Arsip Bulanan: September 2014

PERJALANAN HIDUP KRISTEN SEJATI

Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah. Kis 20: 24

Perjalanan hidup kristen sejati berbicara tentang pencarian dan penggenapan dari satu kehendak Allah kepada kehendak Allah selanjutnya sampai garis akhir oleh karena cinta yang membara kepada Yesus.


Dan selagi melangkah dari kehendak Allah kepada kehendak Allah berikutnya kita menerima kasih karunia kepada kasih karunia yang lebih besar (from grace to grace) yang akan membawa kita dari kemuliaan pada kemuliaan (from glory to glory). Amin.

Bangkit dan Mulailah Perjalanan Hidup Kristen Sejati Anda. Gbu

(Oleh: Faith Ruddy & Peter Bambang Kustiono. MA)

ORANG TUA SEHARUSNYA MENJADI PEMIMPIN ROHANI (MENTOR) YANG MENDUKUNG DAN BERTANGGUNG JAWAB AKAN KEMAJUAN ROHANI ANAK ANAKNYA

“Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Lukas 2:46-49

Orang tua Yesus melakukan kewajiban ritual agama rutin tiap tahun di Yerusalem pada hari Paskah. Pada kesempatan ini mereka membawa serta Yesus yang berusia 12 tahun mungkin dengan tujuan agar Yesus menjadi anak yang rohani dan menjadi anak yang baik seterusnya. Akan tetapi yang terjadi diluar dugaan mereka. Yesus tidak sekedar menikmati perayaan Paskah itu saja tetapi Yesus senang tinggal di bait Allah bahkan bertanya jawab dengan para alim ulama. Yesus begitu lapar dan harus akan perkara-perkara rohani dan hadirat Allah. Orang tuanya tidak menyadari kebutuhan rohani yang besar dari Anaknya sehingga mereka mencari, menegur, mengajak pulang. Tetapi jawab Yesus “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”


Dari kisah diatas kita belajar bahwa orang tua bisa menjadi penghalang kemajuan rohani anak-anaknya, bahkan memadamkan api gairah akan Tuhan. Berapa banyak orang tua yang menganggap kebutuhan rohani anak-anak tidak terlalu penting dan hanya sebagai pelengkap kehidupan? Seringkali mereka mengijinkan anaknya pelayanan atau ke gereja jika tidak ada ujian/ kursus/ tugas/ pekerjaan rumah dll. Bahkan seringkali mereka membatasi kegiatan rohani anak-anaknya dan malas mengantarkan ke tempat ibadah serta enggan membimbing kerohanian anaknya.


Seringkali kita sebagai orang tua lupa bahwa kita pernah menyerahkan anak-anak kita ke tangan Tuhan ketika masih bayi dan menjadi terkejut ketika Tuhan mulai berurusan dengan anak kita lebih lagi. Kita seringkali lupa bahwa bapa sesungguhnya dari anak kita adalah Bapa di surga. Orang tua seharusnya menjadi pemimpin rohani (mentor) yang mendukung dan bertanggung jawab akan kemajuan rohani anak-anaknya. Untuk tujuan inilah kita dipercayakan anak-anak oleh Tuhan. Gbu.

Bangkitlah Para Orang Tua yang Radikal di Indonesia. Amin.

(Oleh: Faith Ruddy)

Mempelai Zombie yang Hidup – Neil Cole (bagian 4)

  • KERAJAAN ALLAH DIMAKSUDKAN UNTUK MENYEBAR (DESENTRALISASI), TETAPI ORANG-ORANG CENDERUNG MELAKUKAN SENTRALISASI 

Allah selalu berencana agar umat manusia tersebar dan memenuhi bumi dengan kemuliaan-Nya. Ketika Nuh melangkah keluar dari bahtera, Allah memberikan perintah awal sekali lagi – dua kali (“Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhi bumi”; Kej 9:1, 7). Seperti sering dilakukan orang-orang, Nuh dan keluarganya berusaha tinggal di satu tempat. Mereka mulai membangun proyek yang menunjukkan ketidaktaatan langsung terhadap rencana Allah. Allah harus memaksakan desentralisasi dengan mengacaukan bahasa mereka (Kej 11:7-8). Masalahnya bukan apakah bangunan itu buruk atau tidak. Alasan Allah melakukan intervensi adalah untuk membuat kita menaati perintah-Nya — menyebar dan memenuhi bumi.

Gereja telah diberi perintah untuk menyebar dan memenuhi bumi (Mat 28:19-20; Kis 1:8). Tetapi seperti orang lain, rasul-rasul bergumul dengan godaan untuk tinggal di satu tempat dan satu bangunan. Ketika Yesus menyingkapkan inkarnasi-Nya yang sejati kepada lingkaran dalam kepemimpinannya pada saat Ia mengalami perubahan wajah (Mat 17:1-6), respons Petrus bersifat klasik: “Ini adalah tempat yang baik; biarlah aku mulai proyek pembangunan sekarang juga!” (tentu saja, ini adalah parafrase saya sendiri). Bapa menegur Petrus, menyuruhnya diam dan mendengarkan perintah Yesus — teguran yang masih relevan di zaman sekarang.

Tampaknya umat manusia selalu ingin berdiam di satu lokasi. Kita juga cenderung melakukan hal yang sama.

Banyaknya orang memandang bahwa gereja di Yerusalem sebagai model terbaik untuk gereja yang sehat. Saya melihat beberapa contoh yang baik dalam pasal-pasal awal Kisah Para Rasul, tetapi saya kira gereja lokal di Antiokhia, Efesus, atau Tesalonika merupakan model yang lebih baik. Yesus memerintahkan murid-murid-Nya yang pertama untuk menyebar dari Yerusalem sampai ujung bumi dipenuhi dengan kuasa Allah (Kis 1:8). Namun, mereka semua justru tinggal di Yerusalem. Sama seperti Allah memaksakan desentralisasi dalam Kejadian 11 dengan mengacaukan bahasa-bahsa, Ia juga memaksakan desentralisasi dalam Kisah Para Rasul; kali ini dengan penganiayaan (Kis 8:1). Salah satu ironi Alkitab adalah bahwa di bawah penganiayaan setiap orang dari gereja Yerusalem keluar, kecuali “para utusan” yang diberi perintah pertama kali. Rasul-rasul

PENTINGNYA PEMIMPIN ROHANI SEJATI BERKOMITEN

Sebab ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin. Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, darah mereka mahal di matanya.
Mazmur 72 :12-14

Inilah komitmen Salomo dalam doanya yang dia janjikan kepada Tuhan ketika dia menjadi raja Israel. Komitmen ini tidak cukup hanya didoakan saja tetapi juga dituliskan. Komitmen yang selalu diingat di hati dan pikirannya. Komitmen yang selalu dipikirkan sistem dan cara pelaksanannya. Komitmen yang dia perjuangkan seumur hidupnya selama menjabat sebagai raja. Komitmen yang lahir dari hati dan hikmat Tuhan. Komitmen yang bukan dari ambisi manusia.


Salomo tahu pentingnya komitmen bagi seorang seorang pemimpin sejati. Dia meletakan komitmen sebagai dasar yang kuat untuk keberhasilannya sebagai pemimpin. Dia serius dengan komitmennya sehingga dituliskan di kitab Mazmur. Komitmen menjaga langkanya tetap lurus dan murni dalam memimpin. Dari pelaksanaan komitmennya, para penggikutnya bisa menilai apakah dia seorang pemimpin yang berintegritas atau tidak. Tidak heran pemerintahan Salomo mencapai masa keemasan bangsa Israel dan Tuhan berkenan memberkatinya.

Dari kisah diatas kita belajar pentingnya pemimpin rohani sejati berkomitmen. Baik dihadapan Tuhan dan kepada dirinya serta kepada penggikutnya. Berapa banyak pemimpin rohani hari ini yang serius dengan komitmennya? Berapa banyak yang menuliskan dan mendoakan komitmen yang dijanjikan kepada Tuhan. Berapa banyak pemimpin rohani yang memperjuangkan komitmennya habis habisan (radikal) agar terjadi selama masa tugasnya sebagai pemimpin rohani? Pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tahta Tuhan setiap komitmen kita. Apakah kita akan mendapat pujian dan kehormatan dari Tuhan atau dipermalukan karena melalaikan komitmen kita. Gbu.

Bangkitlah Para Pemimpin Rohani yang Radikal di Indonesia. Amin.

(Oleh: Faith Ruddy)

PEMIMPIN ROHANI SEJATI BERTANGUNG JAWAB TERHADAP KESEJAHTERAAN PENGIKUTNYA

Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.
Matius 14: 19

Dari kisah diatas kita belajar dari teladan Yesus sebagai pemimpin rohani yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan pengikutnya. Yesus mengadakan pelayanan TIDAK mengorbankan (memeras) para muridnya (pekerja) dan jemaat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan/ acara/ kkrnya baik dalam hal keuangan maupun tenaganya. Hati seorang pemimpin rohani sejati lebih memikirkan KESEJAHTERAAN pengikutnya dari pada gegap gempita/ meriahnya suatu pelayanan atau acara rohani.

Berbeda dengan yang sering kita jumpai dalam acara-acara rohani. Seringkali pekerja dikorbankan dan jemaat dikorbankan untuk mengadakan suatu Ibadah/ konferensi/ kkr. Tidak ada BATAS yang jelas antara benih yang ditabur dan benih yang dimakan. Bahkan seringkali sesudah acara selesai sering RIBUT masalah biaya siapa yang menanggungnya karena defisit. Apakah acara demikian ini yang Tuhan senang? Masalah seperti inilah yang akhirnya menyebabkan PADAMNYA api kegerakan kebangunan rohani.

Bukankah jauh lebih bijaksana acara sesederhana mungkin sesuai kemampuan daripada memaksakan diri dan menderita demi untuk tampil WOW?
Bukankah acara ini untuk Tuhan, yang penting Tuhan datang acara ini, semua yang datang dilayani serta diurusi dengan baik dan semua yang terlibat berbahagia?

Bangkitlah Para Pemimpin Rohani Sejati di Indonesia. Amin.

(Oleh: Faith Ruddy)