Arsip Bulanan: Maret 2017

A KISS: WORSHIP OR BETRAYAL

(lanjutan dari Mistery of a kiss)
Oleh: Peter B, MA

“Orang (Yudas Iskariot) yang menyerahkan Dia (Yesus) telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: “Orang yang akan kucium. Itulah Dia. Tangkaplah Dia dan bawalah Dia dengan selamat. “Dan ketika ia sampai di situ, ia segera maju mendapatkan Yesus dan berkata: “Rabi.” lalu mencium Dia.” Maka kata Yesus kepadanya: “Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan sebuah ciuman?” (Mark. 14:44-45; Luk. 22:48).
Dari kisah tragis pengkhianatan Yudas Iskariot, Kita dapat belajar untuk memperbaiki penyembahan kita kepadaNya. Penyembahan ala Yudas adalah penyembahan yang sangat dibenci oleh Tuhan. Tidak selayaknya penyembah sejati melakukan hal itu.
Sisi lain dari kisah ini, kita dapati dalam Luk. 22:48 (lihat nast di atas). Pada nast ini, Yesus menjawab Yudas dengan teguran yang keras sebagai balasan ciuman palsunya itu. Yesus, yang mengetahui hati dan pikiran setiap manusia, tahu persis apa maksud ciuman Yudas itu. Dengan ciuman itulah Yudas menyerahkan Yesus untuk ditangkap dan dibunuh. Dengan ciuman itulah Yudas mengkhianati Yesus. Hal ini begitu jelas apabila kita membaca dalam terjemahan Alkitab King James: “Yudas, engkau mengkhianati (betray) Anak manusia dengan sebuah ciuman?”
Perhatikan baik-baik; dengan sebuah ‘ciuman’ kita bisa mengkhianati Yesus, Tuhan kita. Apa maksudnya? Beberapa waktu yang lalu kita telah belajar arti penyembahan. Penyembahan juga digambarkan sebagai suatu ciuman. Jadi, bukan tidak mungkin saat sepertinya kita menyembah Dia, kita sebenarnya sedang ‘mengkhianati’ Dia. Ini sesuatu yang sangat mengerikan, Tetapi itulah fakta dari perbuatan munafik Yudas kepada Guru dan Tuhannya.
Kita ‘mengkhianati’ Tuhan bukan saja pada saat kita berbuat dosa yang terang-terangan. Bukan sekedar saat kita membenci sesama kita dan tidak mau mengampuninya. Bukan saja saat kita mencuri, berdusta, berzinah, berjudi dan sebagainya. Bukan hanya saat hidup jauh dari persekutuan dengan Dia dan melupakan jam-jam doa kita. Tidak hanya saat kita ada di luar tempat ibadah, bukan saat kita ada di tengah-tengah teman-teman yang jahat, bukan saat di plaza, bukan saat di tempat-tempat hiburan malam, Bukan semuanya itu.
Tetapi seperti Yudas Iskariot, kita bisa saja mengkhianati Tuhan pada saat kita beribadah kepadaNya, di dalam gereja, dalam jam-jam ibadah! Justru hal inilah yang lebih mengerikan daripada segala dosa yang disebutkan sebelumnya di atas. Mengapa? Karena kita menipu banyak orang, yang mungkin sedang menyangka kita ini saleh dan suci. Mengapa? Karena kita menipu saudara seiman yang berpikir kita orang Kristen yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan dan yang lebih fatal lagi: kita sedang mencoba menipu TUHAN yang Mahatahu!
Bagaimana kita mengkhianati Dia pada saat kita beribadah kepadaNya? Kita ‘mengkhianati’ dan ‘menjual’ Dia dengan murah apabila kita menyembah dengan hati yang tidak tulus  dan dengan hati yang tidak takut akan Dia. Yudas Iskariot bersikap seolah-olah ia menghormati  Yesus padahal ia tidak memiliki hormat akan Dia. Yudas bertindak seperti segan dan takut kepada Yesus tetapi ia sama sekali tidak mempuyai takut akan Dia. Ya, itulah dia. Itulah cara Yudas mengkhianati Yesus. Dan kita akan melakukan hal yang sama jika kita menyembah Dia tanpa takut dan hormat akan Dia.
Jika kita datang kepada Dia dalam ibadah baik itu doa pribadi, ibadah di gereja atau persekutuan doa dan kita memuji, bertepuk tangan, berdoa dan menaikkan nyanyian penyembahan, sedangkan hati dan hidup kita tidak memiliki hormat akan Dia dan FirmanNya; itulah yang dinamakan ‘pengkhianatan’. Jika kita datang beribadah dan melakukan semua tata cara ibadah tetapi hati kita keras dan memilih untuk tidak mau taat kepadaNya: itulah yang dinamakan ‘menjual’ Yesus. Jika kita mengaku sebagai penyembah dan suka untuk memuji dan meninggikan Dia dalam acara-acara ibadah tetapi tidak pernah menghiraukan setiap perkataan dan kehendakNya dalam hidup kita, itulah ‘pengkhianatan dan perzinahan rohani’ yang merupakan inti perbuatan Yudas.
Penyembahan yang sejati dipenuhi takut akan Dia. Di dalam penyembahan sejati, kita merendahkan diri serendah-rendahnya dan memberikan penghormatan setinggi-tingginya kepada Pribadi Teragung itu, Allah semesta alam. Hati kita dipenuhi penundukan diri sepenuhnya kepada kedaulatan dan kekuasanNya atas hidup kita. Penundukan total kepada Dia itulah takut akan Tuhan.
Menyembah dalam takut akan Tuhan harus dibedakan dengan menyembah dalah roh ketakutan. Kita tidak boleh datang menyembah karena takut akan hukuman, murka, kutuk dan sebagainya: ini alasan penyembahan yang buruk (penyembahan seperti itulah yang diinginkan iblis dalam kekuasannya yang otoriter, supaya ia dapat memperbudak penyembahnya). Tetapi penyembahan kita kepada Tuhan merupakan ungkapan penundukan diri, penghormatan yang dalam, kasih yang tulus serta kekaguman akan pribadiNya.
Daud penyembah yang terkenal itu mengerti benar bagaimana menyembah dan melayani Tuan di atas segala tuan itu. Ia tahu arti penyembahan sejati saat ia menulis dengan gamblang: “Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut, dan ciumlah kakiNya dengan gemetar….” (Mazmur. 2:11)

Inilah penyembahan sejati. Inilah yang dicari oleh Bapa dan inilah penyembahan yang diterima oleh Dia. Sungguh, Bapa mencari penyembahan yang penuh dengan kerendahan hati bukan yang jumawa: ia mencari penyembahan yang keluar dari hati yang mencari, berharap dan bergantung sepenuhnya kepada Dia bukan jiwa yang merasa kuat dan mampu berjalan sendiri: Ia mencari penyembahan yang keluar dari hati yang menjerit bahwa ia tidak dapat hidup tanpa kehadiranNya bukan hati yang tidak peduli akan Dia dan kehendakNya.
Bukankah menyedihkan jika sampai hari ini ‘pengkhianatan’ masih dilakukan murid-murid dan pengikut Kristus. Hari ini, adakah perubahan total. Hancurkan hati yang keras, gantikan dengan hati yang tulus. Biarlah yang tampak di luar sama dengan apa yang di hati. Biarlah hati kita hanya tertuju dan terpesona pada keindahanNya. Itulah penyembahan dalam ketulusan yang sanggup menghapus air mataNya. Amin.

MERENUNGKAN: DAMPAK MENJALANKAN KEWAJIBAN AGAMA TANPA PERJUMPAAN PRIBADI DENGAN TUHAN

Oleh: Peter B, MA

Renungkan dampak yang terjadi dalam hidup Anda ketika Anda menjalankan kewajiban agama Anda. Jika menjalankan semuanya tidak membuat Anda mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang mengubah hidup Anda maka hidup keagamaan Anda telah gagal mencapai sasaran. Ini akan menjadi sangat sebab tanpa sadar orang akan membenarkan diri sendiri atas nama melakukan perbuatan agama.

#IntrospeksiDiri
#UjiSegalaSesuatu

#BenarVsHampirBenar

DOA

Oleh: Leonard Ravenhill

INJIL DOA
Tidak ada satupun yang dapat mengubah segala sesuatu selain daripada doa. Orang sering bertanya, “Mengapa Saudara sering menganjurkan untuk berdoa lebih banyak?” Jawabnya amat mudah – sebab Yesus melakukannya. Saudara dapat mengubah injil Lukas menjadi injil Doa. Itulah kehidupan doa Yesus. Penginjil lain berkata: saat Yesus berada di sungai Yordan, Roh Kudus turun ke atasNya dalam rupa burung merpati – Lukas berkata: Saat Ia sedang berdoa, Roh Kudus turun ke atasNya. Penginjil lain berkata; Yesus memilih 12 murid – Lukas berkata: setelah Ia berdoa semalam suntuk, Ia memilih 12 murid. Penginjil lain berkata: Yesus mati di kayu salib – Lukas berkata: bahkan ketika Ia sedang sekarat, Ia berdoa untuk mereka yang menganiayaNya. Penginjil lain berkata: Yesus naik ke atas gunung dan Ia diubahkan – Lukas berkata: ketika Ia sedang berdoa, Ia diubahkan.

Tidak ada satupun yang dapat mengubah segala sesuatu selain daripada doa.

Alkitab menceritakan, murid-murid pergi tidur, tetapi Yesus pergi berdoa – seperti kebiasaanNya. Adalah kebiasaanNya untuk berdoa. Yesus adalah anak Allah – Ia diurapi untuk pelayananNya. Jika Yesus memerlukan waktu begitu banyak untuk berdoa, tidakkah Saudara dan saya juga perlu waktu untuk berdoa? Jika Yesus memerlukannya dalam setiap krisis, tidakkah Saudara dan saya memerlukannya?

Sekelompok wisatawan mengunjungi sebuah desa pelukis. Mereka melihat seorang laki-laki tua sedang duduk-duduk dekat sebuah pagar. Dengan gaya menguji seorang pengunjung itu bertanya, “Benarkah desa ini melahirkan orang-orang besar?” Tanpa menoleh orang itu menjawab, “Tidak, hanya bayi-bayi”. Orang-orang terbesar sekali waktu adalah bayi-bayi. Orang-orang suci terbesar sekali waktu adalah bayi-bayi dalam Roh.

C. H. Spurgeon bertobat waktu umur 16 tahun dan mulai berkhotbah di London pada usia 19 tahun. Waktu ia berusia 27 tahun, mereka membangunkan sebuah gereja untuknya dengan kapasitas tempat duduk 6000 orang, dan dipakai dua kali di hari Minggu – berarti anggota gereja itu 12000 jiwa – belum lagi ditambah dengan kebaktian pada tiap kamis malam. Bagaimana? Ia menunggu Allah. Ia menyendiri dengan Allah. Ia belajar… dan ia berdoa.

DOA RATAPAN
Allah membentuk orang-orang terbaikNya dalam kesendirian. Tahukah saudara rahasia doa? Rahasia doa adalah berdoa secara rahasia. “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu…” (Matius 6:6). Saudara tak dapat memamerkan apapun bila pintu tertutup dan tak ada seorangpun di sana. Saudara tak dapat memamerkan karunia-karunia Roh. Di luar Saudara dapat mempesona orang lain, tapi Saudara tidak dapat mempesona Allah.

1 Samuel 1:15 mengisahkan perjalanan tahunan Elkana dan istrinya, Hana, ke Silo untuk menyembah dan mempersembahkan korban kepada Allah. Saat itu Hana tertekan sebab ia tak dapat memberikan anak kepada suaminya. Pasal ini menggambarkan ia berdoa tentang kemandulannya. Diceritakan bahwa Hana menangis sampai lelah. Ia mencurahkan jiwanya di hadapan Tuhan. Hatinya sedih. Jiwanya pahit, geram dan rohnya menderita.

Inilah daftar kemalangan – kesusahan, beban, dan lain-lain yang terjadi pada wanita ini. Tapi kunci dari semua kejadian ini adalah bahwa ia seorang wanita pendoa. Dalam ayat 20 dikatakan, ia memetik hasilnya “Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: Aku telah memintanya dari Tuhan”.

Sering saya katakan – dan orang-orang tak menyukainya – bahwa Allah tak selalu menjawab doa. Ia menjawab doa-doa ratapan. Kehidupan Saudara menunjukkan seberapa banyak Saudara bergantung pada kekuatan Saudara sendiri dan seberapa banyak Saudara sungguh-sungguh percaya dalam hatimu ketika Saudara menyanyikan, “Tak ada satupun yang dapat kuberikan, hanya pada salibMu aku bersandar…” Semakin Saudara mempercai dirimu sendiri, semakin sedikit Saudara berdoa. Semakin Saudara tak mempercayai dirimu sendiri, semakin banyak Saudara harus berdoa.

Apa kata Alkitab? Dikatakan, Allah memilih mereka yang rendah, yang tidak berarti. Paulus berkata dalam 1 Korintus 1:28 bahwa Allah memilih yang tidak berarti supaya jangan ada seorang pun yang meninggikan dirinya. Kita perlu menjadi “tidak berarti” saat ini.

BAHASA ORANG TERTINDAS
Doa adalah bahasa orang tertindas. Daud, raja Israel, sering berkata “Sendengkanlah telingamu, ya Tuhan, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku” (Mazmur 86:1). Dan ingatkah saudara akan salah satu dari mazmur-mazmur terbesar yang ditulisnya yang mengatakan, “Orang tertindas itu berseru, dan Tuhan mendengarkan…” (Mazmur 34:7)

Rasul Paulus mempesona saya dengan semangat, latar belakang, dan kepandaiannya yang luar biasa. Meskipun demikian ia berkata dengan sesadar-sadarnya bahwa di dalam kelemahan, ia kuat. Ia selalu coba membuktikan kepada dirinya dan orang lain bahwa ia bukan apa-apa.

Doa yang benar adalah komunikasi dua arah. Saya berbicara kepada Allah dan Allah berbicara kepada saya. Saya tak tahu bagaimana roh membuat komunikasi ini – atau mengapa Allah menyuruh saya berdoa – tetapi begitulah cara kerja Allah.

BANGUN DAN BERDOALAH
Suatu hari saya menghadiri sebuah konferensi bersama Dr. Raymond Edmond dari Wheaton College, salah seorang pengajar Kristen terbesar di negara ini. Ia bercerita kepada kami, tentang pengalamannya di Uruguay sebagai seorang utusan injil, ia belum lama berada di sana ketika ia jatuh sakit dan sekarat. Ia sedang mendekati ajal, sehingga orang-orang menggali kuburnya. Peluhnya mengalir deras di keningnya dan tenggorokannya berbunyi seperti orang yang akan meninggal. Tetapi tiba-tiba ia duduk di tempat tidurnya dan berkata pada istrinya “Ambilkan pakaianku!” Tak seorang pun tahu apa yang telah terjadi.

Beberapa tahun kemudian, ia mengulang cerita itu lagi di Boston. Setelah itu, wanita agak tua dengan membawa buku kecil mendekati dia dan bertanya “Hari apa ketika Saudara sedang sekarat? Jam berapa di Uruguay? Jam berapa saat itu di Boston?” ketika dijawab, wajah wanita yang keriput itu bersinar. Ia menunjukkan pada bukunya dan berkata, “Ini dia, Saudara melihatnya? pukul 2 pagi Allah berkata: “Bangun dan berdoalah, Iblis sedang mencoba Raymond Edmond di Uruguay” Wanita itu bangun dan berdoa.

Duncan Campbell menceritakan seorang petani yang dilihatnya sedang berdoa di ladang. Ia berdoa untuk seseorang di Yunani. Setelah itu ia bertanya mengapa petani itu berdoa. Orang itu menjawab, “Saya tak tahu. Saya mempunyai beban dalam roh saya dan Allah berkata, ‘Berdoalah ada seseorang di Yunani sedang mengalami kesulitan’. Saya berdoa sampai merasa lega”. Dua atau tiga tahun kemudian petani itu menghadiri sebuah pertemuan dan mendengarkan cerita seorang utusan injil. Penginjil itu bercerita tentang saat ia bekerja di Yunani. Ia sedang berada dalam bahaya serius. Saat itu? Dua atau tiga tahun yang lalu . Orang-orang mulai membanding-bandingkan catatan-catatan dan menemukan bahwa saat itu sama dengan hari di mana Allah memberikan beban doa dalam hati seorang petani di pulau kecil di pantai Skotlandia untuk berdoa bagi seorang Yunani yang namanya saja ia tidak tahu.

Kelihatannya Allah memberikan Saudara hal-hal yang aneh. Saya tak peduli. Jika Allah mengatakan sesuatu kepada Saudara, lakukanlah apa yang dikatakanNYa pada Saudara.

SIAPAKAH YANG BOLEH NAIK KE ATAS GUNUNG TUHAN?
Ada pengalaman lain yang diceritakan oleh Duncan Campbell ketika ia melayani di Skotlandia. “Saya tak dapat berkhotbah”, katanya. “Saya tak dapat menggapai Allah. Kelihatannya surga itu sulit ditembus. Seolah-olah ada atap baja setebal 3 meter”. Maka ia mencoba sedapat-dapatnya untuk berkhotbah. Ia meminta seorang pemuda bernama John Cameron untuk berdoa. Anak itu berdiri dan berkata, “Apa gunanya berdoa jika kita tidak benar di hadapan Tuhan?” Ia mengutip Mazmur 24, “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan?”

Saudara tak dapat menghampiri Allah, kecuali bila tangan Saudara bersih, artinya hubungan Saudara dan orang lain bersih dan hatimu juga bersih. “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan? Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya…” (Mazmur 24:3-4)

Setelah anak itu membacakan Mazmur 24, ia mulai berdoa. Ia berdoa selama 10, 15, 20 menit. Lalu tiba-tiba ia berkata, “Permisi Tuhan, saya mau melawan iblis”. Ia berkeliling dan mulai memerintahkan iblis untuk pergi. Ia memerangi semua yang dianggapnya harus diperangi. Kita sedang berbicara tentang perisai Allah dan melawan iblis! Setelah selesai melawan iblis ia mengakhiri doanya. Ia berdoa selama 45 menit! Ketika ia menyelesaikan doanya, terasa seolah-olah tingkap-tingkap Surgawi dibuka. Roh Allah dicurahkan di gereja itu, ke kota itu, ke tempat dansa di salah satu sudut kota, dan ke kedai minuman keras di sudut kota yang lain. Kebangunan rohani lahir dari doa tersebut!

Bagian akhir kitab Maleakhi mengatakan, “Dengan mendadak (kata mendadak/tiba-tiba ini saya sukai) Tuhan yang kamu cari masuk ke BaitNya!” (Maleakhi 3:1). Ingat tentang apa yang dikatakan para gembala? Mereka sedang menjaga ternak di malam hari, ketika tiba-tiba terdengar suara balatentara Surgawi. Ingatkah Saudara akan sekelompok orang yang menunggu di ruang atas? Tiba-tiba Roh Kudus dicurahkan ke atas mereka di ruangan itu.

Ada sebuah tanggal dalam sejarah yang amat saya sukai. Yaitu Rabu, 13 Agustus 1737. Sekelompok kecil orang Moravia sedang bersekutu menantikan Roh Kudus. Pukul 11.00, tiba-tiba Roh Kudus datang. Tahukah Saudara apa yang terjadi? Persekutuan doa yang dimulai pukul 11.00 tersebut berakhir 100 tahun kemudian! Ini benar. Ruang doa itu tak kosong selama satu abad! Ini benar. Inilah doa terpanjang yang pernah saya ketahui. Bahkan anak-anak kecil berusia 6-7 tahun berdoa meratapi negara-negara yang namanya saja tak dapat mereka eja.

MENGAPA KITA TAK MENGALAMI KEBANGUNAN ROHANI
Di suatu kota tua di Irlandia, ada satu tempat di mana 4 pemuda bertemu setiap malam, berdoa untuk suatu kebangunan rohani. Di Wales, ada tempat di bukit-bukit di mana 4 lelaki muda yang baru berusia 18-19 tahun bertemu dan berdoa malam demi malam. Mereka tak membiarkan Allah pergi; mereka tak menginginkan jawaban “tidak”. Sejauh akal manusia mereka berdoa supaya sebuah kebangunan rohani dilahirkan. Jika saudara menginginkan suatu kebangunan rohani di gerejamu tanpa mau bersusah payah, lupakan itu. Kebangunan rohani harganya mahal.

Saya dapat memberi alasan sederhana, mengapa tidak terjadi kebangkitan kekristenan di Indonesia. Karena kita puas untuk hidup tanpa mengalaminya. Kita tidak mencari Allah – kita mencari mujizat-mujizat, kita mencari penginjilan massal yang besar-besar, kita mencari berkat-berkat. Dalam bilangan 11, Musa berkata kepada Allah, “Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini. Sebaiknya Engkau membunuh aku saja!” Cukupkah Saudara mencintai Indonesia ini sehingga dapat berakta, “Tuhan kirimkanlah kebangunan rohani di Indonesia ini, atau bunuhlah aku!” Apakah Saudara berpikir inilah saatnya untuk mengubah doa Patrick Henry, “Beri negara ini kebangunan rohani atau biarkan aku mati!”

Dalam kejadian pasal 30, Rahel mendekati Yakub dan melemparkan dirinya dengan putus asa. Ia berkata, “Berikan kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati”. Maukah Saudara merendahkan diri di hadapan Allah untuk memohonkan kelahiran anak-anak rohani di negara kita?

Orang-orang berkata, “Saya mengalami kepenuhan Roh Kudus”. Jika kedatangan Roh tidak mengubah kehidupan doa Saudara, lebih baik Saudara memeriksanya. Saya tak begitu yakin Saudara mendapatkan apa yang Allah inginkan bagi Saudara untuk mendapatkannya.

Kita berkata bahwa doa mengubahkan perkara-perkara. Tidak! Doa tidak mengubahkan perkara-perkara. Doa mengubahkan orang dan orang itulah yang mengubahkan perkara-perkara. Kita semua menginginkan agar malaikat Gabriel yang melakukan pekerjaan itu. Allah berkata, kerjakan sendiri – dengan bantuan dan kekuatanKu.

Kita perlu menjadi seperti Hana. Apa yang dilakukannya? Ia menangis, meratap, berkeluh kesah, ia berpuasa – dan ia berdoa.

Yesus, Tuhan Yang Diurapi, menjadikan doa sebagai kebiasaanNya. Paulus, dengan latar belakang dan kepandaiannya, bergantung pada doa karena ia menyadari bahwa ia lemah. Daud, sang raja, menyebut dirinya orang malang dan berseru kepada Tuhan. Hana berdoa untuk mendapatkan seorang anak dan melahirkan seorang nabi. Doa yang sungguh-sungguh dari orang-orang muda membawa suatu kebangunan rohani di Wales.

Tidak ada satupun yang dapat mengubah segala sesuatu selain daripada doa.

HATI YANG MUNDUR

Oleh: Charles G. Finney
(Disunting dan disadur oleh
Keith Green)




Artikel ini disunting dan disadur dari bab ke 21 buku
“Revival Lecture” karya Charles G. Finney. Makna pengajarannya bagi gereja masa
kini masih tetap sama seperti waktu mulai disampaikan pada tahun 1830-an. Kami
berdoa agar Anda “membaca dan tersentuh”.
Pengajaran mengenai
kebangunan rohani tak dapat kusampaikan secara lengkap dan sempurna bila aku
tidak memperingatkan para petobat akan adanya bahaya kemunduran rohani atau
kemurtadan rohani.
Dalam membahasnya saya  ingin membaginya atas beberapa
bagian. Saya ingin menunjukkan:
1. Apa yang bukan kemunduran rohani?
2. Apa yang merupakan kemunduran rohani?
3. Apa gejala-gejala kemunduran rohani?
4. Apa saja akibat dari kemunduran rohani?
5. Bagaimana memulihkan atau menyembuhkannya?
YANG BUKAN KEMUNDURAN ROHANI
Kemunduran rohani
tidak menyangkut masalah gairah/semangat dari perasaan religius. Tidak memiliki
gairah rohani di hati Anda mungkin merupakan bukti bahwa hati Anda telah
mundur, namun bukan penyebabnya.
KEMUNDURAN ROHANI – APAKAH ITU? –
  1. Meninggalkan pengabdian
    kepada Allah dan pelayananNya. Padahal faktor ini merupakan ciri pertobatan sejati.
  2. Meninggalkan
    kasih yang mula-mula (cinta pertama) kepada Yesus.
  3. Menarik diri dari
    penyerahan total kepada Allah, dan kini kembali hidup dikendalikan oleh roh menyenangkan
    diri sendiri.
  4. Orang yang
    rohaninya mundur mungkin secara lahiriah masih tampil sebagai orang yang
    rohani. Kita tahu bahwa tindakan luar yang sama baiknya mungkin saja dasar
    motivasinya berbeda, atau bahkan berlawanan sama sekali. Keakuan yang kental
    juga sering “berjubah” religius atau hal-hal rohani. Ada banyak hal yang
    menyebabkan orang yang mundur rohaninya tetap menjaga penampilan religiusnya,
    meskipun sebenarnya dalam jiwanya ia telah kehilangan kuasa rohani.
GEJALA-GEJALA KEMUNDURAN ROHANI
1.   Tidak ada
kenikmatan spiritual.
Kita selalu
suka mengatakan dan melakukan sesuatu untuk menyenangkan orang yang paling kita
cintai. Bila hati kita tidak mundur/murtad, maka persekutuan dengan Allah akan
tetap terpelihara, sehingga ibadah rohani kita lakukan dengan hati senang. Lebih
dari itu, persekutuan dengan Alllah juga menjadi sumber kekayaan dan
kesinambungan berkat-berkat rohani. Bila kita tidak lagi menikmati pelayanan bagi Allah, penyebabnya adalah kita memang
sebenarnya tidak melayani Dia.


2.   Formalitas
lahiriah dalam mempraktekkan agama.

Apa yang diucapkan dan dilakukan orang yang mundur rohani benar-benar dari
kebiasaan dan bukan dari pancaran kehidupan rohaninya. Ketika ia berdoa dalam
kelompok doa, ungkapan formalitasnya akan dingin dan tanpa emosi. Semua ini
menyingkapkan tidak adanya ketulusan dalam pelayanan rohani yang dilakukannya.
Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi bila dalam hatinya masih ada iman
yang hidup dan semangat Ilahi yang sejati.


3.   Emosi yang
tidak terkendali.
Bila hati kita
penuh kasih, maka sifat alami yang timbul adalah sabar dan manis. Bila suatu
saat terjadi hal yang keterlaluan sehingga lepas kendali, maka hati yang penuh
kasih akan cepat mengaku kesalahan, merasa hancur dan bertobat dalam kerendahan
hati yang sejati. Bila yang ada pada diri Anda adalah emosi yang mudah terusik,
mudah tersinggung dan tidak dapat mengendalikan diri, maka Anda tahu hati Anda
mundur.


4. Tidak
tertarik pada percakapan rohani.
“Karena
yang diucapkan mulut meluap dari hati” (Matius 12:34). Bila hati kita penuh
kasih, maka tidak ada percakapan yang lebih manis daripada percakapan tentang
Kristus dan pengalaman kehidupan kristiani kita.


5.  Mengejar
kesukaan duniawi.
Hal yang paling
menyenangkan orang rohani adalah segala sesuatu yang membawa jiwanya makin
dekat dengan Allah. Hati yang penuh cinta akan Tuhan akan “cemburu” terhadap
segala hal yang mengganggu/menghalangi persekutuan dengan Allah. Bila kita
tidak lagi menyukai persekutuan dengan Allah lebih daripada hal-hal duniawi,
maka dengan sedih kita harus tahu bahwa kita mundur rohani.


6.  Tidak
tertarik pada ladang misi.
Bila Anda
kehilangan rasa tertarik pada pekerjaan misi dan usaha-usaha untuk menjangkau
jiwa-jiwa yang terhilang di negara-negara lain serta tidak memiliki kerinduan
akan pertobatan jiwa-jiwa di mana saja di dunia ini, maka Anda tahu Anda telah
undur rohani.


7.  Tidak
tertarik pada usaha-usaha untuk menjangkau mereka yang miskin dan memerlukan
bantuan
. Bila Anda pernah sungguh-sungguh bertobat,
pastilah Anda pernah memiliki rasa tertarik yang amat besar untuk menyokong
usaha-usaha derma kristiani. Jiwa yang bertobat pasti amat tertarik dan
tersentuh oleh semua bentuk kegiatan kemanusiaan untuk menjangkau sesama demi
memperbaiki martabat, menolong dan menyelamatkan umat manusia. Perwujudannya
bisa dalam bentuk melengkapi kebutuhan-kebutuhan mereka yang papa dan
memerlukan bantuan, atau pendek kata, dalam segala hal yang baik untuk diucapkan dan dilakukan. Seberapa jauh Anda kehilangan rasa tertarik ini
membuktikan seberapa jauh Anda mundur.


8. Tidak
tertarik pada kelahiran bayi rohani
.
Malaikat-malaikat di surga bersukacita atas pertobatan satu orang berdosa. Lalu
apakah tidak ada sukacita di antara orang-orang kudus di bumi ketika ada
orang-orang yang datang kepada Kristus dan menjadi bayi-bayi rohani yang baru
lahir dalam kerajaanNya? Bila seseorang mengaku dirinya Kristen namun tidak
memiliki rasa tertarik yang membara terhadap pertobatan orang lain, maka ia
seorang yang mundur rohani dan munafik. Ia mengaku sebagai orang yang rohani,
padahal bukan.


9.  Mencari-cari
kesalahan, pengeritik.
Watak cepat
menyalahkan orang lain, tidak percaya terhadap perhatian dan motif baik orang
lain. Juga merupakan roh yang tidak percaya pada karakter Kristen dan apa yang
dikatakan orang-orang Kristen. Keadaan pikiran seperti ini tersingkap dalam
bentuk kata-kata kasar dan bentuk-bentuk ucapan menghakimi orang lain. Jelas
keadaan ini tidak sesuai dengan hati yang penuh kasih. Bila roh menghakimi muncul
dalam diri orang yang mengaku Kristen, maka Anda tahu hatinya mundur.


10.Menuruti
keinginan diri.
Yang saya maksud
adalah kecenderungan memuaskan selera, hawa nafsu dan “keinginan daging dan
pikiran” (Efesus 2:3). Tingginya selera terhadap makanan seringkali merupakan
ciri paling menonjol dari kemunduran rohani dibandingkan dengan ciri lain.
Sayang sekali hanya sedikit orang Kristen yang menyadarinya. Perintah Allah
mengatakan, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau
melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1
Korintus 10:31). Banyak orang Kristen melupakan perintah Allah ini. Jadi mereka
makan dan minum sekedar untuk menyenangkan dirinya. Banyaknya orang yang
terjerat oleh “meja makan” nya lebih besar daripada yang disadari oleh Gereja.
Amat banyak orang yang menghindarkan diri dari meneguk minuman keras akan
memuaskan dirinya dengan makanan. Kuantitas maupun kualitas pemuasan dalam hal
makan dan minum ini membuktikan bahwa mereka hanya mengikuti selera mereka.
Pemuasan diri dengan makan banyak-banyak makan ini mengancam tubuh maupun jiwa
kita. Bila Anda melihat seorang Kristen yang “amat rakus makan” maka Anda
sedang melihat seorang yang mundur rohaninya.


11.Tidak hadir
pada kebaktian doa karena alasan sepele.

Bagi orang Kristen, tak ada pertemuan yang lebih penting daripada pertemuan
doa. Bila kita memiliki kerinduan berdoa, maka kita tidak hadir hanya bila
terjadi hal-hal penting yang amat mendesak. Bila kunjungan atau ajakan seorang
teman bertepatan jadwal persekutuan doa saja bisa menghalangi Anda, maka hal
ini merupakan bukti kuat bahwa sebenarnya Anda tidak sungguh-sungguh ingin pergi ke pertemuan ibadah doa. Dapatkah
kunjungan atau ajakan yang sama ini membatalkan rencana mengadiri pesta nikah,
piknik, atau acara-acara menyenangkan lainnya? Yang nyata adalah kemunafikan
dalam hal berpura-pura rindu akan ibadah doa padahal hal sepele saja bisa
menghalangi kehadiran Anda.


12.Mengabaikan
persekutuan doa keluarga hanya karena alasan yang sepele.
Hal yang sama dengan no. 11. Bila Anda mencintai
Tuhan, sebagai orang Kristen Anda tidak akan bersedia menghapus saat berdoa dan
membaca Alkitab bersama keluarga. Bila seorang Kristen bersedia mencari-cari
alasan untuk menjauhi ibadah keluarga, maka ini merupakan bukti yang meyakinkan
bahwa hatinya telah mundur.


13.Doa pribadi
dianggap sebagai kewajiban ketimbang dianggap sebagai kehormatan.
Selalu janggal dan aneh bagi saya bila mendengar
orang Kristen berbicara bahwa doa adalah kewajiban. Sebenarnya merupakan
kehormatan bahwa kita diijinkan datang kepada Allah dan memohon segala hal yang
kita perlukan. Tetapi berdoa karena kita harus
berdoa, bukan karena kita boleh
berdoa, sungguh merupakan hal yang menyedihkan, sekaligus merupakan ciri yang
pasti dari hati yang mundur.


14.Tak ada roh
doa.
Bila kasih kepada Kristus masih
tetap segar dalam jiwa kita, maka Roh Allah akan menyatakan diri sebagai Roh
anugerah dan Roh permohonan doa. Ia akan menaruh kerinduan yang kuat dalam jiwa
kita, ya…kerinduan akan keselamatan orang-orang berdosa dan pengudusan
orang-orang Kristen. Bila roh doa mati dalam diri kita, maka ini tandanya bahwa
hati kita mundur. Bila cinta pertama kita terhadap Tuhan masih tetap ada, maka
kita pasti ditarik oleh Roh Kudus untuk bergumul dalam peperangan doa.


15.Kemunduran
rohani seseorang sering terungkap dalam cara orang itu berdoa.
Contohnya memanjatkan doa seperti dalam keadaan
terhukum (karena adanya rasa bersalah), atau cara berdoa yang mirip dengan cara
berdoa orang berdosa yang belum bertobat. Pengakuan-pengakuan dan
tuduhan-tuduhan yang diungkapkan dalam doa mungkin akan dianggap oleh orang
lain sebagai hal-hal yang tidak dimengerti olehnya. Tidak ada iman dan kasih di
dalam hatinya, sebaliknya ia lebih yakin akan keadaan berdosanya. Jauh di lubuk
hatinya ia menyadari keadaan dirinya yang tidak diperkenan Allah. 
Menghadiri pertemuan doa dari orang-orang yang mundur
rohani seringkali me) te3mbuat kita tercengang, dan saya memohon maaf karena harus
mengatakan bahwa banyak persekutuan doa gereja juga keadaannya tidak berbeda
jauh. Doa-doa yang disampaikan mencerminkan ketakutan, keraguan dan kecilnya
iman, bahkan tidak ada iman sama sekali. Mereka akan berputar-putar berdoa
untuk pertobatan dan penyesalan diri. Semua itu mengungkapkan kemunduran rohani
mereka.


16.Kurang tertarik
mengejar kesucian.
Jika Anda orang
Kristen, Anda tentunya pernah merasa bahwa dosa adalah sesuatu yang dibenci
oleh jiwa Anda. Anda pernah memiliki kerinduan yang sukar diungkapkan dengan
kata-kata, ya… kerinduan untuk lepas dari dosa untuk selamanya. Segala sesuatu
yang menerangi Anda untuk mengerti bagaimana hidup dalam kekudusan merupakan
hal yang amat penting dan berharga. Bila Anda tidak lagi perduli tentang
“bagaimana hidup dalam kekudusan” atau hal ini tidak menarik lagi bagi Anda,
penyebabnya adalah hati Anda mundur.


17.Tidak ada
rasa tertarik terhadap Firman Allah.

Mungkin tak ada bukti lebih tajam dan pasti daripada bukti ini. Hilangnya rasa
tertarik pada Alkitab. Bila hati kita penuh kasih maka bagi kita tidak ada buku
yang lebih mulia daripada Alkitab. Namun bila kasih sirna dari hati kita, maka
Alkitab menjadi tidak menarik, bahkan seringkali menjemukan. Tak ada lagi iman
untuk menerima janji dalam Alkitab, sebaliknya keyakinan berdosalah yang
tersisa sehingga menakutkan dan membuat kita terancam.
AKIBAT KEMUNDURAN ROHANI
“Orang yang murtad hatinya menjadi kenyang dengan
jalannya” (Amsal 14:14).
1. Orang yang
mundur rohani penuh dengan kesalahannya sendiri.
Segala sesuatu dalam kehidupannya serba salah. Ia
tidak berjalan dengan Allah lagi. Ia tidak dipimpin Roh Kudus, tetapi berjalan
dalam kegelapan. Dalam keadaan ini ia pasti jatuh dalam pelbagai kesalahan
besar: kesalahan dalam bisnis, kesalahan dalam pergaulan dan hubungan dengan
sesama, kesalahan dalam memanfaatkan waktu, menggunakan lidah, mengelola
uangnya. Segalanya serba salah
selama ia masih dalam keadaan mundur/murtad.


2.   Orang yang
mundur rohani penuh dengan perasaan-perasaanya sendiri.
Dulu ia pernah mengalami kedamaian dan ketentraman
dalam Roh Kudus. Kini ia hidup dalam kegelisahan, tidak puas dengan dirinya dan
orang lain. Kehidupan seseorang yang mundur secara rohani sering amat berat. Ia
sering gelisah, mencari-cari kesalahan, cepat tersinggung dan menyinggung
perasaan orang lain dalam segala hal. Ia telah meninggalkan Tuhan, dan kini ia
merasa seperti berada di neraka.


3.  Orang yang
mundur rohani penuh dengan kata-katanya sendiri.
Seorang yang hatinya mundur tidak akan dan tidak dapat mengendalikan ucapannya. Lidah adalah anggota tubuh yang
tidak terkuasai serta penuh racun yang mematikan (Yakobus 3:8). Kata-katanya
menyebabkan dirinya terjerat dalam pelbagai kesulitan. Ia tidak akan bebas bila
ia tidak datang kembali kepada Allah.


4. Orang yang
mundur rohani penuh perhatian terhadap kepentingannya sendiri.
Ia menjadi egois. Dirinya dan harta miliknya amat
diperhitungkan sebagai milik pribadi, dan ia berusaha untuk mengelola segalanya
berdasarkan kepandaiannya untuk kepentingan dirinya. Akibatnya,
perhatian untuk dirinya akan bertambah berlipat ganda dan memburunya seperti
banjir.


5.   Orang yang
mundur rohani penuh dengan nafsunya.
Selera
dan gairah yang dulu terkendali kini merajalela. Karena telah terpendam
demikian lama, maka kini nafsunya lebih keras dan buas. Nafsu-nafsu hewani ini
akan terus meledak sehingga ia sendiri tercengang dibuatnya. Ia akan heran
ketika mendapatkan dirinya dikuasai dan diperbudak oleh nafsunya sendiri lebih
daripada sebelumnya.


6.  Orang yang
mundur rohani penuh dengan kesulitan dan masalah.
Dulu ia berusaha menjauhi pencobaan, kini ia malah
mendekatinya. Ia membawa dirinya terjerumus ke dalam pelbagai pencobaan. Ia
tidak berdamai dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan gereja, maupun dengan dunia. Sementara ia
mengeluh karena dicobai dari segala penjuru, ia juga terus-menerus membuat
segalanya bertambah buruk karena ulahnya sendiri.


7.    Orang yang
mundur rohani penuh kegelisahan.
Ia
akan kuatir tentang dirinya, bisnisnya, reputasinya, ya… kuatir segalanya! Ia telah menarik kembali
semua hal yang dulu diserahkan kepada Allah. Karena tidak memiliki iman, dan
karena tidak mampu menguasai peristiwa-peristiwa yang terjadi maka ia kuatir
terhadap masa depannya. Kegelisahan ini merupakan akibat yang tak bisa
dihindarkan, ya… akibat dari kegilaan dan kebodohannya meninggalkan Allah.


8.   Orang yang
mundur rohani penuh dengan prasangka.

Kerinduannya untuk mengerti dan melakukan hal yang benar kini sirna. Secara
alami ia akan melawan setiap prinsip kebenaran yang menyerang roh egoisnya. Ia
berikhtiar keras untuk membenarkan diri. Ia tidak mau membaca atau mendengar
apapun yang menegur keadaan hatinya yang mundur. Ia akan menghakimi setiap
orang yang menegur atau mengoreksinya. Ia akan menganggap orang itu sebagai
musuhnya, lalu memagari dirinya, menutup matanya rapat-rapat agar cahaya
kebenaran tidak masuk, berdiri memasang kuda-kuda dalam sikap mempertahankan
diri, serta mengkritik segala hal yang mungkin membongkar dirinya.


9.  Orang yang
mundur rohani penuh dengan penipuan diri.
Karena matanya jahat, maka gelaplah seluruh tubuhnya (Mat 6:23). Hampir
dapat dipastikan orang yang mundur rohaninya akan jatuh ke dalam pelbagai
penipuan diri dalam hal prinsip dan doktrin hidup. Karena berkecimpung dalam
kegelapan, maka ia pasti menelan amat banyak kebohongan dan penipuan. Setiap
jenis bidat dan setiap selubung penipuan akan mendapat tempat dalam dirinya
serta menguasainya. Setiap orang akan melihat hal ini dalam diri orang yang
mundur. Bukankah begitu?


10.Orang yang
mundur rohani hidupnya penuh dengan kehilangan.
Ia menganggap segala yang ada padanya sebagai
miliknya sendiri: waktunya, pengaruh kedudukannya, reputasinya, dan… segalanya.
Kehilangan sesuatu diperhitungkan sebagai kehilangan hal yang benar-benar
miliknya. Karena ia meninggalkan Tuhan dan karena ia tidak dapat menguasai
peristiwa yang terjadi, maka ia akan merasakan penderitaan karena kehilangan
berbagai hal dalam segala segi kehidupannya. Ia kehilangan damai sejahtera. Ia
kehilangan miliknya. Ia kehilangan banyak waktu. Ia kehilangan reputasinya. Ia
kehilangan kesaksiannya sebagai orang Kristen, dan bila ia membiarkannya terus…
jiwanya akan hilang!


11.Orang yang
mundur rohani akan penuh dengan perasaan menyalahkan diri sendiri.
Dulu ia menikmati kasih Allah, dan kemudian ia
meninggalkannya, karena itu ia merasa terhukum dan bersalah dalam segala hal.
Ketika berusaha menjalankan kewajiban-kewajiban agama, ia merasa hatinya tidak
sejalan dengan perbuatannya, dan karenanya ia menyalahkan dirinya. Jika ia mengabaikan kewajiban agama, ia tentu
juga merasa bersalah. Bila membaca Alkitab, ia merasa Alkitab menunjuk
kesalahannya. Jika tidak membaca Alkitab, ia merasa bersalah. Jika ia pergi ke
pertemuan gereja, dalam pertemuan itu ia merasa terhukum. Jika tidak pergi, ia
merasa bersalah. Jika ia berdoa sendirian, bersama keluarganya, atau dalam
persekutuan/kebaktian, ia tahu bahwa ia tidak tulus hati dan karenanya ia
merasa bersalah. Jika tidak berdoa, ia juga merasa bersalah. Segala sesuatu menyalahkannya! Hati
nuraninya membara melawan dirinya. Badai rasa terhukum membuntutinya kemanapun
ia pergi!
LANGKAH PEMULIHAN HATI
1.  Berusahalah
mengingat kapan dan bagaimana anda mulai jatuh. Ingatlah kembali dan bandingkan
dengan cermat keadaan Anda sekarang dan keadaan ketika Anda berjalan dengan
Allah dulu.


2.   Pandanglah
keadaan Anda saat ini dengan jujur dan seadanya. Jangan tunda lebih lama lagi
konflik dan pertentangan Anda dengan Allah. Anda seharusnya sejalan denganNya.


3.     Bertobatlah dan
lakukanlah lagi hal yang pertama Anda lakukan dulu (Wahyu 2:5).


4. Janganlah sekedar
mengusahakan perubahan lahiriah. Mulailah dengan perubahan hati Anda, yakni
membawa hati Anda benar di hadapan Allah segera. Serahkan diri Anda secara
mutlak kepadaNya sehingga Anda tidak ragu-ragu lagi apakah Anda diperkenan
Allah ataukah tidak.


5. Jangan bersikap
seperti orang berdosa yang yakin dirinya berdosa lalu berpikir bahwa Anda harus
“memperbaiki diri” sebelum datang kepada Kristus. Mengertilah bahwa dengan datang kepada Kristus, Anda
sudah menjadi lebih baik! Apapun kesukaran yang Anda rasakan, ketahuilah dengan
kepastian penuh bahwa sebelum Anda bertobat dan menerima kehendakNya tanpa syarat apapun, maka Anda tidak
akan menjadi lebih baik, dan segalanya akan bertambah buruk. Sebelum Anda
melemparkan diri Anda ke dalam belas kasihanNya yang mutlak, artinya Anda
kembali kepada Allah, maka Ia tidak akan menerima apapun dari Anda dan dari
tangan Anda.
 

6.  Jangan menganggap diri Anda sudah benar, karena dalam hati Anda tahu
bahwa Anda tidak benar. Hati nurani Anda menuduh Anda, dan Anda tahu Allah juga
layak menghukum Anda. Jika Anda menganggap Allah membenarkan Anda dalam keadaan
demikian, hati nurani Anda tetap tidak dapat membenarkan hal ini. Segeralah
datang kepada Allah sebagai orang berdosa, karena memang demikianlah keadaan
Anda. Akuilah sepenuh hati dan bukalah semua ha memalukan serta semua hal yang
merupakan tanggung jawab Anda, dan bawalah semua itu kepada Tuhan. Percayalah
bahwa sekalipun Anda telah berkeliaran jauh meninggalkan Allah, namun Ia tetap
masih mengasihi Anda. Ia mengasihi Anda dengan kasihNya yang kekal, dan saat
ini dengan kebaikan kasihNya bahkan sedang
menarik Anda datang kepadaNya.

MENJADI MURID (2)

Oleh: Peter B, MA

3. SEBAGAI MURID TUHAN, KITA BELAJAR SETIAP HARI DIMANA DUNIA MENJADI RUANG KELASNYA DAN URUSAN-URUSAN HIDUP SEHARI-HARI SEBAGAI MATA PELAJARANNYA

“Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid” (Yes. 50:4)
Setiap pagi merujuk pada setiap hari baru. Dan seperti itulah kita belajar. Setiap hari yang baru, Tuhan akan menuntun kita masuk ruang kelas-Nya dan mengajari kita hikmat-Nya. Mengenang kembali masa-masa sekolah dasar dan menengah yang sekarang juga sedang dijalani anak-anak saya, setiap pagi apapun kondisinya, jika ia murid sekolah maka ia harus memaksa dirinya untuk bangun, mendisiplin dirinya untuk mandi, bersiap, mengambil perlengkapan sekolah dan mengikuti pelajaran berjam-jam lamanya. Itu tidak berhenti jika siang harinya ada pelajaran tambahan atau kursus. Terkadang itupun masih berlanjut dengan pekerjaan rumah maupun tugas-tugas sekolah untuk individu maupun kelompok. Bagi anak-anak usia sekolah, hampir seluruh waktu digunakan untuk belajar. Sayangnya, ketika masa-masa sekolah berakhir proses belajar ikut terhenti pula. Mungkinkah itu juga yang terjadi setelah kita merasa cukup tahu yang sedikit itu tentang Tuhan dan pribadi-Nya?

Sesungguhnya proses belajar, lebih-lebih belajar dari Tuhan, untuk memperoleh hikmat-Nya merupakan proses yang tak ada batas akhirnya. Tuhan itu terlalu luas, besar, tinggi dan dalam untuk dapat dipahami dengan kemampuan otak manusia yang terbatas ini.  Memahami yang tersurat dalam Alkitab, mungkin saja tak pernah habis sepanjang usia kita. Walau ribuan buku dan tafsir telah dibuat, kedalaman hikmat Tuhan dalam firman-Nya tak terselami seluruhnya. Itu belum ditambah bahwa Dia masih bekerja hingga hari ini dan terlibat aktif dalam kehidupan anak-anak dan hamba-hamba-Nya, tak sedikitpun berkurang campu tangan-Nya sejak hamba-hamba-Nya di zaman Kejadian hingga abad ke-21 ini. Dia tetap akan memberikan hikmat dan pimpinan menghadapi segala tantangan yang berbeda di tiap zaman yang dihadapi umat-Nya di tiap generasi. Kita tidak akan pernah dapat berkata ‘cukup’ untuk belajar dari-Nya!

Sayangnya, karena kurang menyadari atau mungkin malah tiada berniat menjadi murid Tuhan, maka kita seringkali memasuki hari baru seperti orang-orang yang sombong. Kita merasa tahu yang akan kita lakukan, memiliki tujuan dan cita-cita yang akan kita tuju, merasa mampu mengejar target bahkan menepuk dada dengan bangga bahwa kita adalah manusia-manusia yang unggul, hebat, penuh kreatifitas dan akan meraih hal-hal yang besar. Atau, seperti sebagian yang lain, kita merasa cukup kuat dengan bakat kita, profesi kita, pekerjaan kita, kepandaian kita atau mungkin juga harta kita, sehingga kita bersikap seperti seorang yang banyak tahu dan kerap meremehkan orang lain yang kita pikir kurang keadaannya dari kita. Sikap-sikap demikian bukanlah sikap murid Kristus.

Orang-orang paling berhasil menurut ukuran dunia merupakan orang-orang yang tidak lelah dan tidak surut untuk belajar. Mereka terus mendalami minat, bidang dan profesi mereka sehingga menjadi orang yang ahli dan mumpuni melebihi yang lainnya. Sampai-sampai karena itu, mereka memperoleh harta yang tidak sedikit. Ini pun berlaku dalam kehidupan rohani. Pengikut-pengikut Kristus yang berhasil adalah murid-murid-Nya yang terbaik, yang tidak pernah berhenti atau menyerah mengejar hikmat dan menyelami jalan-jalan Tuhan. Sebaliknya, murid-murid yang malas akan tinggal kelas, tetap tinggal dalam kebodohan dan menjalani kehidupan yang sukar di kemudian hari.

Hari yang baru ialah kelas yang baru bagi murid-murid Tuhan. Sebaiknya kita menyambut dengan riang gembira dan penuh semangat sebab Sang Guru Agung siap dan penuh harap dalam mendidik kita. Masukilah ruang kelas Anda dengan penuh kesungguhan untuk belajar. Selama jam-jam dan waktu-waktu yang berlalu, berilah telinga Anda dan mintalah supaya senantiasa tetap peka akan bimbingan Tuhan. Tangkaplah dan catatlah di relung hati Anda (dan jika perlu di catatan harian Anda) pelajaran hikmat-Nya. Tanyakanlah yang belum jelas dan teruslah renungkan. Anda akan menemukan begitu banyak harta yang berharga jauh melampaui emas perak menjadi milik Anda saat perkataan demi perkataan Guru Besar itu mengisi hati dan pikiran Anda.

Orang-orang yang kita temui, peristiwa yang kita lihat, kita rasakan dan alami, bersama-sama dengan pengetahuan atau berita yang kita terima serta tugas yang kita kerjakan -di dalam semuanya itu terkandung pelajaran-pelajaran kehidupan yang terselip dari Tuhan, yang hanya akan kita tangkap jika kita memiliki hati seorang murid.

Tantangan-tantangan dalam kehidupan merupakan pekerjaan rumah dan latihan untuk menjadi semakin bijak di dalam Tuhan. Persoalan hidup yang sedang yang terjadi adalah ujian. Masalah yang kita hadapi ialah sebuah tes apakah kita telah cukup memahami ajaran Tuhan sehingga kita lulus dan mendapat nilai yang baik saat mempraktekkannya. Begitu seterusnya hingga tanpa sadar, jika kita tekun belajar dan menjadi seorang murid, kita naik kelas dan berada pada level berikutnya dalam kelas-kelas kehidupan sejati.

Kata kuncinya di sini ialah “disiplin”. Dari sanalah kata “disciple” atau murid itu berasal. Kata “Discipline” dalam bahasa Inggris menurut kamus Webster mengandung arti antara lain “suatu cara bersikap yang menunjukkan kerelaan untuk mematuhi aturan atau perintah”; kebiasaan yang dinilai dari seberapa baik dalam hal mengikuti serangkaian aturan atau perintah; “penguasaan diri”.
Dan orang yang berdisiplin ialah mereka yang mengikuti perintah dengan baik, mengikuti latihan yang mengoreksi, membentuk dan menyempurnakan diri sesuai standar yang diberikan gurunya.
Jadi, sejauh mana kita mau mendisiplinkan diri atau rela didisiplinkan Tuhan dalam kelas-kelas dan sesi-sesi kehidupan, sebanyak itulah keberhasilan kita sebagai murid-murid Kristus. Sejauh mana kita memandang dan menjadikan hari-hari kita sebagai ajang untuk bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, sejauh itu pula keberhasilam kita untuk menjadi semakin matang sebagai murid Tuhan.

4. TUJUAN DARI MENJADI MURID TUHAN IALAH SUPAYA HIDUP KITA MENJADI BERBUAH, MENJADI SALURAN BERKAT YANG MENOLONG DAN MEMBERKATI ORANG BANYAK, SEPERTI HIDUP KRISTUS

“… supaya dengan perkataan, aku dapat memberi semangat baru kepada orang-orang yang letih lesu” (Yes. 50:4) adalah salah satu tujuan dan hasil yang Tuhan rindukan terjadi dalam hidup kita saat kita telah bertumbuh sebagai seorang murid yang baik.

Sebagaimana guru kita demikianlah seharusnya kita sebagai murid-murid-Nya. Ia yang penuh kasih dan kemurahan, senang memberi dan memberkati dalam kekayaan kemuliaan-Nya, Ia pun ingin supaya setiap murid-Nya memiliki hati dan pikiran seperti yang ada pada-Nya. Bertumbuh dan berubah menjadi pribadi-pribadi yang sarat belas kasih dan selalu ingin membagikan apa yang ada di hidupnya khususnya bagi dunia yang membutuhkan jamahan dari sorga ini, merupakan tujuan Tuhan melatih para murid dan pengikut-Nya. Seperti Yesus yang mengundang mereka yang letih lesu dan berbeban berat, kita dipanggil dan dibentuk supaya melalui perkataan-perkataan kita, perbuatan-perbuatan kita bahkan hidup kita menyalurkan dan melepaskan kelegaan yang Tuhan sediakan bagi mereka yang mau datang kepada-Nya. Air yang melimpah membutuhkan pipa atau alat penyalur supaya berguna bagi kebutuhan banyak orang. Kitalah penyalur-penyalur berkat Tuhan itu. Kitalah yang hendak dipakai-Nya menjadi sarana pembagi, pembawa,  penyampai serta pengimpartasi kekayaan dan kehidupan ilahi itu kepada mereka yang membutuhkan. Itu nyata dari kehidupan Kristus yang saat kita mengetahui ini seharusnya melahirkan suatu tekad di hati kita untuk melayani banyak orang:

“Karena Anak Manusia juga datang BUKAN UNTUK DILAYANI, melainkan UNTUK MELAYANI …” (Mark. 10:45).

Sebagai murid-murid Tuhan, sudah seharusnya kita memiliki jiwa melayani dan rindu membagi-bagikan apa yang telah kita peroleh dari Tuhan secara melimpah sebagai murid-murid Tuhan.

Murid sejati cepat atau lambat, disadari sepenuhnya atau tidak, bertumbuh makin serupa dengan gurunya. Sepanjang pelayanan-Nya, Yesus telah menunjukkan bagaimana Ia mengajar secara luar biasa. Tidak ada yang dapat mengajar seperti Yesus. Sudah seharusnya pula dimulai dari setidaknya PERKATAAN-PERKATAAN KITA, banyak yang beroleh jamahan kuasa Tuhan.

Kesaksian para penulis Injil menggambarkan kesan pendengar setelah menerima pengajaran Yesus seperti ini:

“Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, TAKJUBLAH orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka” (Mat. 7:28-29)

“Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka TAKJUB MENDENGAR PENGAJARAN-NYA, sebab perkataan-Nya penuh kuasa” (Luk. 4:31-32)

“Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. Mereka TAKJUB MENDENGAR PENGAJARAN-NYA, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat” (Mrk. 1:21-22)

Kita akan dinilai berhasil menjadi murid-murid Yesus ketika apa yang kita sampaikan dalam komunikasi kita sehari-hari membuat orang takjub akan hikmat Tuhan, menjadi disegarkan dan dikuatkan kembali rohnya dan dibawa dalam pengenalan lebih lanjut pada Pribadi Tuhan. Perkataan Yesus BUKAN SEMATA-MATA ujaran-ujaran yang bernuansa rohani, mengutip ayat atau fasih dalam berbicara. Ada kuasa dalam perkataan Yesus. Terasa kasih dan ketulusan di dalamnya. Khotbahnya bukan biasa dan rata-rata apalagi membuat pendengarnya jenuh dan tersiksa mendengarnya. Yesus menyegarkan jiwa pendengar-Nya, membawa-Nya pada kerohanian sejati dan pengenalan yang benar akan Bapa. Pengajaran-Nya memukau karena itu masuk ke setiap hati orang dan menjawab kebutuhan jiwa mereka. Ia bukan sekedar memberi pelajaran, Ia mengajar dan menunjukkan pada orang-orang dengan cara sedemikian rupa sehingga kuasa Tuhan menembus masuk di hati setiap pendengarnya.

Seperti Yesus yang membawa pesan dan kuasa sorgawi, demikianlah Tuhan ingin kita menjadi. Perkataan hikmat keluar dari mulut kita. Kebijaksanaan nyata dari setiap ucapan dan pembicaraan kita. Melalui itu, terasa sungguh Tuhan bekerja. Kata-kata itu menjadi berkat dan kekuatan bagi setiap pendengarnya sebab memang “…lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan” (Ams. 15:2) dan “…mendatangkan kesembuhan” (Ams. 12:18).

Kebenaran ini sekaligus menunjukkan seberapa banyak perkataan kita boleh menjadi berkat bagi orang dengan membawa mereka pada sumber Air kehidupan itu, sejauh itulah kualitas kita sebagai murid Tuhan. Perkataan yang sembrono, asal diucapkan lebih-lebih ujaran-ujaran jahat yang menyakiti dan merendahkan orang apalagi sampai menghancurkan orang lain dengan fitnah dan tuduhan yang keji menyingkapkan secara tidak langsung dari siapa dan apakah yang telah mendidik jiwa kita sebenarnya selama ini.

5. LIDAH YANG MENDATANGKAN BERKAT, YANG MENJADI PENYAMPAI SUARA TUHAN DAN YANG PENUH HIKMAT TIDAK MUNGKIN KITA MILIKI JIKA KITA SEBELUMNYA TIDAK PERNAH MENJADI MURID SEJATI KRISTUS

“TUHAN ALLAH telah mengaruniakan kepadaku lidah seorang murid (seorang yang telah belajar dan diajari)… “ (Yes. 50:4)

Bagian terakhir yang tak boleh diremehkan sebagai pelajaran bagi kita ialah bahwa sebelum kita benar-benar menjadi seorang murid, hidup sebagai murid, bertumbuh dalam pengenalan dan pengenalan akan Tuhan serta jalan-jalan-Nya, MUSTAHIL kita memiliki suatu lidah yang menyalurkan berkat Tuhan. Perkataan kita tidak akan pernah berasal dari hati dan pikiran Tuhan. Semuanya akan lagi-lagi bersumber dari pikiran dan hati kita sendiri. Yang dibesarkan dan dididik oleh hikmat duniawi dan melakukan segala sesuatu dengan kekuatan manusiawi.

Akhir zaman disebut sebagai hari-hari yang jahat (2 Tim. 3:1). Salah satu alasan utamanya ialah manusia semakin bebas berbuat jahat. Mereka semakin berani bersikap sombong dan angkuh. Dan banyak yang bersikap demikian karena memiliki sarana-sarana untuk melakukan dan memamerkan kecongkakan mereka. Media sosial ialah salah satunya. Melalui media sosial yang mengaktualisasi kepribadian orang, semua orang merasa berhak unjuk diri. Yang mempunyai kelebihan fisik dan rupa, yang dahulu bersikap biasa dan paling-paling hanya menyimpan pujian-pujian dari sekitarnya dalam hati, kini melalui media sosial mereka bisa menjadi pusat perhatian sedunia. Yang pendiam dan biasa merenung sendiri tanpa berani berkata-kata atau berkomentar dalam suatu pembicaraan, di masa kini oleh karena merasa tak diketahui identitasnya, menjadi berani mengeluarkan pikiran dan perasaannya secara bebas. Mereka membully, menghina, mencaci maki, merendahkan bahkan menyebarkan fitnah yang lahir dari kebencian-kebencian yang bercokol di hati mereka. Bahkan mereka bangga disebut sebagai “haters” dan merasa hebat disebut sebagai “hoaxers”. Media sosial, dengan segala keuntungan dan manfaatnya, kembali menjadi sarana yang digunakan bagi keburukan dan kejahatan oleh karena sifat manusia yang telah rusak.

Melalui media sosial, orang tanpa sadar semakin digiring untuk menjadi para komentator, pengamat, penilai dan hakim atas orang lain. Ini ekses atau dampak yang tidak dapat dihindari. Beberapa orang  berhenti menggunakan media sosial saat merasa lebih banyak dampak buruk yang mereka rasakan telah meracuni jiwa mereka. Meski demikian, bukan berarti kita harus anti terhadap kemajuan teknologi yang sebenarnya memberikan manfaat yang tidak sedikit ini.

Agar terhindar dari jebakan kuasa gelap ini, maka kita semestinya menggunakan MEDIA SOSIAL SEBAGAI TEMPAT BELAJAR DAN BERBAGI BERKAT ROHANI. Dimana satu sama lain dapat berbagi dengan banyak saudara yang lain akan apa yang Tuhan taruh di hati mereka sebagai murid-murid Tuhan. Jika kita semua murid sejati Kristus, kita akan sama-sama belajar dari sesama saudara dalam iman.

Kesalahan terbesar orang-orang Kristen hari ini dalam pergaulan dunia maya ialah dengan menggunakannya sebagai sarana memamerkan kepandaian mereka atau lebih buruk menyampaikan pendapat mereka SEBELUM BENAR-BENAR PERNAH MENJADI ORANG YANG BELAJAR. Saat ini terjadi begitu masif, maka tidak mengherankan apabila kini terjadi kekacauan informasi dan provokasi yang hampir tanpa batas oleh karena orang-orang yang tidak pernah benar-benar belajar akan perkara-perkara yang benar apalagi yang berasal dari Tuhan saling mengomentari, saling berargumen, saling menyerang bahkan saling menghujat satu sama lain. Dari kualitas dan isi perkataan merekalah, kita tahu siapa murid Tuhan sejati dan yang bukan. Dari apa yang disampaikan lambat laun kita mengenal roh apa yang sedang bekerja dan membuat setiap orang mengeluarkan berbagai ucapan yang disampaikan di media-media sosial itu. Pastinya, seorang murid sejati akan memiliki lidah yang menjadi berkat bagi banyak orang. Tidak melemahkan atau menghancurkan orang lain melalui kata-kata kasar, kotor, tuduhan atau fitnah tapi membangun dan menyembuhkan jiwa-jiwa yang lain melalui hikmat yang Tuhan berikan padanya.

Lebih dari itu, melalui pesan mengenai pemuridan ini, seharusnya kita menyadari dengan benar bahwa tidak akan ada orang berhikmat, yang lidah bibirnya mengucapkan perkataan-perkataan yang mendatangkan berkat dan penuh hikmat SEBELUM IA MERENDAHKAN DIRI DAN MENJALANI PROSES SEORANG MURID. Seseorang bisa saja merasa dirinya seorang yang ahli, berpengalaman, tahu banyak akan bidangnya bahkan telah menjadi guru, dosen, pendidik atau profesor sekalipun AKAN TETAPI hikmat Tuhan pertama-tama akan diberikan kepada orang-orang yang mau merendahkan diri dan cukup rendah hati menjadi seorang murid lebih dahulu. Sungguh, “Hikmat ada pada orang yang rendah hati” (Ams. 11:2), dan orang yang rendah hati ialah yang akan menjadi murid sejati Tuhan.

Mereka yang tidak menjadi murid dan berhenti menjadi murid Tuhan, tidak akan mampu menyampaikan pikiran, pendapat dan pandangan yang tepat sesuai pikiran dan hati Tuhan. Begitu pula yang sekedar menjadi murid manusia yang lain. Mereka hanya akan menyuarakan ajaran panutan atau guru (manusia) mereka itu. Hanya mereka yang berjalan bersama Tuhan dan mengikut Dia serta belajar dari-Nya akan mendapatkan hikmat sejati, yang perkataannya menjadi berkat dan membawa orang lain pada perjumpaan dan pengenalan akan Tuhan.

Lalu, bagaimana kita tahu bahwa kita sekarang masih dan memang seorang murid Tuhan?

Untuk menjawab ini, kita harus jujur pada diri dan kepada Tuhan. Kita harus memeriksa hati kita apakah kita masih mengikuti sekolah-Nya setiap hari atau tidak. Mulailah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sejujur-jujurnya.

  • Apakah kita memberikan telinga untuk mencari Dia dan belajar dari-Nya melalui apapun di sekitar kita?
  • Adakah kita lebih cepat meragukan dan mempertanyakan sebuah informasi, pesan atau ajaran rohani ketimbang mencari tahu, menguji dan menyelidiki lebih lanjut apakah benar demikian?
  • Apakah kita lebih cenderung membantah dan berpandangan sendiri saat menerima masukan, nasihat atau bahkan teguran di hati kita terkait pendirian kita yang mungkin salah selama ini?
  • Apakah kita sering bersikap keras hati ataukah bersikap aktif memeriksa dan mengoreksi diri melalui perenungan yang mendalam?
  • Juga apakah kita lebih banyak melakukan introspeksi diri atau justru sepanjang hari lebih sering menilai dan mengoreksi orang?
  • Adakah kita bertanya dan mencari tahu lebih lanjut melalui penyelidikan firman atau berdiskusi dengan sesama rekan kita apabila terasa ada sesuatu yang belum jelas dalam hal-hal rohani atau lebih condong merasa tidak ada masalah dengan kerohanian kita?
  • Termasuk, bagaimana kita dalam menilai diri kita sebagai orang yang merasa lebih tahu, lebih kaya, lebih tua, lebih berpengalaman dan memiliki jabatan atau posisi rohani atau status sosial yang tinggi di masyarakat?
  • Apabila kita mengukur semua itu sebagai dasar untuk kita tidak mendengarkan yang lain dan belajar dari Tuhan, sesungguhnyalah kita bukan murid sejati-Nya.

Pertanyaan-pertanyaan di atas harus dijawab dengan jujur sebelum kita mendapatkan jawaban yang benar apakah kita masih terbilang sebagai murid Yesus atau bukan. Dari sana semestinya kita tahu, sejauh mana kita bisa mengukur diri jika kita bermaksud menasihati atau mengajar orang lain. Guru-guru sejati yang dipanggil Tuhan tidak lain sebelumnya adalah murid-murid sejati. Hanya mereka yang telah belajar dengan benar akan dapat mengajarkan kebenaran Tuhan dengan benar, tepat sesuai hati-Nya. Mereka yang tak pernah menjadi murid sejati, sebaliknya, akan menjadi guru-guru yang sesat dan berbahaya karena mereka mengajarkan pendapat dan pikiran mereka sendiri, bukan yang dari Tuhan. Mereka akan seperti yang dikatakan rasul Yudas mengenai guru-guru palsu:

“Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.
Akan tetapi mereka menghujat segala sesuatu yang tidak mereka ketahui dan justru apa yang mereka ketahui dengan nalurinya seperti binatang yang tidak berakal, itulah yang mengakibatkan kebinasaan mereka.
Celakalah mereka, karena mereka mengikuti jalan yang ditempuh Kain dan karena mereka, oleh sebab upah, menceburkan diri ke dalam kesesatan Bileam, dan mereka binasa karena kedurhakaan seperti Korah.
Mereka inilah noda dalam perjamuan kasihmu, di mana mereka tidak malu-malu melahap dan hanya mementingkan dirinya sendiri; mereka bagaikan awan yang tak berair, yang berlalu ditiup angin; mereka bagaikan pohon-pohon yang dalam musim gugur tidak menghasilkan buah, pohon-pohon yang terbantun dengan akar-akarnya dan yang mati sama sekali.
Mereka bagaikan ombak laut yang ganas, yang membuihkan keaiban mereka sendiri; mereka bagaikan bintang-bintang yang baginya telah tersedia tempat di dunia kekelaman untuk selama-lamanya.
Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan.” (Yudas 4,10-13,16)

Ayat 11 menyimpulkan siapa guru-guru yang bukan dari Tuhan ini: mereka mengikuti jalan Kain, menceburkan diri dalam kesesatan Bileam dan durhaka hingga binasa seperti Korah. Persamaan dari ketiganya telah jelas. Mereka semua bukan murid-murid Tuhan. Mereka tidak pernah mau belajar jalan-jalan Tuhan tapi menempuh jalan mereka sendiri hingga berbuat durhaka melawan kehendak dan jalan-jalan Tuhan itu sendiri.




PENUTUP : DICARI MURID SEJATI


Lee Camp dalam bukunya, Pemuridan Yang Murni: Kekristenan Radikal di Dunia Yang Memberontak, mengatakan: “Yesus dari Nazaret selalu meminta murid-murid-Nya untuk mengikut Dia -bukan sekedar “menerima Dia”, bukan hanya “percaya pada Dia”, bukan semata “menyembah Dia” tetapi untuk mengikut Dia: orang harus mengikut Dia atau tidak mengikut Dia. Tidak ada pengkotak-kotakan iman; tiada wilayah, tidak ada tempat, tiada bisnis, tada politik dimana ketuhanan Kristus dikecualikan. Kita harus menjadikan Dia Tuhan atas segala tuhan, atau kita menolaknya sebagai Tuhan dari apapun.”

Dan memang demikian adanya, jika kita mengaku sebagai pengikut-Nya dan murid-Nya, kita sudah seharusnya mempraktekkan prinsip dan ketetapan-Nya dalam setiap bidang kehidupan. Tanpa terkecuali. Dalam hal penyerahan hidup kita untuk mengasihi Tuhan dan mengamalkan ajaran-Nyalah kita akan DIKENAL SEBAGAI MURID KRISTUS YANG SESUNGGUHNYA.

Selagi banyak yang berpikir bahwa “cukup percaya saja” sebagai orang Kristen, saya ingin menyampaikan bahwa menjadi Kristen,  – dimana bahkan istilah Kristen itu itu sendiri- adalah bermakna mengikut Kristus. Sebelum kita benar-benar menjadi murid-murid Yesus, sesungguhnya kita belum sampai kepada iman sejati, yang menyelamatkan. Iman sejati ialah iman yang hidup, yang nyata dalam perbuatan-perbuatan kita. Dan perbuatan-perbuatan itu ialah HIDUP SEBAGAI MURID-MURID-NYA: hidup dalam penundukan diri di hadapan-Nya, tiap-tiap hari taat dan menjadi pelaku hukum-hukum Kerajaan Allah, menolak kompromi dan mendalami perkara-perkara dunia namun mencari dan memikirkan perkara-perkara yang di atas, bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan jalan-jalan-Nya sampai  kehendak dan rencana-Nya makin terang dalam hidup kita. Dan dengan demikian kita tidak menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan tetapi mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar (Fil. 2:12).

Jika Anda telah menerima kasih karunia Tuhan melalui iman dan percaya bahwa Dia adalah Juruselamat dan Tuhan bagi kehidupan Anda, Ia menyediakan KASIH KARUNIA YANG LEBIH BESAR LAGI BAGI ANDA hari ini. Ia memanggil Anda menjadi murid-Nya, mengikut Dia menempuh jalan terbaik yang telah disiapkan-Nya bagi Anda. Menolak pangglan ini akan menjadi kerugian besar bagi Anda dan mendukakan hati-Nya yang sangat mengasihi Anda. Hidup Anda terancam kembali terhilang atau sesat jalan ditelan kehampaan yang besar karena hidup tanpa makna.
Sebaliknya, menerima panggilan ini akan membawa sukacita di hati Tuhan dan Ia akan melimpahkan yang terbaik bagi Anda sepanjang perjalanan hidup Anda di dunia yang sekarang hingga upah kekal bagi Anda di sorga nanti.

Ambillah waktu sejenak tanpa ada suara apapun yang lainnya selain suara hati Anda dan bisikan Roh Tuhan di hati Anda. Pikirkan kesempatan terbaik dalam hidup Anda ini. Untuk belajar dari Guru Terbaik yang pernah ada dan hidup dalam hidup terbaik yang bisa Anda jalani.

Tidakkah Anda mendengar suara-Nya memanggil, “Ikutlah Aku dan kamu akan  Kujadikan penjala manusia.”

Akankah Dia mendengar Anda berkata, “Mengikut Yesus keputusanku, ku tak akan menoleh ke belakang dan berbalik lagi pada dunia”?

SALAM REVIVAL!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.