Tabut Perjanjian kembali ke Yerusalem, ia tidak tertarik pada kotak penutup emas dengan barang-barang yang ada di dalamnya. Dia tertarik pada nyala api biru yang berkobar di antara sayap kerubim di atas tabut itu. Itulah yang diinginkannya, karena ada sesuatu mengenai nyala api itu yang menegaskan bahwa Tuhan hadir. Dan ke mana pun kemuliaan atau pernyataan hadirat Tuhan berada, maka akan ada kemenangan, kuasa dan berkat. Keintiman dengan Tuhan akan membawa “berkat”, tetapi mengejar “berkat” tidak selalu membawa pada keintiman.”

Tuhan Merasakan dengan Sangat Kuat
Pengejaran Daud akan Hadirat-Nya

Entah bagaimana, Daud menangkap sesuatu tentang esensi Tuhan, sesuatu yang tampaknya tidak dimiliki oleh siapa pun. Saya tidak mengerti bagaimana semuanya ini terjadi, namun saya benar-benar mengetahui bahwa gairah Daud akan hadirat Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting saya hanya berharap bahwa itu bersifat menular. Semenjak siang hari yang gerah di West Monroe, Louisiana itu, saya telah mendengar sebuah petunjuk dari surga: “Jika engkau membangunnya, Aku akan datang.”
Text Box: ALLAH TIDAK HANYA MENGINGINKAN JAM-JAM KUNJUNGAN BERSAMA ANAK- ANAK-NYA. IA INGIN BERSAMA ANAK-ANAK-NYA SELAMANYA.Ingatlah bahwa Daud adalah satu-satunya pria yang digambarkan seperti ini dalam Alkitab: “Aku telah mendapat Daud anak Isai, seorang jang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendakKu.’ (Kis. 13:22b. Didukung oleh teks asli perjanjian baru dan teks ibrani untuk 1Samuel 13:14) Saya yakin bahwa ada dua arti dan frase tersebut, “berkenan di hati-Ku.” Interpretasi standarnya adalah bahwa Daud adalah seorang yang “serupa” hati Tuhan atau “yang hatinya serupa” dengan hati Tuhan.
Saya juga meyakini bahwa Daud adalah seorang pria yang secara terus-menerus “mencari” hati Tuhan. Ia adalah seorang pemburu Tuhan, seorang pengejar hadirat Tuhan yang nyata. Kesungguhannya untuk membawà tabut perjanjian ke Yerusalem adalah sebuah bukti nyata tentanggairahnya akan Hadirat Tuhan.Interpretasi kedua ini didukung oleh deskripsi Daud yang tiada taranya tentang perjalanan rohaninya yang intim bersama Tuhan
dalam Kitab Mazmur.
Saya tidak akan terlalu detail, namun ada banyak kesarnaan antara tabernakel Daud, kabah yang dibangun oleh Salomo, dan tabernakel Musa.7 Tabernakel Musa dan kabah Salomo memiliki ciri utama tiga area ini: halaman luar, Tempat Kudus, dan Tempat Mahakudus. Sebuah selubung yang sangat besar (semacam korden tebal pada zaman kita) terbentang melintas di tabernakel untuk memisahkan Tempat Kudus dan Tempat Mahakudus di mana tabut perjanjian diletakkan.

Tabut tersebut adalah kotak kayu berlapis emas yang mula-mula dibuat oleh Musa menurut perintah yang diterimanya dan Tuhan. Di atas tutupnya ada figur kerubim yang terbuat dan emas (dua figur malaikat) yang saling berhadapan satu sama lain dengan sayap yang terbentang. Ruang di antara mereka disebut “tutup pendamaian”, dan di sinilah hadir nyala api biru dan hadirat Tuhan yang nyata (dan juga kemuliaan shekinah/ hadirat Tuhan yang kelihatan). Tabut perjanjian, tempat kemurahan (mercy seat = kursi kemurahan), dan nyala api biru hadirat Tuhan selalu disembunyikan di balik tirai selubung yang tebal.

Tuhan tidak pernah menyukai selubung itu. Ia harus mengenakannya, namun Ia tidak menyukainya. Ketika Yesus mati di kayu salib di Kalvari, Tuhan merobek selubung tersebut mulai dari atas hingga ke bawah di kabah Herodes di Yerusalem. Ia merobeknya sedemikian rupa sehingga tirai tersebut tidak pernah mungkin dijahit kembali. Ia membenci tirai Selubung itu sebagaimana seorang narapidana memberi pintu sel penjaranya! Tirai selubung tersebut mewakili dinding, batas yang memisahkan-Nya dan umat manusia. Sampai pada hari itu di Kalvari, Tuhan harus bersembunyi di balik tirai untuk mempertahankan hidup manusia yang telah jatuh ke dalam dosa yang datang untuk menyembah-Nya dalam kekudusan-Nya.
Aku Lelah Dipisahkan dan Anak-anak-Ku

Mungkin hal yang hilang adalah kunci kemurahan ini: Tabernakel Daud adalah satu-satunya dan tabernakel-tabernakel ini yang tidak memiliki tirai selubung. Kunci ini bisa mulai membongkar kepingan-kepingan hikmat yang paling penting sepanjang masa: Tuhan benar-benar tidak ingin dipisahkan dari kita. Bahkan, Ia akan melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk menghancurkan berbagai hal yang memisahkan dan menyembunyikan diri-Nya dan kita. Ia membenci dosa karena dosa memisahkan. Tuhan bertindak begitu jauh untuk merobek “selubung” tubuh Anak-Nya di Kalvari. Pada saat yang sama, tangan-tangan yang tidak kelihatan merobek selubung di Bukit Sion, seolah-olah berkata, “Aku tidak akan pernah menginginkan selubung ini dijahit kembali! Aku lelah dipisahkan dari anak-anak-Ku.”Allah tidak hanya menginginkan jam-jam kunjungan bersama anak-anak-Nja. Ia ingin berada bersama anak-anakNya selamanya!Ia “telah…merubuhkan tembok pemisah.”(Efesus 2:14b).

Sekarang kita mulai mendapatkan beberapa petunjuk yang memberi tahu kita mengapa Tuhan lebih menyukai rumah Daud ketimbangrumah rumah lain yang dibangun dalam nama-Nya. Musa menaati perintah Allah dan membangun sebuah kemah atau tabernakel dengan dinding-dinding kemah yang dikeilingi oleh kain linen setinggi 15 kaki di sebuah kerangka kayu di sekeliling luarnya. Sebagai perbandingan yang nyata, tidak ada selubung dan dinding-dinding seperti itu di tabernakel sementara Daud. Tidak ada yang memisahkan manusia dari nyala api biru Tuhan di rumah Daud. Sesungguhnya, satu-satunya yang mengelilingi hadirat Tuhan di tabernakel Daud adalah para penyembah yang melayani-Nya 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, dan 365 hari dalam setahun selama kira-kira 36 tahun!

Pada masa itu, jika Raja Daud terbangun di tengah malam karena tidak bisa tidur, ia bisa mendengar mazmur, pujian, dan gemerincing cymbal (sejenis alat musik berupa dua piring kuningan yang diadu, gembreng) yang berasal dari tabernakel. Ia bisa melihat ke lereng bukit yang berdekatan dengan tempat tinggalnya dan melihat bayangan kaki-kaki yang menari di sekeliling tabut perjanjian, yang diterangi oleh kerlapkerlip nyala lilin dan lampu-lampu.
Mungkin pada saat seperti inilah ia menulis:

Mari, pujilah TUHAN, hai semua hamba TUI-IAN, yang datang melayani di rumah TUHAN pada waktu malam. Angkatlah tanganmu ke tempat kudus dan pujilah TUHAN (Mazmur 134:1-2)

Siang dan malam para penyembah berdiri, menari, dan menyembah dalam hadirat Tuhan. Seakan-akan mereka membuat surga retap terbuka dengan tangan-tangan mereka yang terangkat tinggi. Jika Daud mau melihat dengan lebih saksama lagi, jika malaikat berbaik hati, dan jika para penyembah tetap bergerak demikian, maka ia bisa melihat nyala api biru kemuliaan Tuhan memancar di antara tangan-tangan mereka yang terentang dan kaki-kaki mereka yang menari.

RUMAH KESUKAAN TUHAN (Diambil dari buku “Rumah Kesukaan Tuhan” ditulis oleh Tommy Tenney) – Bagian Kedua


Mengapa Allah Ingin Membangun Kembali Rumah Itu?
Beberapa hari setelah itu, saya melihat berbagai ayat dalam Alkitab saya dimana perhatian saya tertarik pada satu bagian dalam Kisah Para Rasul 15:
Kemudian Aku akan kembali dan membangun kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan.
(Kis 15:16, mengacu pada Amos 9:11-12)


Saya berpikir sendiri, saya heran mengapa Allah ingin membangun kembali “rumah” itu? Mengapa Ia tidak ingin membangun kembali tabernakel Musa dalam semua keasliannya? Bagaimanapun, itu adalah tempat tinggal surgawi pertama yang dibangun oleh tangan-tangan manusia. Bahkan yang lebih agung dan itu, mengapa Tuhan tidak ingin membangun kembali kabah Salomo dalam seluruh kemegahannya? Mengapa Tuhan berkata bahwa Ia ingin membangun kembali tabernakel Daud?


Pada saat itu, seolah-olah saya mendengar suara Tuhan berbisik kepada saya, “Karena ini adalah rumah kesukaan-Ku.” Betapa luar biasa pernyataan tersebut! Mengapa Ia berbicara seperti itu? Saya heran. Tampaknya Tuhan menjawab dari pengalaman saya, “Karena kenangan-kenangannya.” Saya yakin Tuhan memiliki beberapa kenangan yang mulia dan peristiwa-peristiwa di tabernakel tersebut, yang belum pernah terjadi di mana pun.
Buku mi bukan tentang pembangunan kembali tabernakel Daud secara mekanik, namun tentang kelahiran kembali gairah yang menyebabkan dibangunya tabernakel itu pada awalnya. Tabernakel Daud tidak terlalu rumit secara struktural, namun lebih banyak peristiwa yang terjadi. Gereja masa kihi lebih rumit secara struktural dan kurang peristiwa. Itulah perbedaan antara “house” (rumah, lebih mengarah ke bangunan/strukturnya) dan “home” (rumah, lebih mengarah ke suasananya). Itulah juga yang membuat 114 Slack Street begitu hidup bagi saya dan tidak berarti bagi anak-anak saya.
Jika kobaran semangat hati Daud dapat dipulihkan, maka Tuhan sendiri akan membantu proses pembangunan kembali tabernakel (tempat kediaman) tersebut. Ia sendiri berkata demikian!
Dari semua bangunan, gedung, kemah, dan bait yang telah dibangun dan didedikasikan kepada Tuhan, mengapa Ia mengkhususkan tempat perlindungan sementara Daud di Gunung Sion dan berkata, “Inilah yang akan Kubangun kembali?” Jawaban dari pertanyaan ini mengancam banyak sekali gagasan yang kita sanjung tinggi tentang apa “gereja” itu dan apa yang tidak bisa disebut “gereja”, dan itu telah mengubah hidup saya dan melahirkan pesan yang terkandung dalam buku ini.
Tempat Perlindungan Sementara Daud
Nyaris Tidak Memenuhi Syarat sebagai Sebuah Tabernakel
Sebagaimana yang saya sebutkan sebelumnya, adalah sesuatu yang mengherankan jika Tuhan tidak memilih untuk membangun kembali tabernakel Musa di padang gurun. Tabernakel Musa adalah ‘resep asli’ dari tabernakel-tabernakel lainnya. Tàbernakel Musa adalah tabernakel mula-mula, yaitu konsep tabernakel yang dinyatakan dalam bentuknya yang paling primitif dan murni. Di lain pihak, banyak dan kita yang akan memilih kabah Salomo dalam seluruh kemegahan miliaran dolarnya. Mengapa Tuhan tidak berkata bahwa Ia akan membangun kembali tempat tinggal yang megah tersebut bagi diri-Nya?
Tempat perlindungan sementara Daud nyaris tidak memenuhi syarat sebagai tabernakel jika dibandingkan dengan tabernakel Musa, apalagi jika dibandingkan dengan kabah Salomo. Tabernakel Daud hanyalah sebuah kain terpal yang dibentangkan di atas beberapa tiang kemah untuk melindungi tabut Tuhan dan matahari, angin, hujan, dan elernen-elemen cuaca yang lainnya. Namun Tuhan berkata, “Aku akan membangun kembali tabernakel itu.” Jelas sekali, apa yang menarik bagi Tuhan dan apa yang menarik bagi manusia adalah dua hal yang berbeda.
Ketika Allah berkata, “Kemudian Aku akan kembali dan membangun kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan,”(Kis. 15:16) Ia menyatakan dengan jelas bahwa Ia tidak rneruntuhkannya. Tabernakel itu runtuh dengan sendirinya. Hal itu juga mengindikasikan bahwa dalam beberapa cara tabernakel Daud dibangun dengan bersandar pada kekuatan manusia. Bagaimana saya mengetahui itu? Tidak ada sesuatu pun yang didukung atau ditopang oleh Tuhan yang kekal bisa jatuh runtuh karena Ia tidak pernah menjadi lemah atau lelah.
Tampaknya Tuhan sedang berkata, “Aku tahu bahwa tabernakel Daud adalah sebuah tabernakel manusia, dan bahwa tangan-tangan manusia akan menjadi lemah dan lelah. Jadi, Aku akan memulai sebuah proses yang akan menguatkan manusia dan membawa mereka kembali ke rumah yang sama yang dimiliki oleh Daud. Itulah rumah kesukaan-Ku.”
Tuhan Tidak Pernah Terkesan dengan Bangunan Gedung

Untuk beberapa alasan, dunia Kristen telah melupakan bahwa Tuhan tidak pernah terkesan dengan bangunan—bangunan gedung. Para pendeta dan jemaat yang beribadah di bangunan-bangunan yang sederhana atau yang bersifat sementara terus-menerus bergumul untuk mendapatkan pengakuan duniawi sebagai sebuah gereja yang sah di daerah tersebut. Mungkin beberapa gereja yang megah dan bernilai jutaan dolar di daerah yang sama bergumul untuk mendapatkan pengakuan surgawi sebagai sebuah gereja yang sah. Kegemaran kita akan menara-menara dan kaca-kaca berwarna dapat merintangi penyembahan yang sejati. Jika diberi pilihan, Tuhan akan memilih semangat ketimbang istana! Jika Anda bisa mengingat, sebenarnya Daud ingin membangun sebuah bait Allah, namun Allah memberitahunya bahwa Ia tidak tertarik. Jika Anda melihat dengan lebih dekat bagian-bagian Alkitab yang mengisahkan penahbisan kabah Salomo yang megah, Anda akan melihat Tuhan berkata seperti
Tetapi jika kamu ini dan anak-anakmu berbalik daripada-Ku… maka Aku akan melenyapkan orang Israel dan a/as tanahjang te/ah Kuberikan kepada mereka, dan rumabjiang te/ah Kukuduskan bagi nama-Kà un, akanKubuang dan hadapan-Ku, maka Israel akan menjadi kiasan dan sindiran di antara sega/a bangsa. Dan rumah mi akan menjadi reruntuhan, sehingga setiap orang yang lewat akan tertegun, bersuit…
(1Raja 9:6-8)
Ketika murid-murid Yesus berkata tentang keindahan yang luar biasa dan kabah Herodes di Yerusalem, Ia menubuatkan, “Apa yang kamu lihat di situ — akan datang harinya ketika tidak ada sam batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.”(Lukas 21:6). Namun Tuhan tidak pernah berkata demikian tentang tabernakel Daud. Sesungguhnya, Ia mengatakan hal yang sebaliknya. Tampaknya Ia tidak berkata, “diruntuhkan,” namun sebaliknya, “Bolehkah Aku menolongmu menopang tiang-tiang kemahmu sekali lagi? Bolehkah Aku membantumu memulihkan apa yang telah hilang seiring dengan berlalunya waktu dan apa yang telah runtuh karena kelemahan manusia? Aku ingin mempertahankan rumah ini — kenangan-kenangan tentang ‘pertemuan-pertemuan dengan manusia’ di sini sangat berarti bagiKu.”

Kita menginginkan pertemuan-pertemuan dengan Tuhan, namun Tuhan menginginkan pertemuan-pertemuan dengan manusia, karena pertemuan dengan anak-anak-Nya memberikan pengaruh kepada-Nya. Ia akan ‘merobek selubung-selubung’ dan mengadakan waktu untuk bertemu dengan anak-anak-Nya. Ketika saya meluangkan jadwal saya untuk “minum teh” di lantai atau di rumah bermain bersama Andrea, hal tersebut memberikan kenangan yang indah baginya; dan selain itu juga memberikan kenangan yang berharga bagi saya!

RUMAH KESUKAAN TUHAN (Diambil dari buku “Rumah Kesukaan Tuhan” ditulis oleh Tommy Tenney) – Bagian Pertama


Saya tidak menyadari bahwa Tuhan memiliki rumah kesukaan sampai liburan musim panas bersama keluarga saya dalam sebuah “tur warisan” keluarga saya ketika saya masih kecil. Bagaimana pun kami harus pergi ke kota kelahiran saya West Monroe, Louisiana, untuk menemui kakek saya. Karena kami sudah berada di kota tersebut, pada suatu siang yang panas di Louisiana, saya mengumpulkan keluarga saya ke dalam mobil van kami untuk sebuah tur di daerah tempat tinggal saya dahulu dan rumah di mana saya dibesarkan.
Beberapa orang akan berkata bahwa tidak ada yang istimewa di West Monroe, namun bagi saya tidak demikian karena itu adalah rumah saya. Kami tinggal di sebuah rumah papan berwarna putih di 114 Slack Street. Pohon magnolia yang besar di salah satu ujung halaman depan masih ada di sana (pohon tersebut adalah pohon terbaik untuk dipanjat oleh anak-anak lelaki kecil), namun pohon ek (oak tree) yang terletak di satu ujung lainnya telah lama tiada (pohon ini tidak begitu bagus untuk dipanjat). Setiap sudut jalan tampak memiliki sebuah memori yang kuat, yang ingin saya bagikan kepada kéluarga saya yang merasa tertarik ketika kami melewatinya. Saya menunjukkan tempat di mana ayah mereka bersekolah dan menceritakan segala sesuatu yang kami lewati dalam sepanjang tur kami (benar-benar terlupa pada pendengar saya yang terkantuk-kantuk).
Ketika kami menepi di depan rumah, saya menunjukkan selokan di mana anak nakal di daerah kami, Clint, dan saya berkelahi setelah ia mengolok-olok saudara perempuan saya. Pada saat itu perkelahian tersebut tampak seperti sebuah pertempuran alkitabiah, namun versi singkat dan perkelahian tersebut adaah saya memukul hidung Clint dan ia memukul perut saya, dan kami berdua pulang ke rumah sembari menangis.
Saya menyukai rumah dimana saya tinggal dan dibesarkan, dan secara alami saya mengasumsikan bahwa anak-anak saya akan menyukainya juga. Tampak jelas bagi saya bahwa tidak seorang pun di rumah siang itu, namun di kota-kota Louisiana utara kami memiliki persahabatan yang karib dan sebuah kode tak tertulis yang memungkinkan “tur warisan”. Saya tidak tahu siapa pemilik rumah itu sekarang, namun saya pikir tak ada orang yang akan marah jika keluarga Tenney datang ke rumah milik mereka dahulu.
Saya Memiliki Ingatan yang Kuat dan Rumah Kesukaan Saya

Tur hebat tersebut dimulai dan halaman depan (dengan cukup banyak kisah tentang halaman depan, yang kira—kira membutuhkan waktu 30 menit). Saya memiliki banyak kenangan tentang apa yang terjadi di rumah kesukaan saya di 1 1 4 Slack Street, dan saya ingin anak-anak saya memiliki perasaan warisan dan hubungan historis dengan rumah tersebut.
Dengan perlahan kami mengelilingi rumah itu sementara saya menunjukkan tempat-tempat historis yang terpenting dan mengenang kehidupan di “surga”. Ketika kami melewati pagar di dekat serambi belakang, saya menceritakan kepada anak-anak saya mengenal anjing yang menggigit tukang pengantar. Saya belum pernah melihat seorang tukang pengantar yang menari dengan begitu terampil dengan bungkusan di tangannya. Anjing saya bukanlah anjing yang benar-benar besar, namun ia memberikan cukup inspirasi untuk memotivasi pria itu untuk melangkah lebar-lebar di sepanjang halaman belakang tersebut. Secara pribadi, saya pikir itu adalah sesuatu yang sangat lucu, namun pria itu tidak terlalu senang dengannya.
Keluarga Saya Meninggalkan Saya
Saya menceritakan rumah bermain di halaman belakang dan ayunan pohon buatan saya sendiri di mana saudara perempuan saya berhasil memenuhi nubuatan ibu saya dengan patahnya lengannya. Saya benar-benar mulai merasa senang dengan tur tersebut ketika, sekitar tiga perempat perjalanan mengelilingi rumah tersebut, saya menengok ke belakang dan tidak melihat seorang pun di sana. Saya berpikir, Yah, mereka telab menemukan sesuatu yang benar-benar menarik, dan mereka masih, terpesona dengannya. Saya baru saja menunjukkan tempat di mana saudara perempuan saya dan saya mengubur binatang kesayangan kami, jadi saya berpikir bahwa mungkin mereka merasa sedih atau mungkin terpesona dengan kebun bunga di mana ibu saya mengajari saya bagaimana cara menanam bunga.
Ketika saja menelusuri kembli langkah-langkah saya, saya menyadari bahwa keluarga saya telah meninggalkan saya. Saya akui bahwa saat itu adalah tengah hari di Louisiana yang panas, dengan 95 derajat Fahrenheit di luar dan 100 persen kelembaban, namun tidakkah mereka memahami bahwa itu adalah harga yang sangat murah untuk berada di “surga”? Sebenarnya mereka yakin hahwa saya telah terhilang di “negeri antah-berantah”. Mereka telah kembali ke mobil, dimana mereka dapat merasakan dinginnya pendingin udara. Wajah mereka menunjukkan kebosanan yang amat sangat ketika mereka berdebat soal kaset apa yang akan mereka putar “sementara Ayah melakukan perjalanan kenangannya”.
Saya merasa terluka. Tidak, saya merasa lebih dan sekadar terluka. Saya marah. “Apa masalah kalian?” saya berkata. “Saya berusaha menunjukkan semuanya ini kepada kalian…”
“Kami bosan…” sela Andrea, anak perempuan termuda saya. “Yah, rumah mi tidak berarti apa pun bagi kami,” anak perempuan tengah saya, Natasha, menimpali.
Untuk sejenak, saya nyaris mengharapkan melihat halilintar menyambar mobil kami. Bagaimanapun, Anda tidak berbicara tentang tanah suci dengan cara demikian. Tindakan tersebut nyaris melanggar susila! Kemudian anak perempuan tertua saya yang tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut berkta, “Yah, satu-satunya alasan rumah mi berarti bagi Ayah adalah karena kenangan-kenangan yang Ayah miliki. Kami tidak memiliki kenangan apapun yang berhubungan dengan rumab itu.”
Saya terhenyak, anak perempuan saya benar. Keluarga saya tidak harus tertarik dengan rumah di 114 Slack Street dengan cara yang sama seperti saya. Saya bisa menceritakan kisah-kisah tentang kehidupan di rumah itu, namun kisah-kisah tersebut lebih dan sekadar kisah bagi saya. Kisah-kisah tersebut adalah kehidupan saya yang terkunci dalam kenangank-kenangan akan rumah kesukaan saya.