Arsip Bulanan: Oktober 2017

KEJUJURAN DAN KETULUSAN: AWAL PEMULIHAN KITA

Oleh: Peter B

Apa yang terjadi jika seseorang telah diketahui terjangkit sakit demam berdarah namun menolak untuk mempercayainya?  Meskipun seluruh tubuhnya sakit, menunjukkan semua gejala sakit itu, yang dikuatkan hasil tes darah di laboratorium, tetapi ia menolak bahwa ia sedang sakit.
Saya yakin jawabannya jelas. Tidak perlu seorang yang jenius untuk dapat memperkirakannya. Tentu, penyakit itu akan membunuhnya. Dan sebelum itu keadaannya memburuk dan pastilah ia sangat menderita.

Orang yang menolak bahwa dirinya mengidap suatu penyakit, tidak akan pernah mencari obat. Ia akan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Tidak perlu memeriksakan diri ke dokter. Tidak perlu mengkonsumsi obat. Ia membiarkan penyakit itu tetap ada dalam tubuhnya. Ia tidak melakukan apa-apa untuk itu.  Akibatnya, kondisinya tidak akan membaik namun semakin bertambah parah. Ia tidak akan pernah sembuh. Bahkan kematian pun pasti menjemputnya.

Dari sini kita dapat menarik pelajaran bahwa kejujuran kita dalam menerima kenyataan kondisi kita menentukan kesembuhan dan pemulihan kita. Tidak hanya secara fisik, ini pun berlaku secara rohani. Ketika Roh Kudus menempelak kita dan membuka kekurangan, kegagalan, kelemahan, kesalahan kejatuhan kita, sesungguhnya kita tidak akan pernah mengalami pemulihan jika kita tidak mau jujur akan kondisi kita. Penyangkalan terhadap apa yang Tuhan tunjukkan sebagai masalah dalam kehidupan kita akan menghalangi kita mencari pertolongan Tuhan. Penolakan kita untuk jujur di hadapan Tuhan mengenai kondisi jiwa kita sesungguhnya menutup pintu untuk pemulihan demi pemulihan berbagai aspek kehidupan kita.

Lawan dari kejujuran diri ialah membohongi diri sendiri. Sebagai penolakan dan penyangkalan kebenaran akan siapa adanya kita, yang kerap kali menyangkut kekurangan dan kelemahan kita, maka kita sadar maupun tidak, mengarang suatu dusta yang kita anggap sebagai kebenaran demi meyakinkan hati kita bahwa rohani kita baik-baik saja bahkan telah berkenan dihadapan Tuhan. Saking seringnya, ada orang-orang yang terbiasa membuat kebohongan-kebohongan rohani sehingga seolah-olah kebohongan itu sendiri telah menjadi suatu kebenaran yang didukung oleh firman Tuhan.

  • Atas hatinya yang penuh keinginan untuk menjadi kaya secara jasmani, orang berkata bahwa Tuhan menghendaki hidup mereka berkelimpahan. 
  • Atas kemalasan dan kurangnya gairah rohani, ada yang berkata ia mensyukuri hidup. 
  • Yang suka foya-foya berkata ia sedang menikmati hidup yang diberikan Tuhan kepadanya. 
  • Yang hatinya keras dalam dosa berkata Tuhan tetap mengasihi kita apa adanya. 
  • Yang menolak menyangkal diri dan memikul salib menyatakan bahwa semuanya telah ditanggung dan dibayar lunas oleh Yesus. 
  • Yang menolak dipanggil untuk melayani sebagai hamba Tuhan sepenuh waktu beralasan bahwa rasul Paulus pun bekerja mencari nafkah. 
  • Yang hidup serampangan dan lalai menjaga kesehatan mengklaim Tuhan pasti akan memberikan kesembuhan dan mukjizat jika penyakit-penyakit berat menimpa. 
  • Suami-suami takut istri menyebut dirinya sebagai laki-laki yang mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat. 
  • Sedangkan suami yang semena-mena pada istrinya memandang dirinya sedang mengajar istrinya untuk tunduk sesuai firman Tuhan. 
  • Sebaliknya, istri-istri yang melawan suaminya berkata bahwa ia tunduk pada Tuhan lebih dahulu daripada kepada suaminya. Sedangkan istri-istri yang tahu seharusnya suaminya perlu mendapat nasehat Firman memilih berdiam diri dengan alasan tunduk pada suaminya.
  • Hati yang lebih cinta pada orang tua ketimbang pada Yesus berdalih bahwa keluarga adalah yang utama dan orang tua wajib dihormati sesuai perintah Tuhan.
  • Demikian seterusnya…. 

Yang paling parah dari semuanya ialah pernyataan dari begitu banyak anak-anak Tuhan yang mengaku telah berkorban dan berbuat banyak bagi Tuhan padahal mereka hanya memberikan satu atau dua jam saja dari 168 jam yang Tuhan berikan bagi mereka dalam seminggu. Sedangkan mereka tahu bahwa Tuhan meminta seluruhnya dari mereka, yaitu suatu persembahan hidup yang kudus dan berkenan dihadapan Tuhan, kesediaan menjalani suatu kehidupan yang sesuai dengan tujuan penciptaan mereka sebagaimana mereka dipanggil menempati posisi mereka di tubuh Kristus.

Ayat-ayat firman Tuhan apabila ditangkap oleh pikiran dan hati yang tidak mau jujur dan tulus mengikut Tuhan akan menjadi alat-alat pembenar bagi kebohongan yang diciptakan oleh pikiran mereka sendiri. Itu sebabnya di hadapan Tuhan, kita  semestinya tidak mencoba berdalih-dalih untuk mencari pembenaran atas buruk dan jahatnya sikap kita kepada Tuhan.

Seringkali kita menyatakan apa yang tidak sebenarnya di hadapan orang karena kita berpikir orang tidak mengetahui yang sesungguhnya dari kehidupan kita. Tetapi melakukan hal itu di hadapan Tuhan yang maha tahu merupakan sesuatu yang akan menambahkan murka Tuhan atas hidup kita. Sikap demikian adalah sikap meremehkan Dia dengan memandang bahwa Ia tidak tahu yang sesungguhnya di hati kita.
Tuhan bahkan lebih tahu akan isi hati dan pikiran kita daripada diri kita sendiri. Kita harus mendengarkan Dia saat Roh-Nya berbisik menyampaikan di hati dalam hal apa dan di bagian mana selama ini kita telah menyimpang dari-Nya. Jika kita bersedia jujur dan mengoreksi hati kita maka Tuhan akan memberikan kasih karunia dan kuasa yang lebih besar supaya kita tidak hanya akan dipulihkan namun masuk dalam tingkatan rohani dan kemuliaan ilahi yang lebih besar.

Dalam Wahyu 3:14-22, Yesus memberikan teguran kepada Jemaat Laodikia. Disebutnya jemaat itu jemaat yang suam-suam kuku, tidak dingin maupun panas. Suatu keadaan yang tidak menyenangkan hati Tuhan bahkan merupakan suatu kejijikan yang perlu dimuntahkan oleh Tuhan. Mengapa sampai demikian?

Ayat 17 memberitahukan kita bahwa kondisi itu terjadi karena mereka berkata jika mereka telah kaya dan memperkaya diri serta tidak kekurangan apa-apa, padahal kondisi mereka adalah jemaat yang melarat, malang, miskin, buta dan telanjang di hadapan Tuhan. Kebohongan diri mereka telah membutakan mata rohani mereka sehingga lebih percaya pada dusta daripada mempercayai penilaian dan pandangan Tuhan. Mereka hidup jauh dari standar Tuhan oleh sebab  telah salah menilai kondisi mereka.

Sikap tidak jujur akan hidup rohani kita dihadapan Tuhan sesungguhnya merupakan PENYEBAB UTAMA dari kemandegan, kemunduran dan kehancuran rohani kita. Penolakan kita untuk melihat keadaan kita apa adanya di hadapan Tuhan justru menjadikan kita orang-orang yang bodoh, lemah, sakit miskin, cacat, dan memalukan secara rohani. Kita menjadi jemaat yang tersesat, yang menyombongkan sesuatu yang layak ditangisi dan menimbulkan rasa malu!
 Hati Tuhan pastilah pedih dan hancur melihat semua ini. Dan itu dapat berubah menjadi kemurkaan-Nya ketika kita memilih untuk tetap tidak mengakui keadaan kita itu. Saat kita tetap tinggal di dalam keadaan suam suam kuku, dan berpikir kita telah mencapai kemajuan di dalam Tuhan padahal sebenarnya tidak maka akan tiba waktunya oleh karena kasih-Nya yang besar, Tuhan akan mendisiplin kita. Itu sebabnya Yesus berfirman, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah.” (Wahyu 3:19).

Pemulihan dan lembaran baru dimulai pada saat kita menyadari keadaan kita yang telah salah jalan, lalu dengan penyesalan serta hati yang hancur melangkah kembali pada jalur kehendak Tuhan. Itulah saat dimana kita tidak lagi membuat kebohongan-kebohongan pribadi yang mengasingkan kita dari kebenaran yang sejati. Itulah saatnya kita datang apa adanya sebagaimana Tuhan melihat kita. Tak ada lagi dalih atau alasan atau pengingkaran. Pengakuan kita yang jujur akan dosa, kelemahan dan kekurangan kita berarti mempersilakan supaya Tuhan mengerjakan karya agungNya lebih leluasa atas kehidupan kita. 

Saat kita berdoa atau menaikkan pujian Daud, “Selidikilah akan aku, ya Tuhan… “ kita pun sudah seharusnya memiliki hati seperti Daud. Yang ketika nabi Natan menegurnya akan dosa-dosanya, tahu tidak lagi membela diri atau membuat dalih-dalih. Ia hanya tersungkur dan tertunduk malu. Ia mengakui semuanya apa adanya (2 Sam. 12:13)

Jika ini merupakan awal dari pemulihan maka tidak mengherankan jika Tuhan menghendaki sikap jujur menilai keadaan kita sendiri di hadapan Tuhan sebagai langkah awal bagi pemulihan seluruh bangsa. Hanya dengan pengakuan bahwa kita sebagai gereja-Nya telah menjadi salah satu sebab utama dari krisis yang menimpa negeri kita, yaitu bahwa kita telah gagal jadi terang dan garam bagi Indonesia, maka Tuhan akan memberikan kesempatan kasih karunia untuk kembali menjadi saluran berkat dan keselamatan bagi seluruh bangsa.

Marilah kita mulai saat ini hidup dalam kejujuran dan ketulusan di hadapan Tuhan. Bahwa kita sungguh-sungguh mau mengikut Tuhan dan hidup hanya bagi Tuhan. Bahwa Dialah satu-satunya pengharapan dan kebanggaan kita. Dan ketika Ia berfirman, kita akan mengindahkannya.
Marilah kita mengakui kemunafikan, kepura-puraan, dan keegoisan kita dalam bergereja dan beribadah kepada-Nya. Marilah kita mengganti  klaim dan deklarasi maupun program-program demonstrasi mujizat kita dengan ratap tangis serta seru doa untuk meminta kemurnian dan ketulusan hati dalam mengikut Tuhan.

Tuhan pasti menyambut setiap anaknya yang datang apa adanya di hadapan-Nya. Sama seperti si bungsu yang kembali kepada bapanya mengakui kesalahannya selama ini, ia tidak pulang dengan sia-sia. Kejujurannya mengakui keadaannya dan kegagalannya selama jauh dari bapanya, diganjar pemulihan total akan posisi dan kedudukannya sebagai anak. Itu jugalah yang ingin dikerjakan Tuhan atas kita yang bersedia mengakui setiap kesalahan kita di hadapan-Nya.

Bapa kita di surga menghargai kejujuran dan ketulusan.
Adakah kita memilikinya?

Salam Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.

MENCARI TUHAN DI MASA-MASA KEMUDAHAN

Oleh: Peter B

Mengamati kehidupan Daud, kita akan menemukan betapa jiwa manusia yang satu ini, khususnya dalam hubungannya dengan Tuhan, acapkali terasa berbeda dengan manusia yang lainnya. Banyak hal yang Daud tunjukkan dari hidupnya kerap hanya dipahami secara teori dan ditiru ala kadarnya oleh anak-anak Tuhan.
Banyak yang terinspirasi, tapi tidak kurang yang iri hati melihat kedalaman hubungan Daud dengan Tuhan. Namun, berapa banyakkah yang mau memberikan hatinya sedemikian bagi Tuhan, seperti halnya Daud?

Dalam mencari Tuhan, Daud memiliki prinsip yang berbeda dibanding kebanyakan orang. Perhatikan nats-nats berikut ini:

Dan Daud memberi perintah kepada segala pembesar Israel itu untuk memberi bantuan kepada Salomo, anaknya, katanya:
“Bukankah TUHAN, Allahmu, menyertai kamu dan telah mengaruniakan keamanan kepadamu ke segala penjuru . Sungguh, Ia telah menyerahkan penduduk negeri ini ke dalam tanganku, sehingga negeri ini takluk ke hadapan TUHAN dan kepada umat-Nya.
Maka sekarang, arahkanlah hati dan jiwamu untuk mencari TUHAN, Allahmu. Mulailah mendirikan tempat kudus TUHAN, Allah, supaya tabut perjanjian TUHAN dan perkakas kudus Allah dapat dibawa masuk ke dalam rumah yang didirikan bagi nama TUHAN.”
~ 1 Tawarikh 22:17-19 (TB)

Selagi memberikan berbagai instruksi untuk mempersiapkan pembangunan Bait Allah yang akan dikerjakan Salomo, anaknya, Daud memberikan nasihat pada para pembesarnya, yang tak lain adalah para pemimpin bangsanya. Suatu nasihat yang mencerminkan sikap hatinya. Refleksi dari jiwa seorang pencari Tuhan sejati. Ia mengingatkan bahwa keadaan seluruh bangsa kini aman dan tenteram di segala penjuru. Suatu kondisi yang baik dan nyaman. Dan dalam situasi negeri seperti inilah, justru Daud mengingatkan dan mendorong para pemimpin-pemimpin bangsa untuk TERUS MENCARI TUHAN. Untuk mengarahkan hati dan jiwa mereka pada Tuhan. Bukan pada perkara lain.

Di sinilah perbedaan itu terlihat. Pada umumnya, dalam kondisi nyaman dan tenang, orang bersantai dan menikmati segala kemudahan itu. Bahkan tak jarang yang lau hidup berfoya-foya dan berpesta pora. Dalam keadaan limpah dan tak kekurangan, orang cenderung lupa akan Tuhan dan lebih menepuk diri dalam keberadaannya. Seolah ada di puncak dunia. Mampu melakukan semuanya dengan kekuatan yang ada padanya. Percaya pada harta, kedudukan, koneksi, posisi dan segala kelebihan yang bisa diandalkannya. Tuhan adalah hal dan pribadi terakhir yang akan dipikirkannya. Tanpa sadar mereka melecehkan Tuhan.
Seperti yang konon dikatakan tentang Titanic, kapal termegah di zamannya, “Tuhan sendiri pun tidak akan sanggup menenggelamkannya.” Fatal. Sebab bahkan sebelum kapal itu menyelesaikan pelayaran pertamanya, ribuan orang memanggil nama Tuhan sementara kapal itu terbelah dua dan karam dengan sangat mengerikan dalam gelapnya malam di jantung Samudra Atlantik.
Di saat-saat terakhirnya, kesadaran baru tiba atas orang-orang di kapal itu. Yang mereka perlukan bukan segala kemewahan dan kenyamanan itu. Kabarnya, suatu pujian rohani dinaikkan sebelum segalanya berakhir. Judul pujian itu “Nearer, My God, To Thee”  yang diterjemahkan dalam pujian yang juga sering kita dengar dan nyanyikan, “Makin Dekat Tuhan”.
Suatu bukti nyata bahwa kebanyakan manusia mencari Tuhan di saat krisis datang, waktu bahaya mengancam, ketika masalah menekan, menghadapi jalan buntu dan di kala maut di depan mata.

Tidak begitu dengan Daud.

Daud bukan pemburu Tuhan biasa. Dia bukan pencari Tuhan musiman. Ia tak sekali-sekali saja mencari Allahnya. Atau sekedar mengikuti mood, trend dan tergantung kebutuhannya dalam hidup. Ia mencari Tuhan seturut kerinduan hati Tuhan. Daud mencari Tuhan di segala waktu: baik tatkala sedang terjepit dalam kesukaran maupun di saat berada dalam kemudahan dan kelapangan hidup.
Bagi Daud, kondisi yang tanpa gangguan merupakan suatu kesempatan yang lebih besar, suatu waktu yang sangat baik dan tepat untuk menujukan hati dan jiwa pada Tuhan. Bisa jadi inilah perbedaan mendasar jiwa Daud dengan Salomo. Sebab dalam puncak segala pencapaian, Salomo berhenti mencari Tuhannya. Ia memilih bersenang-senang dengan istri-istrinya yang banyak itu. Yang membawanya menyimpang dari Allah Israel lalu menyembah berhala-berhala.

Daud telah sering mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Sejak ia belia. Menjaga kambing domba di padang belantara. Berhadapan dengan buasnya alam dan hewan pemangsa. Lalu ia dikejar-kejar Saul. Terlunta-lunta dari gua ke gua. Hidup seolah dari belas kasihan orang dan menjadi kelompok terpinggirkan yang tidak sebentar. Pukulan terberat bagi Daud terjadi di Ziklag, sebuah kota Filistin tempat ia melarikan diri dari proses Tuhan. Perompak Amalek menculik kekuarga dan menjarah seluruh miliknya dan kepunyaan orang-orangnya. Iapun berpaling pada Tuhan dan menguatkan imannya. Tuhan lagi-lagi tak pernah mengecewakannya.

Kini, setelah menjadi raja, hati Daud tak pernah berubah. Di dalam hatinya, ia masih seorang pemuda yang tergila-gila akan Tuhannya. Ia terobsesi dengan Kekasih Jiwanya itu. Ia ingin membuat sebuah rumah penyembahan bagi kemuliaan Tuhan. Suatu tempat yang lebih indah dari istana kediamannya. Tempat dimana orang-orang dapat datang berduyun-duyun mencari Tuhan, menaikkan penyembahan tanpa henti setiap harinya. Lebih dari mencari hal yang lain, Daud mencari Tuhan di masa-masa kemudahannya. Hati yang seperti ini yang berkenan -lebih daripada yang lain- di hadapan Tuhan.

JANGAN MENYIA-NYIAKAN KASIH KARUNIA TUHAN 

Ketika jalan kita buntu, harapan kita menipis, wajar jika kita mencari Tuhan. Itu sebabnya Tuhan mengijinkan berbagai krisis dan kesukaran hidup supaya kita mengetahui betapa lemah dan terbatasnya kita.
Namun, saat keadaan berkecukupan dimana semua berjalan lancar dan baik, ada kelebihan bahkan kelimpahan dalam hidup, adakah kita masih mencari Tuhan? Dengan gairah yang sama ketika kita berseru-seru dan minta terobosan dan pemulihan berkat-berkat dalam hidup kita?

Jika kita mencari Tuhan demi memperoleh pertolongan saja dari Dia, kita sesungguhnya tak pernah benar-benar mencari-Nya dan merindukan-Nya.

Pencari Tuhan sejati mendambakan Tuhan setiap saat dalam hidupnya. Kemurahan serta kelimpahan justru menjadikannya lebih bersungguh hati berusaha mengenal Tuhan. Waktu yang lebih longgar karena pekerjaan yang tak lagi banyak menyita waktu digunakannya untuk merenung, menyelidiki dan menyelami jalan-jalan Tuhan. Ruangan-ruangan rumahnya dibukanya untuk tempat berdoa dan bersekutu dengan saudara seiman. Harta miliknya tak dikumpulkannya untuk diri sendiri atau keluarganya, tapi diserahkannya supaya lebih banyak orang mencari Tuhan bersama-sama dengan rohnya yang rindu mendekat pada Tuhan. Ia mengingat pekerjaan Tuhan dan hamba-hamba Tuhan dalam kelebihannya secara ekonomi.

Ini berlaku tanpa kecuali atas para pelayan Tuhan. Masa-masa mudah dimana gereja masih diijinkan berkegiatan secara bebas, bukanlah waktu-waktu santai dan terlena dalam acara-acara rutinitas ibadah semata. Untuk merancang program-program yang tampaknya rohani namun yang tidak membawa pertumbuhan rohani dan pengenalan akan Tuhan.
Kesempatan beribadah dengan tenang merupakan kesempatan untuk mendalami lebih lagi kehendak dan rencana Tuhan. Untuk melatih kepekaan dan menyelidiki bagaimana Tuhan hendak meluaskan kerajaan-Nya. Untuk menangkap isi hati-Nya dan turut serta dalam kegerakan-Nya yang sejati. Untuk mempersiapkan terjadinya suatu kebangunan rohani atas kota dan bangsanya. Untuk membangkitkan umat yang radikal dan penuh gairah dan siap bagi Tuhan.

Daud berhasil sebagai raksasa rohani karena ia tak pernah menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan. Dalam kejatuhannya, ia memohon ampun dan menerima pemulihan. Dalam kelemahan dan naik turun emosinya, ia bertelut lalu berseru-seru pada Tuhan dan kembali teguh dan tegar.
Dalam keamanan dan ketenteraman keadaannya, ia tetap mencari Tuhan dan menerima penyingkapan-penyingkapan yang lebih luas akan hati Tuhan sebagaimana rancangan Bait Suci terindah yang diterimanya sendiri dari Tuhan. Dari hati dan hidup Daudlah, kebangunan dan pemulihan besar-besaran dialami Salomo.

Hal yang sama akan Tuhan nyatakan atas generasi-generasi setelah kita, apabila hari ini kita tekun mencari Tuhan. Sebelum saat-saat ini semakin memburuk oleh karena amarah Tuhan dan keadaan menjadi sukar karena pengajaran Tuhan, sungguh, inilah waktunya kita tak menyia-nyiakan kasih karunia yang masih diberikan bagi kita.
Selagi pertemuan-pertemuan doa masih dapat dirasakan dengan bebas, kita perlu bersyafaat dengan segala ratap dan tangis bagi negeri kita. Sementara suara musik serta pujian penyembahan masih boleh bergema di kota-kota kita, marilah kita mencari Tuhan dan menetapkan hati melakukan kehendak-Nya bagi kita. Senyampang, umat Tuhan masih diberikan waktu dan tempat beribadah tanpa larangan dan ancaman, semestinya kita mengarahkan hati mencari wajah Tuhan dan membangun keintiman dengan Dia.
Selama berbagai sarana untuk mendekat dan mengenal Tuhan lebih lagi ada di sekitar kita untuk dijangkau, hendaklah kita tak berlambat-lambat namun bersegera bertumbuh dalam kedewasaan rohani, masuk lebih dalam lagi ke pusat tujuan hidup yang Tuhan telah tetapkan bagi kita.

Bersediakah Anda?

Beginilah firman TUHAN: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,
tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.”
~ Yeremia 9:23-24 (TB)

Salam revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan

PELAKU-PELAKU FIRMAN ADALAH MURID-MURID SEJATI KRISTUS

Oleh : Peter B, MA

Ada satu perkataan Yesus yang sering luput dari perhatian kita. Perkataan itu adalah penutup khotbah Yesus di atas bukit. Perkataan ini sesungguhnya merupakan kunci yang menentukan apakah kita akan berhasil menjadi murid-murid-Nya. Ini juga yang menjadi ukuran apakah kita adalah murid sejati-Nya atau bukan. Ketidakpahaman akan hal ini menjadikan banyak dari kita telah tersesat dan menyimpang dari jalan yang seharusnya sebagai orang percaya yang mengaku sebagai pengikut Kristus.

Dan inilah perkataan Yesus itu:

“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.
Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”
~ Matius 7:24-27 (TB) 

Yang hendak disampaikan Yesus tidak lain adalah bahwa setiap orang yang mendengarkan ajaran-Nya sudah seharusnya MELAKUKANNYA dalam kehidupannya sehari-hari. Tidak cukup hanya menjadi pendengar, pemirsa, pembaca, penghafal, penerima, penyimak, pemberita, penyampai, pembicara, penulis atau apapun lainnya terkait ajaran Kristus namun yang tidak merupakan pelaksanaan atau penerapan ajaran Yesus itu.

Dalam hal inilah seringkali banyak orang telah keliru. Mereka memandang cukup hanya memahami atau mengerti pesan firman itu dalam pikirannya atau sekedar merasakan firman itu menyentuh hatinya. Sedangkan yang dirindukan Yesus adalah supaya kita bahkan bukan sekedar mengiyakan dan sekedar berkeinginan menerapkan firman itu tetapi kita harus sampai pada tahap akhir yang menjadikan kita lengkap dalam merangkul ajaran Tuhan kita, yaitu dengan  MENERAPKAN ATAU MENGAPLIKASIKAN firman Tuhan itu dalam keseharian kita!

Pesan ini terus diulang oleh Yesus dalam berbagai kesempatan, yang menunjukkan betapa Ia tidak pernah berhenti mewanti-wanti supaya kita menjadi pelaksana-pelaksana firman-Nya.

Matius 7:2
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.


Matius 12:50
Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”


Matius 23:3
Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.


Matius 24:46
Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang.


Matius 28:20
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

PERBEDAANNYA 

Ada dua hal dan tampaknya sedikit saja perbedaan yang dibandingkan oleh Yesus dalam perumpamaan penutup khotbah-Nya di bukti itu. Satu golongan orang mendengar perkataan-Nya saja. Kelompok kedua adalah orang-orang yang mendengar pengajaran Yesus LALU MELAKUKANNYA. Tampaknya sepele dan perbedaan kecil saja, tapi Yesus menegaskan bahwa itu membuat perbedaan yang besar dalam dampaknya.

Diumpamakan seperti dua buah rumah. Satu rumah yang didirikan dia atas batu (beberapa terjemahan malah menuliskan “batu karang”). Yang satu lagi didirikan di atas pasir.
Mereka yang hanya menjadi pendengar dan penikmat firman Tuhan disebutkan seperti rumah di atas pasir sedangkan yang mendengar DAN melakukan firman seperti rumah di atas batu.

Pada mulanya, dari jauh dan sekilas, keduanya tampak sama. Namun jelas pondasi mereka berbeda. Ketika tidak ada sesuatu yang terjadi, keduanya berdiri sama tegaknya. Nyaris tidak ada perbedaan menyolok apapun. Bahkan sangat mungkin orang yang membangun dengan dasar di atas pasir tampaknya lebih beruntung. Dengan biaya yang tidak terlalu besar, tidak terlalu bersusah payah, menghemat banyak waktu, tenaga dan biaya, mereka segera dapat menempati rumah tersebut. Berbeda dengan yang memiliki pondasi kokoh yang tidak hanya harus bersusah payah membangun dengan biaya yang besar tapi perlu waktu yang lama untuk melihat hasil rumahnya menjadi kenyataan.

Inilah sepertinya gambaran orang-orang percaya yang menjadi pengikut Kristus. Mereka bisa jadi sama-sama antusiasnya mendengar dan menerima pengajaran. Sama aktif dan rajin beribadahnya. Tampak rohani dan paham firman. Bahkan yang tidak melakukan firman, hanya pandai berpenampilan rohani, tampaknya lebih maju dan lebih cepat dalam pertumbuhan rohani. Mereka tampak mentereng dan sangat meyakinkan, sementara yang sungguh-sungguh rindu menjadi pelaku firman masih jatuh bangun dan tampak kurang mengalami kemajuan. Meskipun demikian, Tuhan mengetahui mana yang benar-benar mendirikan bangunan imannya di atas dasar yang teguh dan mana yang tidak.

DIUJI OLEH MUSIM DAN DINAMIKA KEHIDUPAN 

Dalam perumpamaan Yesus, perbedaan baru akan terlihat ketika hari-hari berlalu dan hujan deras, banjir melanda dan serta tiupan angin yang keras datang. Hujan mengeroposi dasar rumah yang di atas pasir. Banjir mulai merusak dan menghanyutkan pasir penyangga rumah itu. Puncaknya, angin berhembus dan menghempaskan rumah itu sehingga roboh. Yesus berkata “Maka hebatlah kerusakannya.”
Di pihak lain, rumah di atas batu tetap berdiri tegak, tak kurang suatu apapun. Ia tetap menjadi perteduhan bahkan mungkin juga penampungan dan tempat pengungsian orang yang kehilangan rumahnya karena bencana alam itu.

Dalam hidup kita, hujan deras yang melambangkan cuaca yang buruk dan kondisi-kondisi yang kelam akan selalu terjadi. Akan ada masa-masa semacam itu, sekuat apapun kita berusaha menghindarinya. Masa-masa krisi akan datang -entah kita menyangkanya atau tidak, entah kita siap ataukah tidak. Beberapa orang berusaha mempersiapkan diri semaksimal mungkin menghadapi masa-masa semacam itu, namun kuasa akan kehidupan bukanlah di tangan mereka. Manusia janya bisa berencana, Tuhan jualah yang menentukan segalanya.
Dan itu masih bisa bertambah buruk. Banjir melanda. Gambaran akan arus kuat dari dunia ini. Bisa merupakan kejatuhan di segala bidang. Politik, hukum, keamanan, ekonomi sampai arus kejahatan dan kefasikan yang melanda sangat dahsyat. Menghanyutkan dan mambawa banyak korban pada kerusakan dan kehancuran yang besar.
Pukulan terakhir datang dari angin badai yang menyapu habis segala sesuatunya. Pada titik inilah bangunan moral, kebaikan, gaya hidup, prinsip-prinsip yang diyakini bahkan agama akan digoncangkan sekuat-kuatnya. Tidak mengherankan jika nubuatan mengenai badai pasir kebodohan yang melanda Indonesia telah membuktikan bahwa keyakinan dan pendirian yang teguh akan dasar negara Pancasila yang sudah dibangun sejak 72 tahun yang lalu akhirnya bisa digoyahkan dan menghancurkan pemikiran-pemikiran kebangsaan negeri kita tercinta ini. Digantikan kebodohan dan kerusakan cara berpikir yang mencengangkan ketika kita tahu ada begitu banyaknya di antara kita yang ternyata merangkul kebodohan!

Orang yang tidak memiliki dasar yang kuat sudah pasti akan hanyut dan dikalahkan oleh arus kefasikan dunia. Siapakah mereka ini? Mereka bukan saja orang-orang yang tidak pernah mendengar firman kebenaran. Termasuk di dalam kelompok ini ialah mereka yang hanya mendengar firman tapi tidak pernah benar-benar melakukannya. Cukup menjadi penggemar dan pengagum pesan-pesan rohani atau yang sekedar suka membagikan dan mencelotehkannya saja.
Mereka yang hanya tertarik dan menyenangi sensasi-sensasi rohani, namun hidup sehari-hari mereka tak mencerminkan karakter ilahi yang makin serupa Kristus, cepat atau lambat, pasti tertelan dan terbawa hanyut arus dunia ini. Kerohanian mereka hancur seperti rumah yang hebat kerusakannya itu. Mereka akan kembali pada jalan-jalan dunia. Pola pikir, perasaan, kehendak serta gaya hidup mereka lebih serupa dengan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Karakter mereka menjadi semakin jahat dan fasik, meskipun masih aktof bergereja atau berbagi pesan-pesan rohani. Ini pun tidak melanda jemaat-jemaat biasa. Pendeta atau rohaniwan sekalipun, jika mereka tak menerapkan secara benar kebenaran firman Tuhan, akan sama jahatnya dengan para penyamun.



MENGAPA ‘MELAKUKAN FIRMAN’ MEMBUAT PERBEDAAN BESAR?

Bayangkanlah dua orang tentara. Yang satu seorang aktor yang memerankan tentara dalam sebuah film perang kolosal. Yang satu tentara yang memang menjalani tugas dan terdaftar sebagai prajurit di dinas militer negaranya. Manakah di antara kedua orang ini yang sungguh-sungguh akan sanggup berperang ketika ada ancaman atau serangan kepada negaranya? Tentu saja tentara yang sesungguhnya. Bukan yang hanya berakting sebagai tentara, sebaik apapun ia memainkan perannya.
Itulah perbedaan antara orang yang sungguh menjalani dengan yang hanya menerima informasi lalu meniru-niru tampilannya saja.

Setiap orang bisa meniru dan menjadi sulit dibedakan. Bertahun-tahun lalu ada kuis televisi dengan nama “Kuis Siapa Dia”. Kursi itu menghadirkan tiga orang untuk ditebak yang mana yang benar-benar menjalani profesinya. Jika disebutkan bahwa profesinya seorang teknisi, maka peserta kuis harus menguji lalu menebak mana di antara tiga orang itu yang asli. Mereka harus membuang yang gadungan satu persatu dimana tamu misteri terakhirlah yang dianggap pelaku asli dari profesinya. Menariknya, banyak sekali yang gagal menebak. Apalagi jika para tamu misteri yang palsu pandai meniru dan memperagakan dirinya sepertiia berprofesi yang disebutkan sebelumnya.
Ini semua menunjukkan bahwa meniru dan menampilkan diri seperti yang asli adalah mudah. Mendengar firman, mencatatnya, membagikannya serta membicarakannya adalah pekerjaan yang masih dalam taraf meniru perilaku yang tampak saleh saja.
Ketika kita melakukan dan menghidupi prinsip-prinsip yang diajarkan Kristus, pada titik itulah kita bergerak dari sekedar tahu menjadi benar-benar tahu.

Hanya orang yang memang benar-benar menjalani profesinya yang benar-benar tahu seluk beluk pekerjaannya itu. Demikian pula kita benar-benar tahu dan menjadi sebagaimana kita disebut yaitu pengikut-pengikut Kristus ketika kita menjalani kehidupan yang sama dengan Kristus itu.
Tuhan memanggil kita bukan untuk memiliki pengetahuan saja (to know) tapi untuk memiliki kehidupan (to be) dalam pengenalan kita akan Dia itu. Kita baru akan menjadi seperti yang Tuhan inginkan ketika diri kita berubah (atau lebih tepat lagi diubahkan) dengan menghidupi suatu cara hidup yang baru dan berbeda dengan dunia.
Lebih lanjut, pengetahuan yang banyak maupun pemahaman yang benar akan firman Tuhan tetapi tidak didukung kehidupan yang merupakan pengejawantahan dari ajaran Kristus, merupakan suatu kehidupan yang penuh tipuan. Kita sedang mengelabui diri sendiri maupun orang lain. Dengan berpikir bahwa kita telah cukup rohani dan dengan menunjukkan di depan banyak orang saja tampilan-tampilan yang baik dan saleh padahal dalam kenyataannya, pada bagian-bagian yang tidak terlihat orang, yaitu wilayah pribadi kita atau dalam aspek-aspek kejiwaan yang tidak terlihat orang, kita tetap sama dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah.

Rumah yang tampak semula berdiri tegak meski di atas pasir juga merupakan gambaran kemunafikan. Tampak baik-baik saja dan tegak berdiri megah tetapi kualitasnya jauh di bawah yang selayaknya. Inipun dikerjakan oleh orang-orang yang tidak pernah mengenal Allah. Yang karena agamanya, di depan umum selalu bersikap sebagai orang-orang yang beribadah. Ketika pencobaan datang, iman mereka pudar dan komitmen mereka pada Tuhanpun lenyap. Mereka yang dahulu Inilah yang telah dan masih akan terjadi atas mereka yang tidak menyerahkan dirinya untuk melakukan kehendak Tuhan dalam ketaatan yang penuh.

Mereka yang menjadi pelaku-pelaku firman membuat perbedaan karena kualitas rohani mereka adalah kualitas rohani sejati. Yang dikerjakan dan didasarkan pada Batu Karang yang Teguh yaitu Yesus sendiri. Mereka menjadi pelaku-pelaku firman dan diubahkan makin seperti Kristus sendiri, oleh pertolongan dari sang  raja dari kerajaan yang tak tergoncangkan oleh apapun itu. Ketika kegoncangan apapun terjadi di dunia, mereka tetap tegak dan aman karena sandaran mereka kuat dan mereka telah membuktikan waktu demi waktu, perjalanan demi perjalanan serta musim demi musim kehidupan bahwa firman Tuhan itu teruji, terbukti dan Allah yang mereka ikuti itu setia.

Sadarilah hari ini, krisis kehidupan akan membuktikan apakah kita pengikut-pengikut sejati Kristus. Menjelang akhir dari segala zaman berbagai krisis akan diijinkan Tuhan sebagai penampi dan penyaring apakah kita lalang ataukah gandum. Mereka yang tetap bertahan dalam iman dan pengabdian pada Tuhan pasti bertahan sampai kesudahan segala sesuatu. 

KESIMPULAN 
Sesungguhnya pengetahuan dan kefasihan kita membicarakan hal-hal rohani atau firman Tuhan tidak akan pernah cukup memuaskan atau menyenangkan hati-Nya. Ia mencari manusia-manusia baru yang hati dan hidupnya mau diubahkan menjadi berbeda dengan dunia ini. Supaya akhirnya dinyatakan Tuhan, perbedaan antara mereka yang berasal dari-Nya dengan yang berasal dari dunia ini. Antara mereka yang mengaku beragama dan menyembah tuhan dengan yang benar-benar mengenal Allah sejati.

Di dalam praktek kehidupan nyata yang mencerminkan bahwa diri kita telah disentuh, dijamah dan diubah oleh Tuhan, di sana nyata kuasa, kasih dan kemuliaan Tuhan atas hidup kita. Suatu terang yang bersinar di depan orang bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Tuhan yang mengambil rupa manusia, bangkit dan naik ke sorga, yang masih berkarya hingga hari ini atas diri manusia. Ia bukan sekedar nabi atau tokoh agama seperti anggapan dunia tapi Ia Tuhan yang mampu menjadikan manusia memiliki kehidupan yang sejati. Hidup untuk mengasihi Tuhan dan sesamanya.

Tetaplah setia dan tekun menjadi pelaksana-pelaksana kehendak Tuhan. Saat kegoncangan terjadi, besar ataupun kecil, melanda diri kita atau seluruh dunia, pada saat itu kita boleh tetap tenang sebab kita akan berdiri tegak memancarkan sinar kemuliaan Tuhan di tengah kegelapan dunia ini.

Jadi, saudaraku, jangan berhenti dan merasa cukup… SAMPAI ENGKAU MENJADI PELAKU-PELAKU FIRMAN-NYA!

Salam revival.
Indonesia penuh kemuliaan-Nya!

SAATNYA MENGANDALKAN TUHAN SEMATA

Oleh Peter B, MA

Mengamati kondisi terakhir di Indonesia, terus terang saya melihat dan merasakan bahwa Tuhan akan kembali membawa kita dalam kegoncangan yang lainnya. Yang terutama ketika kegoncangan itu terjadi, kita harus memastikan kita tidak turut tergoncang oleh kegoncangan itu.
Kegoncangan juga berarti keadaan yang lebih sukar dan tidak menentu yang dapat berdampak mengalirkan kekuatiran, kecemasan, ketakutan, tekanan, kepanikan dan kebingungan yang besar.

Media-media sosial mencerminkan secara tidak langsung kondisi kejiwaan anak-anak bangsa pada umumnya. Naiknya Gubernur baru Jakarta, seolah merobek kembali luka Pilkada yang belum lagi mencapai proses kesembuhannya malah kini berpotensi menjadi infeksi yang semakin parah dan bisa menjadi luka sosial yang meradang dan membusuk. Apalagi ditambah sikap-sikap dari acara pelantikan kemarin yang tak dapat ditutup-tutupi, meskipun dibungkus dengan retorika yang manis tetapi dalam prakteknya masih banyak diwarnai perbuatan-perbuatan bernuansa SARA.
Tak terbayangkan bagaimana situasi semacam ini akan berlangsung bertahun-tahun lamanya, yang tidak hanya mempengaruhi 1 provinsi saja namun wilayah-wilayah Indonesia lainnya termasuk pemerintah pusat yang dipimpin Jokowi. Betapa tidak, kemarin hampir bersamaan dengan acara pelantikan, sekelompok massa telah melakukan demo anarkis di depan hotel Alexis untuk menuntut pembubarannya.
Hal ini menjadi suatu pertanda bahwa kelompok-kelompok pendukung gubernur yang sekarang tidak akan tinggal diam begitu saja apabila gubernurnya tidak melaksanakan rencana-rencana dan tujuan kehendak mereka yang sudah mendukungnya, yang notabene berasal dari kelompok garis keras dan pemain politik elit yang tetap menginginkan Indonesia dalam cengkeramannya.

Saya sebenarnya telah mengetahui bahwa pasca kekalahan Ahok, Indonesia tidak akan menjadi lebih tenang dan tentram. Mengetahuinya Pergolakan dan permusuhan telah terjadi begitu tajam. Dan semuanya dimanfaatkan untuk mengadakan kekacauan yang lebih besar dengan menggulingkan pemerintahan yang sah sekarang ini. Inilah rencana iblis atas Indonesia. Tak seorangpun dengan jelas mengetahuinya. Harus kita akui, kita telah memakan umpan si jahat yang kini telah menyeret kita pada kehancuran yang lebih besar lagi.
Namun meski telah memperkirakan akan hal ini, tetap saja secara manusiawi terharu biru mengamati mengalami serta mengalami secara langsung hari hari ini.

Di tengah kondisi yang tampaknya semakin muram ini, sudah seharusnya kita menyadari bahwa pengharapan satu-satunya bagi kita adalah Tuhan yang sanggup menjaga kita keluar dengan selamat dari segala kegoncangan dunia.
Meskipun mungkin kita sendiri yang menjadi penyebab dari krisis dan kegoncangan itu, dalam kasih karunia-Nya, Ia masih bersedia yang akan menolong kita dari segala kesukaran, jika kita mau berpaling pada-Nya untuk jalan keluar.

Sudah waktunya kita tidak lagi menyelesaikan krisis yang begitu parah ini dengan cara dan pikiran kita sendiri.
Naiknya seorang pemimpin yang tidak kita inginkan untuk memimpin kita dengan cara-cara penuh ketidakadilan merupakan pertanda bahwa kita tidak boleh lagi mengandalkan figur manusia pemimpin sehebat apapun dia, termasuk saat ini terhadap presiden kita, yang mungkin dipandang sebagai gerbang terakhir harapan menuju Indonesia baru.

Inilah saatnya kita datang kepada-Nya dan mulai mendengarkan Dia. Menyerahkan seluruh beban di pikiran dan hati kita kepada Dia yang tahu menggantikannya dengan damai sejahtera dan sukacita. Terlebih penting, kita menyediakan hati yang terbuka dan siap sepenuh hati melakukan apa yang dikehendaki-Nya, jika itu pada akhirnya dapat menjadi jawaban  bagi pemulihan bangsa kita tercinta.

Jika kita mau mengambil tanggung jawab untuk pemulihan ini maka mungkin saja tidak mudah menjalaninya namun itu lebih baik daripada harus menanggung hajaran demi hajaran yang semakin keras karena kekerasan hati kita.

Marilah kita tidak lagi berdoa untuk memperoleh kenyamanan hidup dan kemudahan segala sesuatu. Inilah waktunya kita membayar harga pemulihan. Dengan merendahkan diri dan mengakui kesalahan kita. Dengan mencari wajah Tuhan, bukan hanya tangan-Nya. Dengan berdoa. Dengan mengubah apa yang tidak berkenan di hadapan Tuhan dan mulai melakukan apa yang menyenangkan hati-Nya.

Ini tidak akan berhenti saya suara kan sampai kita benar-benar melakukannya sebagai alat-alat perubahan ilahi atas Indonesia.

Kiranya Tuhan menolong kita semua.

Salam revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.