Arsip Bulanan: Desember 2016

RENUNGAN NATAL 2016

Oleh: Bpk. Peter B, MA

Sejak mulai dirayakan sekitar abad ke-4 hingga sekarang di abad ke-21, perayaan Natal telah berkembang dengan berbagai variasinya sehingga menjadi festival global. Di era informasi dimana kita dapat mencari data sejarah atau catatan kuno hingga berita terkini, kita tahu ada banyak versi orang merayakan Natal yang mana kerap tergantung pada berbagai pemikiran, keyakinan theologis, aliran atau asal denominasi, budaya bangsa dimana kita berada hingga situasi politik di suatu negara seperti yang terjadi hari-hari ini pada kita di Indonesia. Perbedaan ini hingga pada taraf perdebatan apakah Natal perlu dirayakan atau tidak. Versi mana yang terbaik dan sepatutnya kita ikuti merupakan pembahasan yang tidak pernah surut setelah berpuluh bahkan beratus tahun lamanya.

Di era yang kemajuan teknologi yang luar biasa ini, Natal telah menjadi suatu industri. Perayaannya dilakukan hampir sebulan penuh. Bukan hanya di tempat-tempat ibadah Kristen atau Katolik, namun juga di sudut-sudut kota, di pusat-pusat perbelanjaan, di tujuan-tujuan wisata hingga di tempat-tempat hiburan malam yang banyak dipandang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan hal-hal rohani. Suasana semarak Natal telah dirasakan seluruh bagian yang dihuni manusia di bumi ini. Bisa jadi karena itu pula banyak yang berpikir bahwa Natal tak memerlukan Kristus lagi. Santa Klaus telah menjadi pengganti yang lebih diterima semua ketimbang Yesus dari Nazaret. Huruf ‘X’ pun menggantikan kata ‘Christ’ dalam Christmas karena Kristus bukan lagi fokus utama dalam Natal.

Di kalangan Kristen sendiri, Natal direspon secara beragam. Ada yang memandang Natal sebagai ulang tahun Tuhan Yesus. Atau merayakan kedatangan Juruselamat manusia. Juga ada yang memandangnya sebagai saat-saat berpesta pora dan selebrasi yang megah karena sang raja telah datang ke dunia. Program dan acara besar-besaran bukan merupakan sesuatu yang luar biasa dalam menyambut Natal yang jujur harus diakui sering jauh lebih mewah dan semarak dibandingkan perayaan Paskah atau peringatan kebangkitan Kristus. Meski demikian, peringatan tahunan ini menjadi sesuatu yang kian membosankan ketika kita merayakannya hampir dalam suasana yang sama tanpa makna setiap tahunnya.

Berapa banyakkah yang benar-benar memahami makna Natal yang sejati?

Di antara ribuan Natal yang pernah dirayakan tiap 25 Desember, tidak ada Natal yang lebih penting dan berharga seperti Natal yang pertama. Itulah Natal yang dicatat oleh Matius dan Lukas mengenai kelahiran Yesus Kristus di kandang Betlehem. Sudah seharusnya kita menyimak dan merenungkan apa yang disampaikan tulisan-tulisan para rasul yang diilhami Roh ini supaya kita tahu apa makna Natal yang sesungguhnya. Ketika kita menangkap maksud hati Tuhan maka Natal kita senantiasa membawa kita makin dekat pada hati-Nya. Sekali lagi kitapun akan dikuatkan-Nya menatap tahun yang baru bersama-sama dengan Dia, melangkah dalam musim dan perjalanan yang baru lebih dalam lagi selanjutnya.

Kisah yang terus berulang saat kita mengenang kelahiran Yesus ialah kisah perjalanan panjang melelahkan yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin baru yang bersahaja dari Nazaret menuju Betlehem demi mengikuti sensus penduduk pada saat itu. Sang istri, perempuan desa yang sederhana bernama Maria sedang hamil tua secara ajaib, bukan hasil dari hubungan dengan seorang laki-laki tapi oleh karena kuasa ilahi telah menaungi dan bekerja atas dirinya.
Malam itu, waktu bersalin telah tiba. Betlehem walau kota kecil tapi hari itu dipenuhi pendatang. Penginapan murah semuanya telah terisi sedangkan yang mewah tentu di luar penghasilan Yusuf, sang suami yang hanya seorang tukang kayu biasa. Kisah selanjutnya kita telah tahu semuanya.

Tetapi apakah kita cukup jeli melihatnya? Tidakkah kita merasakan dan mulai menangkap pesan tersembunyi itu?

Polanya jelas. Perhatikanlah deretan fakta berikut ini.
Perawan desa. Disunting tukang kayu biasa. Tinggal di pelosok Nazaret, kota yang tak memiliki kebanggaan apapun. Pergi ke Betlehem, kota kecil. Melahirkan di kandang hewan. Bayi yang ditaruh di palungan. Ditengok para gembala yang papa. Dan hanya mereka. Raja diraja itu datang dan yang tahu hanya orang-orang majus. Orang-orang yang bukan sebangsa dengan Sang Mesias. Kelahiran yang rahasia. Tersembunyi. Tak dapat diduga hampir semua orang.
Sunyi. Senyap.
Polanya jelas.
Kebersahajaan dan kesederhanaan.

Sekarang, pernahkah kita bertanya mengapa Tuhan datang mengambil rupa manusia dengan cara seperti itu? Mengapa Dia datang dengan cara yang paling tidak menyolok dan tidak meyakinkan bagi dunia yang hendak disentuh-Nya dengan karya penyelamatan-Nya itu? Mengapa Dia harus turun begitu rendah untuk memulai misi-Nya?

Paulus menggambarkan pikiran Allah akan apa yang kita peringati sebagai Natal hari ini dengan pernyataan yang sangat dalam:

“… pikiran dan perasaan yang terdapat .. Kristus Yesus,
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5b-8)

Dia adalah Tuhan. Kekuasan-Nya tidak terbatas. Tapi Ia tak ingin terus berada dalam keadaan demikian. Ia mengosongkan diri-Nya, yaitu menjadikan reputasi atau keberadaan-Nya sebagai Allah tak lagi berarti bagi-Nya. Lalu Ia mengambil rupa seorang pelayan dalam wujud manusia yang terbatas. Dan Ia masih terus turun dan turun lagi.
Dalam rupa sebagai manusia, Dia memilih jalan kehambaan, dengan taat sepenuh pada Bapa seumur hidup-Nya. Bahkan sampai harus mati dalam kehinaan yang tak terperi digantung di kayu salib di antara pelaku-pelaku kejahatan.

Perhatikan.

Jalan yang ditempuh-Nya itu menurun.
Ke bawah.
Merendah.
Meninggalkan keterbatasan untuk menjadi terbatas.
Lebih bawah lagi.
Menjadi hamba.
Datang untuk melayani.
Hidup taat tanpa mementingkan diri.
Mati dalam penderitaan dan kenistaan.
Di tempat bayi yang tak layak bukan milik-Nya, Ia lahir.
Di kubur orang, Ia dimakamkan.

Dia datang dan pergi dalam kehinaan, kerendahan dan kesederhanaan.

Banyak yang menafsir bahwa Dia menjadi miskin supaya kita kaya. Dia susah sengsara supaya kita nyaman dan senang. Dia menderita supaya kita lepas dari segala kesukaran. Dan sekarang kita hidup dalam kelimpahan kasih karunia-Nya. Tidak perlu bersusah payah. Tinggal mengklaim setiap janji berkat, kesembuhan dan pemulihan dalam berbagai bidang.
Pertanyaannya, jika itu memang benar sedemikian mudahnya, mengapa Yesus berkata bahwa untuk menjadi pengikut-Nya kita harus menyangkal diri? Memikul salib kita setiap hari? Lalu berjalan di belakang-Nya kemana Dia menuntun kita pergi?

Bagi saya, kesederhanaan Kristus dalam kelahiran, hidup dan kematian-Nya ialah SUATU CONTOH MENGENAI MERENDAHKAN DIRI. Bahwa kita seharusnya melihat Dia dan menyadari betapa kita perlu merendahkan diri di hadapan Tuhan yang sudah merendahkan diri-Nya begitu dalam demi menjangkau kita.

Betapa hati kita tak boleh membanggakan diri dengan segala kelebihan, kemampuan dan kapasitas kita. Bahwa setinggi-tingginya kita mengunjukkan diri, kita telah berlaku tidak pantas ketika Allah yang maha segalanya dan mengatasi segala sesuatu itu telah memberikan teladan dalam merendahkan diri.

Betapa hidup kita tak layak lagi kita pegang erat untuk memperjuangkan cita-cita mencari kebesaran atau pengakuan sebagai yang unggul di bumi ini ketika Tuhan yang mampu melakukan dan mencapai segalanya memilih mengusahakan segenap keberadaan diri-Nya oleh karena cinta demi satu tujuan yaitu tersambungnya hubungan manusia dengan Allah!

Betapa kita semestinya tak lagi mempertahankan kebaikan-kebaikan kita sendiri, membanggakan kesalehan serta giatnya kita dalam beribadah atau memuji diri karena jasa sumbangan kita bagi pelayanan dan lingkungan sosial kita -ketika mengetahui bahwa Allah justru memandang segala keberadaan-Nya itu tak perlu dipertunjukkan supaya Ia dapat menjangkau kita.

Jika Allah telah merendahkan diri-Nya bagi kita, akankah kita meninggikan diri di hadapan-Nya dengan menolak uluran tangan kasih karunia-Nya bagi kita? Masihkah kita membawa ke hadapan-Nya kebanggaan-kebanggaan rohani kita supaya kita mendapat perkenan di hadapan-Nya? Pantaskah Tuhan yang tak perlu merendahkan diri namun merendahkan diri-Nya begitu dalam sedangkan kita yang perlu merendahkan diri justru berusaha meninggikan diri dengan segala kebenaran dan kebaikan kita sendiri?

Dia merendahkan diri supaya kita belajar dari kerendahan-Nya. Supaya kita selalu mengambil sikap rendah hati selama di dunia ini. Supaya kita menjauhi kesombongan, ketakaburan dan kecerobohan karena merasa cukup benar. Supaya kita tak lagi mementingkan diri dan menganggap diri kita paling utama dan paling layak dihormati dan dikagumi. Supaya kita selalu bergantung pada-Nya sepanjang hidup kita. Supaya kita tak merasa hebat dan mampu meraih sorga dengan cara-cara kita yang sendiri. Supaya kita tahu bahwa tanpa Tuhan merendahkan diri-Nya, kita tak mungkin memperoleh hidup dan mengenal Dia. Supaya kita tahu bahwa seluruh ibadah kita sia-sia tanpa kita merendahkan diri memohon kasih karunia-Nya diberikan pada kita. Supaya kita sungguh-sungguh tahu bahwa upacara penyembahan kita tak akan dipandang-Nya tanpa sikap menyembah dari hati yang rela taat dan melakukan setiap kehendak-Nya bagi kita.

Natal itu sederhana. Itu sebabnya hanya hati yang sederhana yang dapat maknanya dan merayakannya bersama segenap penghuni sorga. Tak seorang pun yang mengetahui Natal yang pertama selain gembala-gembala yang percaya perkataan malaikat dan orang-orang pandai dari timur yang hatinya mencari Allah dan bersedia taat dipimpin Allah. Mereka yang sibuk dengan urusan dan kepentingannya sendiri tak pernah tahu juruselamat telah lahir di kota Daud. Begitu juga orang-orang besar di mata manusia seperti Kaisar Agustus, Herodes atau tokoh-tokoh agama Yahudi waktu itu. Hanya mereka yang bersedia merendahkan diri dan mempercayakan diri pada Tuhan dengan iman dan ketaatan yang sederhana memperoleh berkat Natal yang sebenar-benarnya.

Dalam kerendahan, Juru Selamat dan manusia berdosa bertemu.
Dalam pengakuan dosa dan kejujuran diri, Raja Sorga itu bertahta di hati kita.
Dalam pelepasan ego dan harga diri, Natal pertama itu dirayakan kembali di hati kita.

Ya, Yesus menjadi miskin supaya kita kaya. Bukan menjadi kaya materi seperti dunia. Tetapi menjadi kaya karena memiliki lebih daripada yang dimiliki dunia. Kita memiliki hubungan dengan Bapa di sorga melalui iman sejati pada Anak Manusia yang telah dikaruniakan sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup bagi kita. Oleh Yesus pula Roh Allah berdiam di dalam kita.
Oleh Kristus, kita yang merendahkan diri serta mengakui Dia sebagai Tuhan dan Raja akan dikaruniai segala yang terbaik dan yang paling berarti untuk hidup yang sekarang maupun yang akan datang.

Hanya yang rendah hati akan menerima hadiah Natal dari sorga.
Hadiah itu ialah karunia dari Bapa. Anaknya yang tunggal.

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16)

Maukah Anda merendahkan diri dan membuka hati Anda supaya karunia Bapa itu menjadi milik Anda seutuhnya di Natal ini?

SELAMAT NATAL 2016 BAGI SAUDARA-SAUDARI TERKASIH DI SELURUH INDONESIA

Salam revival!
YESUS KRISTUS ITU RAJA!
INDONESIA PENUH KEMULIAAN TUHAN!

MEMPERTANYAKAN PELAYANAN PROFETIK YANG SEMAKIN MARAK

Oleh: Peter B. K.
Pelayanan profetik merupakan pelayanan yang terus bertumbuh seiring kegerakan Tuhan yang akan memulihkan pelayanan 5 jawatan di akhir zaman demi mempersiapkan mempelai-Nya menyambut kedatangan-Nya yang kedua kali. Gereja harus dipersiapkan bukan hanya oleh para gembala, penginjil dan pengajar tetapi juga oleh para nabi dan rasul yang Tuhan bangkitkan kembali. Bukan sebagai tambahan dari 12 rasul atau nabi-nabi Alkitab melainkan mereka memangku jabatan yang serupa dalam fungsi dan tugas mereka mempersiapkan gereja Tuhan sebagai pengantin suci yang tak bercacat cela bagi sang Mempelai Pria yang Agung, yaitu Kristus sendiri. 
Mengamati yang sedang berlangsung, banyak bermunculan mereka yang bernubuat dan mengaku mendapat pesan yang didengarnya dari Tuhan. Masalahnya adalah ini mulai menjadi semacam trend yang liar dan semakin tidak terkendali. Beberapa orang entah dengan berani berkata-kata atas nama Tuhan. Berkata bahwa “Beginilah firman Tuhan… ” dan mengklaim telah mendapat petunjuk, pesan, arahan dan instruksi dari Tuhan. Semuanya mengaku pesan yang mereka terima benar. Menariknya, tidak sedikit pesan tersebut BERTENTANGAN ISINYA satu sama lain bahkan TIDAK BISA DITEMUKAN karena MENUNJUKKAN ARAH YANG BERBEDA mengenai tujuan yang harus ditempuh. 
Jika sudah demikian, akankah kita tetap berkata bahwa itu semua berasal satu pikiran Tuhan? Mungkinkah Tuhan ‘kacau’ dalam berpikir sehingga menyampaikan pesan yang bertolak belakang satu sama lain? Tidakkah itu menghina dan merendahkan Tuhan jika Tuhan seolah ditampilkan sebagai pribadi yang kebingungan ketika Dia sebelumnya bicara A lalu berkata B kemudian berganti C mengenai satu situasi? 
Pesan yang simpang siur berasal dari sumber yang simpang siur pula. Kecuali sumbernya memang berniat mengadakan kekacauan di antara penerima pesannya, pribadi yang sama akan konsisten menyampaikan pesan yang sama. Itulah sebabnya NUBUATAN (pesan yang diakui sebagai diterima langsung dari Tuhan) HARUS DIUJI. Apakah benar pesan itu berasal dari Tuhan sendiri dan konsisten dengan pikiran dan pesan² yang mendahuluinya? Dalam hal ini kita merujuk pada firman tertulis untuk membaca tanda-tanda dan bukti-bukti konsistensi dari suatu pesan nubuatan yang disampaikan Tuhan melalui mereka yang diurapi dan terutama memiliki karunia bernubuat. 
“Janganlah padamkan Roh, 
dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. 
Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (1 Tesalonika 5:19-21)
Kita diperintahkan untuk tidak menghalangi Roh Kudus bekerja. Termasuk saat memberikan pesan nubuat pada anak-anak Tuhan yang dipercayakan pesan tersebut. 
Namun masih ada dua hal mendasar menyikapi sebuah nubuatan. 
Pertama, tidak merendahkannya. Ini termasuk menolaknya mentah² apalagi mengolok-oloknya dan merendahkannya di depan umum. Nabi (palsu) Hananya dengan entengnya menampar Yeremia dan mematahkan gandar kayu yang Tuhan suruh buat dan pakai di leher Yeremia. Hananya telah merendahkan nubuat, maka hukuman yang keras dari Tuhan tak terhindarkan. 
Kedua, terhadap suatu nubuat kita harus mengujinya.
Menguji berarti melakukan segala sesuatu yang perlu untuk MEMASTIKAN PESAN TERSEBUT MEMANG BERASAL DARI TUHAN. Pada tahap inilah corporate listening (duduk bersama membicarakan suatu hal) itu dilakukan. Saling belajar, berdiskusi dan menganalisis apakah pesan yang diterima seseorang itu sungguh-sungguh merupakan suara dan kehendak Tuhan sendiri. Bukannya pesan-pesan yang ada dibiarkan tersebar luas dan dibagikan secara viral bagaikan gosip atau isu yang tidak jelas. Karena tugas ini pula maka setiap orang yang mengaku menerima dan disuruh menyampaikan pesan yang diterimanya langsung dari Tuhan HARUS TERBUKA UNTUK PENGUJIAN. Penolakan atau ketidakpedulian terhadap pengujian DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI suatu KESOMBONGAN, KECEROBOHAN atau KESEMBRONOAN rohani. 
Jika terhadap khotbah atau artikel rohani berisi pengajaran atau terhadap suatu doktrin yang terasa ganjil yang diterapkan dalam suatu jemaat perlu diuji dan dipadankan dengan prinsip-prinsip firman Tuhan tertulis dengan penafsirannya yang sehat (padahal itu masih merupakan buah pikiran manusia), BETAPA SUATU PESAN YANG DIKLAIM DITERIMA DARI TUHAN HARUS DIPASTIKAN LEBIH LAGI BAHWA ITU BERASAL DARI PIKIRAN DAN HATI TUHAN? 
Ketika pengujian diabaikan maka yang kemudian muncul ialah KEBINGUNGAN, KERAGUAN, KEBIMBANGAN hingga KESESATAN jika petunjuk yang diterima diikuti begitu saja. Selanjutnya, ketika pesan-pesan tersebut tak lagi dapat dipertanggungjawabkan karena tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi kemudian (yang lalu dibiarkan menguap begitu saja atau disikapi dengan dalih ini dan itu) maka yang terjadi selanjutnya ialah KETIDAKPERCAYAAN, SIKAP SINIS, KEMUAKAN hingga PENOLAKAN dan ANTIPATI terhadap pelayanan bernubuat itu sendiri. 
Sesungguhnya pelayanan profetik dibangun dan dipercaya oleh karena pengemban pelayanan itu sendiri. Jika pesan-pesan mereka teruji, maka pelayanan ini akan menjadi berkat yang besar dimana jemaat dapat menangkap strategi Tuhan dalam setiap kegerakan-Nya. Pada sisi lain, jika pesan-pesan profetik disampaikan dengan sembarangan tanpa pertanggungjawaban yang bersifat simpang siur dan tidak jelas maka tinggal menunggu waktunya pelayanan profetik akan dilecehkan dan direndahkan banyak orang. 
Dengan menguji suatu pesan nubuat kita akan dimampukan dengan segala damai sejahtera dan sukacita untuk melaksanakan perintah selanjutnya untuk “MEMEGANG APA YANG BAIK” (1 Tes. 5:21). Yang artinya kita mantap melangkah dalam tuntunan ilahi yang benar dan tepat. Tanpa pengujian yang kemudian memperjelas pesan dari Tuhan (yang mana itu juga diteguhkan oleh Roh Kudus baik di hati kita masing² atau melalui pesan² peneguhan saudara² kita lainnya) maka suatu pesan nubuat hanya merupakan ujaran dan perkataan yang terasa indah di telinga dan memberikan getaran sensasi di hati tetapi TIDAK AKAN PERNAH MENJADI PETUNJUK YANG MEMBAWA DAMPAK dalam situasi-situasi tertentu. 
Atas dasar inilah maka terhadap nubuatan Cindy Jacobs PERLU DILAKUKAN PENGUJIAN. Kami tidak menyatakan bahwa nubuatan ini salah atau menyimpang tetapi masih ada hal-hal yang patut didalami untuk memastikan bahwa pesan tersebut merupakan pesan dari Tuhan sepenuhnya. Hal yang sama berlaku terhadap nubuatan yang kami terima dan sampaikan secara luas melalui media sosial. 
Kiranya kita semua beroleh penerangan dari Roh Hikmat dan Roh Wahyu itu supaya kita dapat mengenal Tuhan kita dengan benar. 
“… Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku, dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar” ~Efesus 1:16-17
Salam revival. 
INDONESIA PENUH KEMULIAAN TUHAN! 
#nubuatharusdiujidanteruji
#janganceroboh
#pesanTuhanharusjelas
#pelayananprofetik

SIKAP DAN PANDANGAN KITA YANG SEHARUSNYA TERHADAP NUBUAT /PENGLIHATAN: MENANGGAPI PESAN PROFETIK YANG DISAMPAIKAN OLEH CINDY JACOB DI MEDIA SOSIAL

Oleh: Didit I.

Beberapa hari ini saya mendapatkan kiriman cukup banyak dari rekan-rekan di media sosial tentang nubuatan dari Cindy Jacob terkait Bapak Ahok. Menanggapi pesan nubuatan dari Cindy Jacob yang disebarkan di media sosial tersebut, Tuhan menggerakkan saya untuk mengajak rekan-rekan dan seluruh umat Tuhan untuk bersama menguji pesan yang disampaikan oleh Cindy Jacob dan mencari kehendak Tuhan dalam pesan tersebut. Pesan profetik yang disampaikan oleh Cindy Jacob seperti gambar di bawah ini:

Sesuai dengan 1Tesalonika 5:19-22, kita tidak boleh memandang rendah setiap nubuatan namun juga tidak boleh langsung menerimanya mentah-mentah, sebaliknya kita harus mengujinya. Ini berarti sikap kita terhadap setiap nubuatan/penglihatan adalah menampungnya untuk kemudian diuji sesuai dengan cara dan prinsip Firman Tuhan dan mencari maksud serta tujuan pesan nubuatan/penglihatan tersebut. Penting di sini untuk bersikap netral/tidak berprasangka terlebih dahulu terhadap setiap pesan nubuatan/penglihatan yang kita terima tetapi dengan hati yang tulus mencari kehendak Tuhan terkait pesan nubuatan/penglihatan tersebut.

Ini seperti seorang penambang emas yang menampung dan memisahkan antara emas dari lumpur, batu, serta logam lain untuk benar-benar memperoleh emas yang murni.

PANDANGAN SAYA TERKAIT NUBUATAN DARI CINDY JACOB TENTANG BAPAK AHOK
Saya menghormati Cindy Jacob sebagai seorang pemimpin doa internasional. Banyak prinsip-prinsip doa yang beliau ajarkan, saya pelajari dan terapkan dalam pelayanan. Namun terkait pesan nubuat/penglihatan kita harus selalu mengujinya.

Dr. Bill Hamond dalam salah satu bukunya yang berjudul “Mengembangkan Karunia Bernubuat” mengatakan bahwa “nubuat yang jelas, akurat dan detail sekalipun bisa bukan berasal dari Tuhan (palsu), apalagi pesan-pesan yang belum jelas, akurat dan detail. Semuanya bergatung pada proses pengujian.” Oleh karena itu saya juga menguji pesan nubuat/penglihatan yang disampaikan oleh Cindy Jacob.

Setelah membaca, menguji dan mempergumulkan dalam doa pesan nubuatan dari Cindy Jacob tersebut, Tuhan menunjukkan ada beberapa bagian dalam nubuat Cindy Jacob yang belum jelas dan perlu kita cermati serta uji bersama-sama seperti:

1. Inti pesan, maksud dan tujuan pesan disampaikan oleh Cindy Jacob belum jelas
Pertanyaan yang Tuhan ingin untuk kita renungkan dan uji terkait pesan nubuat dari Cindy Jacob tersebut:

* Di tengah-tengah kondisi Indonesia yang terpuruk dalam badai kebodohan, mengapa Cindy Jacobs tidak menyampaikan pesan pertobatan dan jika ada janji pemulihan bukankah itu terjadi bila ada pertobatan?

* Mengapa kita harus berfokus pada Bapak Ahok dan bukan akar masalah di bangsa ini?

* Apakah melepaskan kemiskinan lebih penting daripada mengatasi kebodohan di bangsa ini? Bukankah salah satu akar dari kemiskinan adalah kebodohan dan kemalasan?

2. Pokok doa yang disampaikan dalam pesan nubuat dari Cindy Jacob belum jelas dan akurat. Tuhan mununjukkan kita perlu berdoa buat Bapak Ahok supaya Bpk Ahok melihat proses dan kehendak Tuhan. Namun, pesan nubuat dari Cindy Jacob tidak menunjukkan poin-poin sasaran doa yang tepat dan efektif bagi Bapak Ahok.
Pertanyaan yang Tuhan ingin untuk kita renungkan dan uji terkait pesan nubuat dari Cindy Jacob tersebut:

* Mengapa Cindy Jacob tidak menyampaikan agar kita berdoa bagi akar masalah bangsa ini atau alasan Tuhan mengijinkan Bpk. Ahok dijadikan sebagai tersangka?

* Mengapa pemimpin doa internasional menyampaikan seruan doa yang tidak menyentuh akar masalah di bangsa ini?

3. Dalam pesan nubuatan dari Cindy Jacob tersebut tidak menunjukkan strategi atau langkah-langkah yang jelas bagi umat Tuhan di Indonesia dalam menghadapi kasus Bapak Ahok dan masalah-masalah yang terkait seperti nasionalisme, SARA, bhineka tunggal ika.
Pertanyaan yang Tuhan ingin untuk kita renungkan dan uji terkait pesan nubuat dari Cindy Jacob tersebut:

* Apakah yang dimaksudkan dengan pesan yang menyampaikan ‘berdiri bersama dan memerintah’, ‘perdamaian dan pemulihan gereja dengan otoritas besar untuk melindungi Bapak Ahok’, ‘engkau menjadi keluarganya dalam kerajaan Allah’?

* Apa petunjuk Tuhan untuk Bapak Ahok? Apakah beliau harus tetap maju atau mundur dalam pilkada 2017?

* Apakah Indonesia akan mengalami pemulihan hanya dengan doa puasa seperti yang disampaikan dalam pesan tersebut? Bukankah ada gerakan doa yang besar di Indonesia yang sudah melakukan doa dan puasa Ester? Lalu mengapa Indonesia belum mengalami pemulihan justru masih tenggelam dalam badai kebodohan, konflik SARA bahkan ada orang-orang yang berniat makar (Bukankah Cindy Jacob pernah bernubuat tahun 2002 bahwa tidak akan ada lagi kekerasan di bangsa ini)?

* Berjuang seperti bagaimanakah yang dimaksudkan dalam pesan nubuatan dari Cindy Jacob?

* Bagaimana dengan prinsip pemulihan bangsa dalam 2 Tawarikh 7:14? Bukankah doa hanya merupakan salah satu poin dari beberapa poin lain yang harus dilakukan untuk pemulihan suatu bangsa?

Pertanyaan-pertanyaan di atas seharusnya dijelaskan lebih lanjut sebelum menyampaikan secara umum dan luas suatu nubuatan, apalagi terkait situasi bangsa dan negara yang dalam keadaan darurat sekarang ini. Begitu juga dengan yang menerima lalu menyebarkan alangkah baiknya itu diuji lebih dahulu secara jelas maksud dan tujuan serta rencana Tuhan atas Indonesia.

DAMPAK DARI PESAN YANG BELUM JELAS ADALAH TIMBULNYA MULTI-TAFSIR, KEBINGUNGAN, PERSELISIHAN DAN PERPECAHAN DI KALANGAN UMAT TUHAN DI INDONESIA.

Dari yang saya terima, Tuhan memang mengurapi dan memakai Bapak Ahok dalam pemerintahan namun saat ini adalah waktu bagi beliau untuk menjalani proses Tuhan yang akan mempersiapkan beliau sebagai teladan kepemimpinan nasionalis di Indonesia dengan karakter kehambaan. Salah satu proses Tuhan bagi Bpk. Ahok adalah dengan beliau mengundurkan diri dari calon gubernur DKI Jakarta agar mempersiapkan diri untuk kembali dalam pemerintahan dengan karakter yang diperbaharui, tanpa beban hukum dan dengan strategi serta kekuatan yang baru.

Akhir kata hendaklah kita menguji pesan-pesan nubuat/penglihatan yang disampaikan oleh hamba-hambaNya baik dari dalam maupun luar negeri dengan hati yang tulus dan belajar agar kita MENEMUKAN, MEMAHAMI serta DAPAT MEMBEDAKAN mana kehendak Tuhan yang sejati dan yang bukan kehendak Tuhan.

Tuhan memberkati kita sekalian.

Salam perjuangan dalam Kristus

CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 3

Oleh: Bpk. Peter B, MA

HIDUP MENGIKUT KRISTUS DAN DIUTUS OLEH-NYA, AKAN MENGHADAPI
PERTENTANGAN, PERLAWANAN, PERMUSUHAN, ANIAYA, PENDERITAAN DAN TEKANAN
BAHKAN DARI PIHAK ORANG-ORANG TERDEKAT KITA
Mungkin hampir semua
dari kita membayangkan bahwa mengikut Yesus itu berarti menjalani suatu
kehidupan yang penuh bahagia, nyaman dan menyenangkan. Khususnya saat
mendengar janji Tuhan disampaikan di gereja bahwa hidup kita akan
dicukupi dan diberkati secara limpah hingga mencapai suatu kesuksesan.
Dilihat dari satu sisi, memang demikian yang dijanjikan oleh Tuhan.
Hanya saja, itu baru satu bagian saja dari apa yang Alkitab sampaikan
mengenai ajaran Tuhan.
Jika kita menyelidiki kitab suci dalam
pimpinan Roh Kudus yang akan menuntun kita dalam seluruh kebenaran, maka
kita akan menemukan bahwa ada bagian-bagian Alkitab yang berisi
janji-janji berkat dan melimpahkan jasmani maupun rohani namun ada pula
yang memberitahu kita bahwa mengikut Tuhan harus menghadapi susah payah
dan penderitaan.
“Jawab Yesus kepada orang-orang di situ:
“BERJUANGLAH untuk masuk melalui PINTU YANG SESAK itu! Sebab Aku berkata
kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan
dapat” (Luk. 13:24)
“Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan MENDERITA ANIAYA,” (2 Tim. 3;12)
“Kamu akan DIKUCILKAN, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang
yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.
Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku” (Yoh. 16:2-3)
Mengetahui ada dua sisi yang berbeda menjadi mengikut Yesus merupakan
dasar yang penting bagi iman kita pada Kristus. Ketidaktahuan mengenai
hal ini akan menjadikan rohani kita timpang dan tidak akan berjalan
dengan semestinya. Hanya berfokus pesan-pesan yang menyenangkan jiwa
akan membuat diri kita terkena “diabetes rohani” yang berakibat
melemahkan dan memerosotkan keadaan tubuh rohani yang seharusnya siap
dan tangguh sebagai prajurit-prajurit Kristus. Sebaliknya, memusatkan
diri pada perkataan Tuhan yang keras saja akan membuat kita tidak dapat
menikmati kasih karunia Tuhan dan sukacita berjalan bersama Tuhan setiap
waktu. Hati kita menjadi keras dan agamawi sebagaimana halnya kisah
anak sulung yang cemburu dan marah karena tidak memahami sukacita
bapanya menyambut anak bungsunya yang kembali pulang.
Pada
bagian ini, kita akan melihat bahwa mengikut Yesus juga berarti masuk ke
dalam konflik dan kontroversi. Sebagai duta-duta kerajaan kita tidak
sedang diutus ke negara sahabat yang damai dan tenteram. Kita diutus ke
wilayah-wilayah musuh untuk memberitahukan pada tawanan dan sandera
bahwa mereka telah ditebus dan dilepaskan dari cengkeraman penguasa
kegelapan.
Perhatikanlah. Dimulai dari Matius 10:14 disebutkan
bahwa akan ada orang-orang yang tidak mau menerima dan tidak mau
mendengar pesan yang kita sampaikan. Kita bagai domba di tengah-tengah
serigala yang siap menyerang dan memakan kita (ayat 16). Kita
diperintahkan waspada terhadap semua orang karena akan ada yang
menyerahkan kita kepada majelis agama, menggiring kita ke muka penguasa
dan raja-raja. Bahkan saudara-saudara dan anggota-anggota keluarga kita
akan menganiaya dan menyerahkan kita untuk dibunuh. Dan lebih keras
lagi: “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi
orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (ayat 22).
Yesus akhirnya menyimpulkan: “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai,
melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya,
anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan
musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya” (ayat 34-36).
Pertentangan, penderitaan, pengkhianatan dan aniaya merupakan bagian
dari hidup kita sebagai orang-orang yang diutus. Semuanya diijinkan
Tuhan dalam tingkatan yang berbeda-beda sesuai ukuran kasih karunia
Tuhan bagi kita (1 Kor. 10:13; 2 Kor. 12:9). Walaupun berbeda-beda
bentuk dan kondisinya, jika kita menghidupi panggilan Tuhan, perlawanan
dari sekitar kita ialah suatu keniscayaan. Mereka yang suam-suam kuku
dan remang-remang disukai dan diterima sekitarnya ketimbang yang
bersinar terang dan menyala-nyala bagi Tuhan di tengah-tengah dunia yang
dingin acuh tak acuh terhadap Tuhan. Beberapa saudara kita yang memilih
percaya pada Yesus di tengah-tengah kaum keluarganya yang membenci
kekristenan mengalami aniaya terang-terangan sampai ancaman pembunuhan.
Meski demikian, di tengah-tengah keluarga yang tampak baik-baik saja bisa
jadi sedang berlangsung penolakan dan tekanan besar atas anak Tuhan
yang bermaksud hidup secara total bagi Yesus. Ini semua terjadi saat
kita tak setengah-setengah mengikut Yesus.
Menghadapi semua itu,
saat kita tetap berjalan bersama Dia, kita akan beroleh kekuatan untuk
menanggungnya (Fil. 4:13). Tetapi, jika kita tidak menyiapkan hati untuk
ini (dimana Yesus pun menyiapkan murid-murid-Nya untuk ini dalam Yoh.
16:1) maka satu kali kita akan tersandung dan murtad, meninggalkan iman
kita pada Yesus (lihat Mat. 13:20-21). Orang percaya yang tidak memahami
akan penganiayaan sebagai pengikut Kristus cenderung terkejut saat itu
terjadi menimpa atasnya.
Pada dasarnya, sudah merupakan sifat
manusia untuk menghindari penderitaan dan terus mencari kenyamanan.
Tetapi kita dipanggil untuk mengikut Yesus dan menaruh segala harapan
dan kenyamanan dalam persekutuan dengan Dia. Jika kita mengaku percaya
maka iman kita harus terbukti sebagai iman sejati. Mengikut Yesus
Kristus merupakan suatu pembuktian iman. Yaitu bahwa iman kita ialah
IMAN YANG HIDUP, bukan iman yang mati atau iman sekedar percaya pada
janji-janji yang menyenangkan jiwa semata. IMAN YANG HIDUP merisikokan
seluruh hidupnya sebagai persembahan bagi kemuliaan Tuhan. Untuk
mengikut kemana Dia pergi. Untuk bergerak ke negeri yang Dia pilih untuk
kita berangkat. Untuk melangkah kepada tujuan yang diperintahkan kepada
kita. Meskipun itu harus menerobos kawanan serigala atau dikelilingi
singa yang mengaum-aum. Untuk bertahan dalam kondisi-kondisi yang sukar
sampai kesudahannya.
Dari sini akhirnya mulai mengerti mengapa
Yesus berpesan supaya murid-murid-Nya tidak takut dengan apapun dan
siapapun. Tidak takut kepada manusia. Tidak gentar akan keadaan-keadaan
yang sukar dan menekan. Tidak gemetar pada kuasa-kuasa kegelapan yang
hanya sanggup menyerang dan membunuh jasmani kita.
Selain itu,
berkali-kali pula Yesus menegaskan kepada murid-murid-Nya bahwa
“Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak
layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau
perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak
memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa
mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 10:37-39,
16:24; Mrk. 8:35; Luk. 9:23).
Itu berarti bersiap hidup dalam
segala keadaan. Menanggung segala kesukaran dan penderitaan karena
komitmen dan pengabdian kita bagi Kristus. Tidak mencari kenyamanan diri
melainkan mengorbankan diri demi cinta pada Tuhan dan kehendak-Nya.
Sama seperti hidup Kristus yang merupakan utusan Bapa demi menerangi
dunia, begitu pula hidup kita dipanggil sebagai anak-anak terang melawan
kegelapan dunia.
Mereka yang tidak mau menerima takdir mereka
untuk dipanggil menderita bagi dan bersama-sama Kristus (1 Pet. 2:20-21;
5:10; Fil 1:29; Rom. 8:17) sesungguhnya sedang menjalani hidup Kristen
yang palsu. Kebahagiaan dan sukacita hidup mereka masih disandarkan
kepada ukuran-ukuran duniawi yaitu kemudahan dan kelancaran hidup serta
rezeki mereka di dunia. Bagi kekristenan yang demikian, Yesus adalah
sarana dan alat menuju berkat-berkat yang mereka inginkan, sedangkan
berkat-berkat jasmani itulah yang menjadi tuhan atau ilah mereka. Mereka
tidak memahami bahwa keindahan, kemuliaan dan kebahagiaan sejati bukan
melekat pada kehidupan yang nyaman dan sukses secara duniawi tetapi pada
kehormatan, kebanggaan dan kemuliaan mengiring sang raja kemanapun Dia pergi.
Hidup mengumpulkan bagi diri sendiri mungkin
terlihat nyaman dan senang tetapi masih ada suatu cara hidup yang jauh
lebih bermakna dan berharga. Itulah hidup yang kita jalani bersama-sama
dengan Tuhan, mengikut kemana Dia pergi.
Tinggal dalam persekutuan
dengan Dia di dalam kasih-Nya yang tak pernah berhenti mengalir selagi
kita menunjukkan kasih kepada-Nya dengan menyerahkan diri pada tujuan
dan panggilan terbaik yang telah dirancang dan ditetapkan-Nya bagi kita
sebelum kita dilahirkan ke dunia. Melihat jiwa-jiwa direbut dan
dilepaskan dari cengkeraman iblis, yang sakit dan lemah disembuhkan dan
jiwa-jiwa yang ditudungi kegelapan nan pekat melihat terang sorgawi saat
kuasa dan kasih Tuhan mengalir melalui kita adalah kebahagiaan yang
tidak dapat dibandingkan dengan kesenangan atau sensasi apapun di dunia
ini. Dikasihi dan mengasihi Allah ialah makna hidup kita. Dan itu
diperkuat dan dipererat dalam melalui segala sesuatu dengan cinta
bersama-sama dengan Tuhan. Seperti dua sejoli yang berikrar bersama di
depan semua orang, cinta mereka akan diperkuat saat mereka selalu ada
untuk mendukung satu sama lain dalam suka maupun duka, sehat maupun
sakit, sukar maupun mudah, kelimpahan atau keterbatasan.
Bukan
suatu kebetulan jika Injil mencatat tentang seorang pemuda kaya yang
juga tokoh berpengaruh di masyarakat dalam gambaran yang sama:
“Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, PERGILAH IA DENGAN SEDIH, sebab banyak hartanya” (Mrk. 19:22)
“Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu PERGI DENGAN SEDIH, sebab banyak hartanya” (Mrk. 10:22)
“Ketika orang itu mendengar perkataan itu, IA MENJADI AMAT SEDIH, sebab ia sangat kaya” (Luk. 18:23)
Mengapa seorang yang banyak hartanya pergi dengan sedih bahkan amat sedih?
Tidakkah banyak harta seharusnya berbahagia, menurut ukuran banyak orang?
Jika banyak harta tetap membuat orang demikian sedih, apakah yang mampu membahagiakan hati manusia?
Pemuda kaya yang saleh dan berpengaruh itu kecewa dan sedih karena
dengan kehidupannya yang baik serta hartanya yang banyak itu ia tetap
tidak mendapatkan kebahagiaan sedangkan ia enggan melakukan LOMPATAN
IMAN dengan menyerahkan hidupnya sebagai murid Yesus. Ya, hanya dalam
meninggalkan segala kesayangan hati kita yang lain lalu sepenuh dan
hidup mengikut Yesus ada sukacita dan kebahagiaan sejati. Dalam
mencintai Dia di atas segala sesuatu kehidupan kita mencapai titik
tertinggi dan paling memuaskan.
Berkat terbesar kita ada dalam
persekutuan kita dengan Tuhan. Di dalam melayani Dia di ladang-Nya
dengan segala kerelaan dan sukacita. Itulah kehidupan anak-anak Tuhan
yang dewasa dan mampu melihat jika rumah Bapa memerlukan
pekerja-pekerja. Sudah waktunya bahwa hidup kecukupan dalam pemeliharaan
sempurna Bapa ialah jaminan Tuhan saat kita tidak malu menjadi
saksi-saksi Kristus dan dengan berani melangkah sebagai utusan-utusan
sorga bagi dunia ini. Dan seharusnya kita menyadari bahwa jaminan janji
berkat-berkat Tuhan diberikan sebagai pelengkap dan sarana kita
memusatkan diri pada tugas-tugas panggilan kita. Bukan demi tujuan
menikmati kehidupan seperti orang-orang dari dunia ini yang tiada
mengenal Kristus, yang mengejar kenyamanan dan pemuasan segala keinginan
pribadi.
Masihkah kita mengharap suatu kehidupan yang nyaman di dalam Kristus?
Jika demikian mungkin kita masih menjadi bayi-bayi dan anak-anak yang manja.
Setiap kita pernah mengalami dan menjalani masa-masa itu. Namun dari
segi waktu dan seberapa banyak pengetahuan rohani yang Anda dapat dari
mendengar khotbah atau membaca tulisan-tulisan rohani, pantaskah saat
ini masih dalam posisi kanak-kanak rohani setelah bertahun-tahun lamanya
menjadi pengikut Yesus?
Atau mungkinkah kita belum benar-benar menyadari bahwa seperti inilah mengikut Yesus?
Apakah Anda sedang mengikut Yesus sambil mengharapkan Tuhan membuka pintu-pintu rezeki dan melancarkan hidup Anda saat ini?
Mungkinkah Tuhan akan memberikan hal semacam itu bagi Anda sedangkan
Kristus sendiri memberikan teladan sebagai Anak Manusia yang hidup bagi
kehendak Bapa dan melaksanakan misi Allah?
Kita diciptakan lalu
dipanggil untuk mengarungi samudera kehidupan bersama Yesus. Sebelum
tujuan itu tercapai, senyaman dan semenyenangkan apapun hidup kita
semuanya merupakan kenikmatan semu dan biasa-biasa saja, yang masih
serupa dengan kegembiraan dunia sekarang ini. Kebahagiaan menyeberangi
samudera hanya dapat kita rasakan saat kita siap mengucapkan selamat
tinggal dan melepaskan pandangan dari pantai yang kita tinggalkan.
Pelayaran kita menyeberang tempat yang permai abadi di seberang sana
hanya akan dimulai setelah kita melepaskan dengan rela segala ikatan dan
pandangan kita dari tepian-tepian pantai fana sekarang ini.
Dan
meskipun perjalanan kita akan menghadapi tantangan ombak, gelombang,
angin badai, terik mentari, keadaan-keadaan yang tidak menentu hingga
ancaman perompak -namun perjalanan itu layak diarungi. Sesuatu yang
hanya akan dapat dijalani dengan keberanian dari atas karena keyakinan
iman bahwa Nahkoda Agung akan menolong dan melindungi kita.
Jika
penderitaan dan penganiayaan dalam mengikut Kristus masih kita hindari
karena takut, maka kita belum benar-benar memahami tujuan panggilan
kita. Seperti sebuah ungkapan, “Sebuah kapal memang aman ditambatkan di
dermaga, tetapi bukan untuk itu suatu kapal dibuat”. Oleh sebab itu,
jadikan hidup Anda berarti. Jangan puas sebagai penonton dan saksi mata
saja. Jangan berdiam diri melihat keadaan di sekeliling Anda, khususnya
kondisi gereja yang merosot dan berdampak pada situasi bangsa dan negara
kita. Jangan takut dan lemah karena kontroversi dan konflik. Mulai
hidup sebagai orang-orang yang radikal seperti Kristus yang radikal
dalam kasih dan menjalankan sepenuh kehendak Tuhan. Itulah makna hidup
kita sebagai orang-orang percaya dan murid-murid Kristus sejati.
“Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya
orang-orang yang BERHAK MENERIMA JANJI-JANJI ALLAH, yang akan
menerimanya bersama-sama dengan Kristus, YAITU JIKA KITA MENDERITA
BERSAMA-SAMA DENGAN DIA, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama
dengan Dia” ~ Roma 8:1~

Bagian 1 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)

Bagian 2 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)

Bagian 3 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)

Bagian 4 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 4 (1) – Selesai

Bagian 5 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 4 (2) – Selesai

THE LORD IS MY PORTION (Mazmur 16)

Oleh: Bpk. Peter B. K.

“Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!” (Mazmur 16:2).

“Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku,…” (Mazmur 16:5)

Dalam salah satu angket yang diadakan sebuah surat kabar harian terkemuka di Surabaya beberapa bulan lampau pernah dimuat suatu hasil polling yang menarik. Angket tersebut menanyakan kepada sebagian kaum muda di Surabaya mengenai perlu tidaknya aktivitas yang disebut pacaran. Hasil akhir polling tersebut  menunjukkan bahwa hampir 80-90% kaum muda di Surabaya mengatakan bahwa pacaran itu perlu. Sewaktu membaca hasil polling tersebut pertanyaan yang terus berkecambuk dipikiran saya adalah: mengapa sebagian besar kaum muda beranggapan bahwa berpacaran itu perlu? Terhadap pertanyaan ini sepertinya saya tidak perlu terlalu lama menunggu jawabannya. Dengan melihat pada sifat dasar manusia, kita akan menemukan jawaban. Jawabannya: setiap pribadi senang untuk merasa diinginkan, diterima, dan diharapkan oleh seseorang! Ya, tidak ada seorang pun yang senang untuk ditolak. Demikian pula pribadi yang teragung itu, Allah semesta alam. Ia merasa sedih jika ditolak apalagi oleh ciptaanNya sendiri yang sangat dikasihiNya. Tetapi … adakah yang sangat menginginkan Dia lebih daripada apapun di dunia ini?

Jika kita bisa memiliki apa saja, pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri mengenai perkara terbaik apa yang akan kita pilih sebagai milik dan bagian kita? Ada banyak jawaban untuk pertanyaan ini. Ada yang menjawab seluruh harta dunia, nama yang terkenal, ataupun gadis-gadis tercantik di dunia. Tetapi jika kita bertanya kepada Daud, apa yang akan dipilihnya sebagai milik dan bagiannya? Mazmur 16 memberitahukan kita: Daud akan memilih Allah sebagai bagiannya, sebagai warisannya, dan milik pusakanya yang paling berharga. Inilah yang membuat Allah sangat berkenan kepada Daud. Di muka bumi ini, pada zaman itu, Allah melihat tidak ada seorang pun yang sangat menginginkan Dia seperti Daud. Daud tidak mau yang lain selain Allahnya. Dibandingkan Allahnya tidak ada yang cukup berarti dan berharga baginya. Inilah hati seorang penyembah yang sejati.

Darimanakah kita dapat mengetahui kalau kita sudah menjadikan Tuhan sebagai  bagian kita? Dari kehidupan Daud kita dapat melihat lebih jauh. Beberapa ciri-ciri apabila kita telah menjadikan Dia sebagai bagian dan milik kita yang paling berharga adalah:

1. MENYUKAI DAN MENGASIHI SEGALA SESUATU YANG BERASAL DARI TUHAN
“Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku” (Mazmur 16:3). Jika Tuhan menjadi bagian kita maka kita juga akan menerima dan mengasihi segala sesuatu yang berasal dari Dia. Dalam hubungan kita dengan Tuhan, tanda ini sangat penting. Kita dengan cepat dapat mengenali apakah seseorang sungguh-sungguh menginginkan Dia dari ciri ini. Mereka yang tidak menginginkan Dia di atas segalanya pasti tidak pernah mau peduli segala hal mengenai Tuhan. Tetapi sebaliknya, mereka yang menjadikan Dia sebagai yang terutama dan segala-galanya maka semua perkara yang berkaitan dan berasal dari Dia menjadi kesukaanya. Seperti halnya seorang penggemar atau fans seorang bintang tenar. Segala sesuatu yang berasal dan berkenaan dengan sang idola menjadi penting dan juga menjadi kesukaannya yang terdalam.

Daud pun demikian. Sejak ia menjadikan Tuhan sebagai bagiannya, orang-orang saleh menjadi kesukaannya. Dahulu mungkin ia tidak suka kepada para saleh ini, tetapi kini mereka menjadi kesukaannya (bandingkan dengan 1 Yoh 5:1). Pergaulannya berubah. Cara pandangnya berubah. Kesukaannya berubah. Apa yang dahulu menjadi kebencian kini menjadi kesukaan, dan apa yang dahulu menjadi kesukaan kini tidak berarti lagi. Dalam perjanjian Baru, hal ini diutarakan begitu indah dan gamblang oleh Rasul terkenal itu,“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,” (Fil 3:7-8). Bagi Paulus, perkara-perkara dunia telah pudar daya tariknya dibandingkan Kristus dan pengenalan akan Dia. Ia begitu haus, begitu lapar, begitu terpesona akan segala hal yang “berbau” Kristus. Sudahkah kita begitu menginginkan Dia hingga kita rela menyisihkan segala sesuatu yang lain demi memperoleh Dia dan hanya Dia saja?

2. TUNDUK DAN MENYEMBAH HANYA KEPADA TUHAN SAJA
“Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti allah lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku” (Mazmur 16:4) . Salah satu kisah yang paling dramatis yang pernah ditulis di Alkitab adalah kisah  mengenai 3 pemuda Israel yang dibuang ke Babel. Ketiga pemuda ini adalah sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Sewaktu Raja Babel, Nebukadnezar, mengadakan perayaan besar, sebuah patung didirikan untuk kebesaran namanya. Lebih jauh lagi, Nebukadnezar memerintahkan seluruh pembesar dan bupatinya untuk menyembah patung itu. Tiga pemuda yang merupakan bupati-bupati di Babel ternyata sama sekali tidak mau tunduk dan menyembah. Seperti telah diduga kemudian, hukuman menanti dan mereka bertiga siap dijebloskan kedalam dapur api (yang dipanaskan 7 kali lipat). Tetapi terhadap Allah yang sejati, Yahweh , Allah Israel, mereka telah menyerahkan hidup mati mereka. Jawaban mereka dapat membuat kita sangat malu, “jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Dan. 3:17-18). Masih adakah komitmen dan kesetiaan seperti ini kepada Tuhan?

Jawaban 3 pemuda tadi senada dengan yang disampaikan Daud. Bagi para penyembah sejati, menyimpang dari penyembahan yang sejati dan beralih pada penyembahan yang palsu baik patung-patung berhala, agama-agama palsu, maupun benda-benda duniawi hanya berakibat kesengsaraan yang kekal. Mereka yang tidak sungguh menjadikan Tuhan sebagai bagian mereka akan mudah berganti haluan dan kembali kepada dunia dan kesenangannya yang semu. Komitmen para penyembah sejati kepada Tuhan  telah mantap dan pasti. Tiada lagi  ruang yang tersisa di hati mereka. Semuanya telah bulat dipenuhi oleh Tuhan saja. Hanya bagi Tuhan saja.

KEKUATIRAN DIGANTI DENGAN IMAN DAN HARAPAN
Salah satu dampak bagi mereka yang menjadikan Tuhan sebagai bagian mereka adalah bahwa mereka TIDAK LAGI KUATIR AKAN HARI ESOK. Dengarkanlah kegembiraan Daud dalam harapan yang baru: “…Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku. Tali pengukur jauh bagiku di tempat-tempat yang permai;…”(Mazmur 16:5-6).

Inilah yang disebut bahwa memiliki dan mengenal Tuhan berarti juga memiliki segala-galanya. Pertemuan pribadi dengan Tuhan adalah salah satu saat yang paling  berkesan dalam hidup para  penyembah sejati. That is the most im pressive experience man’s ever had. Sungguh pertemuan yang tak terlupakan. Sejak detik itulah segala-galanya berubah. Penuh kedamaian. Penuh sukacita. Limpah dengan syukur. Terbit harapan baru. Paulus mengungkapkannya dengan indah, “jadi siapa yang ada  di dalam Kristus ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang(2 Kor 5:17). Inilah hidup yang baru. Awal yang baru dimulai. Segala sesuatunya kini tidak lagi dilakukan sendiri. Bersama Kristus kita menatap masa depan. Bersama-sama dengan Kristus tidak ada yg perlu di kuatirkan lagi. Kekuatiran-kekuatiran hidup yang tidak pernah berhenti bermunculan dan mengganggu, perlahan-lahan mulai sirna diganti dengan iman percaya bahwa dalam Kristus ada masa depan yg indah.

Seluruh harta dunia sekali pun tidak akan bisa mengusir kekuatiran. Resah dan gelisah adalah hasil persekutuan dengan dunia. Tetapi dalam hidup bersama Kristus dan tinggal dekat Allah, kita merasa aman (Mazmur 62:1,5). Bukankah masa hidup kita di tanganNya? Bukanlah Ia berjanji memelihara kita? Bukankah Ia berjanji memberikan masa depan yang penuh harapan? Dahulu kita sesat seperti domba, tetapi kini kita telah menemukan tempat perhatian. Bertemu dengan gembala dan pemeliharaan jiwa kita (1Petrus 2:25). Apalagi yang perlu kita takutkan? Justru tanpa Dia hidup menjadi sia-sia. Dengan bangga kita dapat berdiri dan berkata kepada dunia, “Jika Allah di pihakku siapakah yang akan melawanku…?” (Roma 8:31). Percayalah, saudara-saudaraku, kita akan mengalahkan dunia. Bersama Kristus perkara besar ada di depan mata!

CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 2

Oleh: Bpk. Peter B, MA

PARA PENGIKUT KRISTUS HIDUP DAN BERJUANG UNTUK SUATU MISI: MENJADI PERWAKILAN-PERWAKILAN KERAJAAN ALLAH
‘Apostelo’ adalah kata asli dari yang diterjemahkan”mengutus” dalam
Matius 10:16 dimana Yesus mengutus murid-murid-Nya bagi domba di tengah
serigala. Dari kata itu ada kata ‘apostolos’ yang digunakan sebagai
sebutan bagi rasul. ‘Apostelo’ artinya yang diperintahkan keluar atau
yang disuruh pergi (melakukan suatu tugas). Jadi rasul dapat diartikan
sebagai orang yang diperintahkan pergi atau yang diutus pergi
melaksanakan misi yang diperintahkan kepadanya.

Kepada dua belas
murid maupun kepada ketujuh puluh murid (Luk. 10:1-16) , Yesus
memberikan perintah yang sama. Perintah yang sama juga diberikan kepada
sekitar 400 murid-Nya sebelum Ia naik ke sorga. Dengan kata lain, meski
sebutan “yang diutus” dilekatkan pada jabatan atau panggilan rasul,
namun tugas dan fungsi sebagai orang-orang utusan melekat pada setiap
pengikut Yesus. Kita semua adalah utusan-utusan-Nya. Diutus untuk apa?
Untuk melakukan amanat ilahi. Menjadi perwakilan Kerajaan Allah. Menjadi
saksi bahwa Yesus Kristus itu Tuhan dan Juruselamat. Memproklamasikan
bahwa iblis telah kalah dan pekerjaan-pekerjaan mereka telah dihancurkan
oleh kuasa Kristus.

“Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat.
Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang
kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma,
karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.
“Lihat, Aku mengutus kamu… ” (Matius 10:7-8, 16)

Menjadi saksi-saksi dan utusan Kristus bukan membela Tuhan atau
pekerjaan-Nya. Justru dalam melaksanakan tugas itu, Tuhanlah yang akan
menjadi pembela, pelindung, pemelihara dan penjaga setiap langkah kita.
Oleh sebab itu, kuasa Tuhan justru paling nyata dan terbukti saat kita
bergerak bersama Dia mengerjakan panggilan kita. Bukan seperti yang
dipikirkan sebagian yang percaya bahwa Tuhan selalu membela dan
melindungi mereka meski mereka menjalani hidup yang ceroboh dan semuanya
sendiri, perlindungan dan pemeliharaan Tuhan berlaku saat kita
mengikuti pimpinan-Nya kemana Dia pergi bagai domba yang akan selalu
aman dan tenang sekalipun berada dalam lembah kekelaman (Maz. 23:4).

Bagian kita ialah menyatakan kuasa dan kasih-Nya pada dunia yang
tertindas dan tersesat oleh permainan penguasa dunia yang gelap itu.
Kita tampil sebagai duta yang siap sedia memberitahukan keberadaan
Kerajaan Sorga itu sekaligus bertindak mendemonstrasikan otoritas
kerajaan yang kita wakili.

Kerajaan yang kita wakili ialah
Kerajaan Allah yang kita kenal sebagai Tritunggal yang Kudus. Itu
sebabnya kita bukan hanya memperagakan kedahsyatan dan kuasa dari
kerajaan sorgawi itu melalui mujizat dan tanda-tanda ajaib melainkan
juga menyatakan sifat dan karakter kerajaan itu sendiri -yang berbeda
dari budaya atau sistem yang berlaku di dunia sekarang ini.

Itulah
sebabnya mengapa murid-murid Yesus tidak hanya diperintahkan
menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan memberitakan
kabar baik NAMUN JUGA DIPERINTAHKAN MEMILIKI GAYA HIDUP SEBAGAI
ORANG-ORANG YANG DIUTUS, yang didasarkan pada prinsip-prinsip Kerajaan
sesuai yang diteladankan Kristus sendiri. Dan ini bukan main-main. Kita
dipanggil untuk MEMANTULKAN GAMBAR KRISTUS pada dunia seolah-olah
Kristus sendiri yang hadir di tengah-tengah dunia sampai-sampai
“barangsiapa menyambut kita, ia sama dengan menyambut Kristus” (Mat.
10:40).

Dunia harus melihat bukan hanya pekerjaan Tuhan yang
penuh kuasa melalui kita namun suatu cara hidup yang berbeda sebagai
orang-orang yang mengabdi dan menghamba pada Yesus.

Kita harus
melayani dengan iman, tanpa kekuatiran akan hidup kita. Bukan seperti
dunia yang selalu dicemaskan akan kebutuhan dan keperluan hidup jasmani
sehari-hari.

Kita datang sebagai pembawa damai, bukan sebagai
orang-orang yang memaksakan kehendak dan kemauan kita dengan cara-cara
yang keras, memaksa dan mengadakan teror.

Jika pesan kita ditolak,
lalu kita diusir bahkan dibawa ke depan pengadilan dengan
tuduhan-tuduhan yang palsu, kita harus tetap menunjukkan kasih dan tidak
membalas perlakuan tidak adil dan kejam terhadap kita. Berbeda dengan
dunia yang selalu menuntut balas dan membenci yang tidak ramah pada
mereka.

Suatu kehidupan yang aktif dan dijalani secara berbeda
harus menjadi ciri khas pengikut-pengikut Kristus sejati. Mereka
bergerak menjangkau dan memberkati orang-orang dimana mereka diutus
dengan cara-cara yang Kristus tetapkan dan teladankan. Yang berkomitmen
untuk mengiring Yesus tidak boleh hanya menjalani hidup seperti air
mengalir. Tanpa kegiatan atau arah yang jelas, yang didasarkan pada
‘pokoknya’ melayani, pokoknya datang beribadah, pokoknya ikut tim misi
dan pokoknya aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani atau sosial. Ada arah
dan tujuan yang jelas dalam setiap pengutusan Kristus pada kita.

Merenungkan panggilan kita sebagai utusan-utusan Allah, maka kita
seharusnya menyadari bahwa kita tidak dipanggil untuk menjalani
kehidupan yang santai, tanpa kesibukan yang berarti selain menjalani
semacam rutinitas-rutinitas agama, atau menjadi penonton para pendeta
atau hamba Tuhan yang mengajar atau melayani di gereja. Kita ini diutus
untuk menjalankan tugas sebagai wakil-wakil Kerajaan Allah. Sebelum
tugas itu terlaksana, kita tidak boleh berhenti dan mengubah jadwal kita
serta mengisi waktu kita dengan liburan dan wisata di dunia ini.
Duta-duta besar diutus bukan untuk menikmati keindahan alam negara yang
dikunjunginya. Ia sedang melaksanakan tugas yang harus dikerjakan bahkan
diselesaikannya dari negara asal yang mengutusnya.

Kekristenan yang
santai adalah kekristenan yang lupa diri, bodoh dan sesat. Karena
mereka tidak menyadari mengapa mereka ditebus dan untuk tujuan apa
mereka masih dikaruniai tahun-tahun kehidupan selama di bumi ini.

Pada sisi lain, disadarkan sebagai utusan-utusan sorgawi, hidup kita
tidak semestinya fokus pada urusan-urusan dan kepentingan-kepentingan
duniawi belaka. Itulah yang dimaksud Yesus supaya kita “mencari dahulu
Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya” (Mat. 6:33) dan “mencari dan
memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi” (Kol.
3:1-2). Pengejaran perkara-perkara dunia menumpulkan kesadaran rohani
kita akan kekekalan, alam dimana kita akan tinggal selama-lamanya
setelah kehidupan di bumi. Ambisi mengumpulkan harta kekayaan di bumi
dapat menyimpangkan dan menarik kita keluar dari jalur panggilan Tuhan
yang utusan-utusan-Nya. Kerja keras kita demi mengejar target dan
pencapaian kehidupan dunia yang nyaman tanpa disadari menggerogoti
gairah dan semangat kita berjuang menjadi saksi-saksi dan prajurit
Kristus.

“Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.
Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan
soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada
komandannya” (2 Timotius 2:3-4)

Ya, sebagai prajurit adalah
simbol lain dari panggilan kita sebagai orang-orang yang diutus. Dan
sekali lagi, prajurit Tuhan bukan menjadi pembela Tuhan tetapi sebagai
pelaksana tugas pengutusan di atas yaitu berjuang melawan pekerjaan
kuasa kegelapan yang senantiasa bermaksud menghancurkan dan membinasakan
banyak orang.

“karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan
daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan
penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini,
melawan roh-roh jahat di udara” (Efesus 6:12)

Selagi membaca ini
semua, mungkin ada yang berpikir bahwa melayani dan berkecimpung di
dunia rohani atau pelayanan adalah tugas hamba-hamba Tuhan, bukan
tanggung jawab mereka yang bukan berprofesi sebagai rohaniawan atau
pelayan Tuhan sepenuh waktu. Tentu saja itu tidak benar. Tuhan memanggil
setiap murid-murid-Nya untuk menjadi saksi-Nya. Siapa saja yang mau
hidupnya berarti seharusnya menanggapi panggilan Tuhan. Bukankah kita
digambarkan sebagai tubuh Kristus dengan berbagai-bagai anggotanya? Dan
bukankah setiap anggota tubuh memiliki tugas dan fungsi yang
berbeda-beda tetapi bekerja sama bergerak demi melakukan sesuatu dan
mencapai suatu tujuan dan hasil?

Demikianlah setiap kita dipanggil
untuk mengetahui bagian kita sebagai anggota tubuh Kristus lalu
berfungsi sebagaimana Tuhan menghendaki kita pergi melakukan sesuatu.
Bukankah Yesus sendiri mengatakan bahwa selagi murid-murid itu
menjalankan misi, akan ada orang-orang yang menyambut mereka? Dan bahwa
Tuhan memberikan upah yang sama bagi mereka yang menyambut nabi-nabi
dan orang yang benar?

“Barangsiapa menyambut seorang nabi
sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut
seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.

Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah
seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya” (Matius
10:41-42)

Itu berarti setiap kita punya bagian dalam perjuangan
memberitakan kabar baik dan menyatakan kemuliaan Tuhan di bumi. Tidak
ada alasan maupun dalih bahwa itu bukan bagian kita sebab jika Tuhan
memanggil kita, Dia pun akan melengkapi kita dan menunjukkan apa dan
bagaimana yang harus kita kerjakan dalam menunaikan tugas itu.

Diutus. Berjuang. Hidup menghamba pada Kristus. Ambil bagian sebagai prajurit.
Itulah panggilan bahkan takdir kita sebagai orang-orang sorgawi.
Mengikuti jejak Yesus yang hidup sebagai utusan Bapa demi misi
menyelamatkan dunia, kita pun dipanggil memikul salib kita sebagaimana
halnya Kristus memikul salib-Nya oleh karena perintah Bapa.

Pengikut-pengikut sejati yang menangkap panggilan dan pengutusan dari
Kristus tidak mengenal kata malas, santai, berdiam diri, lemah atau
kalah dalam hal-hal rohani. Mereka secara agresif menyerang kubu-kubu
pertahanan iblis dan membalikkan keadaan. Tepat sebagaimana doa yang
mereka naikkan, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi
seperti di sorga.” Mereka berperang, berjuang, dan memenangkan kehendak
Allah atas situasi-situasi yang ada dan mendatangkan kerinduan Tuhan
menjadi kenyataan melalui doa dan pelayanan mereka.

Sebaliknya,
yang tidak berjuang dalam kehendak Tuhan mungkin tergolong apa yang
disebut “iman yang mencurigakan” itu seperti yang dikatakan Ralph
Erskine, pengkhotbah abad 18, “Iman, tanpa kesukaran atau perjuangan,
ialah iman yang perlu dicurigai; karena iman sejati itu berjuang, iman
yang bergumul.”
Dalam pemahaman ini, kita seharusnya mulai memeriksa diri dan melihat hidup kita.
Adakah kita telah hidup sebagai orang-orang yang diutus oleh kerajaan yang tidak tergoncangkan itu?
Adakah kita BERGERAK dan BERJUANG sebagai orang-orang yang diutus Tuhan dalam hidup kita?
Apakah kita sudah secara aktif menghancurkan pekerjaan iblis dengan
mencari dan mendoakan kehendak Tuhan supaya jadi atas kehidupan kita,
keluarga kita hingga keselamatan bangsa dimana kita hidup?
Atau…
apakah kita selama ini masih menjalani hidup yang santai, mencari
kenyamanan dan kemudahan dengan hanya sesekali berdoa, beberapa kali
ikut ibadah dan menjalankan saja rutinitas jadwal pelayanan gereja bagi
kita?

Pernahkah kita memikirkan dan menyadari betapa dahsyat kuasa,
hikmat, talenta dan tugas yang jelas bagi setiap kita lalu mencari dan
melaksanakan panggilan Tuhan itu dalam hidup kita?

Hari ini,
akankah Anda dapat menjawab jika ditanyakan apakah yang sedang Anda
perjuangkan karena Tuhan dalam hari-hari Anda sekarang ini?

Bagian 1 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)

Bagian 2 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)

Bagian 3 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)

Bagian 4 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) 
Bagian 4 (1) – Selesai

Bagian 5 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 4 (2) – Selesai

CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 1

Oleh: Bpk. Peter B. K.

 Ada satu bagian pengajaran Yesus yang sering disebut-sebut dalam
berbagai kesempatan, diajarkan sebagai contoh sikap kita hidup di
tengah-tengah dunia yang tidak mengenal Kristus ini. Itu adalah :
Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab
itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat.
10:16). 

“Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti
merpati”
. Oleh sebab bagian itu acapkali dibahas, maka penafsiran
mengenai hal ini pun beragam. Sampai-sampai beberapa waktu yang lalu,
seorang penulis media sosial terkenal yang non kristiani sempat mencoba
menafsirkan ayat ini demi mendorong umat Kristen sebagai saudara
sebangsa lebih aktif dan lebih com menentang sikap intoleran yang terus
menguat belakangan ini.

Sebaik-baiknya tafsiran atas kitab suci
kita, sudah seharusnya kita sebagai murid-murid Kristus sendirilah yang
seharusnya lebih dan paling memahami apa yang dimaksud oleh Yesus dalam
pengajaran-Nya ini. Itulah sebabnya kita perlu mendalami pesan ini dan
dalam terang Roh Kudus, kita meminta supaya diterangi pikiran kita
sehingga kita mengenal Dia dengan benar

Mari mempelajari beberapa pendahuluan yang penting mengenai Matius 10, pasal dimana Yesus menyampaikan frasa tersebut.

KONTEKS
Matius 10 dibuka dengan kisah Yesus memanggil dan memilih kedua belas
murid-Nya lalu memberi mereka KUASA untuk mengusir roh-roh jahat, untuk
melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Ayat 5-15 menceritakan
pengutusan mereka beserta bagaimana mereka melaksanakan tugas ilahi itu.
Bagian ketiga (ayat 16-33) menekankan pesan dan peringatan Yesus bahwa
selagi mereka menyatakan diri dan menunaikan tugas sebagai utusan-utusan
Kristus, mereka harus siap untuk mengalami PENGANIAYAAN yang bahkan
sampai mengancam nyawa mereka. Pada bagian inilah perintah supaya
hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”
diberikan. Pasal 10 kitab Matius ini ditutup dengan penegasan Yesus
bahwa prioritas utama apabila kita ingin mengikut Dia adalah bahwa kita
harus siap menghadapi pertentangan-pertentangan bahkan
pemisahan-pemisahan dalam hidupnya. Bisa jadi timbul perpecahan dalam
keluarga atau kehidupan sosialnya.

sebagai catatn singkat, bukankah
menarik untuk diketahui dan direnungkan bahwa Yesus sendiri dengan
tegas membawa pedang yang merupakan perlambang pemisah segala sesuatu
(Ibrani 4:12)?
Dan jika demikian, apakah Yesus sumber perpecahan dan
pemisahan? Tentu saja tidak. Kehendak Tuhan ialah supaya kita semua
dipersatukan dalam Kristus. Tetapi oleh karena kekerasan hati manusialah
maka pemisahan terjadi. Tidak semua orang mau menerima apalagi hidup
dalam kehendak Tuhan. Tidak semua hati terbuka demi memahami jalan-jalan
Tuhan. Di sanalah lambat laun pemisahan atau perpecahan terjadi.
Pemisahan yang gelap dari yang terang. Yang benar dari yang keliru. Yang
rohani dari yang duniawi. Yang ilahi dari yang manusiawi atau yang
setani. Itu sebabnya kita perlu MENGENAL Dia dan jalan-jalan-Nya lalu
MENGUJI SEGALA SESUATU supaya tidak sesat mengambil jalan kita sendiri,
mengklaimnya sebagai kebenaran dan memisahkan diri dari kumpulan
murid-murid sejati.
Menghadapi berbagai kesukaran dalam mengikut
Yesus, bagian akhir Matius 10 memberitahukan kita bahwa kasih kepada
Yesus Kristus, Tuhan kita HARUS di atas segala-galanya jika benar-benar
ingin diakui di sorga (ayat 32-33). Bahwa supaya kita layak menjadi
murid-Nya yang sejati maka kita harus mengasihi Dia lebih dari keluarga
kita sendiri bahkan nyawa kita sendiri. Tidak hanya itu. Kita harus
memikul salib lalu mengikut Dia kemana Dia pergi sampai harus siap dan
rela kehilangan nyawa kita bagi Dia (ayat 37-39).
Berdasarkan konteks di atas kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting dari pengajaran Yesus di Matius 10 ini.

MENGIKUT YESUS ADALAH SESUATU YANG AKTIF, BUKAN PASIF DAN SEKEDAR MENERIMA BERKAT-BERKAT SEMATA

Perhatikan. Dua belas orang dipanggil dan dipilih. Untuk apa? Untuk
diberi kuasa dan diutus. Untuk apa diutus dalam kuasa dan kemampuan yang
ajaib itu? Untuk mengalahkan setan dan menghalau penyakit dan berbagai
kelemahan.

Yang intinya, bukan supaya mereka sekedar duduk manis
menikmati segala kemudahan dan kelimpahan berkat-berkat jasmani semata.
Mereka dipanggil untuk bangkit, bergerak dari tempat mereka, keluar dari
rumah dan keluarga mereka yaitu zona-zona nyaman mereka demi
mendatangkan pemerintahan Allah dan menghancurkan dominasi pekerjaan
kuasa-kuasa gelap.

Bahkan lebih dari itu. Mereka harus hidup dengan
iman dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan untuk melaksanakan tugas suci
itu. Mereka tidak boleh meminta uang atau mencoba menghasilkan uang
dari pelayanan mereka itu. Mereka tidak diperkenanman membawa harta
benda, bekal makanan atau baju yang banyak. Mereka harus merendahkan
diri sehingga seakan-akan bergantung penghidupannya pada orang lain yang
akan digerakkan Tuhan memberkati makan dan minum mereka. Mereka tidak
boleh takut dan lemah hati. Mereka pun tidak disarankan berkawan atau
mengkompromikan diri dengan orang-orang yang menolak mereka supaya
dimudahkan pelayanannya. Mereka harus bersikap tegas dan mengebaskan
debu para penolak itu dari kaki mereka (lambang pemutusan hubungan dan
lepasnya tanggung jawab rohani atas mereka).

Itu masih belum
selesai. Mereka harus siap menghadapi pertentangan dan penganiayaan yang
bisa jsdi sangat hebat. Mengapa? Karena mereka bukan domba yang diam di
dalam kandang saja. Atau serupa domba-domba yang hanya berkumpul dalam
pengawasan gembala di padang rumput saja (dimana itu tetap perlu).
Tetapi mereka kini bagai domba-domba yang “dikirim dan ditempatkan” di
tengah-tengah serigala-serigala yang jelas merupakan binatang buas.

Dari sini kita tahu bahwa mengikut Yesus bukan kehidupan santai yang
dimanjakan pelayanan-pelayanan malaikat saja. Mengikut Yesus berarti
DIPANGGIL dan DIPILIH MENUNAIKAN SUATU TUGAS. Untuk memberitakan
kerajaan Allah dan menyatakan keberatan kuasa-Nya. Untuk MENGUBAH
KEADAAN-KEADAAN YANG LEMAH DAN RUSAK akibat pekerjaan iblis atasnya.
Bukan berdiam diri dan menunggu perubahan terjadi dengan sendirinya
dengan alasan Tuhan yang mengendalikan segala sesuatu atau segala
sesuatu pasti terjadi atas kehendak Tuhan.
Bahkan di Kisah Para Rasul
pasal pertama, sebelum Kristus terangkat ke sorga, Dia memberikan amanat
agung-Nya supaya kita bangkit dan bergerak menjadi saksi-Nya. Di
Yerusalem, Yudea, Samaria. Hingga ke ujung bumi.

Tidak akan ada
perubahan dengan berbaring cantik di rumah sambil sesekali menaikkan doa
untuk keselamatan bangsa. Tidak akan ada lawatan Tuhan dengan hanya
mengangkat tangan dan menyanyikan pujian penyembahan secukupnya di satu
dua hari ibadah gereja kita. Perubahan atas sekitar kita terjadi saat
kita berfungsi sebagaimana panggilan dan takdir kita. SEBAGAI GARAM DAN
TERANG BAGI DUNIA (yaitu lingkungan dimana kita hidup). Tanpa kita
bangkit dan bergerak bersama Roh Tuhan yang selalu bergerak, maka kita
tidak akan melihat keluarga, komunitas masyarakat di sekitar kita, kota
kita apalagi negeri kita mengalami perubahan dan pemulihan.

Paulus berkata dalam Roma 10:13-15,
“Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.
Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak
percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika
mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang
Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?

Dan bagaimana mereka
dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis:
“Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”

Tuhan memang memegang kendali atas segala sesuatu. Meski demikian, Dia
tidak bekerja secara otomatis begitu saja. Dia menanti Anda dan saya
bergerak karena Dia telah menetapkan kita menjadi saluran bagi berkat
dan kuasa-Nya bagi dunia. Dan sebagai alat dan saluran, kita harus
memastikan bahwa berkat dan kuasa itu tidak terhalang oleh kita. Karena
kebodohan, kemalasan, kebebalan dan egoisme kita sendiri.

Pertanyaan yang penting bagi kita ialah :

  • Apakah kita sadar bahwa kita orang-orang yang dipanggil?
  • Tahukah kita bahwa Tuhan hendak mengutus kita?
  • Apakah kita mengerti bahwa Injil perlu diberitakan oleh setiap kita?
  • Dan jika kita telah tahu itu semua, sudahkah kita menyambut panggilan-Nya dan hidup di dalamnya?

TIGA MACAM RESPON ANAK-ANAK TUHAN DALAM MENGHADAPI KEGONCANGAN YANG TERJADI DI INDONESIA

OLEH: Bpk. Didit I.

Akhir-akhir ini Tuhan menuntun saya untuk berdoa bagi gereja-gerejaNya di Indonesia. Dalam doa, Tuhan menyingkapkan pada saya bagaimana sikap hati umat Tuhan di Indonesia khususnya dalam menghadapi demo, teror dan orang-orang yang bermaksud makar di bangsa ini. Tuhan tidak ingin kita menjadi panik atau pun bersikap acuh tak acuh terhadap masalah bangsa ini. Tetapi Ia menghendaki untuk Kita memiliki sudut pandang dan sikap yang tepat dalam menghadapi berbagai peristiwa di Indonesia ini sesuai kehendakNya. Sebab sudut pandang dan sikap kita menentukan langkah/tindakan kita. Kesalahan dalam menentukan sudut pandang dan sikap kita akan berakibat fatal, yaitu membawa kita melangkah dalam kesesatan dan murka Tuhan. Sebaliknya memiliki sudut pandang dan sikap yang tepat akan membuat kita semakin bertumbuh dalam Tuhan dan mengenal pribadiNya.

Sebelum membaca penglihatan yang saya terima ini, penting bagi kita memiliki hati yang terbuka dan kerendahan hati untuk dikoreksi, jujur menilai diri sendiri serta kerinduan yang besar untuk belajar mengenal akan hati dan pikiran Tuhan. Sebab penglihatan ini akan menunjukkan posisi rohani dan kondisi hati kita yang sebenarnya di hadapan Tuhan.

Tuhan menunjukkan tiga macam respon dari gereja-gereja Tuhan di Indonesia pada umumnya ketika menghadapi kegoncangan. Melalui respon inilah yang akan menunjukkan prioritas kehidupan kita selama bertahun-tahun ‘apakah mencari kehendak Tuhan atau kenyamanan pribadi’.

PENGLIHATAN: INDUK BURUNG RAJAWALI MENGGONCANG SARANGNYA
Tuhan memperlihatkan seekor induk burung rajawali yang berdiri di salah satu dahan pohon, dekat dengan sarangnya yang berada dipuncak gunung. Induk rajawali ini mengamati tiga ekor anaknya yang tampak nyaman tidur di dalam sarangnya. Dalam penglihatan tersebut, tampak anak-anak burung rajawali ini sudah tumbuh besar dengan bulu yang lebat namun belum mampu terbang seperti induknya.

Tak lama induk rajawali membuka sayapnya yang lebar lalu terbang menuju sarangnya. Kaki burung induk rajawali ini mencengkram dan menggoncang sarangnya serta mendorong anak-anaknya agar keluar dari sarang tersebut dan terbang. Tuhan menjelaskan bahwa induk rajawali itu ingin mengajarkan anak-anaknya belajar terbang. Sebab sudah waktunya bagi anak-anak rajawali ini terbang dan bukan tinggal nyaman di dalam sarang. Namun respon anak-anak burung rajawali ini benar-benar mengejutkan! Ketiga anak burung rajawali ini menunjukkan tiga respon yang berbeda-beda, yaitu:

1. ANAK RAJAWALI YANG PERTAMA: MENATAP WAJAH INDUKNYA UNTUK MENCARI TAHU MAKSUD INDUK RAJAWALI (TAMPAK INDUK RAJAWALI MEMBUKA SAYAP DAN MENGEPAKKAN SAYAPNYA), KEMUDIAN ANAK RAJAWALI MEMBENTANGKAN SAYAPNYA SAMBIL MENGEPAKKAN KEDUA SAYAPNYA LALU MELOMPAT DARI SARANG DAN BELAJAR TERBANG BERSAMA INDUK RAJAWALI. ANAK RAJAWALI INI AKHIRNYA BERHASIL TERBANG. (hal ini serupa dengan Yesaya 40:31).
Inilah gambaran bagi umat Tuhan yang membangun hidupnya setiap hari dengan menyelidiki, menguji, merenungkan dan mempraktekkan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan, mencari kehendak Tuhan serta memiliki hubungan pribadi yang karib dengan Tuhan. Kerinduan dalam hatinya adalah menyenangkan hati Tuhan dan kehidupannya dipimpin oleh Roh Kudus. Hal ini ditandai dengan:

  • Menatap wajah induknya menggambarkan fokus hati, pikiran dan kehidupannya hanya ditujukan untuk melakukan kehendak Tuhan dan sepenuhnya bergantung pada kasih karunia Tuhan. Ini akan tampak nyata dari kerendahan hati untuk mau belajar mencari kehendak Tuhan melalui setiap peristiwa dan menghubungankanya dengan proses Tuhan dalam kehidupannya. 

  • Membentangkan sayap menggambarkan kerelaan untuk mengubah kebiasaan pola pikir dan gaya hidup yang lama menjadi baru sesuai kehendak Tuhan.

  • Melompat dari sarang menggambarkan iman dan keberanian untuk menghadapi tantangan dan rintangan menuju tujuan Tuhan.

  • Belajar terbang bersama induk rajawali menggambarkan hidup sepenuhnya dalam pimpinan dan tujuan Tuhan.

  • Anak rajawali ini akhirnya berhasil terbang menggambarkan adanya pertumbuhan rohani yang semakin pesat.

Inilah orang-orang yang hatinya melekat kepada Tuhan. Mereka selalu menguji segala sesuatu untuk mencari kehendak Tuhan dan merenungkannya serta berjalan bersama Tuhan. Dampaknya, mereka akan terus bertumbuh di dalam Kristus bahkan kepadanya akan dipercayakan rahasia serta kuasaNya.

Anak rajawali yang pertama adalah orang yang tiada henti mencari kehendak Tuhan dan bergerak sesuai dengan pimpinan Tuhan.

2. ANAK RAJAWALI YANG KEDUA: MATANYA MENCARI RANTING DI SEKITAR SARANG SEBAGAI PIJAKAN KAKINYA SUPAYA TIDAK TERJATUH NAMUN PADA AKHIRNYA KAKINYA TERPELESET, JATUH DAN MENGALAMI LUKA. (Yeremia 17:5)
Ini gambaran dari umat Tuhan yang hidupnya dibangun dari perkataan, petunjuk, analisis dan imajinasi manusia (penglihatan atau nubuatan yang bukan dari Tuhan). Mereka menggunakan prinsip-prinsip firman Tuhan sebagai peneguhan untuk memenuhi keinginan hatinya yang egois. Hal ini akan semakin tampak nyata dalam kehidupan sehari-harinya:

  • Mata anak rajawali mencari ranting, menggambarkan orang yang suka mencari dan memilah-milah pesan nubuatan, penglihatan serta pengajaran yang mendukung keinginan hatinya saja. Pesan nubuatan, penglihatan dan pengajaran yang tidak sesuai/mendukung keinginan hatinya akan dibuang atau dianggap sesat.

  • Kakinya berpijak pada ranting di sekitar sarangnya, menggambarkan pemikiran dan perkataan yang lahir dari kepentingan dan tujuan pribadi (ego).

  • Kaki yang terpeleset, jatuh dan terluka parah, menggambarkan kehidupannya yang dibangun dengan dasar yang keliru (dibangun dari perkataan, petunjuk, analisis dan imajinasi manusia (penglihatan atau nubuatan yang bukan dari Tuhan), prinsip-prinsip firman Tuhan sebagai peneguhan untuk memenuhi keinginan hatinya yang egois) sehingga ketika terjadi tekanan atau masalah yang mengejutkan akan membuat dirinya jatuh dalam kekecewaan dan terpuruk dalam waktu yang sangat lama. Hatinya selalu mengeluh, meratapi dan mempertanyakan musibah yang menimpa dirinya dan mengasihani dirinya sendiri.

Orang seperti ini cenderung mencari keuntungan pribadi dan bukan mengabdi kepada Tuhan. Pikirannya aktif mencari pembenaran bagi dirinya sendiri. Pembenaran ini menjadi obat bius yang mematikan rasa bersalah dalam dirinya. Inilah Hidup yang didasarkan pada pengertian manusia.

Anak rajawali kedua adalah orang yang egois dan tiada henti mencari pembenaran diri dari berbagai perkataan, petunjuk, analisis dan imajinasi manusia (penglihatan atau nubuatan yang bukan dari Tuhan), bahkan menggunakan/memanipulasi Firman Tuhan untuk mendukung keinginannya.

3. ANAK RAJAWALI KETIGA: TIDAK BERBUAT APA-APA DAN PASRAH, AKIBATNYA ANAK RAJAWALI INI TERJATUH DAN MENGALAMI LUKA YANG SANGAT PARAH. (Amsal 15:21a)
Menggambarkan orang yang tidak peduli dengan kehendak Tuhan dan keadaan di Indonesia. Ciri orang yang berada di tipe ini:

  • Tidak berbuat apa-apa, menggambarkan ketidakpedulian akan kehendak Tuhan serta kondisi Indonesia. Namun memiliki kepedulian yang besar terkait kepentingan dirinya sendiri (egois).

  • Pasrah terjatuh, menggambarkan kebodohan dalam dirinya yang tidak mengetahui kehendak Tuhan namun merasa sudah mengenal Tuhan.

  • Terjatuh dan mengalami luka, menggambarkan saat terjadi masalah/tekanan, kondisinya yang berada dalam kebodohan dan tidak mengetahui kehendak Tuhan akan menjadikan dia jatuh terpuruk dalam kekecewaan, trauma, depresi, dan kegagalan yang paling parah. Hatinya akan menjadi semakin bebal dan tidak peduli akan prinsip-prinsip firman serta pimpinan Roh Kudus.
Inilah kehidupan orang yang berdoa, beribadah, berpuasa namun tidak mau mengetahui kehendak Tuhan dalam dirinya, keluarganya dan masa depan Indonesia. Tuhan menyebutnya sebagai orang ‘bodoh dan egois’, tidak peduli terhadap apa pun kecuali dirinya, keluarganya dan pekerjaannya. Mereka selalu terfokus pada berkat-berkat Tuhan namun tidak mengenal jalan-jalan Tuhan.

Anak rajawali ketiga adalah orang yang sekalipun melakukan berbagai kegiatan agama namun memilih untuk mempertahankan kebodohannya dengan menolak pengenalan akan Tuhan dan jalan-jalanNya.

Anak rajawali kedua aktif dalam pikiran yang mencari pembenaran bagi dirinya sedangkan anak rajawali ketiga aktif untuk kepentingannya sendiri – sibuk mengerjakan rencana atau programnya sendiri. Kedua tipe ini bukanlah tipe anak rajawali yang Tuhan kehendaki.


Anak-anak burung rajawali ini sudah tumbuh besar dengan bulu yang lebat namun belum mampu terbang seperti induknya, ini menggambarkan pertumbuhan usia kita yang semakin bertambah secara fisik namun tidak seimbang dengan pertumbuhan kita secara rohani. Seharusnya semakin bertambahnya usia, karakter kita semakin serupa dengan Kristus dan bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu, termasuk menghadapi berbagai peristiwa di Indonesia. Karena itu melalui kegoncangan ini, Tuhan ingin kita seperti anak rajawali pertama yang memiliki sudut pandang dan sikap yang tepat sehingga bertumbuh secara rohani seperti yang dikehendakiNya.

Dampak fatal berada dalam posisi anak rajawali kedua dan ketiga adalah KESESATAN dan KEBODOHAN rohani yang sangat mendalam. Hal ini sama seperti orang-orang Indonesia (di dalam atau luar pemerintahan) yang ingin terus mempertahankan sistem korup di Indonesia. Namun, JIKA KITA MAU MERENDAHKAN DIRI, BERTOBAT DAN MENCARI KEHENDAK TUHAN, MAKA TUHAN AKAN MEMULIHKAN KEADAAN KITA DAN BANGSA KITA. Bahkan Tuhan akan memberikan kekuatan dan hikmat Nya untuk menghadapi berbagai masalah serta menjadikan kehidupan kita sebagai inspirasi/teladan dan berkat bagi orang lain.

Marilah kita bersama-sama membuka hati, mengoreksi diri, serta mencari kehendak Tuhan. Memiliki sudut pandang dan sikap yang tepat seperti yang dikehendakiNya dalam menghadapi kegoncangan ini akan mendatangkan kedewasaan rohani bagi kita dan pemulihan Indonesia.

Salam perjuangan dalam Kristus.

MENGUBAH SATU BANGSA BUKAN DIMULAI DENGAN MENGUBAH PRESIDENNYA. ITU DIMULAI DARI (PERUBAHAN) GEREJANYA….

Oleh: Bpk. Peter B. K.

Ini yang dimaksud bahwa kita sebagai gereja atau jemaat Tuhan di manapun kita berada menjadi GARAM dan TERANG.

Gereja yang pasif, asyik sendiri, berorganisasi dan peduli urusan²nya
sendiri dan sibuk berkecimpung di zona² nyamannya sendiri tapi tidak
cukup peduli dengan nasib bangsanya sehingga tak tergerak untuk
berdampak bagi perubahan nasib bangsanya telah menyimpang dari kehendak dan kerinduan Tuhan sendiri.

Bagaimana gereja Tuhan di Indonesia???

Sumber: Peter Bambang Kustiono