Arsip Bulanan: Juli 2016

HIDUP DALAM BERKAT-BERKAT TERBAIK DARI TUHAN (BAGIAN 2)

Oleh: Peter B, MA

SEBERAPA TAHUKAH ANDA TENTANG BERKAT TERBAIK?
Dalam murka-Nya, menemukan bangsa Israel menyembah berhala patung anak lembu emas, Tuhan berfirman kepada Musa:
“Pergilah, berjalanlah dari sini, engkau dan bangsa itu yang telah kaupimpin keluar dari tanah Mesir, ke negeri yang telah Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub, demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri itu —
AKU AKAN MENGUTUS SEORANG MALAIKAT BERJALAN DI DEPANMU dan akan menghalau orang Kanaan, orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus —
yakni ke suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madu. Sebab Aku tidak akan berjalan di tengah-tengahmu, karena engkau ini bangsa yang tegar tengkuk, supaya Aku jangan membinasakan engkau di jalan.”
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Katakanlah kepada orang Israel: Kamu ini bangsa yang tegar tengkuk. Jika Aku berjalan di tengah-tengahmu sesaat pun, tentulah Aku akan membinasakan kamu.” (Kel. 33:1-3,5).
Sedemikian kesalnya hati Tuhan sehingga Yang Mahakudus bermaksud tak lagi menyertai umat-Nya. Sebagai gantinya, seorang malaikat akan ditugaskan untuk menyertai bangsa ini untuk membawa mereka berhasil sampai dan menduduki Tanah Perjanjian.
Sebenarnya itu merupakan penawaran yang sangat baik, mengingat orang Israel sering membangkitkan murka Tuhan melalui ketidakpercayaan dan sifat keras kepala mereka yang kerap menolak untuk taat.
Bukankah mendapatkan penggenapan janji dan memiliki segala kemakmuran saja yang mereka inginkan? Bukankah mereka tidak terlalu peduli dengan jalan-jalan Tuhan atau ketetapan-ketetapan-Nya? Bukankah perjalanan akan jauh lebih menyenangkan jika setiap orang bebas melakukan kehendak sendiri sambil nantinya memperoleh warisan perjanjian yang besar itu? Dan siapakah yang tidak bangga disertai, dilindungi, dibela dan dipimpin malaikat yang perkasa? Bukankah itu berkat yang mereka nanti-nantikan yang menuju pada kemenangan, kejayaan dan kelimpahan?

Tapi tidak demikian dengan orang yang tahu apa itu berkat terbaik.
Maka, berkatalah Musa kepada Tuhan:
“Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini.
Dari manakah gerangan akan diketahui, bahwa aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini?
BUKANKAH KARENA ENGKAU BERJALAN BERSAMA-SAMA DENGAN KAMI, SEHINGGA KAMI, aku dengan umat-Mu ini, DIBEDAKAN DARI SEGALA BANGSA YANG ADA DI MUKA BUMI?” (Kel.33:15-16)
Itulah berkat terbesar.
Bukan ketika menerima pemberian-pemberian dari sang pemberi berkatnya. Tapi dapat tetap dekat, berjalan bersama, tak terpisahkan dengan Sang Sumber Berkat itu sendiri.
Seperti menderitanya seorang anak yang kecukupan segala sesuatu namun tak pernah tahu siapa dan bagaimana wajah bapanya, sungguh, betapa tak berartinya menikmati segala berkat dari sorga tanpa kehadiran dan kebersamaan dengan Sang Pemilik Sorga itu sendiri! Sama sekali bukan berkat yang demikian yang Tuhan senang berikan pada kita.
Dan tidakkah ini menjelaskan mengapa Tuhan meminta para imam besar menyampaikan berkat ini kepada seluruh umat Israel:
“TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;
TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;
TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera” (Bil. 6:24-26)
Tak tertulis satupun janji berkat terpenuhinya kebutuhan lahiriah atau kelancaran menuju keberhasilan duniawi.
Berkat terbesar yang membedakan kita dengan para penyembah ilah yang lain bukanlah karena kita meminta pemberian-pemberian dan menerimanya tetapi karena kita terhubung dengan Dia dan Dia sendiri berkenan pada kita. Berkenan memberikan kasih karunia-Nya dan menjalin hubungan dengan kita. Berkenan mengarahkan wajah-Nya kepada kita. Berkenan tinggal dekat dan berjalan bersama kita. Berkenan memiliki hubungan yang erat dan intim dalam perdamaian dengan kita. Berkenan untuk menuntun dan memimpin langkah hidup kita sepanjang hari-hari singkat lagi sukar di dunia ini. Berkenan menyatakan isi hati-Nya, kehendak dan rencana terbaik-Nya atas hidup kita.
Itulah berkat di atas segala berkat. Kebaikan di atas segala kebaikan. Kemuliaan di atas segala kemuliaan. Kebahagiaan sejati -jauh melampaui apapun yang disebut kebahagiaan yang dapat terpikirkan manusia. Bahwa Yang Maha Besar dan Maha Kuasa berkenan berada bersama-sama dengan kita untuk mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan bagi hidup kita.
Berkat inikah yang banyak dirindukan anak-anak Tuhan?
Kita harus memeriksa diri dan jika kita mendapati kekurangan kita ini maka kita harus mulai mengubah arah langkah kita mengejar berkat-berkat yang terbaik!
Perumpamaan Yesus sendiri meneguhkan pernyataan di atas.
Setelah menghabiskan “berkat” dari ayahnya, anak bungsu dalam perumpamaan anak yang hilang menyadari sesuatu yang selama ini tak pernah dipikirkannya. Ia kini merasakan bahwa pemberian-pemberian bapanya tidak sebegitu memberikannya kebahagiaan seperti yang dibayangkan dan telah dialaminya sejauh ini.
Suatu kesadaran ilahi muncul di benaknya:
Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa” (Luk.15:17-19)
Semua pemberian dan warisan bapanya terasa begitu tak berarti dibandingkan  berharganya hubungannya dengan sang bapa. Betapa manisnya, betapa indahnya, betapa nikmat dan luar biasa ternyata tinggal dalam naungan bapa yang mengasihinya dengan tulus apa adanya. Selagi masih ada kesempatan, ia beranjak dari keterpurukannya. Melangkah ke arah rumah bapanya. Memohon hubungan itu terjalin kembali dengan satu harapan: sang bapa menerimanya kembali meski hanya sebagai pelayannya. Hatinya kini mengerti bahwa JAUH LEBIH BAIK MENJADI SEORANG PELAYAN ATAU HAMBA DI RUMAH BAPA daripada menjalani hidup dalam suatu kebebasan semu dipenuhi gelimang kenikmatan dan kesenangan tapi selalu diselimuti kegelisahan dan kehampaan hati.
Sampai kapankah kita sampai pada kesadaran ini? Bahwa memiliki hubungan yang intim dan karib dengan Allah melebihi segala berkat dunia? Dan bahwa tinggal dan mengabdi kepada-Nya merupakan kehormatan dan kesempatan terbaik yang pernah ditawarkan pada kita?
MATIUS 6:33 DARI SUDUT YANG LAIN
Dalam Matius 6, sebelum ayat 33 yang terkenal itu, dua ayat yang mendahuluinya adalah ini:
“Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.
Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu” (Mat.6:31-32)
Orang sering berkata, “Bukankah selama kita di dunia memerlukan uang, harta benda dan kebutuhan materi lainnya? Tidakkah terlalu ekstrem fokus pada hal-hal rohani yang tidak terlalu nyata itu?”
Tentu saja kita membutuhkannya. Tanpa itu semua tidak mungkin kita bertahan hidup selama di dunia ini. Namun perhatikanlah apa yang Yesus sampaikan di atas.
Perbedaan antara mereka yang mengenal Tuhan dan percaya kepada-Nya dengan mereka yang tidak mengenal Allah terletak pada prioritas pencarian utama atau fokus hidup mereka. Yang tak mengenal Allah sejati selalu disibukkan dan dipusingkan oleh pencarian pemenuhan berbagai kebutuhan hidup. Hidup mereka digerakkan oleh kekuatiran, ketakutan dan kegelisahan akan tak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka mengejar berkat sehingga motivasi mereka beribadah pun demi mengusahakan tercurahnya berkat-berkat itu dalam hidup mereka. Doa-doa mereka, deklarasi iman mereka, klaim-klaim rohani mereka seperti tertuju pada Tuhan namun sesungguhnya menyelubungi niat maksud hati mereka supaya berkat-berkat duniawi menjadi bagian mereka. Pada dasarnya, mereka masih mencari hal-hal yang sama dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah, persis seperti yang Yesus katakan.
Berbeda dengan mereka yang mengenal Tuhan. Mereka tahu bahwa berkat-berkat atau semua pemberian Allah tidak perlu diminta dengan teriakan yang nyaring atau diklaim berulangkali seolah-olah Dia seorang Bapa yang buta dan tuli. Bukankah Dia Bapa yang tahu segala sesuatunya? Tidakkah Dia yang mahatahu mengetahui segala pergulatan batin dan setiap rincian terkecil kebutuhan kita?
“Bapanya yang di sorga TAHU KAMU MEMERLUKAN SEMUANYA ITU”
Pencarian kita akan berkat harus berbeda dengan pencarian berkat orang-orang yang tidak mengenal Tuhan (sekalipun mereka mengaku mengenal Dia). Melalui apa yang kita cari dan fokuskan dalam hidup, kita mengetahui apakah seseorang benar-benar mengenal Tuhan secara pribadi atau sekedar mengaku-ngaku saja.
Mereka yang mengenal Tuhan akan seperti Musa: meminta berkat terbaik dan mencari persekutuan dengan Tuhan. Mencari kemuliaan Tuhan demi mengenal Dia lebih dekat dan lebih dalam lagi.
Itulah mengapa Yesus menyampaikan ayat yang telah sering  dikutip dan diajarkan ini:
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat.6:33)
Beberapa orang memandang itu merupakan suatu perintah atau tugas  untuk mencari Kerajaan Allah supaya semua berkat-berkat itu ditambahkan. Namun jika kita memandangnya itu dari sudut pandang pencarian berkat yang dihubungkan dengan perkataan Kristus yaitu supaya tidak memusatkan diri menghabiskan hari-hari hidup kita demi mencari berkat-berkat duniawi, maka Anda akan menemukan suatu kerinduan dan isi hati Bapa.
Ya, suatu kerinduan supaya Anda mencari berkat yang lebih dari itu, yang terbesar dan terbaik yang amat sangat ingin Dia limpahkan pada Anda. Dimana saat Anda memperoleh berkat-berkat itu, yaitu Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya, maka Anda tidak akan dikuatirkan lagi akan berkat dan pemeliharaan atas hidup Anda di dunia.
Berkat terbesar dan terbaik yang patut dan seharusnya dikejar ialah supaya kita mengenal hal-hal yang ada di sorga di atas, yang melampaui kehidupan di dunia ini. Hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan dan pemerintahan-Nya, jalan-jalan-Nya, kehendak-Nya dan isi hati-Nya adalah kerinduan Tuhan supaya itu menjadi hasrat dan permohonan utama kita dalam kehidupan sekarang ini (Ef.1:15-21).
Perkara-perkara yang tidak akan kita peroleh dari manapun dan siapapun di dunia ini. Berkat-berkat terbaik yang hanya dapat dilimpahkan oleh Bapa Sorgawi yang sangat mengasihi kita, yang telah merancangkan dan rindu memberikan apapun yang terbaik bagi kita di dunia yang sekarang maupun yang akan datang (Mat.7:9-11; Luk.11:11-13).
Tidak perlu Anda kuatirkan akan berkat-berkat jasmani, asalkan Anda tinggal di rumah Bapa, dalam kasih dan naungan-Nya dan mengerjakan tugas bagian Anda menyelesaikan pekerjaan dan urusan-urusan di rumah Bapa. Dia pasti memberkati Anda. Dengan segala kelimpahan. Sebab, bukankah milik Bapa yang kaya itu adalah milik Anda? (Luk. 15:31)  Dan bukankah Bapa yang baik, bahkan sangat baik itu, pasti akan menanggung dan menjamin seluruh hidup Anda? (Yes.46:4)
Tidak pernah menjadi persoalan bagi Bapa di sorga mengurus dan memelihara hidup kita. Berkat kecukupan kebutuhan hidup, keuangan dan ekonomi atau kesehatan dan keberhasilan tidak pernah jauh atas anak-anak terkasih Bapa, yaitu yang setia melakukan kehendak Bapa. Dia pasti dan selalu lebih dari sanggup menjaga dan melindungi kita dalam segala keadaan.
Persoalannya adalah apakah kita sungguh-sungguh bersama-sama dengan Dia dan berada di pihak-Nya sepanjang hidup kita? Apakah kita tetap mengasihi Dia dengan kasih yang tak pernah padam sehingga kita tak ingin sedikitpun menjauh atau terpisahkan dari-Nya? Apakah kita senantiasa rindu memiliki hubungan dengan Dia lebih dari hubungan apapun di dunia ini?
Hidup seseorang (ataupun suatu pelayanan dan komunitas gereja) yang diberkati Tuhan tidak ditandai oleh kelimpahan hal-hal duniawi tapi ditandai dengan hubungannya yang karib dengan Dia dimana kita dimampukan berjalan bersama dengan Dia dalam iman, pengharapan dan kasih, mengenali dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya setiap hari.
Lebih daripada banyak kesaksian akan pertolongan berkat materi atau kesembuhan jasmani yang diterima seseorang (meskipun tidak ada yang salah dengan itu), inilah sesungguhnya kesaksian dan kata-kata orang yang sungguh diberkati Tuhan. Mereka yang menilai berkat BUKAN dari kenyamanan dan kemudahan hidup mereka di dunia ini tetapi dari kedekatan dan keintiman mereka dengan Allah:
“Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!” 

Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.
Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.
Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram;
sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.
Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa” (Maz.16:2, 5, 8-11)
“TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?
Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.
Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku!
Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.
Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku!
Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku.
Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, dan tuntunlah aku di jalan yang rata oleh sebab seteruku” (Maz.27:1, 4, 7-11)
“Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Sela
Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!
Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik.
Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.
Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya kepada-Mu!” (Maz.84:5-6, 11-13)
“TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya” (Rat.3:24)
“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,
namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku” (Hab.3:17-18)
Betapa bahagianya mereka yang memperoleh berkat-berkat terbaik dalam hidup.
Berbahagialah mereka yang menerima berkat terbesar itu yaitu pengenalan pribadi dan persahabatan yang tak terpisahkan dengan Tritunggal yang Kudus!
Sungguh, seperti yang Yesus katakan, kita akan mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan yang sesungguhnya (Yoh.10:10b).
Akhir kata, sebuah pujian yang indah gubahan Don Moen berjudul “May Your Presence Go With Us” yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kiranya mengiringi pencarian dan permohonan kita akan berkat-berkat terbaik Tuhan atas hidup kita:
Bila Engkau tak besertaku
Ku tak mau berjalan
Kuperlu Tuhan pimpin langkahku
Dengan kasih karunia-Mu
Pimpin langkahku setiap waktu
Berjalan dalam Roh-Mu
Nyatakan Tuhan, kemuliaan-Mu           
Dan berjalanlah denganku
    Bilaku beroleh kasihMu, tunjukkan jalan-Mu
    S`bab kurindu hidup dalam terang-Mu
    S`panjang hari, bimbing aku 
        Kumiliki banyak rencana
        Namun ku tak kan berjalan tanpa-Mu
Bila Engkau tak besertaku
Ku tak mau berjalan
Kuperlu Tuhan pimpin langkahku
Dengan kasih karunia Mu
Pimpin langkahku setiap waktu
Berjalan dalam Roh-Mu
Nyatakan Tuhan, kemuliaan-Mu           
Dan berjalanlah denganku

Salam revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan!

HIDUP DALAM BERKAT-BERKAT TERBAIK DARI TUHAN (BAGIAN 1)

Oleh: Peter B, MA

Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya,
aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu.
Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku.
Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan.

Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.
Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.
Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh dari pada-Mu akan binasa; …
Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan ALLAH, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya.”~Mazmur 73:21-28

Orang Yahudi menyebutnya “berakah”. Orang Arab menyebutnya “barakah”. Yang berbahasa Inggris menyebutnya “blessing” dan kita, bangsa Indonesia, menyebutnya “berkah” atau “berkat”.
Namun, apa sesungguhnya berkat itu?
Apakah yang Tuhan maksudkan sebagai “berkat” dalam firman-Nya yang dituliskan dalam kitab suci kita?
Apakah pandangan kita sama dengan Allah mengenai berkata itu?


Sesungguhnya, berkat adalah sesuatu yang paling dicari oleh manusia. Hati kita merindukan dan mendambakannya. Tanpanya, kita merasa segalanya sia-sia tak berarti. Dan kitapun takut -jauh di dasar hati kecil kita sangatlah takut- jika kita hidup dalam kutuk, yang adalah kebalikan dari berkat itu.

Itulah sebabnya manusia mencari berkat dari kuasa-kuasa yang lebih tinggi darinya. Yang dikira mampu membuatnya berhasil dan makmur di dunia. Mereka melakukan apa saja. Ritual dan upacara. Penyembahan dan pengabdian. Pengorbanan dan “penyiksaan” diri. Semuanya supaya mendapat berkat.

TUHAN, Bapa kita di sorga, pun menjanjikan berkat bagi umat-Nya, yang juga adalah anak-anak-Nya. Mungkin karena janji-janji itulah, milyaran orang di dunia hari ini mengklaim sebagai orang Kristen dan mengaku sebagai pemuja-pemuja Yesus Kristus -yang dalam firman dan ajaran-Nya juga menjanjikan berbagai berkat kelimpahan dan kemakmuran selama di dunia.

Ya, kita semua mengharapkan berkat-berkat terbaik dari Allah kita.


YANG LAZIM DALAM PIKIRAN MANUSIA
Bagi banyak orang, berkat dalam hidup dipahami sebagai kelancaran, kemudahan dan kelimpahan -khususnya dalam hal memperoleh kebutuhan hidup jasmaniah atau terpenuhinya setiap keinginan dalam hidup. Secara umum, sukar untuk disangkal jika berkat kerap dimaknai secara duniawi: dimana setiap orang yang memiliki kehidupan yang cukup secara ekonomi, karir yang terus menanjak, pekerjaan dan bisnis yang berkembang pesat, menjalani suatu gaya hidup yang nyaman (bahkan mewah) dalam kesehatan yang baik atau mempunyai simpanan harta yang berlimpah. Merekalah yang cenderung segera dipandang sebagai orang-orang yang diberkati dalam hidupnya.

Demikian pula kebalikannya. Mereka yang hidup sederhana, tampak pas-pasan, sedang mengalami atau mengidap sakit, tidak punya kekayaan yang besar atau yang tidak memiliki status sosial yang tinggi cenderung dinilai sebagai orang-orang yang kekurangan berkat atau tidak diberkati dalam hidupnya. Sebagian bahkan memandang bahwa mereka yang hidupnya demikian kemungkinan sedang di bawah kutuk.

Merenungkan cara pandang yang lazim mengenai berkat sebagaimana diuraikan di atas, kita setidaknya dapat menyimpulkan bahwa manusia mengukur ada atau tidaknya berkat dari ada tidaknya segala sesuatu yang mereka harapkan untuk diperoleh dan dinikmati dalam hidup didunia sekarang ini. Singkatnya, menurut pandangan yang umumnya berlaku, diberkati berarti terpenuhinya semua hal yang bersifat materi dan duniawi. Dilihat dari apa yang tampak, bukan yang tidak tampak. Dinilai dari apa yang terlihat besar dan banyak, yang tampak mengagumkan dan hebat, yang luar biasa di mata orang pada umumnya.

Oleh karena ingin memperoleh semua itu, manusia melakukan apa saja yang bisa mereka lakukan. Termasuk menaikkan penyembahan atau memberikan persembahan kepada dewa-dewa maupun ilah-ilah yang diyakini mampu memberikan semuanya itu bagi mereka. Bukankah jika kita mau jujur, itulah salah satu alasan utama manusia memuja apa yang mereka sebut sebagai tuhan atau dewa? Bukankah motif penyembahan kita juga acapkali untuk memperoleh rahmat dan berkat supaya hidup kita dimudahkan jalannya, dimurahkan rejekinya dan diangkat derajatnya?

Dengan harapan memperoleh janji-janji berkat sebagaimana tertulis dalam Alkitab, banyak orang memilih mencari dan mengikut Yesus Kristus dan beribadah pada-Nya.
Hanya saja, di balik motif iman semacam ini, ada beberapa hal yang perlu kita sadari dan pahami lebih seksama.


YANG LAZIMNYA TIDAK DISADARI ORANG PERCAYA
Berkat-berkat dalam bentuk materi memang dijanjikan dalam Firman Tuhan. Tetapi berapa banyakkah yang benar-benar menyadari bahwa kuasa untuk memperoleh kemakmuran tidak hanya ada pada Allah?

Dengan kemampuannya sebagai makhluk dengan kualitas tertinggi dan dirancang segambar dengan Allah, keturunan Kain yang telah terpisah dari Tuhan muncul sebagai pionir dan penemu berbagai sistem awal kehidupan di muka bumi. Dengan memotivasi diri disertai keyakinan yang kuat akan kemampuannya sebagai makhluk yang unggul, Lamekh, cicit Kain menjadi orang yang perkasa dan ditakuti pada zamannya. Anak-anaknya menjadi pemimpin dan orang-orang berpengaruh di masanya bahkan terasa dampaknya hingga kini (Kej. 4:17-23).
Lalu, apakah mereka orang-orang yang diberkati? Sebaliknya.  Mereka adalah generasi yang tinggal dalam kutuk karena merupakan keturunan orang yang dikutuk Tuhan (Kej. 4:10-12), yang hidup tanpa Tuhan dan melakukan berbagai-bagai kekejian (Kej.4:19,23) -meski tampak seperti kaum yang diberkati.

Juga tidak boleh kita lupakan apa yang sering luput dari perhatian kita. Yaitu bahwa iblis, penguasa kegelapan, juga memegang kuasa atas dunia ini. Padanya ada kuasa untuk membuat manusia menjadi makmur dan besar. Dengan angkuh, ia meminta Yesus menyembah dirinya dengan “imbalan” ia akan memberikan kekuasaannya atas dunia dan isinya pada Sang Mesias itu (Mat.4:8-9). Ini membuktikan bahwa sekalipun alam semesta ada dalam kedaulatan Tuhan, kekuasaan atas kerajaan-kerajaan dunia yang semula dipercayakan pada manusia (lihat Kej. 1:28), baik disadari ataupun tidak, telah diserahkan ke dalam cengkeraman kuasa kegelapan. Itulah mengapa ada orang yang menjual jiwanya kepada iblis dan menyembahnya mampu meraih kemuliaan dan kejayaan selama hidupnya di muka bumi. Iblis mampu memberikan apapun yang umumnya dicari dan diminta manusia di dunia. Bahkan makhluk jahat ini sangat ingin memberikan apa saja yang diinginkan manusia asalkan bersedia menyembah dan memuliakan dirinya dan bukan TUHAN.
Sayangnya, iblis tidak dapat memberikan apa yang hanya Tuhan yang dapat berikan.

Dengan kata lain, tanpa menjadi pengikut Kristus sekalipun, setiap orang dengan caranya sendiri dapat menjadi orang-orang yang berkelimpahan secara duniawi. Dan jika kita mengikut Kristus demi mendapatkan kemuliaan duniawi ini, maka kita mungkin telah menyimpang dari makna sejati sebagai orang-orang Kristen. Mereka yang berpikir demikian disebut oleh Paulus sebagai orang-orang paling malang dari segala manusia (1 Kor. 15:19). Malang karena bukan untuk itu kita menaruh pengharapan pada Kristus. Malang karena Tuhan memanggil kita untuk mengiring Dia demi sesuatu yang jauh melampaui dunia ini. Malang karena telah berada pada jalan yang keliru -yang akan berujung pada akhir yang sesat pula.

Pada sisi lain, kita seharusnya menyadari bahwa kecukupan atau kelimpahan materi atas hidup seseorang atau suatu kaum tidaklah selalu merupakan tanda bahwa mereka diberkati oleh Tuhan. Ini diteguhkan melalui pesan-pesan firman yang keras khususnya kepada orang-orang yang kaya. Mungkinkah jika orang-orang kaya ini tergolong sebagai kelompok orang yang diberkati namun mendapatkan pesan serupa ini:

“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Tim. 6:9-10)

“Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.
Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi
dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya” (1 Tim. 6:17-19)

“Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu!
Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! 
Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir.
Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu.
Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan.
Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu” (Yak. 5:1-6)

“Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap” (Yak.1:11)

Dan jika semua orang yang berlimpah kekayaan memang orang-orang yang diberkati dalam hidup mereka, mengapa Yesus mengatakan bahwa mereka sukar masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat. 19:23-24)?
Dan bukankah Yesus juga mengatakan bahwa merengkuh seluruh dunia sekalipun akan sia-sia jika orang kehilangan nyawanya dalam kebinasaan kekal (Mat.16: 26)?

Sungguh, menjadi mulia, kaya dan mewah selama hidup di dunia BUKAN TANDA UTAMA bahwa seseorang diberkati Tuhan.
Ketidakpahaman kita akan hal ini dengan mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Tuhan untuk menyimpangkan umat Tuhan mengikuti jalan-jalan dunia ini dimana anak- anak Tuhan maupun hamba-hamba Tuhan dibawa untuk fokus pada pengejaran hal-hal yang besar secara duniawi alih-alih mencari kehendak dan perkenan Tuhan.

Sejatinya, ada tanda yang lain yang menunjukkan seseorang hidup dalam berkat Tuhan yang sesungguhnya.


YANG LAZIMNYA TIDAK DIPAHAMI ANAK-ANAK TUHAN
Dalam Imamat 26 dan Ulangan 28 ada daftar janji Tuhan untuk memberkati umat-Nya dengan berkat-berkat jasmaniah selama hidup di bumi. Itu baru sebagian kecil dari sekian banyak janji penyertaan, perlindungan, pemeliharaan dan seterusnya (seperti misalnya dalam Mazmur 91 dan Yesaya 43) yang merupakan sabda-Nya secara pribadi.

Yang acapkali kita lupakan, semua berkat selama hidup di dunia itu diberikan dengan syarat dan selalu hanya diberikan dalam kondisi tertentu yang Tuhan kehendaki. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini:

Ulangan 7:12-  “Dan akan terjadi, KARENA KAMU MENDENGARKAN peraturan-peraturan itu serta MELAKUKANNYA dengan setia, MAKA terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setia-Nya yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu.
Ia akan mengasihi engkau, memberkati engkau dan membuat engkau banyak; Ia akan memberkati buah kandunganmu dan hasil bumimu, gandum dan anggur serta minyakmu, anak lembu sapimu dan anak kambing dombamu, di tanah yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepadamu.
Engkau akan diberkati lebih dari pada segala bangsa: …
TUHAN akan menjauhkan segala penyakit dari padamu, …
(Ul.7:12-15)

“JIKA kamu dengan SUNGGUH-SUNGGUH MENDENGARKAN PERINTAH yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, SEHINGGA KAMU MENGASIHI TUHAN, Allahmu, dan BERIBADAH KEPADA-NYA DENGAN SEGENAP HATIMU DAN DENGAN SEGENAP JIWAMU, MAKA Ia akan memberikan hujan untuk tanahmu pada masanya, hujan awal dan hujan akhir, sehingga engkau dapat mengumpulkan gandummu, anggurmu dan minyakmu,
dan Dia akan memberi rumput di padangmu untuk hewanmu, sehingga engkau dapat makan dan menjadi kenyang” (Ul.11:13-15)

“Jika engkau BAIK-BAIK MENDENGARKAN SUARA TUHAN, Allahmu, dan MELAKUKAN DENGAN SETIA SEGALA PERINTAH-NYA yang kusampaikan kepadamu pada hari ini,
MAKA TUHAN, Allahmu, AKAN mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi.
Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, JIKA engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:” (Ul. 28:1-14).

“Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, BERTINDAKLAH HATI-HATI sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; JANGANLAH MENYIMPANG KE KANAN ATAU KE KIRI, SUPAYA ENGKAU BERUNTUNG, ke mana pun engkau pergi.
JANGANLAH engkau LUPA MEMPERKATAKAN kitab Taurat ini, tetapi RENUNGKANLAH ITU siang dan malam, SUPAYA engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab DENGAN DEMIKIAN perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung” (Yos.1: 7-8)


Ya, berkat-berkat hidup di dunia ini dicurahkan saat kita tidak hanya terhubung dengan Dia tetapi hidup beribadah kepada Tuhan, dengar-dengaran akan perintah-Nya, hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, tetapi hidup untuk mengasihi Tuhan dan mengabdi kepada-Nya dengan segenap hati dan jiwa.
Maksudnya, berkat kelimpahan materi merupakan  KELANJUTAN atau HASIL dari hubungan dan persekutuan kita dengan Tuhan.
Lebih lanjut, melampaui apa yang kita pikirkan selama ini, tanpa hubungan yang erat dengan Tuhan dimana kita melekat pada Dia maka berkat dari Tuhan tidak akan dicurahkan bagi kita. Hanya mereka yang berkomitmen untuk hidup berbakti atau mengabdi pada Tuhanlah yang akan menerima kenyataan janji-janji Tuhan itu. Bukan yang hanya sekedar rajin hadir dalam ibadah seremonial atau pelayanan yang bermotif kepentingan diri sendiri beberapa jam seminggu (yang mana Tuhan yang mahatahu mengetahui semua motif di dalam hati).

Berkat sejati dari Allah sejati diturunkan TERUTAMA bagi mereka yang beribadah dalam kesejatian dan ketulusan hati karena mengasihi Tuhan.

HIDUP DALAM BERKAT-BERKAT TERBAIK DARI TUHAN (BAGIAN 2) 

TUHAN ADALAH BAGIANKU

(Ditulis oleh Bpk. Peter Bambang Kustiono)


 
“Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.”
Mazmur Asaf (sebagaimana ditulis dalam Mazmur 73:25-26)



“Lebih dari s’galanya, kuingin Kau Tuhan.  Emas, perak dan permata tiada artinya”
Robert Lea dalam lagu “Jadikanku Hamba”

“Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia yang menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung.”
Gadis Sulamit (sebagaimana ditulis dalam Kidung Agung 2:16)



Dalam suatu pelayanan pengajaran di salah satu gereja beberapa tahun yang lalu, Tuhan menaruh beberapa pertanyaan di hati saya untuk dilontarkan sebagai tantangan kepada jemaat yang berkumpul waktu itu.  Pertanyaan itu berbunyi : “Jika Anda diijinkan mendapatkan dan memiliki apa saja yang ada di dunia ini, apakah yang paling pertama-tama Anda pilih untuk dijadikan kepunyaan Anda sendiri?”  Tanggapan yang diberikan sangat beragam dan hampir semuanya memiliki pilihannya masing-masing.  Mulai dari harta benda, uang, pasangan hidup dan sebagainya.  Kemudian pertanyaan berikutnya lebih menantang lagi : “Jika Yesus Kristus dimasukkan dalam daftar apa yang boleh didapatkan dan dimiliki itu, akankah pilihan Anda berubah memilih Kristus?  Terhadap pertanyaan ini, hampir tidak ada jawaban yang tegas.  Para pendengar termenung.  Saudaraku, bukankah aneh jika sekumpulan orang yang mengaku mengikut Kristus tapi masih bertanya-tanya serta bersikap ragu ketika mereka ditanya kerinduan mereka memiliki Sang Juru Selamat yang penuh kasih itu?  Pada kenyataannya, itulah kondisi jemaat Tuhan di masa sekarang ini.
Charles Finney, penginjil kebangunan rohani modern terbesar itu, pernah mengatakan dalam salah satu pengajarannya bahwa ada di antara orang-orang yang mengaku mengikut Kristus ada 3 macam orang yang pada dasarnya memiliki perbedaan satu sama lain.  Yang pertama, mereka yang benar-benar mengikut Kristus, mengasihi Dia dengan segenap hati, menjadi sahabatNya dalam kehidupan.  Tipe kedua, ialah mereka yang mengaku mengikut Kristus namun pada dasarnya dalam hati mereka ada motif-motif atau keinginan-keinginan lain selain Kristus.  Di sini Tuhan hanya merupakan salah satu sarana untuk mencapai apa yang mereka inginkan itu –dimana semuanya bersifat duniawi dan menguntungkan diri sendiri.  Dan jenis ketiga, ialah mereka yang mengaku mengikut Tuhan namun hanya sekedar untuk kepentingan formal belaka –dimana mereka terdaftar sebagai orang yang memiliki agama.  Orang-orang seperti ini pada dasarnya tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan karena mereka sepenuhnya hidup menurut jalan mereka sendiri.
Marilah menyelidiki hati kita.  Adakah kita menginginkan Dia dan hanya Dia saja?  Adakah kita masih merindukan kemewahan, kemegahan, serta kesenangan dunia?  Siapakah atau apakah yang paling kita dambakan untuk menjadi hak milik kita satu-satunya?  Siapakah Yesus Kristus itu di pandangan mata kita?  Masihkah dalam hidup kita ada yang lebih indah, lebih utama, atau lebih mulia dibandingkan Yesus?  Sejajar dengan siapakah Dia dalam pandangan atau perkiraan Anda?


Hasrat yang sia-sia
Pola pikir dunia yang telah ditanamkan dalam pikiran dan hati kita sejak kecil tampaknya sudah mendarah daging, terlebih lagi di zaman materialistis yang melanda Indonesia.  Terbukti lebih banyak orang di dunia merasa puas apabila mereka memperoleh pencapaian-pencapaian yang tinggi di mata manusia.  Prestasi dan ketenaran, uang dan property (harta benda), pangkat dan kekuasaan, jabatan dan gelar, predikat dan penghormatan, kesenangan dan pesta pora, pertunjukan dan festival, juga kesalehan agama dan moral yang tinggi.  Semuanya itu dikejar, dicari, diusahakan sekuat tenaga, dan dijadikan kebanggaan selama (hampir semua) manusia hidup.  Benarkah itu semua berharga?  Sungguhkah itu bermakna?  Tidak adakah yang lebih baik dan lebih bernilai daripada semuanya itu? 
           Mari kita mengambil satu contoh yang didasarkan pada kisah nyata (Lihat Mat.19:19-22; Mark.10:17-22; Luk.18:18-23) Seorang muda yang kaya.  Ia datang kepada Yesus dan bertanya, “Apakah yang harus kuperbuat supaya memperoleh hidup kekal?”  Sekarang mari perhatikan baik-baik.  Pada saat saya merenungkan kejadian nyata ini, Tuhan menyingkapkan sesuatu yang mencengangkan bagi saya.  Perhatikanlah bahwa menurut standard dunia, orang ini memiliki segala-galanya : ia masih muda dan sehat, kaya raya, orang yang memiliki jabatan dan kedudukan (Lihat Luk.18:18), memiliki kehidupan yang bersih, tidak cacat hukum negara atau agama, rajin beribadah, terhormat, dan pandai.  Dia memiliki segalanya –yang diidamkan setiap orang di dunia.  Di pandangan semua orang pasti ia merupakan pemuda idola yang sangat dikagumi oleh banyak orang.  Pertanyaannya sekarang, mengapa ia menanyakan tentang hidup kekal?  Tidak lain tidak bukan adalah setelah merasa memilki segala sesuatunya ternyata ia masih merasa kurang.  Dan orang muda itu berpikir bahwa kehidupannya akan benar-benar puas jika ia tidak mengalami kematian, melainkan dapat hidup selama-lamanya.  Inilah gambaran manusia yang tamak dan serakah.  Dan itulah gambaran dari apa yang ditawarkan oleh dunia.  Segala yang kita peroleh dari dunia tidak pernah memuaskan batin kita.  Setiap perkara dunia yang fana yang ditambahkan dalam hidup kita, dimasukkan dalam pikiran kita, ditanamkan dalam hati kita justru akan menjadikan kita semakin haus.  Perkara duniawi tidak pernah memuaskan hasrat manusia yang terdalam.  Bahkan hidup kekal yang diisi dengan perkara duniawi belaka malah menjadikan kehidupan semakin merana. Seperti kata Pengkhotbah, “Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini.” (Lihat Pkh.6:3)
Sebagai hasil akhir dari perjumpaan orang muda ini dengan Yesus, orang muda ini pulang dengan sedihnya (Lihat Luk.18:23). Orang muda ini kecewa sekali karena setelah memiliki dan melakukan semuanya, ternyata ia masih belum mendapat hak memperoleh hidup kekal.  Jawaban Yesus yang menuntut untuk meninggalkan apa yang paling dicintainya dalam hidup menambah kekecewaannya.  Orang muda itu tidak pernah menyangka bahwa hidup kekal hanya dapat diperoleh dengan cara seperti itu.  Dia belum siap kehilangan hartanya demi memperoleh Kristus.  Hatinya sangat kecewa dan sedih.  Dan memang demikianlah sesungguhnya keadaan hati setiap orang yang tidak mau melepaskan keinginan-keinginan duniawinya ketika mereka mengetahui bahwa hanya dalam Kristuslah mereka memperoleh kehidupan sejati dan kekal.  Akhirnya, kekecewaan itu akan mencapai puncak pada saat orang-orang bebal ini menginjakkan kakinya di neraka. 
          Semua yang dari dunia, tanpa Kristus itu sia-sia.  Sia-sia pencariannya, tanpa arti pengejarannya, hampa susah payahnya, nol besar pada akhirnya.  Ketenaran, kepandaian, kehebatan, kekuatan, kekayaan, kehormatan, kemuliaan, kemegahan atau kemewahan semuanya semu tanpa Tuhan.  Semua yang dari dunia berakhir dengan air mata dan kekecewaan karena tidak abadi.  “Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.” (Lihat Pkh. 1:14) Hasil akhir dari apa yang dapat kita peroleh dari dunia adalah tanpa hasil.  Dan tanpa hasil sama dengan kekecewaan.  Jadi, mengapa masih sangat banyak orang yang mengejar apa yang hanya mendatangkan kekecewaan belaka?


Yang memiliki Allah tidak pernah kecewa
            Sekarang, pernahkah Anda menemukan orang yang menjadi kecewa karena memiliki Allah?  Hasil pengamatan saya menyimpulkan bahwa alasan kekecewaan terbesar dari seseorang kepada Allah bukan karena Allah sendiri melainkan karena keinginan pribadi orang tersebut yang tidak terpenuhi setelah ia meminta dan mengharap Allah mengabulkannya.  Jelaslah di sini bahwa mereka yang berlaku demikian tidak mengikut serta mengasihi Tuhan sepenuh hati melainkan dengan syarat, dimana syarat tersebut sepenuhnya mementingkan keuntungan pribadinya sendiri.  Orang yang menjadi kecewa kepada Allah sesungguhnya tidak ingin memiliki Allah, melainkan hanya menginginkan apa yang Allah dapat berikan kepada mereka.  Mereka yang kecewa kepada Allah pada dasarnya kecewa karena Allah tidak dapat mereka manfaatkan untuk menguntungkan diri mereka sendiri. 
            Penelusuran saya pada Alkitab justru menemukan hal yang sebaliknya.  Mereka yang sungguh-sungguh menginginkan Allah menjadi miliknya tidak pernah dikecewakan selama-lamanya.  Tidak satu bagian pun dan tidak satu kisah pun dalam Kitab Suci yang menunjukkan tanda-tanda bahwa memiliki Tuhan itu berakhir pada kesedihan apalagi kekecewaan.  Di antara hamba-hamba sejatinya, tidak sedikitpun ada gurat kekecewaan di wajah mereka saat mereka meninggalkan apapun –sekali lagi, apapun- yang mereka miliki bahkan yang paling mereka cintai demi memperoleh Tuhan.  Bagi Abraham, memiliki Tuhan itu lebih berharga dibandingkan mempertahankan anak tunggalnya. (Lihat Kej.22:1-18)  Dan dia tidak dikecewakan.  Bagi Musa, mendapat bagian dalam kemegahan serta kemewahan Mesir tidak ada artinya dibandingkan mengikut Tuhan. (Lihat Ibr.11:24-26) Dan ia tidak pulang dengan sedih.  Bagi suku Lewi, Tuhan itu harta pusaka mereka, lebih dari tanah dan ternak Kanaan.[iv]  Dan mereka tidak rugi.  Bagi Daud, sekalipun ayah dan ibunya meninggalkan dia namun Tuhan tetap menjadi bagian dan harta warisannya yang paling berharga (Lihat Maz. 27:10; 16:2,5).  Bagi Daniel, pejabat Yahudi tertinggi di Babel, dan Yusuf Arimatea, seorang kaya yang memberikan kuburnya bagi Yesus, ya bagi mereka, memperoleh persekutuan dengan Tuhan melebihi harga diri dan jabatan mereka (Lihat Dan.6; Mat.27:57-59). Dan mereka dikenang selamanya.  Bagi, Samuel dan Yeremia (Lihat 1 Sam.3; Yer.1:6-7), masa muda mereka kurang bernilai dibandingkan berjalan bersama Dia dan mendengarkan suaraNya.  Dan mereka justru semakin dikuatkan di dalam Tuhan.  Juga Stefanus, para rasul, dan jutaan martir lainnya telah sepakat bahwa memiliki Allah itu jauh melebihi kesakitan badani maupun nyawa mereka sendiri.  Dan mereka disambut oleh Yesus sendiri.  Tetapi pernyataan paling terkenal mengenai hal ini keluar dari mulut salah satu rasul paling diurapi sepanjang sejarah kekristenan.  Rasul yang bernama Paulus ini dengan berani dan lantang menantang hati setiap orang Kristen di segala zaman yang mengaku sebagai pengikut Kristus dan yang telah menganggap diri telah mengasihi Tuhan.  Inilah salah satu perkataan paling kuat di dalam Kitab Suci kita, “Tetapi bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan… apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.  Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya.  Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” (Lihat Fil. 1:21; 3:7-8). 
            Mereka semuanya telah menggenapi harga yang memang seharusnya dibayarkan untuk mengikut Kristus karena bukankah “barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku”?  Dan bukankah untuk memiliki Kerajaan Surga itu seperti seorang yang menemukan harta terpendam di suatu ladang atau sebuah mutiara yang paling indah dimana akhirnya ia rela menjual seluruh harta miliknya untuk mendapatkan ladang atau mutiara nan berharga itu? (Lihat Mat. 13:44-46). 
Rahasia terbesar dari apa yang menyebabkan mereka semua rela kehilangan seluruh miliknya yang lain, yang paling mereka cintai, dan hak mereka yang terbesar, demi memperoleh Tuhan adalah bahwa mereka menemukan kenyataan bahwa MENDAPATKAN TUHAN ITU MELEBIHI MENDAPATKAN SEGALA YANG ADA DI DUNIA.  Bahkan segala harta kekayaan, kehormatan, kuasa, dan kemuliaan yang ada di dunia dikumpulkan menjadi satu sekalipun tidak dapat menandingi Tuhan.  Memiliki Dia dan menjadi milikNya merupakan sesuatu yang tidak akan pernah sebanding dengan apapun jua.  Di benak banyak orang Kristen sekarang ini masih tertanam pikiran bahwa mereka akan masuk surga dan menikmati kebahagiaan selamanya di sana.  Tetapi tujuan kita lebih daripada surga.  Apalah artinya surga apabila Tuhan tidak di sana?  Surga indah karena di sana ada Tuhan yang sangat mengasihi kita. 
Sayangnya, hingga zaman ini, sedikit orang saja –bahkan di antara orang-orang Kristen- yang sungguh-sungguh sadar akan hal ini.  Keadaan gereja belakangan ini justru menunjukkan hal yang sebaliknya, dimana orang-orang datang menyembah dan beribadah kepada Tuhan di dalam nama Yesus tetapi mereka datang untuk memuaskan diri mereka sendiri, untuk mewujudkan maksud-maksud kedagingan mereka sendiri.  Pada dasarnya mereka memanfaatkan Tuhan untuk menuruti kemauan mereka yang diperhamba oleh illah-illah dunia ini.  Karena sikap hati yang demikianlah Esau tidak pernah mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya.  Hatinya memandang remeh hak kesulungan demi sepiring sup kacang merah.  Dia telah mengorbankan yang terbaik hanya untuk mendapatkan kepuasan yang sesaat belaka.   Maka hari-hari kehidupannya dihabiskan dalam penyesalan dan kesedihan.  Begitu pula akhir setiap orang Kristen yang memandang rendah kesempatan besar untuk memiliki Tuhan namun yang sebaliknya mereka mengarahkan hidupnya untuk memperoleh yang fana dari dunia. 


Masihkah Anda memilih yang lain?
            Banyak orang Kristen memiliki pikiran yang tidak sejalan dengan kebenaran firman Tuhan.  Mereka berpikir bahwa mereka dapat memiliki kesukaan duniawi sekaligus mendapatkan Tuhan.  Saya tidak sedang mengatakan bahwa Tuhan adalah Allah yang kejam yang tidak menginginkan anak-anakNya menikmati kesenangan dalam hidupnya.  Tetapi Allah kita memiliki segala yang terbaik yang siap diberikanNya kepada kita.  Dia ingin kita memperoleh damai, sukacita, kebahagiaan, kegembiraan dan kepuasan yang sejati.  Masalahnya dengan kita adalah bahwa kita lebih tertarik kepada yang bermutu rendah yang merupakan produk dari sistem dunia yang telah dipengaruhi si jahat. 
            Segala yang lahir dari sistem dunia hampir seluruhnya tidak dapat bersatu dengan prinsip-prinsip kebenaran firmanNya, bagaikan terang tak dapat bersatu dengan gelap.  Karena itu, menginginkan segala kemuliaan duniawi dan pada saat yang bersamaan ingin mendapatkan persekutuan pribadi dengan Tuhan sama saja dengan menghinakan Dia.  Tuhan sama sekali tidak setara dengan dunia.  Juga Dia tidak layak menjadi sarana pencapaian tujuan-tujuan dari ciptaanNya.  Menganggap bahwa mengejar Tuhan dapat dilakukan selagi kita menuruti ambisi-ambisi duniawi kita menunjukkan bahwa Tuhan bukan merupakan yang terutama dalam hidup kita melainkan hanya sekedar sampingan belaka.  Saudaraku, Dia itu pusat kehidupan, pemilik kehidupan bahkan Hidup itu sendiri  -jangan jadikan Dia pelengkap hidup!
            Ijinkanlah saya bertanya sekali lagi, apakah di dalam hidup Anda yang lebih baik dari Dia? Masih adakah yang lebih indah, mulia, cemerlang  lebih dari Dia?  Uangkah, pekerjaan Andakah, kebiasaan Andakah, teman-teman Andakah, segelintir kesenangan penuh nafsukah atau adakah seseorang yang menjadi kecintaan Anda lebih daripada cinta kepadaNya? 
Jika Anda mengakui Dia sebagai Tuhan, jadikanlah Dia Tuhan dalam hidup Anda.  Jangan lagi hidup seturut kehendak sendiri; jangan pernah menjalani hidup ini lepas dariNya; jangan pernah memikirkan tujuan dan rencana lain dalam hidup Anda selain apa yang dirindukanNya untuk terjadi dalam hidup Anda.  Jika Anda merasa ini seperti suatu perbudakan atau keterpaksaan, maka Anda belum mengasihi Dia.  Anda belum melihat keindahan, kebaikan dan kemuliaanNya.  Atau…Anda membutakan diri dan mengeraskan hati terhadap hadiratNya.  Karena setiap orang yang melihat kemuliaanNya tidak akan pernah sama lagi.  Mereka merasa takut dalam hormat tetapi sekaligus terpesona akan pribadiNya.  Tanggapan Petrus, Yohanes dan Yakobus yang sempat melihat Yesus dimuliakan di atas gunung memberikan gambaran kepada kita bahwa siapa saja yang telah bertemu muka dengan Dia akan rindu untuk selalu tinggal bersama-sama dengan Dia. (Lihat Mat. 17:1-3) Sobat-sobat di dalam Tuhan, hari ini seperti rasul Paulus, saya berdoa supaya Tuhan membuka mata hati setiap Anda sekalian, supaya “Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang” (Lihat Ef. 1:17-21).
            Tiga belas tahun lamanya (artikel ini ditulis pada tanggal 28 Agustus 2004) saya telah menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan dan selama itu pula saya sudah melayani Dia.  Tetapi tidak pernah saya melihat orang-orang benar ditinggalkan Tuhan.  Juga saya sendiri tidak pernah merasa menyesal mengiring Dia sekalipun seringkali menderita kerugian jika dipandang dari sudut manusia lahiriah.  Seringkali kekecewaan mencoba menyusup masuk ke dalam hati namun kasihNya memupuskan semua itu.  KebaikanNya jauh lebih besar dari apa saja yang mungkin belum saya mengerti mengapa hal itu terjadi dalam hidup saya.  Kasih karuniaNya telah menjadikan saya besar.  Saya bangga memiliki Dia dan menjadi milikNya.  Tidak ada lain yang layak saya inginkan selain berada selalu di dekatNya.  Untuk selama-lamanya, Tuhan adalah bagianku. 
Dan puji-pujian kepadaNya tak pernah berhenti mengalir di dalam hati saya  (dan biarkan itu juga bergema di hati Anda) :  


“Tak pernah kecewa mengiring Yesus
Tak pernah kecewa kuserahkan semua
Berjalan serta-Nya semakin bahagia
Tak pernah kecewa buat selama-lamanya”
(Pujian Pantekosta kuno)


Kucinta Kau Yesus
Hanya Engkau bagiku, Yesus
Sungguh kurindu mengatakannya
Betapa aku mengasihiMu

Engkau Allah dan Rajaku
Kekasih dalam hidupku
Engkau s’galanya bagiku
Kubersyukur kepadaMu
(Pujian “Kucinta Kau Yesus” oleh Ir. Niko Nyotorahardjo)