Arsip Bulanan: Januari 2014

PERSEMBAHAN YANG TIDAK BERKENAN – BAGIAN 1 (Oleh John Bevere)


Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
– 1 Pet. 1:15-16
Waktu telah berlalu sejak hari Pentakosta. Gereja telah diberkati oleh hadirat Allah dan kuasa-Nya. Banyak orang diselamatkan, disembuhkan dan dibebaskan. Tak seorang pun yang kekurangan karena setiap orang membagikan apa yang mereka miliki. Mereka yang memiliki harta benda menjualnya dan membawa hasilnya kepada para rasul untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.
PERSEMBAHAN DARI ORANG ASING
Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.
– Kis. 4:36-37
Siprus adalah sebuah pulau  yang diberkati dengan kekayaan alamnya, terkenal dengan bunga-bunga dan buah-buahnya. Anggur dan minyak dihasilkan secara berlimpah. Ada penyimpanan terhadap bermacam-macam batu berharga. Tetapi, sumber kekayaan utamanya terletak pada pertambangan dan hutan. Ada banyak pertambangan perak, tembaga dan besi. Itu adalah negara yang berlimpah dengan kekayaan alamnya. Jika Anda memiliki tanah di Siprus, mungkin Anda orang kaya.
Coba bayangkan: Seorang Lewi kaya bernama Barnabas yang datang dari negeri lain membawa sejumlah uang sebagai hasil penjualan tanahnya. Jumlah uang itu mungkin sangat besar dan diserahkan kepada para rasul untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Sekarang baca ayat selanjutnya dengan baik.
Tetapi ada seorang lain yang bernama Ananias. Ia beserta isterinya Safira menjual sebidang tanah.
– Kis. 5:1

Perhatikan kata pertama dalam kalimat ini, “Tetapi.” Dalam Alkitab, tidak ada gagasan baru yang didahului dengan kata, “tetapi.” Ingat penerjemah adalah orang-orang yang memisahkan setiap kitab dalam Alkitab dengan pasal dan ayat. Pada awalnya kitab Kisah Para Rasul hanyalah sebuah surat yang panjang yang ditulis oleh seorang dokter bernama Lukas.

Dengan penggunaan kata “tetapi,” jelas bahwa apa yang telah terjadi di pasal empat Kisah Para Rasul berkaitan dengan catatan tentang Ananias dan Safira pada pasal lima. Bahkan, saya cukup berani untuk mengatakan bahwa Anda tidak dapat mengerti sepenuhnya apa yang akan terjadi tanpa mengetahui masalah sebelumnya. Ini akan menjelaskan penggunaan kata “tetapi” pada awal kalimat.
Mari kita pikirkan bersama-sama. Seorang pendatang baru yang sangat kaya datang ke gereja dan membawa persembahan yang banyak dari hasil menjual tanahnya. Persembahan orang ini membuat Ananias dan Safira memberikan reaksi dengan menjual sesuatu yang mereka miliki. Perhatikan beberapa ayat berikutnya dengan baik.
Dengan setahu istrinya, ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul. Tetapi, Petrus berkata: “Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?
Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah.”
– Kis. 5:2-4
Sampai pada titik ini, Ananias dan istrinya mungkin memiliki reputasi sebagai pemberi terbanyak dalam gerejanya. Mungkin mereka mendapat perhatian dari banyak orang untuk kemurahan mereka. Melihat respon mereka, saya yakin bahwa mereka menikmati posisi mereka yang mendapatkan hormat dan pengakuan melalui pemberian mereka.

Sekarang mereka telah dikalahkan. Perhatian orang-orang telah beralih kepada orang baru ini, orang Lewi dari Siprus. Setiap orang mengagumi kebaikan dari orang baru ini. Orang-orang membicarakan pemberiannya yang besar dan akan menolong banyak orang yang sedang membutuhkannya. Itulah pembicaraan di dalam gereja. Perhatian orang banyak telah beralih dari Ananias dan Safira, dan menciptakan kekosongan yang tidak dapat mereka hadapi.
Mereka segera bertindak dengan menjual sebidang tanah. Harganya juga mahal dan mereka menerima sejumlah uang yang banyak. Mungkin itu adalah harta miliknya yang paling berharga. Dengan sehati, mungkin mereka telah mengambil keputusan, “Ini sejumlah uang yang terlalu banyak untuk diberikan. Kita tidak dapat memberikannya semua. Tetapi kita ingin tampak seolah-olah kita memberikan semuanya. Jadi, mari kita beri sebagian saja dari jumlah ini dan mengatakan bahwa inilah semua yang telah kita terima.”
Mereka bersama-sama setuju untuk menyembunyikan sebagain dari hasil penjualan tanah bagi diri mereka sendiri. Tetapi, mereka tetap ingin tampak seolah-olah mereka telah memberikan seluruh hasil penjualannya. Penipuan adalah dosa mereka. Tidaklah salah untuk menahan sebagian dari hasil penjualan. Uang itu adalah milik mereka yang dapat mereka gunakan menurut keinginan mereka. Tetapi adalah salah untuk mengatakan mereka telah memberikan semua yang mereka peroleh, padahal sebenarnya itu merupakan kebohongan. Mereka menginginkan pujian manusia lebih daripada kebenaran dan integritas. Reputasi penting bagi mereka.
Jika Anda menginginkan pujian dari manusia, Anda akan takut pada manusia. Jika Anda takut pada manusia, Anda akan melayani manusia – karena Anda akan melayani apa yang Anda takuti. Mereka lebih takut pada manusia, bukan pada Allah. Hal ini mendorong mereka untuk melakukan tindakan itu dan berdiri dalam hadirat Allah tanpa rasa takut yang kudus. Jika mereka takut akan Allah, mereka tidak akan pernah berbohong di dalam hadirat-Nya.


Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah ketakutan semua orang yang mendengar hal itu. Lalu datanglah beberapa orang muda; mereka mengapani mayat itu, mengusungnya ke luar dan pergi menguburnya.

– Kis. 5:5-6
Orang ini membawa persembahan untuk orang-orang yang membutuhkan dan akhirnya mati! Penghakiman terjadi saat itu juga. Ketakutan menguasai semua orang yang melihat atau mendengar peristiwa ini. Kita lanjutkan dengan ayat-ayat berikutnya:
Kira-kira tiga jam kemudian masuklah isteri Ananias, tetapi ia tidak tahu apa yang telah terjadi. Kata Petrus kepadanya: “Katakanlah kepadaku, dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual?” Jawab perempuan itu: “Betul sekian.” Kata Petrus: “Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan? Lihatlah, orang-orang yang baru mengubur suamimu berdiri di depan pintu dan mereka akan mengusung engkau juga ke luar.” Lalu rebahlah perempuan itu seketika itu juga di depan kaki Petrus dan putuslah nyawanya. Ketika orang-orang muda itu masuk, mereka mendapati dia sudah mati, lalu mereka mengusungnya ke luar dan menguburnya di samping suaminya. Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar hal itu.
– Kis 5 : 7-11
Adalah suatu hal yang mungkin bahwa Ananias dan istrinya merupakan orang yang pertama dari sekian banyak orang yang akan menerima keselamatan melalui kasih karunia. MEREKA MUNGKIN PEMBERI TERBESAR DI DALAM GEREJA MEREKA. MEREKA  MUNGKIN TELAH MENGORBANKAN STATUS SOSIAL MEREKA DAN JAMINAN KEUANGAN DALAM PELAYANAN KEPADA ALLAH. TETAPI, PENGORBANAN TIDAK ADA GUNANYA APABILA TIDAK DISERTAI DENGAN HATI YANG MENGASIHI DAN TAKUT AKAN ALLAH.
Perhatikan ayat terakhir dari bagian itu: “Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat.” Ingat peringatan Allah kepada Harun ketika dua anak lelakinya mati dalam hadirat Allah ketika mempersembahkan korban tanpa rasa hormat.
Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku
– Im. 10:3
Selama berabad-abad, Allah tidak berubah. FirmanNya dan tingkat kekudusan-Nya tidak bervariasi. FirmanNya tidak terputus-putus sejak diberikan kira-kira 2000 tahun yang lalu. Allah adalah Raja yang besar dari dulu sampai selama-lamanya, dan Dia harus dihormati seperti itu. Kita tidak dapat memperlakukan dengan sepele apa yang Dia anggap kudus.

YESUS YANG SEBENARNYA? (oleh John Bevere)

Sementara menyelidiki kehidupan Musa dan Abraham dalam terang takut akan Tuhan kita selanjutnya memperluas definisinya. Takut akan Tuhan meliputi kasih pada apa yang dikasihi Allah sekaligus kebencian pada apa yang Dia benci. Yang penting bagi Dia menjadi penting bagi kita. Kita menjadikan prioritas-prioritas dan keinginan-keinginan-Nya sebagai milik kita. Manifestasi dari takut akan Tuhan adalah ketaatan yang tidak tergoyahkan pada keinginan-keinginan dan kehendak Allah.

Menurut Kitab Suci, sementara kita memegang erat takut akan Tuhan, Allah datang lebih dekat. Sekali Ia ditemui secara intim, intensitas kasih kita kepada Dia bertumbuh. Kita mengasihi Allah yang sejati dan hidup, bukan sekadar suatu persepsi tentang Dia. Tanpa suatu ketakutan akan Allah yang dalam dan kekal kita hanya memiliki kasih tanpa pengenalan intim yang benar akan Dia. Kita tahu tentang Dia, tetapi tidak mengenal Dia; karena itu kasih sayang kita diarahkan pada suatu citra atas diri “Yesus” yang dibentuk di dalam imajinasi kita, bukan pada Pribadi aktual yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa.


Itu bisa dibandingkan dengan cara para penggemar memandang para bintang Hollywood atau para atlet terkenal. Mereka mencintai citra dari para superstar ini yang digambarkan oleh media melalui wawancara-wawancara dan artikel-artikel surat kabar. Nama-nama mereka menjadi umum dalam rumah tangga kita. Saya telah mendengar para fans berbicara seakan-akan para selebriti adalah sahabat-sahabat karib. Saya telah melihat emosi-emosi mereka terlibat dalam urusan-urusan pribadi para selebriti seakan-akan mereka adalah keluarga. Namun, seandainya mereka harus bertemu secara pribadi mereka mungkin mendapati pribadi yang sesungguhnya sangat berbeda dari citra yang dipasarkan. Relasi antara para selebriti dan para fans bersifat satu arah. Seandainya mereka bertemu, akan ada sedikit titik temu, dan bahkan lebih sedikit lagi yang dapat dibicarakan karena mereka tidak benar-benar saling mengenal.

Saya telah melihat dinamika ini di dalam gereja juga. Banyak orang berbicara tentang Tuhan seakan-akan Dia sangat dekat, tetapi sementara Anda mendengarkan pembicaraan mereka, Anda menyadari mereka membicarakan Pribadi yang hanya mereka ketahui – bukan mereka kenal. Mereka mengenal kata-kata-Nya, bukan suara-Nya; perbuatan-perbuatan-Nya, tetapi bukan jalan-jalan-Nya; apa yang dahulu Ia katakan, bukan apa yang sedang dikatakan-Nya.

Sebuah contoh ekstrim dari hal ini terjadi tahun lalu. Keluarga saya dan saya sedang berlibur di Hawaii. Saya bangun pagi karena perbedaan zona waktu. Pada pagi ini saya sedang berdoa di taman, ketika seorang pria menghampiri dan mulai berbicara. Ia begitu bersemangat terhadap pulau itu, dan hampir seketika mencetuskan, “Gadis-gadis di sini mengagumkan. Mereka begitu ramah dan maju.” Ia kemudian berceloteh tentang sebuah pesta yang baru-baru ini dihadirinya dan topik-topik duniawi lainnya; selama itu pembicaraannya ditandai dengan kata-kata yang tidak senonoh.


Ia bertanya apa profesi saya dan saya memberitahukannya. Ketika ia mendengar saya adalah seorang pendeta, ia menjadi sangat tertarik dan mulai berbicara tentang Tuhan kepada saya. Ia menceritakan peranannya dalam suatu pelayanan penginjilan yang dilakukan gerejanya untuk para pengendara sepeda motor dan kemudian berbicara tentang gembalanya. Ia menceritakan bagaimana ia telah mengenal Yesus dan bahkan memberikan kepada saya sebuah traktat yang ia miliki. Kemudian ia berbicara tentang istrinya dan anak-anaknya yang masih tidur di hotel (pikiran-pikiran saya langsung beralih  pada kegairahannya terhadap gadis-gadis di pulau ini). Hati saya hancur karena ternyata pria ini percaya ia mengenal Tuhan, tetapi kehidupannya menunjukkan yang sebaliknya. Inilah sebabnya Yesus berkata kita akan mengenal orang-orang percaya dari buah mereka atau gaya hidup mereka, bukan dari kata-kata atau pelayanan-pelayanan mereka (lihat Mat. 7:20-23).

Ini hanyalah satu dari beberapa contoh yang akan saya kutip. Saya yakin Anda telah menemukan contoh-contoh yang sama dramatisnya. Dalam semua kasus ini pengenalan akan Allah dari orang-orang yang “mengaku dirinya Kristen” ini bagaikan pengenalan penggemar terhadap sang superstar. Hati saya hancur karena hal ini. Inilah orang-orang yang menginginkan keselamatan, tetapi mencintai dunia, dan meninggikan kesenangan-kesenangan, jadwal-jadwal, dan agenda-agenda mereka di atas keinginan-keinginan Allah.

Kemudian ada orang-orang yang benar-benar diselamatkan, tetapi seperti Lot mereka bersifat daging dan terjerat dalam urusan-urusan dunia. Mereka ingin melayani Allah, tetapi mereka diperbudak oleh nafsu-nafsu mereka. Mereka belum mengizinkan salib mematikan keinginan daging mereka karena mereka menolak karya penyucian Allah. Mereka tidak dengan segenap hati mencari kehendak-Nya dan kemajuan kerajaan-Nya. Sekalipun diselamatkan, mereka tidak memiliki keintiman dengan Dia. Mereka masih hidup dalam pelataran luar; dibatasi oleh tabir kedagingan mereka sendiri hingga mereka tidak dapat datang mendekat ke dalam jalan yang baru dan hidup. Mereka berada dekat hadirat-Nya, tetapi terasa begitu jauh.

Mereka yang hidup dalam pelataran luar telah gagal menyadari mengapa Ia menyelamatkan

mereka dari penindasan dunia. Mereka melewatkan panggilan agung untuk mengenal Allah secara intim. Mereka mencintai khotbah-khotbah yang berbicara tentang kasih, berkat-berkat, perlindungan, pemeliharaan, dan kelimpahan dari Allah – dan semuanya ini benar, tetapi mereka menghindari apa yang menyangkut persoalan-persoalan hati. Mereka telah memilih hal-hal yang tidak dapat memuaskan mereka, sementara melewatkan mata air dari Air Hidup yang berdiam di dalam hati mereka sendiri.

Kita harus memberitakan bahwa Allah menginginkan suatu relasi yang intim dengan kita dan


bahwa Ia kudus adanya dan tidak boleh dihina. Ia membayar harga yang sangat mahal untuk membawa kita kepada diri-Nya, bagaimana kita dapat tetap menjadi sahabat dunia ini? Yakobus memperingatkan kita sebelum ia memberikan nasihat untuk mendekat: “Tidakkah kamu tahu bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?” (Yak. 4:4). Ia melanjutkan dengan mengatakan jika kita mencari kesukaan-kesukaan duniawi kita menjadikan diri kita musuh Allah! Ingat, ia sedang berbicara kepada orang-orang percaya. Paulus juga menggunakan istilah-istilah yang tegas: “Karena kasih karunia Allah yang membawa keselamatan telah dinyatakan kepada semua manusia, yang mengajarkan kepada kita agar, dengan meninggalkan kecemaran dan nafsu-nafsu duniawi, kita harus hidup dengan bijaksana, benar, dan saleh dalam zaman ini” (Tit. 2:11-13). Sekali lagi, inilah sebabnya Paulus memerintahkan kepada kita untuk mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar.