Arsip Bulanan: September 2015

PELIHARALAH RASA LAPAR ANDA (BAGIAN KEDUA) – SELESAI

Oleh John Bevere

PENYEMBUH   UNTUK   JEMAAT   YANG   SUAM
Sikap apatis ini, yang begitu lazim di dalam jemaat, persis merupakan apa yang dibahas Yesus dalam pesan-Nya kepada jemaat di Asia. Dengarkan kata-kata-Nya:
“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk; Jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Why. 3:20 NIV)
Sungguh mengherankan bagaimana para pendeta sering menggunakan ayat ini sebagai panggilan kepada mereka yang belum percaya, tetapi itu sama sekali bukan apa yang sedang yesus bicarakan. Ia sedang berbicara kepada gereja-Nya; Ia sedang berbicara kepada orang-orang percaya yang tidak memiliki kehangatan. Perhatikan Ia berkata,” Jikalau ada orang yang mendengar . . . “Apa yang menahan kita untuk mendengar? Jiwa yang kenyanglah yang menghalangi kita untuk mendengar suara-Nya.  Allah mengutus Musa ke padang gurun yang sepi, jauh dari keramaian Mesir untuk meminta perhatiannya. Dalam sebuah pertemuan Allah menangkap perhatian Musa dan ia tidak pernah beralih lagi, tidak peduli dimana pun ia berada-bahkan ketika ia kembali ke Mesir!
Yesus berkata jikalau ada orang yang mendengar suara-Nya dan membukakan pintu jiwa mereka Ia akan masuk dan memecahkan roti bersama mereka. Ia akan menyajikan  “Roti Hidup” untuk jiwa kita Dialah Sang Roti Hidup. Sebuah terjemahan berbunyi , “Jika engkau mendengar-Ku memanggil dan membukakan pintu, Aku akan masuk, dan kita akan makan bersama sebagai sahabat “’ (NLT). Saya sangat  menyukainya karena ketika itu, bahkan terlebih lagi sekarang, makan bersama menandakan tahap keintiman sosial yang lebih tinggi. Saat saya berpergian saya selalu senang makan bersama setidaknya satu kali bersama pemimpin konferensi atau pendeta sebelum saya pergi, karena dalam saat persekutuan inilah kami memiliki kesempatan untuk benar-benar saling mengenal. Sebuah percakapan yang terjadi selama waktu makan lebih penting daripada percakapan dalam situasi lainnya. Inilah sebabnya Paulus memberi tahu kita untuk tidak makan bersama seseorang yang mengklaim dirinya sebagai orang percaya, tetapi hidup dalam dosa yang terus-menerus (lihat 1 Kor. 5:11). Kita membuka hati kita dan menjadi intim selama waktu makan, dan jika itu terjadi dengan seseorang yang hidup dalam pemberontakan yang terang-terangan, percakapan itu tidaklah sehat secara rohani.
KITA  AKAN  SANGAT  MENGINGINKAN  APA  YANG  KITA  MAKAN
Rasa lapar merupakan elemen kunci dari apakah kita mencari keintiman dengan Allah atau tidak. Karena itu, kita perlu mengingat kitalah yang mengendalikan selera makan kita, bukan Allah. Pertanyaannya adalah: Selera makan dan keinginan apakah yang akan kita kembangkan? Ada sebuah prinsip rohani yang tidak pernah berubah.  
Kita akan sangat menginginkan apa yang kita makan
        
Saya lahir baru tahun 1979 semasa saya berada di asrama kampus. Saya sedang berada dalam dapur asrama kami pada suatu malam, mencari sesuatu untuk dimakan ketika saya mendengar Tuhan berkata, “Tubuhmu adalah bait-Ku, peliharalah itu!”
Pada saat itu saya adalah seorang “Junk food junkie (pecandu  makanan yang tidak sehat).” Saya rasa istilah pecandu tepat karena itu menggambarkan seseorang yang terikat pada sesuatu. Saya akan melahap makanan yang tidak sehat hanya karena makanan itu menggugah selera saya. Saya sangat menyukai soda, permen, makanan cepat saji, donat, segala macam makanan yang menggemukan, produk-produk tepung dengan pemutih – Anda tahu daftarnya. Saya mengingini hampir segala sesuatu yang tidak sehat dan menggugah selera saya. Bayangan saya tentang makanan yang lezat adalah Big Mac, Coke, dan kentang goreng.
Ketika Allah mengatakan ini kepada saya, saya sadar tubuh saya adalah unit tempat tinggal yang kompleks bagi Roh-Nya, seperti juga roh saya. Timbullah pemikiran bahwa jika saya memiliki sebuah mobil mahal saya tidak akan pernah mengisinya dengan bahan bakar yang kotor atau oli daur ulang. Saya hanya akan mengisinya dengan bahan bakar dan oli terbaik agar mobil itu dapat melaju dengan lebih baik dan bertahan lebih lama. Saya berdalih, saya hanya diberi satu tubuh fisik yang tidak dapat di ganti, sedangkan sebuah mobil mahal dapat di ganti. Saya dengan segera mengubah pola makan saya. Saya mulai membaca dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mempelajari apa yang diperlukan tubuh saya untuk fungsi secara maksimum dan bertahan untuk waktu yang lama. Itu adalah sebuah proses, tetapi setelah beberapa tahun seluruh pola makan dan minum saya berubah.
Semua ini baik, tetapi ada manfaat tambahan yang tanpa saya sadari akan terjadi. Ketika saya pertama kali mulai menyantap makanan sehat, saya tidak menyukai rasanya, tetapi saya memakannya karena itu baik untuk saya. Kemudian setelah beberapa saat selera makan saya berubah. Sebelumnya, jika Anda memberi saya pilihan antara makanan cepat saji dengan campuran sayur-sayuran hijau dengan ikan dan roti gandum, saya akan menyambar burgernya tanpa berpikir dua kali sambil menutup hidung pada ikan dan sayuran. Namun sekarang, jika dua pilihan yang sama di sajikan, Saya akan menyambar makanan yang sehat dan tidak berpikir dua kali tentang junk food. Bahkan, sering kali sewaktu bepergian saya telah bertahan tanpa makanan bila hanya makanan cepat saji yang tersedia. Saya akan memilih untuk kelaparan daripada memakan apa yang pernah saya ingini. Saya sama sekali  tidak memiliki selera atau keinginan untuk itu lagi! Saya bahkan tidak menyukainya!
Prinsip yang  sama berlaku untuk jiwa kita. Jiwa kita menginginkan apa yang kita suguhkan. Jika kita berolahraga secara teratur, kita akan menonton ESPN. Jika kita biasa menikmati film-film dan gosip Hollywood kita akan menginginkan saluran-saluran film, majalah-majalah, dan percakapan yang memenuhi selera ini. Jika kita secara konstan menikmati dunia bisnis dan peristiwa-peristiwa terkini, itulah yang akan kita rindukan. Jika kepuasan kita pada rumah, mobil, pakaian kita, dan seterusnya, maka kita akan bersemangat ketika kita mendiskusikan kegiatan berbelanja, atau mobil baru, atau ide-ide mendekorasi, dan kita akan mendapati percakapan-percakapan rohani menjadi biasa. Kita akan mengalami kesulitan membaca kitab suci atau bertahan di kamar doa. Namun, jika kita secara teratur menikmati firman Allah, mudah untuk menyisihkan waktu untuk doa, dan percakapan-percakapan tentang hal-hal rohani akan mudah muncul dan mengalir secara alami. Kita akan menginginkan kehadirat Allah dan merindukan keintiman dengan-Nya.
SUATU  HAL  EKSTREM  YANG  TIDAK  SEHAT
Ini dapat dijalankan sampai pada tahap ekstrem yang tidak sehat. Kita hidup dalam tubuh jasmani. Secara berkala kita membutuhkan rekreasi dan hiburan sehat. Pada waktu saya masih berada di sekolah Alkitab, saya melakukan pekerjaan selama empat puluh jam seminggu dan mengikuti kuliah yang padat. Pada suatu akhir minggu teman sekamar saya mengundang saya untuk pergi dan bermain bola bersama sekelompok teman. Saya menolak tawaran itu agar saya bisa mempelajari Alkitab. Saat ia pergi saya mengeluarkan Alkitab saya untuk membacanya dan berdoa,tetapi segalanya tertutup. Saya tidak dapat mendengar dari Allah. Sepertinya saya hanya membaca kata-kata yang tidak dapat dimengerti. Teman sekamar saya telah pergi selama hampir satu jam dan saya berseru, “Tuhan, mengapa saya sangat sulit untuk mendapatkan apa pun dari Alkitab atau mendengar suara-Mu? Apa yang salah? Apakah saya telah melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan atau berbuat dosa?”
Sebagai jawabannya saya mendengar Ia berkata,”Pergilah dan bermain bola.”
Saya mundur, kemudian bertanya,”Apa? Bermain bola? Itu bukannya membangun iman, juga tidak akan membawa saya lebih dekat kepada-Mu! Bagaimana Engkau bisa menyuruhku melakukan hal ini?” Tuhan membawa saya pada sebuah ayat yang tiba-tiba menjadi hidup.” Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan” (Pkh. 12:12, penekanan penulis). Ia berkata,”Nak, kamu hidup dalam tubuh jasmani (bagian dari itu adalah otak) dan ia membutuhkan berbagai macam istirahat. Jika Engkau tidak memberinya cukup istirahat yang dibutuhkannya, engkau akan benar-benar memblokir kemampuanmu untuk mendengar dari-Ku dan bertumbuh.” Kemudian Ia menunjukan kepada saya bagaimana setelah para murid melayani kepada orang banyak Ia mengundang mereka “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” (Mrk. 6:31). Secara sederhana, Yesus sedang mengatakan,”Beristirahatlah agar kamu tidak ambruk.” Saya pergi dan bermain bola. Pada sore harinya ketika saya duduk kembali dengan Alkitab saya, ayat-ayat itu terbuka dan sekali lagi saya merasakan kehidupan Allah mengalir ke dalam diri saya sementara saya bersekutu dengan Roh Kudus berdasarkan firman Allah.
TERLALU  SIBUK
Kesalahan dalam menggunakan terlalu banyak waktu untuk studi, sementara mengabaikan istirahat yang dibutuhkan oleh jiwa dan tubuh, bukanlah kesalahan yang banyak terjadi pada kebanyakan orang sekarang ini. Namun, pencuri terbesar yang mencuri rasa lapar kita akan Allah adalah gaya hidup kita yang sibuk. Banyak orang percaya yang bermaksud baik telah jatuh ke dalam perangkap ini dan  menggantikan waktu bersama Allah dengan gaya hidup Kristen yang sibuk. Ini bisa juga mencakup pekerjaan pelayanan yang mengelabuhi dan tidak ada habisnya.

Mari kita mengajukan pertanyaan sederhana yang menerangkan kepada kita: Mengapa kita memberi makan tubuh jasmani kita? Jawaban Anda mudah-mudahan adalah: untuk menyehatkan dan menguatkan tubuh kita. Dapatkah Anda membayangkan tidak makan, tetapi terus-menerus menjalani hidup Anda dengan kecepatan penuh? Jika sebagai sebuah eksperimen kita melewatkan makanan selama beberapa hari, tetapi melanjutkan langkah pekerjaan fisik seharian tanpa tambahan waktu tidur – Apa yang akan terjadi? Pikirkanlah hal itu sejenak. Kita akan ambruk!   
 Namun, betapa mudahnya kita melalukan hal ini secara rohani; ada suatu alasan kita akan  menoleransinya secara spiritual, tetapi tidak secara fisik. Jika kita tidak makan terlalu lama, perut kita mengeluh, dan tidak hanya sekali. Rasa sakit akan terus bertambah dan menjerit lebih hebat dengan berjalannya waktu. Seluruh tubuh kita menjerit, “Aku lapar, beri aku makan!” Namun roh kita tidak menjerit seperti ini. Sepertinya yang terjadi justru sebaliknya; suara batiniah kita menjadi lebih pelan dengan berjalannya waktu. Namun, alasannya adalah kita tidak mendengarnya. Roh kita dilemahkan dan daging kita menjadi semakin dominan.
Kita kehilangan nafsu makan kita ketika kita tidak makan selama jangka waktu yang lama. Jika Anda tidak makan lebih dari lima hari, jeritan kelaparan dari tubuh berhenti. Makanan kehilangan pesonanya dan sepotong steik tampak sama menariknya seperti memakan sebuah sepatu. Nafsu makan Anda hilang dan tidak akan kembali sampai seluruh cadangan tubuh Anda habis dan kelaparan melanda.
Saya telah melihat jika saya membiarkan gaya hidup yang sibuk menggantikan waktu saya bersama Tuhan, hal yang sama terjadi.  Pertama, minat saya terhadap Alkitab menurun dan kemudian kerinduan saya untuk berdoa sirna. Jika saya tetap berdoa atau membaca secara sporadis saya tidak merasakan kehidupan mengalir ke dalam diri saya. Alkitab tidak akan berbicara kepada saya seperti ketika saya secara konsisten membaca Alkitab.
 Saya pernah tidak makan secara fisik sampai nafsu makan saya hilang dan menemukan satu-satunya cara untuk mendapatkannya kembali adalah dengan memaksa diri saya untuk makan. Itu juga berlaku secara rohani. Jika saya telah kehilangan nafsu makan rohani saya, saya membuka Alkitab saya, bertobat dari kemalasan, dan kemudian dengan antisipasi berusaha untuk mendengar suara Allah. Saya terus membaca sampai sesuatu berbicara kepada saya! Biasanya tidak butuh waktu lama; sementara saya melanjutkan, Ia selalu setia untuk berbicara. Cara lain saya untuk berhubungan kembali adalah dengan pergi menyendiri selama satu atau dua hari dan hanya membaca dan berdoa sampai saya di penuhi.
TERMOMETER  ROHANI  ANDA
Ini adalah suatu disiplin yang harus dimiliki kita semua. Kemurtadan tidak dimulai ketika seseorang mendapati dirinya berada di ranjang bersama seorang wanita asing, atau mendapati ia kembali mengingini alkohol atau ponografi. Itu tidak dimulai ketika ia memandang rendah orang-orang yang dicintainya dan meninggalkan anak-anaknya, dan daftarnya bisa berlanjut terus. Tidak, kemurtadan dimulai ketika kita mendapati diri kita acuh tak acuh terhadap Alkitab dan hal-hal tentang Allah. Itu terjadi ketika kita mendapati diri kita lebih tertarik pada hal-hal alami daripada hal-hal tentang Allah.
Rasa lapar adalah termometer rohani Anda. Pikirkan itu secara alami. Apakah hal pertama yang hilang ketika seseorang jatuh sakit? Jawabannya adalah nafsu makan mereka. Jika anda pernah mengalami flu Anda akan ingat…..pokoknya Anda tidak mau makan. Perhatikan para pasien yang ada pada tahap akhir penyakit yang mematikan; berat badan mereka akan berkurang hingga tiga puluh sampai empat puluh kilogram, dan harus diberi makan dengan selang. Orang sakit tidak terlalu atau tidak ingin makan. Anda telah mendengar perkataan, “Ia memiliki nafsu makan yang sehat.” Itu tidak berbeda secara rohani; suatu tanda dari kesehatan rohani adalah selera pada firman Allah. Tanda dari kesakitan rohani adalah hilangnya selera akan hal-hal tentang Allah.
 Saya telah bergaul dengan para pendeta yang menganggap lebih menarik untuk membicarakan tentang program pembangunan mereka, mobil baru, tim-tim olahraga, dan seterusnya daripada hal-hal tentang Allah. Mereka bersikap seakan-akan Anda sedang berbelanja ketika Anda menyebutkan hal-hal tentang Allah atau apa yang telah dikatakan-Nya dalam hati Anda. Mereka bersemangat ketika mereka berbicara tentang rumah baru yang baru mereka bangun. Saya memperhatikan mereka dalam ibadah; mereka melihat berkeliling, berbicara dengan orang lain, atau meninjau kembali catatan yang akan mereka khotbahkan, bukannya mengangkat tangan mereka dan berfokus pada pribadi yang seharusnya begitu mereka kasihi. Ini tidak lain merupakan gejala dari persoalan yang lebih dalam.
 Dalam gereja-gereja ini saya melihat tidak adanya kehadiran Allah. Ketika saya memberikan panggilan pertobatan dan mengundang mereka untuk mendekat kepala Allah, Roh Kudus hadir dan mereka takjub. Mereka entah mengingat dari mana mereka telah jatuh, atau meremehkannya hanya sebagai karunia khusus dari pelayanan kami. Sebagian bahkan menyangkal apa yang terjadi. Dalam kasus mana pun, jika ada kerinduan yang mendalam di hati mereka, kehadiran Allah membangkitkan rasa lapar mereka kembali. Yesaya memberi tahu kita, “Sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya” (Yes. 42:3). Ungkapan ini merujuk secara harfiah pada nyala lampu yang hampir padam, ketika minyaknya hampir habis, dan apinya menyerah pada nyala asap yang redup.Ia sedang menggambarkan apa yang lemah, kecil, kurus, redup, dan rapuh. Ia tidak akan memadamkan bara yang hampir padam, tetapi justru akan mengobarkannya kembali menjadi api. Ingat, Ia terus mencari kita bahkan pada saat kita hanya seperti bara yang hampir padam. Betapa jauh lebih baik bila kita bekerja sama dan berespons, sebab Ia tidak akan memaksakan diri-Nya kepada kita!
 Saya begitu sering melihtnya. Saya telah melihat ketika Tuhan mengobarkan kembali api yang hampir padam dalam diri begitu banyak orang. Dalam gereja-gereja dan konferensi-konferensi, saya berulang kali diberi tahu bahwa mereka bahkan tidak menyadari betapa jauhnya mereka telah jatuh, sampai api itu dikobarkan kembali dan kerinduan mereka untuk mencari Dia dibangkitkan. Mereka sadar mereka tidak menjaga hati mereka dan kehilangkan mereka dan kehilangan selera makan yang menandai hati yang sehat.
JAGALAH  APA  YANG  PALING  BERHARGA
Kita telah mendengar, “Di atas segalanya, jagalah hatimu” (Ams. 4:23 NIV). Tidak ada yang melampaui kepentingan menjaga, mengawasi, atau melindungi! Ketika saya merenungkan kata-kata ini saya berpikir tentang bagaimana manusia mengamankan barang-barang berharga. Kita semua telah melihat batu-batu permata yang dipanjang dalam naungan kaca antipecah. Batu-batu itu diletakan dalam lingkungan yang terkontrol, sensitif terhadap perubahan apa pun dalam berat atau suhu, dimana sedikit aja perubahan akan membunyikan alarm dan membuat pintu-pintu terkunci. Ada sorotan sensor listrik yang jika dilewati langsung mendatangkan para petugas bersenjata ke tempat penyusupan. Mereka membayar petugas-petugas keamanan untuk mengawasi barang-barang ini 24 jam dalam seminggu. Beribu-ribu dolar dihabiskan untuk menjaga dan melindungi – sebuah  batu!
Allah memberi tahu kita, milik yang paling berharga di dunia adalah hati kita-bukan batu-batu. Namun, orang-orang percaya menyerahkan hati mereka pada hal-hal yang bukan hanya tidak bermanfaat, melainkan juga membahayakan kita. Kita akan melihat dan membaca hampir apa aja selama itu tidak mengandung ketelanjangan atau makian yang berlebihan. Kita gagal mengenali roh dunia ini yang sedang berperang dengan Roh Allah. Namun dalam hal ini, orang-orang dunia ini jauh lebih bijaksana karena mereka menjaga dengan rajin apa yang paling mereka hargai; sementara orang-orang percaya ceroboh ketika mereka menjalani kehidupan, gagal untuk menjaga hati mereka dari nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan yang mencuri rasa lapar mereka dari satu-satunya Pribadi yang dapat benar-benar mengenyangkan.
 Tuhan “memuaskan jiwa yang dahaga, dan mengenyangkan jiwa yang lapar dengan kebaikan” (Mzm. 107:9). Ia sedang menunggu untuk mengenyangkan kita, tetapi kebaikan-Nya tidak akan mengenyangkan kita jika kita telah kenyang dengan hal-hal lain. Mari kita menjaga agar hati kita tetap lapar dan tidak menyepelehkan panggilan-Nya kepada kita. Sebab ketika kita mendekat Ia telah berjanji untuk mendekat kepada kita!
PERTANYAAN     PERTANYAAN  PENDALAMAN
1.       Amsal  27:7  berkata, “Jiwa yang kenyang menginjak-injak sarang madu.” Sementara Anda merefleksikan ayat ini, kekhawatiran-kekhawatiran, keinginan-keinginan, dan kesenangan-kesenangan apakah yang paling rawan bagi Anda? Bagaimana semuanya itu dapat mematikan keinginan Anda akan “sarang madu yang manis” dari persekutuan dengan Allah?
2.       Dalam bab ini, penulis menceritakan pengamatan-pengamatannya terhadap mereka yang berusia di atas dan di bawah dua puluh tahun dalam dua gereja yang berbeda sehubungan dengan gairah mereka- rasa lapar mereka- akan Allah. Ketika Anda melihat kehidupan gereja Anda, bagaimana Anda akan mencirikan selera makan dari keluarga rohani Anda- kenyang, lapar, atau ach tak acuh?
3.       Berdasarkan nasihat dalam Amsal  4:23, “di atas segalanya jagalah hatimu,” langkah-langkah apakah yang dapat Anda ambil hari ini untuk melindungi hari Anda? Adakah suatu “Junk food” rohani dalam susunan makanan Anda yang perlu dihilangkan atau diganti?
J
PELIHARALAH RASA LAPAR ANDA (BAGIAN PERTAMA)

 

PELIHARALAH RASA LAPAR ANDA – John Bevere (Bagian pertama)

Kita akan sangat menginginkan apa yang kita makan.
                                                                             
Agar seseorang  yang belum diselamatkan dapat mendekat kepada  Allah yang hidup, Tuhan sendiri yang harus pertama-tama menariknya. A. W. Tozer menulis, “Sebelum seseorang berdosa dapat memiliki pikiran yang benar tentang Allah, harus ada karya pencerahan yang dikerjakan di dalam dia.” (They Pursuit of God, hlm.11). Yesus  sendiri memberi tahu kita, “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepadaKu jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku” ( Yoh. 6:44). Inilah sebabnya doa syafaat untuk orang lain yang tidak memiliki hubungan dengan Allah melalui Yesus amat sangat penting. Sekalipun Allah “ingin agar semua orang diselamatkan dan mengenal kebenaran” (1Tim. 2:4), dan telah mengusahakan tujuan ini secara konsisten disepanjang sejarah, Ia tetap ingin anak-anak-Nya menangkap belas kasihan-Nya bagi orang berdosa dan berseru kapada Dia untuk kepentingan mereka. Karena alasan ini Yesus berkata, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerjaan sedikit. Karena itu berdoalah kepada Tuhan pemilik tuaian untuk mengirimkan para pekerja untuk tuaian-Nya” (Mat. 9:37-38).
Sekali kita sudah diselamatkan melalui pernyataan Yesus, kita memiliki undangan yang terbuka kepada Allah. Ia berkata kepada milik-Nya, “Mendekatlah kepada-Ku.”  Allah telah mengambil langkah pertama melalui undangan-Nya sepanjang masa.  Semak itu sedang menyala…Ia memanggil nama kita…Ia ada di luar perahu! Menanti respons kita!  
Baru-baru ini orang percaya lainnya bercerita,”John,semakin saya Hidup bersama Allah dan melayani Allah semakin saya menyadari kedekatan kita dengan Dia bergantung pada tindakan-Nya untuk menarik kita. Saya menyanggah, “Tidak, itu tidak akurat.” Kemudian ia mengutip kata-kata Yesus bahwa tidak ada seorang pun dapat datang kepada Dia kecuali Bapa terlebih dahulu menariknya.
Saya menjawab, “Ya, ini benar untuk orang-orang yang belum percaya. Tetapi Allah berkata Anda adalah milik-Nya sendiri, dan Ia meminta Anda ‘Mendekatlah kepada-Ku, dan Aku akan mendekat kepada-Mu.’ Ia berfirman dengan jelas bahwa kita dapat mengupayahkan langkah ini kapan saja.”
Ya, ada saat-saat ketika Ia ingin bertemu dengan kita, dan Ia yang memulainya. Namun demikian, bukan berarti kita tidak dapat memulai untuk mendekati Dia. Kita berada dalam hubungan dengan Dia, dan sama seperti hubungan normal mana pun antara ayah dengan anak, ada saat ketika si anak yang memulai kontak dan ada saat ketika sang bapa melakukan hal yang sama.
MENGAPA   TIDAK   LEBIH   BANYAK ORANG   BERESPONS   PADA UNDANGAN – NYA ?
Pernyataan yang mengherankan adalah: Mengapa begitu banyak orang percaya memiliki relasi yang dangkal dengan Allah? Mengapa mereka tidak menjelajah ke dalam suatu relasi yang lebih dalam, lebih konsisten dengan Dia? Apa yang  menahan mereka? Apa yang akan menggerakan dan membuat mereka
berespons pada panggilan-Nya untuk mendekat? Jawabannya kompleks: yaitu kelaparan dan kehausan kita untuk mengenal Dia. Daud berseru,
Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup.
Bilakah aku boleh datang dan menghadap Allah?
Air mataku telah menjadi makananku siang dan malam,
Mengapa mereka terus-menerus berkata kepadaku,
 “Di mana Allahmu?”
Ketika aku mengingat hal-hal ini,
Aku mencurahkan isi jiwaku.
(Mzm. 42:3-5 )
Sebelum melanjutkan, bacalah kembali ayat-ayat ini dengan perlahan dan cernalah setiap kata. Perhatikan Daud berkata, “Ketika aku mengingat hal-hal ini, Aku mencurahkan isi jiwaku.” Kata Ibrani untuk mengingat adalah zakar. W. E. Vines memberi tahu kita kata Yunani ini, sama seperti kata bahasa Inggrisnya, berarti: lebih dari sekedar “mengingat”; itu berarti “menyimpan dalam pikiran.” Ini tentunya berlaku di sini. Daud sebenarnya mengatakan, “Ketika aku menyimpan kerinduan kepada Allah dalam pikiranku itu membuatku mencurahkan isi jiwaku.” Ini menciptakan suatu rasa lapar yang tidak pernah terpuaskan terhadap Dia! Rasa lapar ini memanggil kita untuk mendekat, tidak peduli apapun hambatan yang kita hadapi – secara spiritual, mental, atau fisik. Jadi, penting bagi kita untuk menjaga, seperti juga meningkatkan rasa lapar kita akan Dia!
TUHAN,  TAMBAHKAN   RASA   LAPARKU!
Banyak orang berdoa, “Tuhan, tambahkan rasa laparku terhadap Engkau.” Namun ini tidak akurat, kitalah yang menentukan rasa lapar kita, bukan Dia. Orang Amerika atau sebangian dari kita memiliki kelimpahan harta benda, hiburan, kesenangan, dan kekayaan. Satu-satunya untuk menciptakan dan mempertahankan rasa lapar terhadap Allah adalah melindungi jiwa kita dengan memilih makanan yang tepat untuk mengisinya. Amsal 27:7 menyatakan hal itu, “Jiwa yang kenyang menginjak-injak sarang madu.” Secara sederhana, jika jiwa Anda dipenuhi dengan kekwatiran, kesenangan, kecintaan akan harta, atau keinginan-keinginan dunia ini, Anda akan kenyang dan benar-benar memandang rendah sarang madu yang manis dari persekutuan dengan Allah.
  Pikirkan hari Thanksgiving. Kebanyakan orang Amerika berkumpul bersama keluarga dan teman-teman untuk berpesta pada hari raya  ini. Banyak yang melewatkan makan pagi untuk meningkatkan kapasitas mereka untuk makan sesudah itu.  Pesta dimulai; tersajilah kalkun yang besar, hidangan pengisi, kentang manis, sayuran, saus cranberry, pie, dan seterusnya. Kita melahap sejumlah besar makanan karena nafsu makan kita telah diperbesar. Setelah itu, kita mengerang karena kita makan terlalu banyak. Kita kekenyangan! Lalu beberapa jam kemudian kita pergi ke rumah anggota keluarga lainnya. Makanan disajikan lagi dengan segala kelimpahannya! Kali ini resep-resepnya bahkan lebih hebat, tetapi bukannya menginginkan makanan yang istimewa ini, kita merasa mual dan menyingkir. Kita masih begitu kekenyangan karena makanan sebelumnya hingga kita memandang sekilas pada jamuan itu dan tahu kita tidak mungkin menyantapnya. Sekalipun makanan ini mungkin jauh lebih mewah; kita benar-benar memandang rendah pada-nya. Inilah yang sedang dikomunikasikan oleh Amsal.
  Untuk memahami kebenaran ini selangkah lebih jauh, selangkah lebih jauh, kita harus menyadari bahwa ini bersifat proporsional. Jika jiwa  Anda tertekan karena keinginan-keinginan hidup ini, Anda mungkin tidak menghina jamuan itu, tetapi Anda mungkin menyepelehkannya. Jika  Anda tidak kekenyangan, tetapi hanya bersantap secara wajar dua jam sebelumnya, dan Anda menghadapi suatu jamuan, Anda mungkin tidak akan merendahkan jamuan itu; Anda mungkin hanya akan mencicipinya, atau mengabaikannya. Sering kali saya ditawari makanan di restoran-restoran mahal ketika saya tiba di sebuah kota, tetapi saya tidak lapar karena saya makan beberapa jam sebelumnya sehingga saya dengan sopan menolak tawaran tersebut. Pikiran tentang bersantap tidak memuakan saya, seperti yang digambarkan dalam sekenario thanksgiving di atas, hanya saja itu tidak memikat saya. Namun, tawaran yang sama yang diberikan kepada seseorang yang sudah kelaparan selama satu atau dua hari akan memunculkan respons yang sama sekali berbeda. Orang ini akan sangat menginginkan makanan yang Anda pandang dengan enggan. Jadi, kebenarannya adalah seberapa jauh Anda di penuhi oleh soal-soal kehidupan menentukan respons Anda pada panggilannya.
 Terlalu sering orang-orang dalam gereja bersikap acuh tak acuh dalam kerinduan mereka terhadap  Allah. Kebanyakan tidak merendakan kehadiran-Nya, tetapi dibanding dengan orang yang lapar mereka bersikap biasa terhadap jamuan di hadapan mereka. Lagi pula, mereka makan dari meja dunia beberapa jam  sebelumnya dan  merasa puas. Saya telah mengamati, ketika mereka mengatakan mereka menginginkan Dia, tindakan-tindakan mereka mengkhianati kata-kata mereka. Anda memiliki buku ini karena saya percaya  Anda ingin mendapatkan lebih banyak dari-Nya, tetapi apakah jiwa  Anda merindukan Dia? Apakah Anda seperti orang yang belum makan selama berhari-hari, atau pecandu alkohol yang belum minum, atau pencandu yang membutuhkan candu-nya? Inilah jenis kelaparan yang perlu kita pupuk untuk mendekat.
JEMAAT   YANG  ACUH   TAK   ACUH
Berdasarkan penyelidikan yang saksama terhadap kata-kata Yesus kepada jemaat terakhir di kitab Wahyu, Anda menemukan suatu fakta yang mengagumkan. Pertama, pahami bahwa Yesus mengirimkan surat-surat kepada tujuh jemaat di Asia, tetapi pesan-pesan ini bukan dimaksudkan hanya untuk para jemaat historis tersebut, melainkan untuk kita semua. Jika tidak demikian, tentu kita tidak akan memilikinya dalam Kitab Suci. Kenyataan bahwa semuanya itu muncul dalam Kitab Suci menunjukan adanya aplikasi nubuatan atau bahwa pesan itu masih berlaku bagi kita saat ini.
                 Berita-berita nubuat bisa, dan sering kali memang, memiliki banyak aplikasi, makna, atau penggenapan. Bukan hanya setiap surat untuk jemaat membawa sebuah pesan untuk kita saat ini, melainkan bisa saja pesan ini muncul terakhir karena berhubungan dengan jemaat sebelum kedatangan-Nya. Ini bisa dimengerti, sebab pada saat menyelesaikan surat ini Yohanes berkata, “Kemudian daripada itu aku melihat: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah kemari” (Why. 4:1, penekanan penulisan). Perhatikan kata sangkakala . Kita tahu pada akhir zaman Tuhan sendiri akan datang kepada
milik-Nya dengan turun “dari sorga dengan suatu seruan, dengan suara dari penghulu malaikat, dan dengan sangkakaladari Allah” ( 1 Tes. 4:16-17, penekanan penulisan). Saya percaya ada penekanan khusus pada berita jemaat ini untuk zaman kita.
  Yesus menyatakan jemaat ini berada dalam keadaan suam-suam kuku; bila diistilahkan dalam istilah-istilah yang lebih modern, mereka kekurangan gelora dan secara biasa memperlakukan apa yang penting bagi-Nya. Mereka jarang menyimpang dari jalan mereka untuk menyenangkan Dia. Apa yang menyebabkan perilaku ini? Ingatlah ini bukan suatu jemaat yang berdiri sendiri yang tidak diakui oleh Allah-Yesus sendiri mengakui mereka. Jawabannya ditemukan dalam cara pandang mereka terhadap kehidupan. Yesus berkata, “Karena engkau berkata :  “Aku kaya dan telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa”” ( Why. 3:17). Kata-kata ini mengkhianati kealpaan dari kerinduan mereka-karena jiwa mereka kenyang; sayangnya bukan didalam Dia melainkan dalam harta benda.
SEBUAH   DIAGNOSIS  YANG  DANGKAL
Sebagian orang akan berkata masalah mereka adalah memiliki terlalu banyak uang atau harta benda. Ini pada dasarnya akan menjadi suatu penilian yang dangkal terhadap apa yang Yesus katakan. Jika Anda melihat Daud, ia adalah seorang yang memiliki begitu banyak pelayan dan kekayaan. Bahkan ia mewariskan kepada Salomo “empat ribu ton emas, hampir empat puluh ribu ton perak, dan begitu banyak besi dan perunggu” hingga tidak dapat ditimbang (1 Taw. 22:14 NLT). Namun ketika ia menggambarkan dirinya, “sendengkanlah telinga-Mu, ya Tuhan, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku” (Mzm. 86:1, penekanan penulis). Ia menyebut dirinya sengsara dan miskin! Kini kita tahu ia bukan sekedar berbasa-basi karena Anda tidak dapat menipu ketika Anda menerima inspirasi dari Allah. Ia benar-benar memandang dirinya sengsara dan miskin, sekalipun dengan tumpukan perak! Kebutuhannya adalah kebutuhan akan Allah sendiri; dan itu ditimbulkan oleh rasa lapar yang berasal dari Allah. Dengarkan sekali lagi seruannya, “sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku . . .” Ia sangat menantikan jawaban Allah. Ia lapar dan haus akan keintiman! Inilah sebabnya ada kerinduan yang demikian : “Air mataku menjadi makananku siang dan malam, sementara mereka terus-menerus berkata kepadaku, ‘Di mana Allahmu?’” (Mzm. 42:4).
 Masalah jemaat Laodikia bukan persoalan materi, melainkan lebih karena mereka telah membiarkan hal-hal materi memuaskan jiwa mereka. Daud tidak pernah membiarkan ini terjadi. Ia tidak pernah membiarkan kekayaannya yang berlimpah memenuhi kelaparan jiwanya. Kemungkinan besar para anggota dari tubuh jemaat ini memiliki harta yang jauh lebih sedikit dari Daud, tetapi mereka memuaskan diri mereka dengan apa yang mereka miliki dan mereka menjadi kenyang. Ini menghalangi kerinduan di dalam diri mereka terhadap kehadiran dan persekutuan Allah.
SEBUAH  PERBEDAAN  YANG  MENCOLOK
Saya telah begitu sering melihat hal ini selama dua puluh tahun terakhir. Saya ingat suatu kali mengunjungi orang-orang Indian Cree di bagian utara kanada. Mereka adalah suku indian Amirika Utara yang terakhir yang tinggal dalam daerah penampungan. Bahkan, hanya dua puluh tahun sebelumnya suku ini tinggal dalam tepeesementara mereka berpindah mengikuti rute perburuan rusa. Mereka adalah orang-orang sederhana yang memiiki sedikit harta benda. Hanya dalam sepuluh tahun belakangan mereka telah memiliki televisi untuk rumah-rumah mereka yang sederhana.
           Kira-kira seribu orang menghadiri pertemuan-pertemuan itu. Saya berada di sana beberapa hari dan memperhatikan sesuatu yang janggal. Hampir tanpa pengecualian, semua yang berusia di atas dua puluh tahun betul-betul lapar akan segala hal tentang Allah. Mereka begitu bersemangat lebih daripada kebanyakan orang di Amerika Utara. Mereka sangat rindu mengenal Allah. Namun demikian, mereka yang berusia di bawah dua puluh tahun bersikap acuh tak acuh dan tampaknya tidak memiliki rasa lapar apa pun.
Dalam suatu pertemuan, urapan untuk mengajar dan berkhotbah begitu kuat. Orang-orang di tenda besar benar-benar sedang menyimak. Pada suatu saat, saya memperhatikan, di luar tenda, dan di belakang para remaja terlihat sangat bosan dan enggan. Saya tahu manakala khotbah itu membosankan, tetapi bukan itu penyebabnya; ada penyertaan yang luar biasa dari Roh Kudus untuk memberitakan Firman-Nya. Tiba-tiba sebelum saya menyadari apa yang sedang saya lakukan, saya mendapati diri saya berlari melintasi deretan tempat duduk, melewati mereka yang lapar untuk menghampiri  remaja di bagian luar tenda. Saya membujuk mereka untuk masuk dan mendengarkan. Mereka hanya memandangi saya sakan-akan saya sinting dan tidak memiliki pemahaman tentang hidup.
Saat itulah saya memperhatikan baju-baju dan topi-topi bisbol mereka; seakan-akan apa yang tertulis di situ bersinar dan terpancar. Mereka memakai beragam simbol tim basket dan sepak bola profesional. Roh Kudus menunjukan kepada saya mereka telah diracuni dan menjadi kenyang oleh apa yang ada di televisi. Secara menyedikan mereka telah menyerahkan kelaparan jiwa mereka pada apa yang tidak akan menguntungkan mereka! Saya sadar orang-orang yang lebih tua tidak dibesarkan dengan televisi. Ini menjawab keheranan saya tentang kesenjangan antara mereka yang berusia dibawah dan diatas dua puluh tahun.
Tolong pahami apa yang sedang saya komunikasikan. Televisi tidak selalu berbahaya bagi pertumbuhan dan rasa lapar kita, tetapi cara kita menanganinyalah yang berbahaya. Keluarga kami mempunyai televisi sekarang, meskipun ketika kami pertama kali menikah kami tidak memilikinya selama bertahun-tahun. Saya telah diilhami dan dididik oleh berbagai program. Saya dapat tetap mengikuti perkembangan dunia melalui televisi. Namun demikian, Itu bukan suatu yang memberi makan atau mengenyangkan saya. Itu bukan suatu pemuas bagi saya. Saya dapat menontonnya dan tetap merindukan hal-hal tentang Allah dan tetap bersekutu dengan Roh Kudus. Meskipun miskin, para remaja ini telah menyerahkan rasa lapar mereka pada apa yang tidak menguntungkan.
Tidak lama setelah perjalanan ini saya pergi ke bagian barat laut Amerika Serikat. Saya diminta untuk berkhotbah pada jumat malam. Pertemuan itu terbuka bagi seluruh jemaat, tetapi yang mengejutkan saya melihat bahwa lebih dari lima ratus orang dari tujuh ratus orang yang hadir adalah para remaja. Ketika pertemuan itu selesai saya medapati diri saya dikeliligi oleh lusinan remaja yang semuanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan tetang hal-hal rohani. Saya melihat jam tangan saya dan jam menunjukkan hampir tengah malam. Kami telah begitu lama berbincang-bincang tentang hal-hal rohani setelah kebaktian. Akhirnya saya mengucapkan, “Saya suka ini! Kalian semua begitu lapar akan Allah!”
Mereka bertanya apakah mereka semua dapat mengajak saya makan siang keesokan harinya sebelum saya pulang. Saya  tidak dapat menolak tawaran mereka sehingga mereka meminjam sebuah ruangan atas yang besar di sebuah restoran dan diskusi itu berlanjut. Itu sungguh mengagumkan dan menyegarkan! Ada suatu kontras yang ironis di antara kedua kelompok remaja tersebut, para remaja yang kaya di barat laut merasa lapar sekalipun mereka memiliki jauh lebih banyak dari pada remaja Indian.
Di dalam gereja di barat laut, mereka yang berusia di atas dua puluh tahun tidaklah selapar para remajanya. Mengapa bukan mereka yang mengelilingi saya?  Mengapa para remaja jauh melampaui semua kelompok usia lainnya yang tergabung dalam kebaktian? Saya percaya jiwa-jiwa jemaat dewasa di bebani dengan kekhawatiran-kekhawatiran dan kesenangan hidup. Hal-hal rohani menjadi bagian dari hidup mereka, tetapi bukan pemuas bagi mereka, sekalipun mereka mengakui ketuhanan Yesus.
Setelah bertemu dengan gembala senior dan remaja di gereja ini menjadi jelas bahwa gembala senior mencerminkan dirinya di dalam jemaatnya, dan gembala remaja telah melakukan hal yang sama. Hosea 4:9 menjadi nyata bagi saya, “Seperti nasib rakyat demikianlah nasib imam’-Karena para imam jahat rakyat juga jahat” (NLT). Itu bisa saja berbunyi,”’seperti nasib jemaat, demikianlah nasib gembala’-jika gembalanya tidak memiliki semangat, jemaatnya menjadi suam juga.” Allah menggerakkan gembala remaja ini, yang begitu penuh dengan visi dan berapi-api, dan kini ia sedang menyentuh kota yang lain dengan cara-cara yang berpengaruh. (BERSAMBUNG)

PELIHARALAH RASA LAPAR ANDA (BAGIAN KEDUA) – selesai