Arsip Bulanan: Agustus 2017

BERMULA DARI API ITU

Oleh Peter
B, MA

Setelah Daud menetap di rumahnya, berkatalah
Ia kepada nabi Natan:
“Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras,
padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda.”
(1 Tawarikh 17:1).
“Sesungguhnya aku tidak akan masuk ke dalam kemah
kediamanku, tidak akan berbaring di ranjang petiduranku,
sesungguhnya aku tidak akan membiarkan mataku tidur
atau membiarkan kelopak mataku terlelap, sampai aku mendapat tempat untuk
TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub.” 

(Mazmur 132:3-5)
Hampir setiap
pekerjaan memerlukan suatu proses untuk sampai pada titik tujuan atau hasil
yang baik maupun yang terbaik. Suatu contoh sederhana adalah memasak air. Hal
itu adalah suatu proses. Air akan mendidih setelah dipanaskan beberapa saat
lamanya. Semula air itu dingin tetapi kemudian berubah  menjadi hangat, semakin panas dan semakin
panas dan akhirnya mendidih.
Yang perlu diketahui
adalah bahwa untuk dapat mencapai tingkat mendidihnya air itu, yang paling
diperlukan adalah pemanasan yang terus-menerus. Tidak adanya api, api kecil,
api yang sesekali diberikan pada akhirnya tidak akan membawa hasil apa-apa.
Itulah yang disebut sebagai Intensitas,
peningkatan yang terus menerus sampai pada titik puncaknya.
Apabila diamati,
proses pernyataan manifestasi hadirat Tuhan dalam bait Salomo pada saat
pentahbisannya, pada dasarnya merupakan hasil intensitas. Dimulai dengan sebuah
api kecil tetapi terus menyala. Api itu tetap menyala dan menjadi semakin
besar. Menjadi semakin besar di generasi berikutnya dan kemudian mencapai titik
didih: manifestasi lawatanNya di tengah-tengah umatNya. Revival pun terjadilah. Jadi, sesungguhnya TIDAK ADA KEBANGUNAN
ROHANI TANPA PROSES. Tidak ada kebangunan tanpa api. TIDAK ADA KEBANGUNAN DALAM
WAKTU SINGKAT. Tidak ada kebangunan tanpa harga. Tidak ada kebangunan yang
murahan.

Hati yang hancur dan merendahkan diri di hadapanNya,
yang di miliki oleh satu orang, merupakan suatu ‘api kecil’ itu. Hati yang
demikianlah yang kemudian menjadi ‘mendidih’, saat segenap Israel berseru
dengan kerinduan dan gairah yang tak terbendung, dalam penyembahan yang dalam
dan penuh hormat, dalam ucapan syukur yang tak terkatakan: “Sebab Tuhan baik,
bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya”.

Api kecil itu
dimulai dari Daud. Dari hati seorang penyembah yang sejati inilah, kerinduan
akan Tuhan dikobarkan. Memang hanya api yang kecil tetapi api itu tidak pernah
padam. Dengarlah kobaran api itu:
“Sesungguhnya ….
Aku tidak  akan
masuk ke dalam kemah kediamanku, tidak akan berbaring di ranjang petiduranku,…
Tidak akan membiarkan mataku tidur atau membiarkan
kelopak mataku terlelap,…
Sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk
Yang Mahakuat dari Yakub.”
Kerinduan Daud akan
Tuhan begitu kuat dan mendalam. Hasrat untuk menjalin persekutuan setiap saat
dan berkomunikasi secara dekat dengan Tuhannya tidak pernah surut sepanjang
hidupnya. Sejak muda, Daud telah mengenal dan bergaul karib dengan Tuhan.
Hatinya yang hancur dan menjerit akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya menarik
perhatian Tuhan. Bukankah Dia Allah yang berfirman: “Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan
kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.” (2 Tawarikh
16:9)
Mengenai Daud, tidak
ada perkataan Tuhan yang lebih tegas dan terbuka selain ini: “Aku telah
mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan
segala kehendak-Ku.” (Kisah Para Rasul 13:22)
Apa yang dikatakan
Allah bukanlah suatu hal yang main-main. Itu bukanlah sesuatu yang asal
diucapkan ataupun suatu kebohongan. Tuhan melihat suatu hati yang benar. Hati
yang rindu untuk memberikan yang terbaik bagi Dia. Kita telah tahu, bahwa iman
tanpa perbuatan adalah mati. Demikian juga dengan hati Daud. Hati yang
sedemikian akan jelas nampak dari perbuatan-perbuatannya. Mari kita lihat bahwa
Tuhan tidak salah memilih Daud.
Hal pertama yang
dipikirkan dan hendak dilakukan Daud setelah ia menjadi raja atas seluruh
Israel bukan untuk mendirikan istana yang megah, program menolong rakyat yang
miskin, menaklukkan kerajaan tetangga, maupun membuat peraturan-peraturan baru.
Program pertama Daud adalah membawa Tabut perjanjian Tuhan ke ibukota Israel
waktu itu yaitu Yerusalem (yang saya percaya juga telah di sediakannya sebagai
kota dimana Tuhan disembah dan dimuliakan atas seluruh Israel). Kerinduan Daud
tetap seperti sejak masa remajanya. Ia mendahulukan Tuhan di atas segalanya.
Kerinduannya itu membawa kepada program-program yang meletakkan Tuhan di tempat
yang pertama bahkan di atas segala-galanya. Dan memang api itu tidak berkurang
sedikitpun tetapi menjadi semakin membara.
Tabut Tuhan telah
dibawa ke Yerusalem, kini apa lagi? Hati Daud terus bertanya-tanya, “Adakah
perkara lain yang dapat kulakukan untuk 
menyenangkan Dia? Dengan cara apa lagi aku dapat memberikan kemuliaan
yang lebih lagi kepadaNya? Bukankah semua ini masih kurang? Mengapa
kelihatannya Tuhan masih belum menerima yang terbaik dariku? Ya, Tuhan harus
memperoleh yang lebih baik dari ini!” Saudara-saudaraku kekasih, inilah hati
yang diinginkan Tuhan. Tuhan mencari dalam diri kita hati yang seperti
demikian. Sebaliknya daripada hati yang selalu memikirkan apa yang dapat Tuhan
berikan kepada kita, Tuhan mencari hati yang terpesona dan terikat kepadaNya
sehingga dengan sukacita memberikan segala-galanya bagi Dia.
Dan inilah yang
keluar dari hati yang berkenan itu:
“Lihatlah,
aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada
di bawah tenda-tenda.”
Apa maksud hati Daud? Ia ingin
mendirikan suatu rumah atau tempat kediaman yang megah bagi Tuhannya. Ia telah
menemukan apa yang kurang itu: mengapa ia tinggal di istana sedangkan Allah
(digambarkan dengan Tabut Perjanjian) tinggal di bawah tenda. Tuhan layak
menerima yang lebih baik; bahkan yang terbaik.
Inilah api kecil
itu. Kedahsyatan kehadiran Tuhan dimulai
dari sebuah api yang kecil dari dalam hati sesorang bernama Daud
. Bagaimana
Revival terjadi? Itu tidak akan
terjadi sebelum ada api kecil itu di hati Anda dan saya. AMIN.

PENENTU KEBERHASILAN PEKERJAAN TUHAN BUKAN UANG ATAU HARTA DUNIAWI

Oleh: Peter B, MA

Benarkah pekerjaan Tuhan tidak mengalami kemajuan dan keberhasilan jika tidak ada dukungan dana dari mereka yang berharta? Mengingat sistem dunia yang menggunakan uang, tidak dipungkiri jika kita menggunakan uang sebagai sarana memperoleh kebutuhan-kebutuhan kita. Namun, memandang bahwa pekerjaan Tuhan bergantung pada kekuatan keuangan, sesungguhnya telah memungkiri fakta-fakta Alkitab dan sejarah kekristenan. Semua hamba Tuhan sejak Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, bahkan Yesus sendiri menunjukkan bahwa pekerjaan Tuhan tidak digantungkan pada sumber-sumber kekayaan maupun keberadaan orang-orang yang kaya raya yang menjadi penopang pekerjaan Tuhan. Kerajaan Allah dan pekerjaan-Nya di bumi digantungkan Tuhan pada kuasa-Nya YANG BEKERJA ATAS MEREKA YANG MAU MEMPERSEMBAHKAN HIDUPNYA UNTUK TUHAN, menjadi murid-murid dan hamba-hamba-Nya. Jika ada yang mau hidup demikian, maka Ia akan mencurahkan kuasa-Nya secara dahsyat dan ajaib untuk melaksanakan pekerjaan-Nya di bumi melalui mereka. 
Bukankah semua pelayanan memerlukan uang? Benar. 
Berarti bukankah sudah seharusnya kita menyediakan uang untuk pekerjaan Tuhan? Tidak selalu.
Mengapa? Sebab Tuhan ialah yang empunya pekerjaan dan DIA SENDIRI yang akan memastikan pekerjaan-Nya berlangsung oleh karena kekuatan kuasa-Nya, bukan bergantung pada sesuatu atau seseorang. Dan Tuhan selalu punya berbagai cara menyediakan kebutuhan pekerjaan-Nya. Entah secara natural (menggerakkan siapapun yang mau digerakkan-Nya menjadi saluran berkat bagi pekerjaan-Nya) atau secara supranatural (melalui cara-cara ajaib di luar pikiran dan nalar manusia). 
1) Pekerjaan Tuhan tidak bergantung pada manusia tapi pada kekuatan kuasa-Nya.
Dalam Matius 10:5-15, dituliskan dengan jelas bahwa Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil, melayani banyak orang secara rohani dan mengimpartasikan apa yang ada pada mereka yaitu kuasa Tuhan yang diberikan pada mereka.  Dalam melaksanakan pekerjaan itu, mereka hanya boleh bergantung pada Tuhan untuk keperluan hidup mereka sehari-hari. Tidak boleh bergantung pada persediaan mereka atau kemampuan diri mereka (tidak boleh membawa emas, perak, tembaga bahkan bekal, baju atau tongkat). Tuhan berjanji akan memelihara mereka melalui cara-Nya dan memberikan upah bagi mereka sebagai pekerja-pekerja yang diutus-Nya.
Yesus sendiri melepaskan seluruh pekerjaan-Nya selama belasan tahun sebagai tukang kayu pada saat Ia menyerahkan diri sepenuhnya menjadi hamba yang melayani (Matius 20:28). Oleh karena bergantung pada kuasa Tuhan inilah, setiap hamba Tuhan sejati tidak pernah takut melangkah lebih lanjut melaksanakan pekerjaan Tuhan yang diamanatkan pada mereka (Filipi 4:11-13; 2 Korintus 9:7,10,13)
2) Tuhan sendirilah yang mencukupi pekerjaan-Nya, bukan manusia atau apapun lainnya!
Jika untuk setiap anak-anak-Nya, Ia berjanji memelihara dan mencukupi mereka, betapa Ia akan mencukupi serta memelihara pekerjaan-Nya dan hamba-hamba-Nya yang hidup bagi Dia, yang mau menjadi saluran berkat-Nya. 
Dari kisah-kisah Alkitab, kita tahu bahwa dalam proses-Nya atas hamba-hamba-Nya, Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka. Lebih lagi dalam melaksanakan tugas dan panggilan mereka dalam Tuhan. Yusuf diproses untuk menjadi seorang pengurus yang ahli demi menyelamatkan bangsa-bangsa. Dalam prosesnya, Yusuf dipelihara Tuhan meskipun harus bekerja menjadi budak atau narapidana. Daud, dalam prosesnya menjadi buron kerajaan, namun Tuhan peliharakan selalu beserta ratusan pengikutnya dengan cara ajaib meskipun harus hidup dalam gua-gua. Dan daftar ini terus bertambah dengan catatan Musa dalam Taurat dimana Tuhan mencukupi kebutuhan satu bangsa melalui kepemimpinan Musa yang disertai banyak mujizat dan tanda-tanda ajaib. Begitupun Elia yang tetap kecukupan meskipun harus dipelihara Tuhan dengan cara yang sangat tidak lazim (1 Raja-raja 17:1-16).
Di Perjanjian Baru kita tahu, selama melayani di Korintus, Paulus menerima dukungan keuangan dari jemaat lain (2 Korintus 11:8-9) karena tidak menerima sokongan jemaat Korintus (oleh sebab adanya perpecahan di jemaat tersebut) sekaligus ia bekerja sebagai pembuat kemah untuk mencukupi dirinya (Kisah Para Rasul 18:3; 20:34). Dalam kondisi tidak biasa ini, Tuhan mencukupi Paulus dengan membuat kemahnya laku terjual, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pelayanannya sehari-hari. Yang tentunya tidak kalah mencengangkan ialah kisah panti asuhan George Muller di Bristol, Inggris yang kerap menerima pertolongan Tuhan secara ajaib dalam mencukupi kebutuhan ribuan anak-anak yatim piatu yang diasuhnya. 
Semuanya menunjukkan TUHAN SELALU PUNYA CARA UNTUK MENJALANKAN PEKERJAAN-NYA DAN MEMELIHARA HIDUP HAMBA-HAMBA SEJATI-NYA
3) Tuhan bekerja melalui manusia untuk memberkati hamba-hamba-Nya maupun kebutuhan pekerjaan-Nya, namun jika tidak ada manusia yang mau dipakai-Nya untuk menjadi saluran berkat-Nya, Ia dapat memakai apa saja dan siapa saja untuk memelihara hamba-hamba-Nya dan melangsungkan pekerjaan-Nya. Sekali lagi, Tuhan selalu mempunyai cara memelihara hamba-hamba-Nya dan menjalankan pekerjaan-Nya di bumi.
Ia dapat memakai angin untuk mendatangkan burung puyuh atau roti yang turun dari sorga seperti manna untuk makan dan minum umat-Nya (Bilangan 11:31; Keluaran 16:1-31). Gunung-gunung batu pun dipecahkan-Nya supaya umat-Nya tiada kehausan (Keluaran 17:6). Secara ajaib tiang awan dan tiang api menjaga dan melindungi mereka sepanjang hari (Keluaran 13:21-22). Begitupun burung gagak, janda miskin atau bendahara istana (1 Raja-raja 17:1-16; 18:3,4,13) — semuanya di luar pikiran manusia dapat Tuhan pakai untuk mendatangkan pemeliharan-Nya atas hamba-hamba-Nya maupun melaksanakan rencana-Nya di muka bumi. 
Pada sisi lain, mereka yang dipercayakan harta kekayaan namun tidak menggunakannya sesuai kepentingan dan kehendak Tuhan, akan menerima hajaran dan diminta pertanggungjawaban pada penghakiman terakhir (Matius  10:14-15; 1 Samuel 25:37-38; Obaja 1:1-14; Matius 25:44-46)
4) Meneliti kitab Kisah Para Rasul, kita tahu bahwa pekerjaan Tuhan ditanggung oleh SEMUA MURID-MURID YANG RELA BERBAGI HARTANYA SATU SAMA LAIN UNTUK KELANGSUNGAN PEKERJAAN TUHAN (Kisah 2:44-45), terlepas mereka memiliki banyak harta maupun tidak, terlepas mereka tergolong sebagai orang kaya maupun tidak. Dalam beberapa kasus, justru ada orang-orang kaya yang malah melepaskan seluruh hartanya untuk kemudian melayani secara penuh waktu seperti Barnabas (Kisah Para Rasul 4:36-37; 13:1-3).
Dengan apa yang ada, para rasul (dan jemaat mula-mula) terus bergerak dengan berani membawa gereja pada pertumbuhannya sesuai rencana Tuhan dengan mengikuti pimpinan Roh Kudus dalam pemeliharaan Tuhan (Kisah Para Rasul 4:29-31). Sesungguhnya bukan persembahan materilah yang Tuhan cari melainkan hati dan hidup yang dipersembahkan bagi kemuliaan-Nya dengan mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan di ladang-Nya (Roma 12:1; Lukas 10:2; Kisah Para Rasul 8:20-23; 2 Korintus 12:14).
5) Berkali-kali juga disampaikan oleh rasul Paulus bahwa ketika kita memberikan harta kita bagi pekerjaan Tuhan, sesungguhnya kita tidak sedang “membantu” Tuhan namun memperbesar kasih karunia Tuhan bagi hidup kita sendiri dan sesama kita lainnya. Tuhan tidak perlu bantuan kita sebab Dia mahakuasa. Namun Ia berkenan memakai kita supaya kita berkesempatan menyatakan kasih kepada-Nya dan kepada sesama kita, baik yang seiman maupun yang belum percaya. Pemberian-pemberian kita merupakan suatu praktek nyata bahwa kita hidup di dalam kasih, meneladani diri-Nya yang murah hati dan suka memberi, yang membangkitkan lebih banyak lagi buah-buah jasmani maupun rohani oleh sebab Ia berkenan pada semuanya itu. Dengan demikian, kita dan banyak orang jualah yang akhirnya beroleh keuntungan berlipat ganda (Mazmur 41:2-4; Amsal 19:17; Kisah Para Rasul 20:35; Filipi 4:17; 2 Korintus 8:13-15; 2 Korintus 9:6-12)
6) Jadi, berbahagialah dan bersyukurlah apabila Tuhan hendak memakai kita memberkati hamba-hamba-Nya maupun turut mengambil bagian dalam kelangsungan pekerjaan Tuhan melalui persembahan harta kita. Sungguh kemurahan Tuhan jika Ia berkenan menjadikan kita alat kemuliaan-Nya (1 Tawarikh 29:2-9; 2 Korintus 8:2-8; 3 Yohanes 1:5-8; Keluaran 35:4-29; 36:3-7)
Tetapi, janganlah berpikir bahwa pekerjaan Tuhan tidak akan berhasil tanpa sumbangan dan dukungan harta kita sebagaimana yang banyak dijadikan alasan beberapa orang untuk memburu materi lebih banyak lagi. Melainkan kepada setiap mereka yang dipercayakan Tuhan kelimpahan harta semestinya berpikir bahwa merekalah yang tidak akan berhasil di hidup sekarang maupun yang akan datang apabila Tuhan tidak berkenan pada mereka oleh sebab mereka tidak menggunakan apa yang dipercayakan pada mereka untuk kemuliaan Tuhan.
Kesimpulan: 
Apakah Yesus memerlukan minyak narwastu yang dicurahkan di kaki-Nya sebelum hari kematian-Nya? 
Adakah Dia memerlukan persembahan harta dari para wanita yang mengiring-Nya (Lukas 8:3) selama Ia melayani di dunia -padahal lima ribu orang diberi-Nya makan dan masih ada kelebihan 12 bakul? 
Perlukah jasad Yesus yang diturunkan dari salib dibaluri dengan mur dari Nikodemus seberat 50 kati? 
Pernahkah Yesus berkata supaya Ia dikuburkan di makam orang kaya, Yusuf Arimatea? 
Tentu saja jawabannya dari semua itu adalah “tidak”. Yesus tidak memerlukan dan menuntut persembahan harta kita. Namun berbahagialah setiap orang yang memiliki harta namun bersedia dengan penuh gairah melayani Tuhan dengan hartanya. Tuhan akan mengingat, mencatat bahkan membalas semuanya berkali-kali lipat entah di dunia yang sekarang maupun yang akan datang. 
Adakah orang itu Anda? 
Salam revival! 
Tuhan Yesus memberkati.

TANGGAPAN MENGENAI BERBAGAI PERTANYAAN TENTANG ORANG KAYA, KEKAYAAN DAN MENANGANI HARTA YANG BERSIFAT MATERI

Oleh : Peter B

1) Secara apa adanya memang orang kaya sukar masuk sorga karena kekayaan dan gaya hidupnya menghambat dan menghalanginya (Yakobus 5:1-6). Kehidupan orang kaya yang dikisahkan Yesus bersama pengemis Lazarus dalam Lukas 16:19-31 menunjukkan bagaimana si kaya sama sekali tidak memiliki waktu maupun kepedulian terhadap sekitarnya. Jika kepedulian sosial saja luput dari perhatiannya, hampir pasti kepedulian rohani yang lebih rumit dan mendalam pun tak terpikirkan olehnya. 
Juga hati orang berharta sudah pasti tertuju pada hartanya sebab Yesus mengatakan kebenaran ketika Ia berkata “Dimana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Matius 6:21).
Belum lagi, oleh karena hartanya, orang-orang kaya menjadi sombong dan tak percaya pada Tuhan karena lebih percaya pada harta bedanya (Mazmur 49:7; Yeremia 9:23)


2) Bagi yang padanya dipercayakan limpah kekayaan materi oleh Tuhan, ikutilah teladan Abraham-Ishak-Yakub,  Ayub dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya yang meski berlimpah materi tapi hatinya hanya tertuju pada Tuhan, pekerjaan Tuhan, rencana Tuhan dan kemuliaan Tuhan.
Jangan seperti Nabal yang akhirnya dipukul Tuhan sampai mati oleh sebab keangkuhan dan kebodohannya yang menolak Daud, seorang yang berkenan di hati Tuhan, yang sedang dalam kesusahannya (1 Samuel 25:2-11)


3) Tidak semua pada kita dipercayakan harta yang besar oleh Tuhan. Khususnya orang-orang Lewi/hamba-hamba Tuhan sepenuh waktu yang hidupnya mengabdi pada Tuhan (meskipun bisa jadi jika dihitung secara total keseluruhan mungkin lebih banyak harta jasmani maupun rohani yang mereka bagikan daripada orang percaya/umat Tuhan lainnya seperti yang terbukti dalam kehidupan John Wesley). Ada pula anak-anak Tuhan yang lain yang memang kepada mereka tidak dipercayakan harta yang banyak oleh sebab tiap orang memiliki ukuran kemampuan dan karunia yang berbeda-beda sesuai kehendak Tuhan sendiri. 
Memaksakan diri untuk memiliki kekayaan yang besar tanpa memiliki kemampuan menanggungnya dapat membuat hati kita berbalik selama-lamanya dari Tuhan. 


4) Bagi yang belum atau tidak memperoleh kekayaan yang banyak, jangan menginginkan dan mengusahakan diri menjadi kaya secara materi apalagi dengan segala cara dan segenap susah payah sebab pengejaran kekayaan merupakan tipu daya yang digunakan kuasa gelap mengalihkan manusia dari pencarian dan pengejaran akan Tuhan (Matius 13:22; Markus 4:19; Amsal 28:20; Pengkhotbah 6:1-2; 1 Timotius 6:9).


5) Kekayaan merupakan suatu beban yang besar lagi berat atas manusia sehingga diperlukan kuasa atau kemampuan khusus untuk memperoleh kekayaan dimana Tuhan saja yang mampu memberikannya pada kita (Ulangan 8:18). Itulah sebabnya, sebaiknya kita tidak fokus pada perburuan materi namun pada proses yang menjadikan kita kuat dan mampu jika saatnya Tuhan mempercayakan kekayaan yang besar bagi kita. 


6) Bagi kita semua, Tuhan memberikan petunjuk supaya berhikmat dengan bersikap seperti Agur bin Yake yang hanya meminta bagian kekayaan yang menjadi hak kita selama di bumi. Tidak ingin miskin maupun kaya tapi sekehendak Tuhan saja (Amsal 30:7-9)
Kita dipanggil Tuhan bukan hidup demi mengumpulkan kekayaan sebab kekayaan diberikan sesuai kemudahan kehendak-Nya. Bagi kita, anak-anak Tuhan, jauh lebih baik memegang prinsip dan menghayati apa yang disampaikan Rasul Paulus dalam 1 Timotius 6:8 “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah” dan “belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (Filipi 4:11b). Yang bukan berarti pasrah menerima nasib namun memandang kehidupan sebagai kesempatan melayani Tuhan dan mengejar perkara-perkara kekal (bahkan harta kekal) ketimbang menyibukkan diri mengumpulkan kekayaan duniawi yang dapat hilang dan lenyap. 


7) Bagi yang benar-benar padanya Tuhan percayakan kekayaan yang besar, sadarilah Tuhan mempercayakan suatu karunia yang luar biasa beserta tanggung jawab atasnya, sebab jika tidak, hati kita akan segera terpikat, terikat dan terjerat kekayaan itu (1 Timotius 6:9b)


8) Kekayaan yang Tuhan percayakan — seberapapun itu, kecil maupun besar di mata manusia- kelak pasti akan dimintai dipertanggungjawaban di hadapan Tuhan (Yakobus 5:3; Matius 25:14-46) 


9) Kekayaan, sama seperti karunia Tuhan yang lainnya patut kita jaga dan kelola dengan semestinya. Tidak seharusnya kita menyia-nyiakan maupun memboroskannya. Lebih lanjut sudah seharusnya kita mengembangkannya bagi kemuliaan nama Tuhan. Itu sebabnya kita wajib mengetahui bagaimana menangani keuangan sesuai dengan cara Tuhan. Menabur, menabung dan menginvestasikannya merupakan cara-cara yang baik untuk mengelola kekayaan dengan cara yang benar dan tidak melanggar prinsip-prinsip kebenaran yaitu melalui cara-cara curang (2 Korintus 9:6-12; Mazmur 126:5-6; Kejadian 41:35; Amsal 6:6-8; 30:25)


10) Mempersembahkan kekayaan merupakan suatu cara menyembah dan memuliakan Tuhan. Bukan sebaliknya, menyembah Tuhan demi memperoleh kekayaan (Lukas 8:3; Kisah Para Rasul 4:34-37; 2 Korintus 8:1-5)


11) Setiap anak Tuhan yang kepadanya dipercayakan kekayaan yang besar sudah seharusnya mengetahui bahwa Tuhan hendak bekerja melalui kekayaan mereka itu untuk memuliakan Tuhan.
Jika yang tidak banyak harta diperintahkan Tuhan memuliakan Tuhan dengan harta mereka, terlebih lagi yang berharta banyak (Amsal 3:9-10; Maleakhi 3:10; Keluaran 22:29; 23:19; 35:20-29; Ulangan 26:2-15) yang melaluinya Tuhan akan mencurahkan berkat-Nya terus menerus sehingga tidak akan ada kekurangan di antara umat-Nya


12) Kekayaan adalah anugerah Tuhan yang dipercayakan kepada umat-Nya demi tujuan supaya umat-Nya menjadi saksi-Nya melalui kemurahan hati mereka (Matius 5:7; Mazmur 37:25-26). Menurut pola itulah setiap kekayaan kita semestinya dipergunakan. Yaitu bukan demi kepentingan-kepentingan pribadi atau keluarga, untuk hidup secara nyaman dan mapan di dunia tetapi supaya melaluinya nama Tuhan ditinggikan dan dipermuliakan (Ulangan 7:6,12-15; Imamat 26:1-13; Ulangan 28:1-14)


13) Kebutuhan materi pekerjaan Tuhan ditanggung bersama seluruh umat Tuhan termasuk kebutuhan hidup mereka yang dipanggil secara penuh waktu melayani Tuhan (seperti kaum Lewi), yang tidak menggunakan sumber-sumber daya yang ada padanya untuk mencari penghidupan sehari-hari (1 Korintus 9:4,7-11,13-14; 2 Korintus 11:8-9; Filipi 4:15-18; 1 Timotius 5:17-18; Galatia 6:6). Termasuk di dalamnya ialah pelayanan diakonia maupun beban saudara-saudara seiman yang sedang mengalami kekurangan (2 Korintus 8; Kisah Para Rasul 11:28-30; 1 Timotius 5:3-16). Apabila jemaat tidak melakukan kewajiban ini, mereka akan mempertanggungjawabkannya kelak di hadapan Tuhan. Apabila kepada sesama kita yang membutuhkan mekipun tidak seiman, kita wajib memberikan bantuan dan pertolongan (Lukas 10:25-37; Titus  3:8; Ibrani 13:16) , betapa lebih lagi kita memberikan dukungan dan bersama menanggung beban saudara-saudara di dalam Tuhan (Galatia  6:10; Ibrani 6:10; 1 Yohanes 3:17)


14) Mengenai Yabes yang memohon kelimpahan materi, sesungguhnya berbicara mengenai kuasa doa dan penyerahan diri pada Tuhan yang menjadi suatu pembalikan keadaan atas hidup seseorang dimana sesuai janji Tuhan dalam taurat bahwa jika seseorang hidup berkenan di hadapan Tuhan maka Tuhan akan memberkatinya berlimpah-limpah.  Perlu disadari bahwa kisah Yabes bukan merupakan cara yang dapat ditiru untuk meraih kekayaan-kekayaan jasmani dari Tuhan. Kisah Yabes merupakan suatu kesaksian yang lain bagi para pembaca riwayat leluhur-leluhur Israel bahwa TUHAN adalah Allah yang mematahkan kutuk dan mengadakan pemulihan atas hidup manusia. 

15) Bapa-bapa iman seperti Abraham-Ishak-Yakub bukan secara kebetulan merupakan orang-orang yang kaya.  TUHAN menampilkan orang-orang kaya sebagai yang pertama dalam iman supaya semua menjadi tahu bahwa mereka yang menaruh iman pada Tuhan tidak menggantungkan diri pada kenyataannya di dunia tapi rela melepaskan segala ketergantungan dan kepemilikan atas hartanya sekalipun mereka kaya raya. Bukti terkuat mengenai hal ini ialah kesediaan mereka Tinggal di dalam kemah, di negeri yang asing demi mempercayai janji Tuhan untuk memberikan suatu Tanah Perjanjian bagi anak cucu mereka bahkan lebih dari itu. Rela menjadi orang asing dan pendatang sebagai suatu lambang bahwa mereka menantikan suatu tanah air yang lebih baik yaitu tanah air sorgawi (Ibrani 11:13-16)

16) Menjadi kaya secara materi itu baik, namun terlebih baik kaya dalam kebajikan dan kaya harta sorgawi yaitu kaya dalam pandangan Tuhan (Matius 6:19-24; 1 Korintus 1:5; 2 Korintus 8:7; 9:8,11; 1 Timotius 6:17-19; Yakobus 2:5). Oleh sebab itu, dalam hal kekayaan rohanilah kita sebenarnya harus mengusahakannya dengan segenap hati serta keberadaan kita sebab jika banyak harta kita di sorga maka hati kita akan tertuju dan teramat rindu untuk berada di sana sebagaimana perkataan Yesus dalam Matius 6:20-21.

Kiranya setiap orang yang mengikuti panduan ini beroleh kasih karunia untuk berjalan seumur hidup di dalam kehendak Tuhan, dicukupi dan diberkati selalu penghidupannya, menjadi alat kemuliaan Tuhan di dunia sampai ia beroleh mahkota abadi di sorga. 

Salam revival! 
Tuhan Yesus memberkati

GIVING MY BEST

Disampaikan
oleh Peter B, MA


 “Dan dari Tibhat dan dari Kun, yaitu kota-kotanya
Hadadezer, Daud mengangkut amat banyak tembaga; dari padanya Salomo membuat
“laut” tembaga, tiang-tiang dan perlengkapan tembaga.
Juga barang-barang ini dikhususkan raja Daud bagi
TUHAN, bersama-sama perak dan emas yang diangkutnya dari segala bangsa, yakni
dari orang Edom, dari orang Moab, dari bani Amon, dari orang Filistin dan dari
orang Amalek.”
(1 Tawarikh 18:8-11)
Kebakaran besar yang
terjadi baik itu kebakaran hutan yang besar maupun gedung bertingkat yang megah
hampir tidak pernah disebabkan oleh api yang begitu besar. Setiap kebakaran
yang besar dan kemudian meluas, banyak kali disebabkan oleh api yang kecil. Itu
bisa berupa api dari korek api, percikan api dari konsleting, ataupun sekedar
bara api di antara kayu-kayu kering di tengah hutan.
Demikian pula dengan
kehadiran Tuhan. Tuhan, yang seringkali digambarkan sebagai ‘api yang
menghanguskan’ (Ibrani 12:29) memanifestasikan diriNya dalam bait Salomo,
sesungguhnya juga disebabkan adanya api kecil itu. Itulah api yang ada di hati
Daud. Dalam hati Daud sesungguhnya ada hasrat yang membara akan Tuhan. Suatu
kerinduan yang dalam untuk melihat kemuliaanNya dan merasakan kehadiratNya.
Inilah penyebab semuanya itu. Itulah pemicu kebangunan rohani.
Hari ini kita akan
belajar betapa Daud tidak hanya memiliki kerinduan dan keinginan semu yang
kosong tetapi ia mengambil tindakan iman dalam kerinduannya itu. Sebagian besar
orang Kristen hanya bermulut manis dan pandai membuat janji aja. Mereka hanya
merupakan pendengar tetapi bukan pelaku firman. Merekalah orang-orang yang
dikatakan oleh Yesus sebagai: “…orang yang memuliakan aku dengan bibirnya,
padahal hatinya jauh daripadaku” (Matius 15:8).
Daud bukanlah orang
yang demikian. Ia tahu bahwa mimpi dan kerinduan tidak akan bisa menjadi
kenyataan tanpa suatu harga yang harus dibayar. Ia tahu bahwa iman tanpa
perbuatan pada hakekatnya mati. Ia tahu benar bahwa jika seseorang merindukan Tuhan,
ia harus mencari Dia dengan segenap hati. Kerinduan,
sama dengan iman, hanya dapat diketahui dan nyata di hadapan banyak orang lewat
karya dan perbuatan. Kasih sejati adalah kasih yang dilakukan, bukan hanya
diucapkan. Sesungguhnya dari manakah kita tahu bahwa hati Daud sungguh-sungguh
merindukan Tuhan di atas segalanya? Ya, benar. Tidak lain dari apa yang
dilakukannya dalam hidupnya. Kerinduan tidak hanya kata-kata yang keluar dari
mulut saja tetapi baru dapat menjadi bukti nyata lewat perbuatan yang selaras
dengan itu.
Bermula dari
kerinduan Daud untuk mendirikan suatu ‘tempat kediaman’ yang megah bagi Tuhan,
maka episode selanjutnya justru seharusnya melemahkan iman Daud. Mengapa?
Karena Tuhan tidak menyetujui usulan dan ide luar biasa dari Daud. Seorang nabi
Tuhan yang mendampingi Daud mungkin aja begitu terpesona oleh rencana Daud
sehingga kemudian dengan tanpa pertimbangan lebih lama lagi, ia mendukung
sepenuhnya usul Daud tersebut (2 Samuel 7:3). Tetapi Tuhan tidak pernah
membiarkan sesuatu yang penting terjadi begitu saja tanpa Ia memberitahukan
maksud hati-Nya kepada nabi-nabi-Nya. Apabila Ia berbicara, Ia pasti berbicara
lewat nabi-nabiNya (Amos 3:7). Oleh karena itu, malam itu juga Tuhan berfirman
kepada Natan. Suatu pesan yang harus disampaikan kepada Daud: “Masakan engkau yang mendirikan rumah untuk
Kudiami?” (2 Samuel 7:5).
Apabila diteliti
ayat-ayat selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa Tuhan tidak menghendaki Daud
membangun Bait Suci itu, Ketidak-setujuan Tuhan tidak sepenuhnya sebab Ia
mengijinkan dan memberikan janji bahwa Salomo, Anak Daud yang akan membangunnya
bahkan kemudian karena kerinduan Daud itulah, Tuhan memberikan janji yang luar
biasa: keturunan Daud akan memerintah selama-lamanya. Reaksi Daud saat itu
menunjukkan betapa ia sungguh seorang penyembah sejati: ia bersyukur dan
merendahkan diri sekali lagi karena merasa tidak layak menerima janji itu (2
Samuel 7:18-29).
Tetapi yang patut
diteladani dari Daud adalah bahwa meskipun tahu bahwa ia tidak akan turut
membangunnya, semangatnya tidak surut untuk mewujudkan kerinduannya itu. Ia
bergerak dan mengusahakan sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik bagi
pembangunan Bait Suci itu. Ia merancang sendiri arsitekturnya dengan pimpinan
Tuhan (1 Tawarikh 29:18) dan tidak hanya itu ia menyediakan ‘modal’ yang besar
bagi pembangunan Bait Suci itu (lihat nats di atas). Api itu bukannya mengecil
tetapi justru semakin membara dan berkobar dengan kuat. Meskipun ia tidak akan
melihat Bait Suci yang termegah yang pernah ada itu, tidak pernah menikmati
beribadah di dalamnya, tidak pernah bangsanya berduyun-duyun ke bangunan itu
untuk bersembahyang, tetapi hati Daud sudah bulat. Bagi Daud, bangunan itu
bukan untuk ‘tempat kemuliaannya’ sendiri. Itu harus merupakan tempat kemuliaan
bagi Tuhan. Tidak peduli siapun yang membangun, yang terutama adalah ia telah
melakukan bagiannya dan Tuhan senantiasa dimuliakan.
Kerinduan Daud untuk
menyenangkan hati Tuhan dilakukan melalui bukti nyata: ia memberikan yang
terbaik bagi Tuhannya. Setiap kali ia berperang dan menang, ia menyimpan hasil
jarahan perang untuk pembangunan. Ia memberikan sebagian besar hasil perang itu
bagi Tuhan. Ia memilih berkorban dan
tidak mengambil haknya sebagai raja.
Daud berhak mengambil bagian-bagian
yang terbaik dari jarahan perang, ia dapat memperkaya dirinya, ia dapat
menyimpannya untuk keluarganya; tetapi
Daud memilih untuk memberikan bagian-bagian yang terbaik kepada Tuhan sebagai
korban persembahan.
Kerinduan akan
kemuliaan Tuhan bukan sekedar kata-kata, nyanyian, sorak-sorai, aktif beribadah
setiap minggu, dan tindakan-tindakan kesalehan palsu. Ujian bagi kerinduan
sejati adalah ada atau tidaknya kesediaan sepenuhnya untuk berkorban dan memberikan
bagian hidup kita yang terbaik
bagi Dia. Inilah yang menarik hadiratNya
selangkah lagi lebih dekat dengan umatNya.

Bagaimana kita
menarik hadiratNya? Dari suatu kehidupan yang dikorbankan dan dipersembahkan
bagi Dia setiap hari. Pertama-tama Ia akan hadir dengan nyata atas setiap
pribadi, dan dari tiap pribadi itu akan membawa kemuliaan yang lebih besar.
Atas kota-kota dan bangsa-bangsa. AMIN

MEMBAYAR HARGA REVIVAL

Disampaikan
oleh Peter B, MA

“Berkatalah Daud kepada Ornan: “Berikanlah kepadaku
tempat pengirikan ini. Supaya aku mendirikan di sini mezbah bagi TUHAN; baiklah
berikan itu kepadaku dengan harga penuh, supaya tulah ini berhenti menimpa
rakyat.” Jawaban Ornan kepada Daud: “Ambilah, dan baiklah tuanku raja melakukan
apa yang dipandangnya baik…. Tetapi berkatalah raja Daud kepada Ornan: “Bukan
begitu, melainkan aku mau membelinya dengan harga penuh, sebab aku tidak mau
mengambil milikmu untuk TUHAN dan tidak mau mempersembahkan korban bakaran
dengan tidak membayar apa-apa.”
(1 Tawarikh 21:22-24)
Apa yang menarik
manusia untuk datang dan apa yang menarik Tuhan untuk datang?  Manusia tertarik pada barang-barang yang
berharga dan bernilai tinggi, Tuhan
tertarik pada hati yang hancur
. Meski begitu… ada hal lain yang membuat
manusia tertarik dan kemudian datang berbondong-bondong. Apakah itu? Jawabannya
adalah barang-barang murah atau gratisan.
Tidak percaya? Jika
begitu, mulai sekarang cobalah perhatikan. Apabila ada suatu acara atau even
yang mengandung unsur-unsur ‘harga murah’,
‘discount besar’, ‘big sale’, ‘free bonus’ dan sebagainya, cobalah perhatikan bagaimana minat
masyarakat atau orang-orang pada umumnya. Menurut pengalaman saya pribadi,
acara-acara tersebut tidak pernah sepi pengunjung. Kata yang tepat untuk
menggambarkan situasi banyaknya peminat pada acara-acara tersebut adalah: membludak!
Setiap akhir tahun
menjelang Natal, di salah satu toko buku Kristen terbesar di Surabaya adalah
saat-saat tersibuk bagi mereka. Selama satu minggu penuh karyawan dan seluruh
stafnya begitu sibuk bahkan bekerja lembur. Setiap bulan sekali saya berkunjung
ke sana melihat-lihat dan membeli buku-buku rohani dan keperluan lainnya,
tetapi tidak pernah saya melihat kesibukan dan padatnya pengunjung di toko buku
itu seperti pada saat-saat menjelang Natal tersebut.
Ada apa sebenarnya?
Mengapa orang-orang berbondong-bondong memenuhi toko buku tersebut pada
hari-hari itu? Bukan, bukan karena berbelanja keperluan Natal. Juga bukan
karena pada sekitar tanggal tersebut toko buku tersebut berulang tahun dan
pengunjung berebut memberikan selamat. Bukan pula karena minat rohani yang
besar dari orang-orang Kristen saat itu. Jadi karena apa? Tentunya Anda sudah
menebak jawabannya. Ya, karena pada hari-hari itu, toko buku tersebut
memberikan discount sekian persen untuk pembelian di sana dan ada hadiah
langsung yang menarik bagi pembeli dengan jumlah tertentu. Hampir dapat
dipastikan, tidak ada yang tidak  senang
dengan hal-hal yang murah dan gratisan. Itu semua menarik banyak orang. Semua
orang senang mendapatkannya. Sulit sekali menolak barang-barang gratisan,
apalagi jika kesempatan tersebut jarang didapat.
Menjelang akhir masa
pemerintahannya di Israel, Daud menghadapi satu bencana yang menimpa segenap
Israel yaitu bala penyakit sampar (1 Tawarikh 21). Sesungguhnya semuanya adalah
akibat kesalahan Daud sendiri. Ia telah jatuh dalam kesombongan. Hukuman
terhadap kesombongannya itu menyebabkan 70.000 orang tewas akibat bala sampar
selama 3 hari. Ini bukti nyata bahwa pengikut turut menanggung kesalahan
pemimpinnya! (1 Tawarikh 21:17)
Puncaknya, Daud
diperintahkan untuk mempersembahkan korban bakaran dan membangun mezbah di atas
tanah tempat pengirikan milik Ornan, orang Yebus itu sebagai suatu tanda
pertobatan (1 Tawarikh 21:18). Suatu fakta yang menarik adalah bahwa di atas tanah milik Ornan itulah nantinya
akan dibangun Bait Suci termegah yang pernah ada
yang didirikan pada masa
Salomo. Demikian keputusan Daud, “Di
sinilah rumah TUHAN Allah kita, dan di sinilah mezbah untuk korban bakaran
orang Israel.”
(1 Tawarikh 22:1).
Satu hal yang
mengagumkan dari Daud saat ia diperintahkan untuk membangun mezbah di tanah
milik Ornan itu adalah bahwa ia bisa saja mendapatkan fasilitas tanah tersebut
secara gratis tetapi ia memilih untuk tidak menerimanya. Ornan dengan sukarela
memberikan tanah, kayu-kayu bakar, bahkan gandum untuk semua kelengkapan korban
persembahan bagi Tuhan kepada Daud secara cuma-cuma tetapi Daud meminta harga
penuh untuk semua itu. Dan memang benar, Daud membayar 600 syikal emas itu
sekitar 7 kg emas atau Rp. 3,5 milyar (dihitung dengan kurs sekarang). Daud
membeli tanah Ornan dengan harga yang tidak murah. Ia menyediakan tanah dan
tempat untuk Bait Suci itu dengan membayar suatu harga. Tujuh kilogram emas
hanya sedikit dari apa yang Daud sediakan dan berikan bagi pembangunan Bait
Suci Tuhan.
Jika banyak orang
pada umumnya menyukai untuk ‘menerima’
dan ‘mendapatkan’; Daud suka untuk memberi. Bila sebagian besar orang senang
dan mencari perkara-perkara yang cuma-cuma, instan dan tanpa usaha apapun; Daud
memilih untuk membayar harga. Tidak seperti kebanyakan orang, Daud memiliki
hati yang lain di hadapan Tuhan. Ia sepenuh hati mengikut Tuhan.
Mari kita melihat
diri kita masing-masing. Apa yang memotivasi kita untuk menjalin hubungan
dengan Tuhan? Banyak dari antara mereka yang mengaku pengikut Kristus tetapi
sesungguhnya hanya merupakan ‘parasit-parasit’ Kristus. Mereka mengikut Kristus
hanya karena keuntungan-keuntungan dan berkat-berkat (khususnya jasmani) di
dalam Kristus. Tidak ada salahnya dengan itu semua, tetapi semuanya harus
sejajar dan seimbang. Setiap orang Kristen dipanggil untuk “mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus dan
berkenan di hadapan Tuhan: itulah ibadahmu yang sejati”
(Roma 12:1).
Kebanyakan orang Kristen tidak terlalu menyukai bagian ini. Mempersembahkan
hidup dan membayar harga dalam mengikut Tuhan pastilah sesuatu yang
memberatkan, suatu beban dan kedengarannya asing bagi mereka. Padahal syarat
wajib dan layak bagi pengikut Kristus adalah “menyangkal dirinya, memikul
salibnya dan mengikut Aku” (Matius 16:24). Kurang daripada itu merupakan
standar manusia dan tidak ada standar manusia yang diterima oleh Tuhan.
Mengapa Daud
memperkenan hati Tuhan? Ia memiliki hati seorang penyembah. Seorang penyembah
pastilah seorang pemberi. Seorang penyembah adalah orang yang suka berkorban.
Tidak ada yang terlalu mahal yang tidak dapat diberikan oleh seorang penyembah
sejati kepada Tuhan yang begitu dikagumi, dihormati, disegani dan dikasihinya
dengan sepenuh hati dan jiwa. Daud selalu rela dan rindu memberikan sesuatu
bagi Tuhan. Ia tahu bagaimana mempersembahkan korban yang benar: dengan membayar harga dan dengan pengorbanan.

Di kemudian hari, di
tanah tersebut berdirilah bangunan megah nan dahsyat bagi Tuhan. Dan di
tengah-tengah  pentahbisannya, TUHAN
hadir dengan manifestasi yang tak terkatakan. Bagaimana Revival terjadi? Dengan membayar harga penyembahan: hati yang
mengasihi Dia dan hidup yang menyenangkan Dia saja. Amin…

TERKENAL DI SORGA

Oleh Rick Joyner
Diterjemahkan oleh Peter B, MA

Untuk hidup dalam suatu hidup Kristen tidak berarti Anda harus menjadi terkenal. Beberapa orang paling terkenal di bumi, bisa jadi paling tidak dikenal di sorga. Sebaliknya, yang paling dikenal di sorga mungkin saja paling tidak dikenal di bumi. Mempunyai hidup kekristenan yang luar biasa bukanlah mengenai ketenaran.
Namun itu lebih kepada memiliki KEHIDUPAN YANG BERKENAN DI HADAPAN TUHAN DAN MENDENGAR PADA HARI PENGHAKIMAN, “BAIK SEKALI PERBUATANMU, HAI HAMBAKU YANG
BAIK DAN SETIA” (Mat. 25:21)

Orang-orang Kristen yang berhasil adalah mereka yang menemukan hidup Kristen sejati. Hidup itu adalah petualangan terbesar yang dapat dialami manusia, dan kita dipanggil untuk mengambil bagian di dalamnya. Jika kita berjalan bersama Tuhan sebagaimana kita telah dipanggil, hidup kita akan menjadi hidup paling menyukakan dan paling memuaskan yang dapat kita jalani. Tidak ada yang lebih mempesona daripada Tuhan, dan tidak ada yang lebih menggairahkan daripada mengikut Dia.

Sejarah kekristenan kaya dengan catatan dari mereka yang mengikut Tuhan, menjadikan mereka beberapa orang paling penting yang pernah berjalan di bumi. Meski begitu, sepertinya beberapa dari mereka yang terbesar itu tidak pernah tercatat dalam sejarah di bumi ini. Mereka tidak hilang karena mereka telah mencatatkan diri dalam sejarah abadi di sorga. Yang tercatat dalam Kitab Kehidupan. Itulah kitab-kitab sejarah sejati yang mendokumentasikan sejarah manusia secara akurat. Membuat nama kita tercatat di sana adalah jauh lebih dari segala harta di dunia.

Lebih lagi, kita sungguh diberkati bahwa kehidupan tokoh-tokoh iman itu tercatat untuk membangun kita hari ini. Merekalah bapa-bapa dan ibu-ibu rohani kita, dan mempelajari hidup mereka adalah satu cara untuk memenuhi perintah “hormatilah ayahmu dan ibumu” (lihat Ulangan 5:16). Ini merupakan satu-satunya perintah dengan janji umur panjang dan hidup kita “akan berbahagia” jika kita mentaatinya.

LEBIH BAIK DARI MEMIILIKI KEHIDUPAN YANG NYAMAN DAN NIKMAT ADALAH MEMPUNYAI KEHIDUPAN YANG BERDAMPAK BAGI KEMULIAAN SANG RAJA. Kita akan memiliki kekekalan untuk menikmati Tuhan, namun Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa kehidupan yang sekarang ini menentukan siapa kita dan apa yang akan kita lakukan dalam keabadian.

History (sejarah) berasal dari kata His-story. Kita akan memahami pada Hari Penghakiman betapa seluruh sejarah manusia adalah mengenai Kristus. Sebagaimana kita diberitahukan dalam Efesus 1:10, segala sesuatu akan disatukan dalam Dia. Betapa itu artinya hal-hal yang terkait kehidupan kita hari ini berhubungan dengan dia dan tujuan-tujuan-Nya. Tingkatan dimana kita terlibat dengan Dia akan menentukan apakah kehidupan kita luar biasa atau tidak selama di bumi.

Diterjemahkan langsung dari Famous in Heaven- The Greatest Christian Life, Part 37
Week 37, 2015
Rick Joyner

MENCARI KEBENARAN DAN KERAJAAN ALLAH

Disampaikan oleh Peter B, MA

Matius 6:33 (TB)
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”

Kerajaan Allah artinya Sorga. Jadi mencari dahulu kerajaan Allah berarti hidup berorientasi pada sorga, bukan yang di bumi. Ini sejajar dengan :

Kolose 3:1-4 (TB)
Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.
Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah._
Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.

Jadi sebagai orang-orang Kristen yang percaya pada Tuhan Yesus, fokus hidup kita bukan hal-hal yang sifatnya duniawi dan materi tapi rohani dn sorgawi. Coba bandingkan berapa banyak hari ini anak-anak Tuhan yang seperti ini? Hari ini bahkan orang ke gereja dan menyembah Tuhan pun hatinya fokus pada pemenuhan materi dan kesuksesan duniawi. Ini sudah jauh melenceng dari perintah Yesus ini

Yang kedua, “kebenaran-Nya”. Yang dimaksud ialah “kebenaran Tuhan” atau “kebenaran di hadapan Tuhan atau di dalam Tuhan”.

Ini juga harus menjadi prioritas kita. Seumur hidup sudah seharusnya kita mencari suatu posisi yang benar di hadapan Tuhan. Maksudnya tentu suatu kehidupan yang berkenan di hadapan-Nya karena ditemukan benar di mata-Nya dan dalam hubungan yang benar dengan Dia. Hidup menyenangkan hati Tuhan merupakan suatu cara hidup yang menjadi cita-cita, kerinduan dan tujuan UMUM terutama sebagai anak-anak Tuhan. 

Lagi, berapa banyak yang hidup demikian? Berapa banyak yang hidupnya selagi mengaku sebagai anak Tuhan namun kerinduannya ingin benar di matanya sendiri, ingin tepat di mata orang, ingin menyenangkan dan meyambung hubungan dengan manusia-manusia yang menarik hati ketimbang dengan Tuhan. Ingin punya koneksi demi tujuan dan kepentingan sendiri?
Berapa banyak yang hanya ingin cukup bahkan limpah makan minum dan hidup nyaman dengan busana dan perlengkapan yang mahal dan rumah yang mewah, namun tak pernah terpikir sedikit dan bagaimana membina hubungan yang intim dan kuat dengan Tuhan?

Itulah sebabnya Yesus memberikan pesan yang sangat jelas ini:

“Tetapi CARILAH DAHULU KERAJAAN ALLAH DAN KEBENARAN-NYA, MAKA SEMUANYA AKAN DITAMBAHKAN KEPADAMU” yang artinya segala kebutuhan materi dijamin oleh Tuhan selagi kita mengutamakan Dia di atas segalanya. Namun jika sebaliknya, maka kita akan menjadi penanggung hidup kita sendiri, yang menyebabkan hidup kita makin dipenuhi kekuatiran dan ketidakbahagiaan sekalipun sudah banyak memiliki materi dan kesenangan duniawi