Arsip Bulanan: Februari 2018

PANDANGAN TERKAIT PERCERAIAN

Oleh : Bpk. Peter B, MA

(sumber percakapan dari group diskusi – Worship Center)

Selamat pagi rekan² grup Disciples semuanya.
Selama dua hari saya mencoba mendalami masalah perceraian yang telah didiskusikan sebelumnya. Dengan tujuan untuk benar² menemukan dengan lebih jelas dan tepat apa yang dimaksud oleh Tuhan dalam ayat² firman-Nya terkait hal ini.
Terus terang, sebelumnya saya belum pernah benar² secara khusus meneliti dan mendalami masalah ini dalam studi² saya di bidang pengajaran. Namun karena kontroversi yang terjadi dan semakin membingungkan banyak anak Tuhan, saya merasa tergerak untuk turut ambil bagian memberikan penjelasan dari sudut pandang pengajaran, bidang dimana saya percaya Tuhan memanggil dan memberikan otoritas rohani-Nya bagi saya.
Berikut beberapa poin penting yang saya temukan terkait diskusi tentang perceraian. Saya berharap ini menjadi perenungan lebih lanjut, bukan bahan perbantahan apalagi debat kusir, yang kemarin terasa sekali kurang bermutu karena bukan didasarkan pada pencarian dan jawaban atas pertanyaan² yang diajukan atau penilaian yang jujur dari pemikiran² yang ada tetapi lebih kepada argumen² pribadi yang kurang didukung penafsiran yang seharusnya dilakukan terhadap ayat² Alkitab.
Saya tidak mengklaim diri saya telah memiliki pendapat yang paling benar. Namun, saya melakukan apa yang saya bisa lakukan sebagai usaha menemukan kebenaran yang alkitabiah. Saya sendiri mendapatkan tambahan informasi yang penting untuk memahami tentang perceraian ini dari penjelasan/pengajaran Dr Widjanadi, yang dibagikan bu Merry kemarin. Dimana penjelasan tsb menggugah saya mencari tahu lebih jauh mengenai makna ayat² Alkitab dan data² Alkitab yang lain terkait perceraian.
Berikut beberapa poin hasil penemuan saya, suatu tafsiran yang saya coba bangun dari sudut pandang yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai ajaran dan prinsip yang sehat, yang dapat kita pertimbangkan sebagai suatu pegangan dalam hal memahami masalah perceraian di hadapan Tuhan:
1) Adalah benar ada 2 kata yang berbeda dalam Matius 5:32 dan Matius 19:9, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “zinah”. Dua kata tsb memiliki pengertian yang berbeda tetapi diterjemahkan menjadi satu kata yang sama sehingga dari pendekatan awal akan membingungkan pembacanya.
Matius 5:32 (TB) 
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah (seharusnya diterjemahkan sebagai percabulan atau perbuatan amoral secara seksual), ia menjadikan isterinya berzinah (yang dimaksud adalah berhubungan secara seksual dengan bukan pasangan sahnya dalam perkawinan); dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.
2) Dan memang benar bahwa alasan untuk bercerai yang dimaksud Yesus dalam nats di atas (frasa “kecuali karena zinah”), bukanlah zinah sebagaimana yang disebutkan dalam Matius 5:28 maupun dalam ayat² di atas yang memiliki pengertian berhubungan secara seksual dengan seseorang yang bukan suami/istrinya. Jadi memang benar bahwa pengertian zinah yang semacam ini tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan perceraian. Namun pada sisi lain, tetap ada alasan untuk dibolehkannya terjadinya perceraian sebagaimana yang Yesus sendiri katakan.
3) Dari nats di atas itu saja, jelas sekali bahwa ada alasan yang dibolehkan untuk perceraian, meskipun Allah membenci perceraian. Ini tidak bisa dibantah sebab pernyataan tersebut disampaikan oleh Yesus sendiri. Jadi sebaiknya, jangan sampai memaksakan pandangan bahwa perceraian sama sekali tidak diperbolehkan, sebab itu pasti menentang pernyataan Allah sendiri
4) Alasan perceraian dibolehkan (bukan diperintahkan atau dianjurkan) adalah hanya karena satu hal saja, yaitu karena telah terjadinya suatu “porneia” yang dilakukan salah satu atau kedua pihak. Makna dari “porneia” secara mendasar diringkas dalam bahasa Inggris “harlotry, yang maksudnya adalah” “suatu gaya hidup tak bermoral, yang menolak prinsip² kekudusan seksual yang ditetapkan oleh Tuhan tetapi mengeraskan hati hidup dalam perbuatan² yang amoral secara seksual, seperti misalnya pergaulan bebas, prostitusi, atau berbagai penyimpangan seks lainnya seperti homoseksual, bestialitas, menjadi waria dst. Termasuk sebenarnya di sini ialah jika seseorang telah mencemarkan diri dengan istri/suami orang lain dan tidak bersedia meninggalkan dosa tsb. 
Pengertian “porneia” juga bisa berarti “idolatry” atau penyembahan berhala yang menunjukkan inti dari kondisi orang yang hidup di dalamnya dimana ia terikat kepada sesuatu yang lain lebih daripada kepada Tuhan, yang dalam hal ini adalah perbuatan² seks yang di luar ketetapan Tuhan.
Singkatnya, perceraian diijinkan apabila salah satu pihak dalam perkawinan telah memilih gaya hidup dalam percabulan / seks yang tidak sesuai ketetapan Tuhan.
5) Pengertian “porneia” yang banyak kali diterjemahkan sebagai “percabulan” ini pula yang menjadikan mengapa Tuhan, sebagaimana dituliskan dalam Yeremia 3:8, memberikan surat cerai untuk Israel. Konteks Yeremia 3:8, jelas sekali, bahwa memang Israel telah berzinah dalam pengertian hidup dalam suatu cara yang tidak bermoral, tidak setia dan berkhianat kepada Tuhan dengan membiarkan dirinya dicemarkan ilah-ilah lain (bersundal secara rohani).
Yeremia 3:1-3, 6-9 (TB) 
Firman-Nya: “Jika seseorang menceraikan isterinya, lalu perempuan itu pergi dari padanya dan menjadi isteri orang lain, akan kembalikah laki-laki yang pertama kepada perempuan itu? Bukankah negeri itu sudah tetap cemar? Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih, dan mau kembali kepada-Ku? demikianlah firman TUHAN.
Layangkanlah matamu ke bukit-bukit gundul dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun. Engkau telah mencemarkan negeri dengan zinahmu dan dengan kejahatanmu.
Sebab itu dirus hujan tertahan dan hujan pada akhir musim tidak datang. Tetapi dahimu adalah dahi perempuan sundal, engkau tidak mengenal malu.
TUHAN berfirman kepadaku dalam zaman raja Yosia: “Sudahkah engkau melihat apa yang dilakukan Israel, perempuan murtad itu, bagaimana dia naik ke atas setiap bukit yang menjulang dan pergi ke bawah setiap pohon yang rimbun untuk bersundal di sana?
Pikir-Ku: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepada-Ku, tetapi ia tidak kembali. Hal itu telah dilihat oleh Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia.
Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal.
Dengan sundalnya yang sembrono itu maka ia mencemarkan negeri dan berzinah dengan menyembah batu dan kayu.
Jadi, perbuatan menentang Tuhan dengan mengikatkan diri pada dosa² yang mencemarkan dirinya lalu menolak untuk bertobat, dapat menjadi dasar atau alasan yang sah untuk bercerai. Dan jika Tuhan saja memberikan surat cerai, siapakah kita sehingga berani mengatakan bahwa perceraian tidak diijinkan sama sekali?
6) Meskipun diijinkan, persoalan bercerai atau tidak diserahkan kepada masing² pribadi. Maksudnya, orang boleh memilih untuk bercerai atau tidak ketika telah terjadi gaya hidup dalam perzinahan dalam rumah tangganya. Meskipun demikian, keputusan untuk bercerai tidak selalu harus diambil. Ini digambarkan dalam kisah Hosea yang mengambil kembali istrinya yang kembali melacur itu. Pada sisi lain, jika terjadi perceraian pun, pihak yang meminta cerai juga tidak disalahkan dalam hal ini.
7) Alasan lain untuk perceraian tidak diijinkan, termasuk dalam hal pasangan tidak seiman, kecuali apabila salah satu pihak mengikuti prinsip² gaya hidup duniawi (yang lebih khusus lagi dalam hal seksualitas) dimana akhirnya terjadi perbedaan di dalam prinsip perkawinan. Ini pula yang dimaksud oleh rasul Paulus dalam 1 Korintus 7:12-13, 15
Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. 
Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
8) Meskipun kemungkinan perceraian sangat diperkecil dalam ajaran Tuhan, tidak tertutup kemungkinan akan banyaknya dan parahnya kasus dalam rumah tangga mengingat tidak semua orang yang mengaku pengikut Kristus ternyata hidup menurut hukum² Kristus. Rumah tangga yang sebenarnya harus menjadi sorga di bumi, dapat menjadi neraka di bumi meskipun orang² Kristen yang menjadi pihak² di dalamnya. 
Di sinilah pertanyaan berkembang lebih jauh terkait bagaimana seseorang menemukan pasangan hidup dari Tuhan dan bagaimana seharusnya dari sana pernikahan itu dibangun dalam prinsip² kebenaran oleh DUA PIHAK, yang seharusnya menjadi satu dalam segala hal.
Apabila dalam perjalanan pernikahan, salah satu atau kedua pihak merasa tak sanggup lagi hidup dalam suatu ikatan pernikahan yang pada intinya lebih membawa kerusakan dan kehancuran yang besar bagi hidup masing² bahkan anak², maka perceraian (berpisah untuk selamanya atau sementara waktu hingga salah satu bertobat) seringkali menjadi alternatif pilihan. Di sinilah seringkali timbul perdebatan lainnya terkait apakah ini diperbolehkan atau tidak. Dari dasar² di atas, tentu sebetulnya ini tidak diperbolehkan kecuali karena salah satu sudah bersikeras dalam gaya hidup perzinahan, sebagaimana telah dibahas di atas. Sedapat mungkin seseorang mempertahankan rumah tangganya di hadapan Tuhan. Namun sebagaimana disebutkan dalam surat Rasul Paulus, ada orang² yang tidak mau lagi hidup dalam standard² rohani yang diajarkan Kristus dan memilih untuk bercerai, sehingga mereka memilih menceraikan pasangannya yang Kristen, yang mungkin saja tidak ingin bercerai. Dalam hal ini, perceraian akan sukar dihindarkan. Teyapi saya percaya, atas perceraian ini, Tuhan memberikan belas kasihan dan bukan penghakiman-Nya. Dalam peristiwa seperti ini, perceraian merupakan bentuk kegagalan dalam perkawinan, yang bisa disebabkan oleh kedua pihak atau salah satu pihak dimana pihak yang lain akhirnya harus menanggung akibatnya meskipun tidak menginginkan perceraian. Dan saya pun yakin terhadap perceraian semacam ini, Tuhan bersedia mengampuni dan memberikan kesempatan yang baru sebab perceraian bukan merupakan dosa yang tidak dapat diampuni selama seseorang masih mau datang dan meminta kasih karunia Tuhan. Belas kasihan akan menang atas penghakiman.
Yakobus 2:13 (TB) 
Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.
9) Persoalan lain yang perlu kita dalami adalah masalah zinah yang bukan “porneia” atau gaya hidup dalam percabulan tsb. 
Ini seharusnya menjadi perenungan kita bahwa meskipun kita hidup dalam perkawinan, jika dinilai berdasarkan Matius 5:28 dimana seorang pria menginginkan lawan jenisnya adalah zinah, maka sesungguhnya tak terhitung banyaknya perkawinan Kristen diisi dengan perzinahan di hadapan Tuhan, apalagi dengan budaya masa kini yang semakin terbuka dan tak terbendungnya informasi melalui internet dan media massa terkait hal² yang berhubungan dengan seksualitas. Inilah yang kemudian menjadi pertanyaan besar yang harus kita jawab. Mungkinkah Tuhan tidak menghendaki perceraian tetapi mengijinkan perkawinan diisi dengan perzinahan? Bagaimana mengatasi supaya firman Tuhan bukan saja kita ketahui dan pahami tetapi benar² dapat kita praktekkan dalam kehidupan nyata? 
Mengenai hal ini, saya belum bisa menyampaikan pandangan secara lengkap karena masih banyak bagian yang harus dipahami dan diperjelas.
Demikian pandangan saya. 
Doa saya biarlah ini menjadi perenungan kita semua. 
Tuhan Yesus memberkati.

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 1

Oleh: Peter B, MA

Tiga hal paling
mendasar dalam hubungan kita dengan Tuhan (yang kemudian tercermin
dalam hidup kita sehari-hari dan terhadap sesama kita) ialah iman,
pengharapan dan kasih. Di dalam ketiga hal inilah hidup rohani kita
harus terus dibangun, bertumbuh, semakin kokoh, teguh dan tak
tergoyahkan. Ketiganya juga merupakan modal utama yang kita miliki
dan harus kita pertahankan apabila kita rindu untuk bertahan hingga
kesudahannya dan menerima hidup kekal.
Salah satu dari
ketiga hal di atas ialah pengharapan.
Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, harapan diartikan salah satunya sebagai “keinginan
supaya menjadi kenyataan”. Dalam kamus Webster, kata “hope”
(pengharapan) dimaknai sebagai “perasaan menginginkan sesuatu
supaya terjadi dan berpikir bahwa sesuatu dapat terjadi: suatu
perasaan bahwa sesuatu yang baik akan terjadi atau menjadi
kenyataan”, selain itu adalah “hasrat yang bersatu dengan
keyakinan akan suatu pemenuhan atau penantian atas suatu
penggenapan”.
Intinya, pengharapan
adalah penantian dengan keyakinan bahwa sesuatu akan terjadi atau
menjadi kenyataan.
Dalam kepercayaan
dan ajaran Kristen, pengharapan pada Tuhan berarti suatu penantian
dengan yakin bahwa orang-orang yang percaya dan menjadi pengikut
Kristus akan melihat sorga dan menerima hidup kekal setelah
berakhirnya hidup di dunia sekarang ini.
Dalam pengharapan
itulah kita bertahan dan menanti dengan sabar. Karena pengharapan
juga, kita rela menjalani suatu penantian yang bisa terasa panjang,
melelahkan, penuh liku-liku, bahkan seringkali harus melalui berbagai
penderitaan dan kesukaran selama di dunia sebagai pengikut Kristus.
Banyak yang
mengatakan bahwa selama masih ada pengharapan, manusia akan bertahan
hidup. Bahkan pengharapanlah yang terkadang menjadi satu-satunya
alasan orang tidak menyerah menghadapi kesulitan sebesar apapun atau
kondisi seberat apapun. Sepanjang seseorang masih yakin ada jalan
keluar atau pertolongan yang datang, sejauh itulah ia tidak akan
menyerah.
Hal yang sama
berlaku atas manusia rohani kita. Okeh karena pengharapan yang ada
pada kita, kita tidak menyerah dan meninggalkan iman kita pada Tuhan.
Oleh sebab kita yakin bahwa di ujung perjalanan hidup di dunia ini
ada terang kemuliaan yang besar bagi kita, maka kita bertahan dan
terus melangkah dalam terowongan dunia yang panjang lagi gelap dunia
ini.
Tuhan mencari
pengharapan di dalam hati kita. Ia ingin itu ditampilkan keluar
kepada sekitar kita sehingga menjadi kesaksian yang besar bagi mereka
yang tiada mengenal-Nya. Suatu pernyataan yang gamblang bahwa orang
yang mengenal Tuhan menikmati kebahagiaan selama hidup yang sekarang
karena adanya penantian yang nyata, yang sanggup mengubahkan hati dan
hidup.
Dalam mempelajari
tentang pengharapan, kita perlu datang menemui rasul Petrus. Dialah
yang dipercayakan Tuhan untuk mengajar dan menyampaikan hal-hal utama
tentang pengharapan dalam Kristus. Dari yang ditulisnya dalam kedua
suratnya, kita akan belajar lebih mendalam tentang bagaimana mengukur
pengharapan kita: apakah kita memiliki pengharapan itu, dan jika kita
memilikinya seberapa besar pengharapan itu ada pada kita.
Dari menelusuri
surat Petrus, kita akan menemukan bahwa pengharapan kita dapat
dinilai dari beberapa hal berikut ini.
PERTAMA, PENGHARAPAN
SEJATI DINYATAKAN DALAM SUKACITA DI TENGAH-TENGAH DUKACITA YANG HARUS
KITA ALAMI SELAMA DI DUNIA
Yaitu kamu, yang
dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu
menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada
zaman akhir.
Bergembiralah akan
hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh
berbagai-bagai pencobaan.
~ 1 Petrus 1:5-6
Dalam nats di atas,
diberitahukan pada kita bahwa bagi setiap orang yang memiliki
pengharapan dalam Tuhan, sesungguhnya beroleh pemeliharaan dari
Tuhan. Bukan sembarang pemeliharaan, tetapi pemeliharaan oleh
kekuatan Allah sendiri. Mengetahui ini, sang rasul memberikan
dorongan untuk mengekspresikan pengharapan dalam suatu sikap hidup
yang nyata yaitu dalam hal memiliki dan menyatakan sukacita,
sekalipun untuk sementara waktu lamanya harus menanggung banyak
dukacita.
DUKACITA DALAM
MENGIKUT TUHAN
Sekalipun dalam
Tuhan ada janji-janji berkat dan kelegaan selama hidup di dunia,
namun sejatinya, hidup mengikut Tuhan bukan sesuatu yang mudah. Di
sinilah kita harus melihat dengan perspektif yang lebih luas sehingga
kita akan menangkap maksud Tuhan dengan benar.
Memandang hidup
mengiring Tuhan dari satu sisi saja akan membuat kita segera jatuh
kepada pengajaran dan pemahaman yang ekstrim. Hanya menekankan
berkat-berkat dan janji kemudahan dari Tuhan akan membuat kita
mengalami “diabetes rohani” -dimana manusia rohani dan
organ-organ tubuh kita dilemahkan serta tak mampu mengalami
kesembuhan ketika terluka.
Sebaliknya, jika
kita hanya fokus pada hal-hal yang sukar dan berat dalam perjalanan
ikut Tuhan, kita dengan segera akan menjadi takut, kecewa,
menghindar, meninggalkan Tuhan dan murtad oleh karena merasa tertekan
dan merasa semakin berat beban hidup kita.
Berbeda jika kita
mengikut Tuhan dengan mengetahui bahwa janji-janji Tuhan yang besar,
ajaib dan luar biasa itu disediakan bagi kita supaya sepanjang
perjalanan kita dikuatkan dan dimampukan untuk tetap kuat, tidak
mudah dilemahkan dan putus asa, sanggup bertahan sampai akhir. Dari
sudut pandang ini, menapaki jalan Tuhan meski harus melalui pintu
yang sesak dan jalan yang sempit, tetap akan terasa manis,
menyenangkan dan jauh lebih baik daripada melangkah di jalan-jalan
dunia ini yang meski tampak ramai dan penuh keseruan namun dibaliknya
menyimpan banyak kekecewaan, kesedihan dan kemalangan.
Petrus mengatakan
bahwa ada “duka cita karena berbagai pencobaan” selama kita
menjalani hidup di dunia. Itu artinya akan ada masalah yang datang
dalam hari-hari kita. Ada yang terjadi karena kesalahan kita sendiri,
tapi ada pula yang disebabkan perbuatan orang lain yang berdampak
langsung atau tidak langsung yang ternyata berbuah masalah bagi kita.
Ada juga ujian iman yang harus kita hadapi. Dalam bentuk tantangan
atau kesulitan hidup maupun penolakan serta aniaya dari sekitar kita
karena menjadi murid Yesus. Kita harus berurusan dengan semua ini
sambil kita menjaga diri kita tidak hanyut dan larut dalam
pengaruh-pengaruh dunia. Hidup dalam gaya hidup yang berbeda dengan
dunia bagaimanapun membawa keterasingan tersendiri bagi mereka yang
sungguh beriman. Itu semua merupakan dukacita sebagai anak-anak Tuhan
sebagaimana yang dimaksudkan Petrus.
Dan terhadap semua
dukacita itu, yang sementara waktu saja harus kita alami itu, kita
diperintahkan untuk bersukacita di atasnya.
SUKACITA DALAM
DUKACITA
Pertanyaan besar
yang muncul di pikiran kita tentunya, “Mungkinkah kita
bersukacita dalam keadaan sedang berdukacita? Tidakkah ini sesuatu
yang aneh dan abnormal? Tidakkah itu terdengar seperti semacam
kegilaan?”
Hikmat dunia, meski
seringkali luar biasa, pada dasarnya tak berbanding sama sekali
dengan hikmat Tuhan. Dunia tidak dapat mencapai sukacita sejati.
Hanya sukacita semu di atas lautan dukacita. Amsal 14:13 adalah
gambaran dari yang terjadi dalam kehidupan manusia di bumi ini:
Di dalam tertawa pun
hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan.
Ini berkebalikan
dengan yang dapat kita lakukan di dalam Tuhan. Oleh karena
pengharapan di hati kita, dukacita-dukacita yang harus kita lalui
dapat diubahkan menjadi sukacita demi sukacita. Kita dapat bergembira
sebagaimana rasul Petrus katakan. Juga sebagaimana yang Paulus
nasihatkan:
Bersukacitalah dalam
pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
~ Roma 12:12
Seperti Daud,
ratapan kita dapat diubah menjadi tarian, suatu pembalikan keadaan
yang jauh di luar pikiran manusia biasa!
Aku yang meratap
telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah
Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita,
~ Mazmur 30:12
Pertanyaannya kini,
bagaimana kita bisa bergembira selagi harus mengalami berbagai
dukacita?
1) Kemampuan dan
kekuatan untuk bersukacita datang dari kuasa Roh Kudus yang diam di
dalam kita.
Saat kita tidak
melangkah dengan kekuatan sendiri tetapi bergantung pada kerja kuasa
Roh Kudus yang menuntun kita dalam ketaatan serta penyerahan, maka
kita akan memetik hasilnya. Itulah yang dinamakan buah Roh, dimana
salah satunya adalah sukacita (Galatia 5:22). Roh Kuduslah yang
memberikan kita kekuatan untuk tetap merasakan sukacita dalam segala
keadaan. Ini seringkali terjadi tanpa benar-benar kita sadari. Jika
kita mengarahkan mata hati kita pada Tuhan dan terus mencari dan
merasakan kehadiran-Nya, di hati kita mengalir sukacita yang tetap,
yang tak dipengaruhi oleh keadaan sekitar kita tapi yang mengalir
terpancar dari sumber-sumber daya sorgawi yang tak pernah habis.
2) Pengharapan
sejati memberikan pada kita suatu perspektif yang baru dalam
menyikapi segala kesusahan yang datang menimpa kita.
Tanpa pengharapan
atau hanya dengan pengharapan yang kecil, maka tantangan yang kecil
dan biasa seolah menghadang bagai kiamat di depan mata. Tapi jika
kita yakin bahwa badai persoalan akan berlalu dan sehabis hujan akan
muncul pelangi, kita akan tabah bahkan terus melangkah dengan
berani. Dan jika dunia hanya menggunakan logika dan pengalaman
sebagai dasar untuk berharap, kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki
lebih daripada itu. Pada kita ada janji Tuhan yang tak pernah
berdusta, sesuatu yang pasti yang dapat kita andalkan, yaitu bahwa
apapun situasinya Ia selalu bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi
kita, yaitu membawa kita di jalur keselamatan untuk menghantarkan
kita pada takdir yang mulia pada akhirnya.
Bahwa sekalipun
buruk yang terjadi atas kita, kita akan berakhir baik. Bahwa meski
terasa tak menyenangkan yang kita alami sekarang ini tapi kita
percaya pasti bahwa di ujung perjalanan hidup, kita akan memperoleh
yang terbaik. Bahwa walau hidup di dunia ini kita tidak memiliki
harta sebanyak orang-orang paling kaya di bumi tetapi kita tahu bahwa
ada harta kekal telah disediakan dan disiapkan bagi kita di sorga.
Dalam pengharapan bahwa akan ada kemuliaan inilah kita menerima
sukacita dan penghiburan yang tak pernah surut.
Maka oleh karena itu
hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami
mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan,
— sebab hidup kami
ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat —
tetapi hati kami
tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap
pada Tuhan.
~ 2 Korintus 5:6-8
Sebab itu kami
tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin
merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke
sehari.
Sebab penderitaan
ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang
melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.
Sebab kami tidak
memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena
yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah
kekal.
~ 2 Korintus 4:16-18
Perhatikanlah betapa
pengharapan menjadikan Paulus manusia yang berbeda. Tabah. Tidak
tawar hati. Penderitaan menjadi ringan. Yakin akan kemuliaan kekal.
Fokus pada yang tak kelihatan. Memiliki manusia batiniah yang
dibaharui hari demi hari.
Itulah pengharapan
sejati. Menghasilkan, bukan saja hidup yang positif tetapi hidup
dalam sukacita yang tetap, mengatasi segala kesengsaraan yang
melampaui susah payah hidup sehari-hari namun juga karena Injil dan
pekerjaan Tuhan!
3) Dalam pengharapan
yang benar selalu ada alasan untuk bersukacita daripada berdukacita.
Pengharapan
diumpamakan oleh Paulus dalam bentuk senjata peperangan berupa
ketopong. Disebut sebagai ketopong keselamatan dalam Efesus 6:17 atau
ketopong pengharapan keselamatan dalam 1 Tesalonika 5:8, menunjukkan
betapa pengharapan melindungi pikiran kita dari serangan kuasa
kegelapan. Dalam pengharapan, kita memikirkan apa yang di atas, bukan
yang di bumi. Dan perenungan-perenungan kita akan menghasilkan
berbagai alasan untuk selalu bersukacita.
Ini terlihat begitu
jelas ketika kita menyelami berbagai pesan Alkitab dan kisah-kisah
pahlawan iman di dalamnya.
Oleh karena
pengharapan kepada Tuhan, Yusuf tak dipenuhi kepahitan ketika dijual
ke Mesir, menjadi budak dan narapidana. Sebaliknya, ia justru menjadi
salah satu pribadi paling manis dalam sejarah yang ditulis Tuhan.
Oleh karena
pengharapan juga, Yosua dan Kaleb menolak bersungut-sungut dan
melawan Musa tetapi yakin bahwa Tuhan yang telah berjanji memberikan
tanah perjanjian akan benar-benar memberikannya kepada kaum Israel.
Oleh karena
pengharapan bahwa Bapanya seorang yang baik dan pasti akan menerima
dirinya, anak yang hilang itu memberanikan diri untuk kembali pulang.
Dan oleh karena
pengharapan hidup kekal, Paulus bertahan sebagai hamba Tuhan dan
tetap menjadi saksi Tuhan walaupun harus hidup dalam penjara
Dan sekarang aku
harus menghadap pengadilan oleh sebab aku mengharapkan kegenapan
janji, yang diberikan Allah kepada nenek moyang kita,
dan yang dinantikan
oleh kedua belas suku kita, sementara mereka siang malam melakukan
ibadahnya dengan tekun. Dan karena pengharapan itulah, ya raja
Agripa, aku dituduh orang-orang Yahudi.
~ Kisah Para Rasul
26:6-7
Dalam pengharapan
yang teguh dalam Tuhan, kita selalu akan dibukakan satu demi satu
akan setiap hal yang dapat kita syukuri di setiap situasi yang berat
dan menekan. Kitapun diingatkan serta ditunjukkan oleh Tuhan akan
berkat-berkat yang sebelumnya tiada kita sadari selagi kita merasa
kita sedang tidak menerima satupun berkat. Dan setelah mata kita
dicelikkan, betapa kita akan terkejut betapa limpah dan banyaknya itu
semua disediakan dan dianugerahkan Tuhan bagi kita yang berharap
hanya kepada-Nya.
Pengharapan
memampukan kita untuk kuat menjalani hidup bahkan menikmati
perjalanan itu sampai pada akhirnya. Seperti Musa di puncak Pisga
yang sekalipun hatinya sesak karena tak diijinkan masuk Kanaan, ia
dikuatkan saat melihat ke belakang dengan syukur bahwa sepanjang
empat puluh tahun yang berlalu, telah begitu banyak mujizat yang
Tuhan adakan, yang menjadi keyakinan dan pengharapannya bahwa Yosua
sang penggantinya akan mampu membawa seluruh bangsa menerima janji
Tuhan mewarisi tanah perjanjian.
BERGEMBIRA KARENA
PENUH PENGHARAPAN
Seorang anak yang
menanti hadiah dari orang tuanya pada hari ulang tahunnya menanti
dengan penuh harap. Penantian ini semakin membesarkan hati saat hari
pemenuhan janji semakin mendekat. Hampir pasti hari-harinya semakin
dipenuhi kegembiraan. Pengharapan yang sama membuat hari-hari
sepasang kekasih dihiasi kebahagiaan lebih-lebih hari pernikahan
semakin mendekati.
Pengharapan dalam
Tuhan seharusnya lebih lagi. Semakin kita yakin Tuhan akan menjemput
kita dan membawa kita dalam persekutuan di tempat yang abadi,
menjadikan hari-hari kita di dunia kita lalui dengan sukacita, bukan
dukacita. Meskipun banyak hal mencoba menyusupkan kesedihan di hati
tapi pengharapan yang dikerjakan Roh-Nya dalam kita akan mengalahkan
semuanya.
Tanda pertama hidup
kita memiliki pengharapan dalam Kristus adalah hati kita dimampukan
selalu untuk bersyukur, bersukacita dan menjalani hidup yang bebas
dari perasaan negatif, buruk, tertekan dan murung.
Sudah saatnya dunia
menemukan orang-orang yang menyunggingkan senyum dan tetap tertawa
dalam keadaan krisis seperti apapun di dunia. Dan biarlah orang-orang
itu adalah orang-orang tebusan Tuhan yang telah mencicipi sorga di
bumi sekalipun belum sampai di sana.
Adakah orang itu
Anda?
Salam revival
Indonesia penuh
kemuliaan Tuhan

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 2

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 3

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA? Bagian 4 (terakhir)

WASPADA DAN BERJAGA-JAGA AKAN DAMPAK NEGATIF LIMPAHNYA INFORMASI ROHANI

Oleh: Peter B, MA
Tidak ada masa yang
seperti ini sepanjang sejarah peradaban manusia.
Inilah masa dimana
informasi dibuka seluas-luasnya. Seolah dihubungkan sebuah pipa
raksasa dengan keran super besar pada ujungnya, maka derasnya
pengetahuan dialirkan sehingga bukan lagi menjadi sesuatu yang sulit
diperoleh. Begitu era internet dimulai sekitar lima belas tahun yang
lalu derasnya laju berbagai informasi seolah tak lagi terbendung.

Di masa sekarang
ini, kita dapat membaca tulisan-tulisan para filsuf yang ditulis
ribuan tahun yang lalu, atau mempelajari kembali tafsiran bapa-bapa
gereja hingga khotbah pendeta ternama di abad 19, hingga trend
terkini atau kejadian di belahan dunia yang jauh dan terpencil, yang
belum pernah sekalipun kita dengar nama dan keberadaannya.

Dalam hal rohani,
kita pun gelagapan ketika gelombang besar informasi, pengajaran,
pesan profetik, artikel, tulisan, ulasan, renungan, sampai
berita-berita penginjilan di berbagai belahan dunia membanjiri
keberadaan kita. Kapan saja kita memasuki dunia maya, kita menemukan
berbagai sumber pengetahuan melalui berbagai media. Dalam format
tertulis, audio, video, bahkan siaran-siaran live yang bisa kita
tonton langsung pada saat itu maupun hingga beberapa jam atau
beberapa hari setelah itu. Kita ini seperti Benyamin, anak terakhir
Yakub, yang sedang makan beserta saudara-saudaranya bersama Yusuf
yang menjadi raja muda di Mesir waktu itu (Kejadian 43:34; 45:22).
Kita mendapatkan berkali-kali lipat porsi makanan rohani daripada
orang Kristen manapun yang pernah ada sebelum kita. Kita kelimpahan
hal-hal rohani. Kita kebanjiran informasi rohani. Kita kekenyangan
memakannya. Kita kesulitan mencernanya.

Oleh karena itulah,
kita seharusnya waspada dan berhati-hati akan hal-hal ini sementara
di hadapan kita disuguhkan beraneka ragam makanan rohani yang dapat
kita konsumsi setiap hari.
Jangan sampai
makanan rohani yang berlimpah ruah ini berdampak negatif apalagi
fatal bagi manusia rohani kita.

Itu sebabnya, ketika
di hadapan kita disajikan begitu banyak makanan maka kita harus
memiliki hikmat bagaimana menyikapinya secara benar:

1)Jangan sampai
salah memilih makanan

Tidak semua makanan
itu bergizi dan baik untuk tubuh kita. Berbagai penelitian dan riset
membuktikan bahwa makanan-makanan tertentu berbahaya bagi tubuh. Ada
yang tidak boleh dicampur sekaligus saat memakannya. Ada juga yang
tidak baik dikonsumsi terus menerus dalam jangka panjang. Demikian
pula dengan porsi makannya yang tidak seimbang. Semuanya dapat
berdampak pada tubuh kita.

Begitu pula dengan
makanan rohani yang dibagikan dan kita konsumsi tiap hari, yang
dengan mudah sekarang kita peroleh di dunia maya. Sudah seharusnya
kita tidak menelan mentah-mentah dan asal menerimanya sebagai
konsumsi rohani. Kita harus memperhatikan apa dampak makanan tersebut
bagi manusia rohani kita. Kita semestinya tahu memilih dan memilah
makanan rohani kita.

Apakah nantinya saat
kita menerimanya kita akan semakin sehat, makin kuat, makin intim
dengan Tuhan atau hanya terasa mengenyangkan sesaat tapi tidak
menampakkan pertumbuhan rohani, pengenalan akan Tuhan apalagi
kedekatan pergaulan dengan Tuhan?

2) Jangan sampai
kebingungan sehingga tidak makan

Bermacam-macamnya
jenis makanan di hadapan kita dapat membingungkan. Kita kesulitan
memilih yang mana yang hendak kita makan, mana yang hendak kita
nikmati lebih dulu dan mana yang kira-kira yang lezat dan baik bagi
tubuh kita.
Jika sebagian orang
berpikir lebih dulu sebelum mengkonsumsi suatu makanan (seperti
misalnya ia memperhatikan apakah kandungan makanan tsb mengandung
banyak lemak, terlalu banyak gula dsb) maka yang demikian pula
seharusnya lebih lagi kita perhatikan bagi manusia rohani kita.

Kita seharusnya
tidak menjadi bingung melihat beraneka ragam makanan rohani yang bisa
kita dapatkan. Ada Roh Kudus dalam diri kita yang dapat kita andalkan
untuk menuntun dan memimpin kita menunjukkan akan seharusnya makanan
rohani yang bergizi dan baik bagi roh kita. Kita dapat bertanya,
berkonsultasi, berdiskusi dan menantikan petunjuk-Nya bagi kita.
Dengan mengambil waktu untuk merenungkan pesan-pesan yang kita terima
bersama Roh Kudus, maka kita akan diperjelas mana yang merupakan
pesan yang murni dari sorga dan mana yang bukan. Ada pentingnya juga
kita selalu belajar untuk menguji segala sesuatulun sehingganya kita
tidak mudah dibingungkan dengan berbagai hal yang berdesakan untuk
menjejali pikiran kita.

Orang-orang dewasa
tahu memilih mana yang baik untuk dikonsumsi setiap hari, sebab
melalui pengalaman dan waktu mereka belajar mengetahui mana yang baik
bagi diri mereka. Kebingungan kita seringkali hanya merupakan tanda
bahwa kita masih kanak-kanak rohani :
sehingga kita bukan
lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin
pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang
menyesatkan,
~ Efesus 4:14

Beberapa orang
karena kebingungan memutuskan menolak semua hal yang berbau rohani.
Inipun kesalahan fatal sebab dengan tidak makan sama sekali, kita
membawa manusia rohani kita makin lemah dan mati.

Meskipun arus
informasi bisa menyesatkan, tapi Tuhatika akan meninggalkan
anak-anak-Nya yang mengharapkan tuntunan dan arahan dari pada-Nya

3) Jangan hanya
mencicipi di sana sini

Melihat begitu
banyaknya jenis makanan di depan mata yang menarik hati, sedangkan
kemampuan kita menghabiskan semuanya itu terbatas maka tak pelak akan
ada suatu dorongan di hati untuk menikmati semuanya dengan hanya
memakannya sedikit-sedikit saja. Dengan kata lain, karena ingin
merasakan semuanya, kita memilih untuk mencicipi masing-masing
makanan sedikit saja.

Tentu saja itu
merupakan salah satu cara menyiasati kondisi dimana makanan yang
tersedia begitu banyak. Namun demikian, itu mungkin berlaku dalam
suatu situasi pesta atau even tertentu. Dalam keseharian, kita harus
makan sampai cukup kenyang untuk kebutuhan energi bagi aktivitas
sehari-hari. Karena itu tak mungkin kita hanya mencicipi makanan saja
setiap hari. Kita harus makan dengan porsi yang tepat.

Dalam hal makanan
rohani, kita tidak bisa hanya membaca sedikit di sini, merenung
sedikit pembahasan rohani tertentu di sana, lalu mencoba melakukan
sedikit di sana sini. Kita perlu makan sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhan dan kesehatan kita setiap harinya. Itulah sebabnya kita
harus tahu bagaimana makan dengan porsi yang pas, yaitu dengan
menangkap satu dua pesan yang kita yakin dimana Tuhan berbicara
kepada kita, mendalaminya dengan merenungkannya, lalu mendisiplin
diri melakukannya. Seandainya itu belum benar-benar kita pahami, ada
baiknya kita fokus pada bagian itu hingga kita cukup jelas dan mantap
untuk menghidupinya. Mengetahui hal-hal rohani sedikit-sedikit saja
tidak akan banyak membawa pertumbuhan yang berarti bagi kita. Itu
serupa anak yang sehari-hari jajan di mana-mana, menikmati makanan²
ringan tetapi menolak makan berat yang semestinya. Kerohanian yang
kita miliki pun kurang nutrisi yang baik sehingga manusia rohani kita
lemah dan seringkali bermasalah karena gizi yang kurang lengkap.

Sudah waktunya kita
tidak coba-coba makanan ringan setiap hari atau merasa sudah tahu
rasa makanan rohani tertentu sehingga merasa tidak perlu lagi
memakannya (padahal yang kita rasakan dan ketahui hanya sebagian
kecil saja tentang hal itu) tetapi kita perlu mendalami pokok-pokok
rohani yang penting bagi kita, yang akan terus memperkuat otot-otot
manusia roh kita.

4) Jangan makan
dengan buru-buru dan tidak mengunyahnya

Limpahnya makanan
dapat membuat seseorang menjadi tidak sabaran. Apalagi jika hatinya
ingin menikmati semua makanan yang ada di hadapannya itu. Ia akan
makan terburu-buru untuk segera mengambil lagi makanan lainnya,
sesuai yang diinginkannya. Dan seperti sudah kita ketahui, makan
dengan terburu-buru tidak baik bagi kita.

Dengan makan
terburu-buru, maka kita kesulitan mencerna dengan semestinya. Itu
akan mempersulit bagian-bagian tubuh yang lain untuk mengolah dan
mengubahnya menjadi zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh kita. Lebih
lanjut, itu dapat berakibat melukai atau merusak organ tubuh yang
lain, yang seharusnya tidak terjadi jika kita mengkonsumsi makanan
dengan cara yang benar.

Makanan rohani yang
diterima secara tergesa-gesa juga tidak akan membawa manfaat bagi
tubuh kita. Efeknya justru akan merusak dimana jika kita tidak
mencernanya dengan semestinya, itu akan membuat kita salah paham,
kebingungan, menjadi tertekan, salah tafsir dan sebagainya, yang
semuanya cenderung membawa kerusakan dan hambatan daripada mendorong
pertumbuhan rohani kita.

Kita sering
terburu-buru menerima firman karena merasa kekurangan waktu atau
berpikir bahwa firman itu tidak terlalu penting atau tidak bersangkut
paut dengan kondisi kita sehingga merasa itu bukan untuk kita. Ini
bentuk kebodohan rohani. Sebab setiap kali firman Tuhan yang murni
masuk di hati kita, jika kita mau merenungkannya, Roh Kudus yang
adalah roh hikmat dan wahyu akan membuat kita mengerti jalan-jalan
Tuhan. Firman itu akan menerangi hati kita pada saatnya, ketika kita
tidak cepat-cepat berhenti merenungkannya karena merasa sudah tahu
dan mengerti (meskipun sebenarnya tidak demikian adanya).

Tuhan, di waktu
pagi Engkau akan mendengarkan aku; di pagi hari aku akan membawa
perkarku kepada-Mu, lalu menunggu engan penuh harap akan jawaban
(daripada-Mu) 
Mazmur 5:4 (NET)

5) Jangan sampai
terlalu kenyang dengan berbagai menu hingga menjadi lelah dan muak
untuk makan

Sejumlah besar
makanan di depan mata, jika dinikmati hampir tanpa batas dapat
menyebabkan perut terasa penuh dan terlalu kenyang dalam pengertian
yang tidak sehat. Tidak jarang yang mengalaminya menjadi mual bahkan
memuntahkan kembali makanan yang semula telah masuk dalam tubuhnya
itu. Membuatnya tak ingin mengkonsumsi apapun lagi untuk beberapa
waktu lamanya.

Kita harus makan
secara cukup kenyang sehingga rasa lapar dan haus kita hilang namun
tidak boleh terlalu kenyang sehingga kita kehilangan rasa lapar dan
haus yang semestinya.

Hal yang sama dapat
terjadi saat kita terlalu banyak makan makanan rohani yang tidak
semestinya. Kita dapat kebanjiran informasi yang seharusnya tak
terlalu kita perlukan, belum lagi dengan munculnya berbagai
pengajaran yang berbeda-beda satu sama lain dengan beragam topik si
dalamnya.

Beberapa orang,
tanpa sadar, telah mengembangkan suatu rasa muak dengan firman Tuhan
sehingga rasa lapar dan haus itu hilang secara perlahan hingga
akhirnya lenyap sama sekali. Mereka menjadi bosan dengan pesan-pesan
rohani yang banyak itu, yang berputar di sekitar hal-hal yang sama
tetapi tanpa mendapatkan makanan rohani yang menyegarkan dan
menguatkan jiwanya. Sesuatu yang sangat mungkin terjadi di
media-media sosial maupun mimbar-mimbar gereja yang menyampaikan
pesan-pesan monoton hari ke hari hingga tahun ke tahun sampai-sampai
pendengarnya bosan dan tak ingin lagi mendengarnya. Tidak heran jika
kemudian jemaat mengalihkan perhatian pada acara atau program yang
lain di gereja, dimana firman perlahan-lahan tak lagi menjadi fokus
dalam pertemuan-pertemuan ibadah.

Gembala yang baik
menyediakan rumput yang hijau (Mazmur 23:2), setiap hari. Bukan
rumput kering, rumput sisa, atau rumput yang didapat secara
sembarangan. Tuhan Yesus sebagai gembala yang baik pasti menyediakan
rumput hijau yang segar bagi kita domba-domba-Nya. Sudah selayaknya
jika kita atau pelayan-pelayan-Nya memiliki hubungan yang hidup
dengan Dia, kita akan menikmati asupan makanan terbaik dari Tuhan
yang telah menyatakan diri sebagai gembala yang baik.

6) Jangan sampai
keracunan atau menjadi sakit

Mengkonsumsi
berbagai makanan sekaligus dapat sangat berbahaya. Berbagai elemen
bahan makanan dapat tercampur menjadi satu begitu rupa sehingga
membentuk suatu zat yang tidak baik untuk tubuh. Tidak jarang orang
bisa keracunan makanan. Apalagi jika yang dimakan merupakan
makanan-makanan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan kebersihan
dan kesegarannya.

Asupan rohani pun
bisa membawa dampak buruk bagi kesehatam rohani kita. Yang sekilas
tampaknya seperti pesan rohani yang bermutu tapi jika kita tidak
menyadari ada masalah di dalamnya, dalam jangka panjang itu akan
membawa kita kepada kondisi sakit rohani yang parah. Ada pesan-pesan
melalui artikel, khotbah atau nubuatan yang sifatnya meracuni pikiran
dan hati, yang tidak membawa kepada pengenalan yang benar akan Tuhan.
Yang tampaknya menekankan kemakmuran, kesuksesan dan pencapaian mimpi
selama di dunia, tetapi jika diteliti lebih lanjut sebenarnya bukan
demikian yang Tuhan tetapkan dan janjikan.

Sebagai contoh,
pesan-pesan yang bersifat mengarahkan kita kepada pancapaian materi
dan besar di mata dunia beserta segala pesan motivasi-motivasi untuk
mencapainya, sekalipun disampaikan dengan dasar ayat-ayat firman
Tuhan, sangat berbahaya untuk kemajuan rohani yang betul, yang sesuai
dengan rancangan Tuhan semula atas anak-anak-Nya.
Secara sederhana,
kita wajib bertanya mengenai standar kesuksesan duniawi sebab jika
dengan ukuran itu kita dipandang meraih keberhasilan, tidakkah
Juruselamat kita, Allah yang turun sebagai manusia, sebenarnya
menjalani kehidupan yang gagal dengan cara kematian yang demikian?
Tidakkah Dia tidak pernah mencapai segala kesuksesan yang banyak
dijanjikan para motivator bahwa semua orang bisa mencapainya?

Di sinilah kita
harus berjaga-jaga dan waspada supaya roh kita tidak teracuni dan
dipengaruhi dunia ini.

7) Ambillah
makanan-makanan yang bergizi, yang memberikan kesehatan dan kekuatan
rohani yang sesungguhnya

Di zaman Musa, orang
Israel di padang gurun diberi makan manna. Mereka harus mengambilnya
tiap-tiap hari sesuai kebutuhan mereka.

Ketika embun itu
telah menguap, tampaklah pada permukaan padang gurun sesuatu yang
halus, sesuatu yang seperti sisik, halus seperti embun beku di bumi.
Ketika orang Israel
melihatnya, berkatalah mereka seorang kepada yang lain: “Apakah
ini?” Sebab mereka tidak tahu apa itu. Tetapi Musa berkata
kepada mereka: “Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu
menjadi makananmu.
Beginilah perintah
TUHAN: Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya;
masing-masing kamu boleh mengambil untuk seisi kemahnya, segomer
seorang, menurut jumlah jiwa.”
Demikianlah
diperbuat orang Israel; mereka mengumpulkan, ada yang banyak, ada
yang sedikit.
Ketika mereka
menakarnya dengan gomer, maka orang yang mengumpulkan banyak, tidak
kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan.
Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya.
Manna untuk masing²
sehari

~ Keluaran 16:14-18

Dikatakan, setiap
orang mengumpulkan dan memakannya menurut keperluannya. Inilah
takaran yang baik. Ada yang makan banyak, ada yang makan sedikit.
Tetapi semua sesuai dengan kebutuhannya.

Demikianlah
seharusnya kita makan secara rohani. Kita makan seperlunya sesuai
kadar yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kita. Tidak terlalu banyak.
Tidak terlalu sedikit. Tetapi roti sorgawi yang menjadi bagian kita
hari itu kita terima dan nikmati dengan segala ucapan syukur dan
sukacita dari Tuhan. Dengan cara seperti itulah kita akan hidup. Baik
dari roti jasmani, lebih-lebih dari manna -suatu rhema,
perkataan-perkataan yang hidup dari Tuhan bagi kita. Kita bisa
memperolehnya dari membaca Alkitab dan perenungan secara pribadi,
aturlah menemukan sumber-sumber makanan rohani yang kita rasakan
menjadi sarana Tuhan berbicara jauh ke dalam hati kita, atau dengan
belajar bersama dan berdiskusi dengan rekan² seiman atau hamba-hamba
Tuhan tentang hal-hal yang dapat membawa kita masuk dalam pengenalan
lebih dalam akan rencana Tuhan di hidup kita.

Membiasakan menerima
porsi makanan rohani yang tepat setiap hari membawa pada suatu gaya
hidup seorang murid yang belajar setiap hari di ruang kelasnya. Sikap
seperti ini akan menjadikan kita berakar kuat di dalam Tuhan.
Menembus jauh ke bawah supaya dapat tumbuh ke atas. Kita akan tumbuh
subur menjadi tanam-tanaman Tuhan yang membawa kemanfaatan yang besar
bagi sesama. Yang batangnya kuat, akarnya berguna, daunnya menjadi
obat, bunganya memperindah dan buahnya menjadi makanan dan kekuatan.

Sama seperti
tumbuh-tumbuhan yang memasak makanan dan mencukupkan dirinya dari
lingkungan sekitarnya, demikian di taman Tuhan kita ditanam supaya
makan dengan sewajarnya sehingga berbuah-buah bagi kemuliaan-Nya.

8) Jangan
tergesa-gesa membagikan atau merekomendasikan suatu makanan

Makanan yang kita
nikmati bisa jadi terasa lezat bagi kita. Meski demikian, alangkah
baiknya jika itu diteliti lebih dulu. Ada banyak makanan rohani yang
disediakan secara hampir tak terbatas secara online hari-hari ini,
dimana kitapun turut membagikannya.

Pertanyaannya, sudah
termasuk makanan sehatkah itu? Apakah kita sedang benar-benar berbagi
berkat rohani atau racun rohani?
Apa kira-kira kata
orang ketika suatu kali Anda merekomendasikan sebuah tempat makan
atau suatu menu tertentu yang ternyata kemudian terbukti tidak
membawa dampak yang baik bagi yang memakannya?

Rekomendasi kita
seharusnya pada makanan-makanan bergizi dan bermutu yang membawa
kebaikan bagi semua. Makanan rohani yang kita bagikan pun seharusnya
telah terbukti menjadi pesan-pesan yang membawa orang pada keintiman
dan persekutuan lebih dalam dengan Tuhan. Bukan sebaliknya, dimana
banyak orang dibingungkan, disesatkan, dijerumuskan atau dibawa
kepada jerat-jerat kerohanian yang palsu.

Berhati-hatilah
selalu saat membagikan suatu pesan rohani. Jika itu tak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, kita malah akan menjadi alat
kerusakan dan kutuk daripada berkat.

9) Jangan tergoda
untuk menjadi sombong dengan mengklaim makanan-makanan yang Anda
bagikan adalah buatan Anda sendiri

Salah satu jebakan
terbesar terkait era online hari ini ialah bahwa informasi yang
berputar seringkali tak dapat diketahui mana yang benar dan salah
atau darimana sumber asalnya. Orang menggunakan segala cara untuk
menarik perhatian bagi dirinya. Termasuk dengan menampilkan
kesan-kesan yang menunjukkan dirinya tampak lebih luar biasa daripada
kenyataannya.

Dalam hubungan
dengan berkat-berkat rohani, limpahnya makanan rohani tak jarang
membuat kita tergoda ketika kita menemukan suatu pesan yang penting
dan menawan hati lalu ingin membagikannya kepada yang lain.
Membagikan makanan rohani adalah satu hal sedangkan membagikannya
sedemikian rupa untuk mencari perhatian, pengakuan dan penghormatan
manusia adalah hal lain. Inilah ekses (efek negatif) dari media
sosial era informasi sekarang ini. Orang mendapat saluran dan wadah
untuk menunjukkan dirinya pada dunia. Sekalipun itu tak selalu dalam
kejujuran dan keaslian.

Makanan rohani dari
Tuhan yang diterima dan disiapkan dengan tulus lalu dibagikan tanpa
biaya di media sosial sudah selayaknya dihargai dengan memberikan
pengakuan yang selayaknya pada para penulisnya dan yang tentu tidak
boleh kita lupakan: supaya nama Tuhan saja yang dimuliakan.

Biar hati kita
senantiasa tulus dan fokus pada kemuliaan nama Tuhan saja, maka
berkat-berkat rohani terbaik akan menjadi alat yang penuh kuasa untuk
meninggikan nama Tuhan atas muka bumi.

10) Makanlah dengan
cara yang diajarkan Tuhan

Pesan-pesan yang
mengandung kebenaran firman harus kita erlakukan sebagaimana Tuhan
perintahkan.

Ia tidak
memerintahkan kita sekedar membacanya, mengumpulkannya,
mengkhotbahkannya, atau membagi-bagikannya.

Pertama-tama, Ia
memerintahkan kita merenungkannya. Siang dan malam (Mazmur 1:3; Yosua
1:8) Lalu menjadikannya bahan pembicaraan dan mengajarkannya kepada
keluarga kita dan murid-murid Tuhan lainnya (Ulangan 4:6-9). Untuk
kemudian hidup di dalamnya. Menjadi pelaku-pelaku firman, bukan hanya
pendengar saja (Yakobus 1:22).

Untuk mendapatkan
manfaat terbaik dan terbesar dari firman Tuhan, kita seharusnya tak
sekedar membaca atau meresponnya dengan tanda “Like” atau
perkataan “Amin” saja. Kita perlu merenungkannya lebih
lanjut. Mencari dan menyelami untuk menemukan apa yang tersimpan di
hati Tuhan. Tanpa merenungkan dan melakukannya, kita akan terjebak
dalam kondisi-kondisi rohani yang agamawi, yang menyangka hidup kita
telah berkenan di hadapan Tuhan HANYA dengan berkecimpung dan
bersinggungan dengan hal-hal rohani setiap hari, padahal hati dan
hidup kita masih jauh dari yang Tuhan rindukan. Sekedar membaca dan
mengumpulkan pengetahuan rohani, tidak akan membawa kita lebih rohani
sebab kerohanian sejati dimana manusia rohani kita dibaharui hari ke
sehari lahir dari persekutuan dan pergaulan kita dengan Tuhan, bukan
dari rajinnya kita membaca atau mendengar hal-hal rohani.

Proses merenungkan
juga bukan proses cepat-cepat dan sekedarnya. Merenungkan berarti
mencernanya sampai lembut (bagaikan sapi yang memakan rumput atau
memamahbiak) supaya akhirnya makanan itu dapat dicerna (yaitu
dipahami dengan tepat) dan menjadi kekuatan rohani yang sesungguhnya.

Proses merenungkan
firman, menyelaminya hingga melakukannya merupakan tanggapan yang
harus menjadi kebiasaan kita setiap hari. Dengan cara demikianlah,
setiap asupan rohani yang Tuhan berikan pada kita mencapai tujuannya:
kesehatan dan kebugaran rohani kita di dalam Dia (Efesus 6:10)

PENUTUP
Bagaimana kita makan
setiap hari menentukan kesehatan, kondisi tubuh bahkan rentang usia
kita.
Demikian pula cara
kita menerima makanan rohani. Seseorang akan menjadi sehat, kuat dan
mampu melakukan perkara-perkara besar bersama Tuhan jika manusia
rohaninya segar, kuat dan terlatih -yang kesemuanya hanya dapat
dimungkinkan dengan mengkonsumsi makanan rohani yang sehat dan dengan
cara yang tepat.

Biarlah kita
didapati Tuhan sebagai anak-anak-Nya yang bijak yang tahu bagaimana
memilah makanan yang sesuai dengan kehendak Bapa.

Biarlah hati-Nya
disukakan oleh sebab anak-anak-Nya tumbuh secara sehat dan siap ambil
bagian dalam pekerjaan Bapa, demi kepentingan dan kemuliaan nama-Nya.

Adakah Anda termasuk
salah satu dari anak-anak-Nya itu?

Salam revival
Indonesia penuh
kemuliaan-Nya

MENGUKUR IMAN KITA

Oleh: Peter B, MA

Nats :
Apakah gunanya,
saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman,
padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan
dia?
~ Yakobus 2:14

Bila Petrus dikenal
sebagai rasul yang dipandang banyak mengajarkan tentang pengharapan
pada Kristus dalam surat-suratnya, dan Yohanes dikenali sebagai rasul
yang mengajarkan tentang kasih, maka Yakobus dikenal sebagai rasul
yang menekankan prinsip-prinsip iman.

Oleh karena itu,
dari rasul Yakobus pula, kita dapat belajar dan memahami lebih jauh
mengenai iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Salah satu hal penting
mengenai iman adalah dalam banyak hal, orang Kristen menganggap
dirinya telah termasuk sebagai golongan orang percaya atau yang telah
beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Dan
oleh karenanya, mereka merasa berhak menerima dan menikmati
janji-janji berkat yang melimpah dari Tuhan sebagaimana yang
disebutkan dalam Alkitab.
Sedihnya, tidak
banyak yang mengetahui bahwa iman yang diperhitungkan oleh Tuhan
tidak seperti yang dipikirkan mereka yang mengklaim bahwa dirinya
telah memiliki iman pada Tuhan. Tuhan memiliki ukuran iman tertentu
yang baru jika ukuran itu dipenuhi, maka itulah yang dipandang-Nya
sebagai iman yang sesungguhnya kepada Dia. Dan sebaliknya, jika
ukuran iman itu belum dipenuhi, maka seberapa pun seseorang menilai
dirinya telah beriman, di hadapan Tuhan ia tetap dipandang tidak
memiliki iman.

Tanpa iman yang
bernilai di mata Tuhan, kita tidak akan diselamatkan dan menerima
kelimpahan penggenapan janji janji Tuhan. Tanpa iman yang sejati,
kita tidak pernah terhubung dengan Tuhan. Bahkan sekalipun kita
menyebut-nyebut nama-Nya, jika iman kita bukan merupakan iman yang
benar, kita hanya akan terhubung kepada kuasa-kuasa yang lain, yang
bisa jadi sekedar mengaku-ngaku sebagai Tuhan atau menyerupai Tuhan.

Tanpa iman yang
benar, kerohanian seseorang akan sesat. Ia menyangka bahwa dirinya
telah menyembah atau melayani Tuhan, namun karena kesesatan di
hatinya, ia tidak menyadari jika selama ini ia hanya menyembah Tuhan
yang hanya ada di dalam pikiran atau yang di reka-rekanya sendiri.
Kita harus memastikan bahwa iman yang ada pada kita adalah iman yang
sejati, yang akan menghantarkan kita pada pertemuan pribadi serta
persekutuan yang intim dengan Tuhan, dimana melalui iman itu
dimampukan berhubungan dan berjalan bersama Dia seumur hidup kita.

IMAN SEJATI
ADALAH IMAN YANG NYATA DALAM PERBUATAN-PERBUATAN YANG LAHIR DARI IMAN
ITU
Salah satu poin
pengajaran yang penting dari surat Yakobus telah sering kita dengar.
Itu berbunyi ”iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati”

Demikian juga
halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman
itu pada hakekatnya adalah mati.”
~ Yakobus 2:17
(TB)

Maksudnya tidak lain
adalah bahwa jika kita mengaku kita memiliki iman di dalam hati, maka
itu harus tampak di dalam perbuatan-perbuatan kita, dalam tingkah
laku kita, dalam gerak-gerik kita, dalam gaya hidup kita sehari-hari.
Iman yang sejati adalah iman yang ditunjukkan serta diamalkan secara
nyata dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Jadi apabila iman
itu hanya diakui dalam mulut saja atau dalam penampilan yang sekedar
tampak beriman kepada Tuhan, belumlah cukup untuk diperhitungkan
sebagai iman yang memiliki bobot di hadapan Tuhan.

Seseorang yang
mengaku mempunyai iman kepada Tuhan tetapi tidak pernah menunjukkan
perbuatan-perbuatan yang membuktikan bahwa ia percaya akan adanya
Tuhan yang memberikan perintah padanya dan yang akan meminta
pertanggungjawaban pada setiap manusia, sesungguhnya bisa dikatakan
bahwa ia belum memiliki iman yang dikehendaki Tuhan.

Pada titik ini,
pikiran manusia yang disesatkan oleh iblis, akan berusaha membenarkan
diri dengan menunjukkan bahwa ia memiliki perbuatan-perbuatan yang
sesuai dengan imannya itu. Umumnya, perbuatan-perbuatan yang
dipandang sebagai perbuatan-perbuatan karena iman adalah berbagai
aktivitas keagamaan, khususnya dalam kegiatan-kegiatan ibadah,
pelayanan atau kerja sosial bernuansa rohani.
Namun benarkah
demikian?

Untuk menghindari
penafsiran atau pemahaman yang keliru, rasul Yakobus memberikan
ciri-ciri yang jelas apakah yang dimaksud dengan perbuatan-perbuatan
yang lahir dari iman itu. Supaya dengan demikian jelaslah bagi kita
perbuatan-perbuatan seperti apakah yang menunjukkan adanya iman di
dalam hati kita.

Poin-poin berikut
ini merupakan rangkuman dari apa yang disampaikan oleh Yakobus dalam
suratnya terkait pembahasan mengenai iman. Setiap poinnya memerlukan
perenungan dan penjabaran yang mendetail dan panjang. Akan tetapi
mengingat keterbatasan waktu dan tempat, kita hanya akan membahasnya
secara singkat.

Menurut Yakobus,
iman sejati di hadapan Tuhan yang nampak dalam perbuatan ialah :

1) Iman yang
tidak bimbang

Hendaklah ia
memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang
yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian
ke mari oleh angin.
~ Yakobus 1:6
(TB)

Jika kita mengaku
sebagai orang yang memiliki iman, akan tetapi hati kita selalu
bimbang, gelisah, tidak menentu, dibayangi ketakutan, cemas bahkan
panik, sesungguhnya hal itu menunjukkan bahwa iman belum ada di
dalam hati kita.
Orang yang percaya
benar kepada Tuhan, hatinya akan tenang teduh dalam segala keadaan,
sekalipun ia belum melihat secara pasti apa yang akan terjadi di
depannya.

Contoh sederhana
dalam kehidupan sehari-hari dapat menjelaskan tentang hal ini.
Misalkan saja, kita sedang masuk ke dalam suatu lift penumpang yang
akan membawa kita ke lantai atas sebuah gedung bertingkat. Mengapa
kita tidak merasa takut dan dengan santai memasuki ruang sempit yang
akan membawa kita terangkat saat berada di dalamnya? Jawabannya
sederhana. Karena kita percaya akan kemampuan lift itu. Yakin bahwa
ia akan membawa kita naik dengan selamat. Diyakinkan bahwa alat
tersebut aman, terjamin dan layak untuk kita tumpangi -sekalipun
sesungguhnya kita tidak benar-benar tahu secara persis apakah memang
demikian kenyataannya. Kita hanya percaya saja. Dan karena kita
percaya, maka kita tak gelisah, tak ragu-ragu, tak menjadi takut atau
bimbang saat memasukinya. Namun sebaliknya pun benar adanya. Jika
kita takut dan bimbang saat hendak naik sebuah lift, besar
kemungkinan kita tak yakin atau percaya pada kemampuan dari alat
tersebut.

Iman sejati ditandai
suatu keteguhan. Yang tak dapat dibingungkan atau digoyahkan lagi
oleh situasi apapun yang dapat melemahkannya. Kita tahu kita memiliki
iman ketika keadaan-keadaan sekitar kita menunjukkan sesuatu yang
berkebalikan dengan yang kita percaya tetapi kita tetap tinggal
percaya. Tak ada keraguan, kita yakin bahwa Tuhan pasti ada bagi
kita, mendengar setiap seru doa kita dan akan bertindak sebagaimana
yang Ia janjikan bagi kita sekalipun kita belum melihat sedikit pun
tanda-tandanya.

Iman sejati tak
segera mencari alternatif lain saat hati menjadi panik karena belum
melihat pertolongan Tuhan.

Jika Anda masih
kerapkali menjadi bingung dan terus gelisah meskipun telah berdoa dan
menyerahkan problema Anda pada Tuhan, seharusnya Anda tahu bahwa iman
masih belum bersemayam di hati Anda. Tidaklah mengherankan apabila
murid-murid yang menjadi panik oleh karena badai yang menerpa perahu
mereka dan lebih yakin bahwa mereka akan binasa daripada selamat
ditegur oleh Tuhan, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu
tidak percaya?” (Markus 4:40)

2) Iman yang
tampak dalam perbuatan mengendalikan lidah

Jikalau ada
seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang
lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.
~ Yakobus 1:26

Inilah salah satu
contoh kesalahkaprahan orang mengenai ibadah. Ibadah sejati, menurut
Alkitab, bukan menaikkan doa-doa, menyanyikan pujian penyembahan dan
memberikan persembahan materi atau melayani di gereja. Sesuai Roma
12:1, ibadah sejati ialah kehidupan yang dipersembahkan dalam
kekudusan dan cara hidup yang berkenan di mata Tuhan.
Yang disebut ibadah
di gereja sebenarnya merupakan sebagian kecil bentuk ekspresi
seseorang dalam menyembah Tuhan. Ibadah sejati ialah apa yang Tuhan
lihat sepanjang jam-jam dan hari-hari kehidupan kita: apakah kita
hidup taat pada kehendak-Nya atau kita hidup menurut pola pikir dan
cara kita sendiri.

Salah satunya ialah
dalam hal mengendalikan atau mengekang lidah. Seseorang dipandang
memiliki iman yang benar jika ia menyatakan imannya melalui bagaimana
sehari-hari ia menyampaikan perkataannya. Komunikasi verbal kita
mencerminkan keimanan kita. Yang dimaksud ialah mengenai apakah kita
membatasi dan mengekang perkataan-perkataan kita sehari-hari daripada
mengumbar berbagai ucapan yang tidak terkontrol yang dapat berakibat
fatal baik terhadap diri kita maupun kepada orang lain.

Mereka yang menjadi
pengikut-pengikut Kristus dalam iman kepada Dia, hidup dalam suatu
gaya berkomunikasi secara lisan dengan cara berbeda dengan
orang-orang dunia yang tak mengenal Kristus. Perkataan kita
seharusnya ditandai dengan kejujuran dan ketulusan, tidak ceroboh
tapi berhati-hati, penuh kasih sehingga menjadi berkat dan penuh
dengan hikmat (lihat Amsal 16:13; 23:15-16; 10:31; Efesus 4:29; 5:4;
Kolose 4:6; 3:16). Ucapan bibir kita yang tidak serupa itu, sekalipun
kita mengaku sebagai orang percaya, menegasikan atau menyangkal bahwa
iman itu sungguh ada di hati kita.

Menyampaikan
perkataan-perkataan yang baik dan dipimpin oleh kasih dan Roh Kudus
terhadap orang sekitar kita adalah perbuatan yang menyatakan bahwa
kita memiliki iman pada Kristus. Dan sebaliknya, jika dalam
keseharian kita, kata-kata yang keluar dari mulut kita lebih banyak
menyakiti, merusak, merendahkan, penuh dusta dan digunakan untuk
tujuan-tujuan memanipulasi orang dan jauh dari memuliakan nama Tuhan
-besar kemungkinan iman kita kosong belaka.

3) Iman yang
terwujud dalam ibadah yang yang murni dan tak bercacat di hadapan
Allah

Ibadah yang murni
dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi
yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga
supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.
~ Yakobus 1:27

Seperti dikatakan
sebelumnya iman dinyatakan dalam praktek-praktek ibadah. Dan Yakobus
menekankan bahwa ibadah yang dipandang murni dan tak bercacat di mata
Tuhan nyata dalam dua hal:
1 mengunjungi yatim
piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka
2 menjaga diri
supaya tidak dicemarkan dunia

Lagi-lagi bukan
kebaktian di gereja atau berbagai ritual keagamaan Kristen yang
dipandang sebagai ibadah bermutu tinggi. Dua hal yang disebutkan
sebagai ibadah yang murni ialah melakukan perbuatan-perbuatan kasih
dengan menolong sesama manusia 0khususnya yang terhitung dalam
golongan mereka yang dalam keadaan yang sukar dibandingkan pada
umumnya (yang dicontohkan dengan para yatim piatu dan janda-janda)
dan menjaga diri tetap dalam keadaan yang dikenan Tuhan, tidak turut
arus dunia.

Ini tampaknya
sejajar dengan yang disampaikan rasul Yohanes :

Barangsiapa
mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti
Kristus telah hidup
~ 1 Yohanes 2:6

Iman sejati selalu
ditandai dengan kehidupan yang meneladani Kristus. Menyatakan kasih
kepada yang memerlukannya. Hidup dalam suatu cara yang berbeda dari
dunia. Seperti hidup Kristus yang bukan saja tidak dicemari dunia
namun justru mempengaruhi dunia.

Jika sebagai orang
Kristen yang mengaku percaya pada Kristus namun gaya hidup Anda tak
jauh berbeda dengan dunia, maka hampir pasti iman Anda hanya
penilaian subyektif Anda sendiri saja padahal sebenarnya iman itu
tidak pernah Anda miliki.

4) Iman sejati
terlihat dari bagaimana kita memperlakukan orang lain dengan adil dan
tidak memandang muka

Saudara-saudaraku,
sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita
yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.
Sebab, jika ada
seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan
pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai
pakaian buruk,
dan kamu
menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya:
“Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!”, sedang
kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Berdirilah di sana!”
atau: “Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!”,
Akan tetapi,
jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci:
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, kamu
berbuat baik.
~ Yakobus 2:1-3,
8

Poin ini merupakan
bentuk lain dari perbuatan-perbuatan kasih yang lahir dari iman. Iman
yang benar akan tampak dari sikap kita memperlakukan orang lain:
apakah didasari kasih atau dengan prasangka dan penghakiman.

Kasih yang lahir
dari iman sejati terlihat dalam hal kita tidak membuat
perbedaan-perbedaan atau bersikap membeda-bedakan dalam berhubungan
dengan orang lain. Dalam hukum ilahi berlaku perintah “kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Dan jika kita sungguh
beriman pada Tuhan yang menetapkan hukum itu, maka iman kita lulus
dalam ujian ketika kita dalam sikap keseharian kita, kita
memperlakukan orang secara sederajat, tidak pandang bulu atau
memandang muka.

Di tengah krisis
terkait SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) yang melanda
bangsa-bangsa khususnya Indonesia, anak-anak Tuhan seharusnya dapat
tampil sebagai saksi dan teladan bahwa iman percaya mereka adalah
iman yang berbeda dengan iman kepercayaan yang lain. Itu dapat
dilakukan dengan cara menunjukkan sikap tidak membeda-bedakan orang
menurut suku, agama, ras dan golongannya itu. Dalam suatu roh yang
mengasihi orang-orang dari semua lapisan masyarakat dari berbagai
latar belakang pendidikan, ekonomi, budaya, dan agama. Melalui
perkataan, sikap dan perbuatan yang menyatakan keadilan bagi semua,
yang dapat diawali dengan tidak menggunakan istilah-istilah yang
merendahkan atau meremehkan yang berbeda dengan kita secara
provokatif.
Meskipun beberapa
orang menafsirkan ini dalam bentuk bakti atau kerja sosial yang
bekerja sama dan menjangkau kelompok yang berbeda, namun teladan dari
kehidupan anak-anak Tuhan terhadap lingkungan di sekitarnya adalah
pengaruh yang paling menentukan.

Periksalah hati dan
hidup Anda. Pikiran negatif terhadap satu kelompok tertentu dan juga
sikap yang membeda-bedakan orang merupakan tanda bahaya bahwa iman
kita masih tidak jauh berbeda dengan mereka yang mengaku bertuhan
tapi jauh dari sifat-sifat kesempurnaan Tuhan itu sendiri. Iman tanpa
diikuti perbuatan kasih itu sama dengan tak ada iman.

5) Iman yang
nyata dari doa-doa yang dinaikkan dengan penuh kesungguhan

Dan doa yang
lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan
membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu
akan diampuni.
Karena itu
hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya
kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat
besar kuasanya.
Elia adalah
manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh
berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi
selama tiga tahun dan enam bulan.
Lalu ia berdoa
pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya.
~ Yakobus 5:15-18

Iman melahirkan doa
yang bukan sembarang doa. Iman mendidihkan jiwa dan menyalakan suatu
api doa yang tekun, tidak menyerah, terus mendesak, yang takkan
berhenti memohon sebelum melihat penggenapan atas doanya.

Cara seseorang
berdoa secara tidak langsung menunjukkan kadar imannya. Doa yang
berbunga-bunga penuh kata-kata indah yang tampak memuja Tuhan tetapi
dinaikkan dengan rasa puas diri yang terbentuk dari kebiasaan ibadah
rutin pasti akan mengecewakan hati Tuhan jika tak didapati-Nya iman
di sana. Iman yang tak tergoyahkan membuat doa-doa seseorang tak
terhentikan. Doa-doanya penuh kuasa sekalipun ia manusia biasa. Ia
melahirkan banyak hal-hal yang ingin Tuhan adakan di muka bumi. Bukan
sekedar mendoakan terjadinya mujizat kesembuhan tetapi melahirkan
suatu perubahan-perubahan siginifikan di alam rohani. Yang pada
akhirnya mengubah atmosfir, karakter hingga nasib suatu bangsa.

Doa mereka yang
beriman dalam keseharian bukan dinaikkan dalam nada datar, yang fasih
lancar karena hafal, yang sekedar pengulangan kata-kata yang serupa
minggu demi minggu, yang diucapkan sebagai bagian dari rangkaian
pertemuan doa yang baik atau supaya ibadah cepat diakhiri. Doa para
pejuang iman itu menggoncang jiwa, mengadakan perpindahan dan
pergeseran di alam roh, yang mampu memindahkan sorga ke bumi.
“DATANGLAH
KERAJAAN-MU, JADILAH KEHENDAK-MU. DI BUMI SEPERTI DI SORGA”
bukanlah suatu mantra dan doa harian biasa. Itu merupakan jeritan
jiwa yang yakin bahwa ketika itu dimintakan dengan segenap hati maka
sorga akan turun dan menguasai bumi. Dan itu tidak dapat dikalahkan
melalui akting drama rohani teatrikal bagai membaca puisi yang
indah-indah. Doa iman lahir dari kesederhanaan serta ketulusan iman
itu sendiri. Bagai anak yang dengan penuh keyakinan mendesak meminta
apa yang dibutuhkannya pada ayahnya tanpa malu atau segan,
demikianlah perbuatan iman dalam wujud doa.

Perhatikanlah
doa-doa Anda. Apakah yang menginspirasi dan mendorongnya? Adakah
terasa suatu kuasa ilahi mengalir dalam diri Anda dan atas orang yang
Anda doakan?

Jika doa-doa Anda
hambar, mungkinkah iman di hati Anda telah buyar?

6) Iman yang
benar bukan saja gemetar di hadapan Tuhan tetapi berbalik pada Tuhan,
tunduk dan menyerahkan sepenuh hidup kepada-Nya sampai para
kesudahannya

Dalam surat
Yakobus, kita menemukan satu ayat yang menarik, yang menghubungkan
antara iman dengan setan-setan:
Engkau percaya,
bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun
juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.
~ Yakobus 2:19

Jelas sekali di sini
bahwa iman kita sedang dibandingkan dengan “iman”
setan-setan. Maksudnya jika kita percaya bahwa Tuhan itu satu di
dalam nama Yesus Kristus, setan-setan pun percaya akan hal itu.
Sebagai tambahan, roh-roh jahat itu gemetar di hadapan Tuhan. Dengan
kata lain, jika iman kita hanya sekedar percaya bahwa Yesus itu Tuhan
yang berkuasa atas semesta, maka iman seperti itu belumlah cukup.
Apalagi jika saat mendengar nama Yesus dan dalam kenyataan bahwa
hadirat-Nya di sekeliling kita nyatanya tak membuat kita memiliki
hati yang takut akan Dia. Iman kita pastilah masih di bawah ukuran
iman iblis yang gemetar atas keyakinan akan ketuhanan Kristus.

Dalam aplikasinya,
Yakobus sebenarnya hendak mengatakan bahwa iman yang kita yakini ada
pada kita sebagai iman Kristen, yang membawa kita datang beribadah
secara tetap di gereja, masih bukan merupakan iman yang semestinya
yang Tuhan kehendaki. Itu masih setara dengan apa yang dipercaya oleh
roh kegelapan, yang tidak berdampak pada perubana kehidupan seperti
yang Tuhan inginkan!

Iman sejati lebih
daripada meyakini bahwa Yesus itu Tuhan. Iman sejati berarti MENGAKUI
KEDAULATAN KRISTUS DALAM HIDUP KITA dimana kemudian seluruh hidup
kita dibawa, diarahkan, ditundukkan dan diserahkan kepada Dia. Iman
yang dimaksud bukan sekedar percaya bahwa Dia adalah Tuhan tetapi
yang MEMPERCAYAKAN SELURUH HIDUP KITA KEPADA TANGAN KASIH KARUNIA-NYA
LALU MENJALANI SELURUH HIDUP SETURUT KEHENDAK-NYA.

Itu sebabnya
ayat-ayat berikut ini kita dapati dalam surat Yakobus:
Karena itu tunduklah
kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!
Mendekatlah kepada
Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu
orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua
hati!
Sadarilah
kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu
ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita.
Rendahkanlah dirimu
di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.
~ Yakobus 4:7-10

Rangkaian nats di
atas merupakan pesan supaya kita mendekat pada Tuhan, bertobat dari
kehidupan yang berdosa dan jahat, merendahkan diri di hadapan Tuhan,
untuk memasuki suatu kehidupan yang tunduk kepada Tuhan yang mampu
menang mengatasi pengaruh-pengaruh kuasa gelap.

Pada bagian lain,
Yakobus menyinggung bagaimana seharusnya membuat rencana-rencana
dalam kehidupan sebagai orang yang sungguh percaya pada Tuhan:

Jadi sekarang,
hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke
kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta
mendapat untung”,
sedang kamu tidak
tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu
sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.
Sebenarnya kamu
harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan
berbuat ini dan itu.”
~ Yakobus 4:13-15

Apa sesungguhnya
yang hendak disampaikan sang rasul?
Tak lain tak bukan
ialah supaya dalam setiap rencana kehidupan, kita seharusnya
berpaling pada Tuhan, sebagai penguasa dan pemilik hidup kita. Bahwa
hidup kita yang singkat ini, tak seharusnya kita isi dan jalani
dengan rencana-rencana (egois) kita sendiri yang justru mencerminkan
bahwa kitalah yang mengendalikan dan menentukan segala sesuatu di
hidup sekarang ini.

Inilah desakan untuk
mencari kehendak Tuhan bagi hidup kita. Suatu perintah yang juga
disampaikan oleh Yesus (Matius 6:33; Yohanes 4:34) dan rasul-rasul
lainnya (Filipi 1:21; Efesus 5:15-17; Kolose 1:9; 1 Yohanes 5:14).
Dan ini pula sesungguhnya penerapan yang paling puncak dari suatu
iman sejati. Yaitu kerelaan menjalani hidup dalam penyerahan pada
kehendak Tuhan karena yakin benar bahwa dalam kehendak Tuhan, kita
bukan saja dipelihara dengan sempurna tapi dibawa menjalani kehidupan
terbaik, yang akhirnya meraih keberhasilan sejati dalam kehidupan
sekarang dan kelak dalam kekekalan.

Di bagian akhir
suratnya, suatu pesan penting disampaikan sang rasul bagi kita semua.
Pesan mengenai kesungguhan dan ketekunan mengikut Tuhan:

Saudara-saudara,
turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah
berbicara demi nama Tuhan.
Sesungguhnya kami
menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu
telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang
pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang
dan penuh belas kasihan.
~ Yakobus 5:10-11

Bukan saja kita
diperintahkan untuk bertekun namun juga mengikuti teladan para saleh
sepanjang zaman yang telah melayani dan mengabdikan diri kepada
Tuhan, sekalipun penuh penderitaan dan harus menjalani hidup dalam
segala kesabaran. Itu artinya, mengikut Kristus dan hidup bagi Dia
bukan merupakan kehidupan yang mudah dan menyenangkan tetapi hidup
yang demikianlah yang layak dijalani sebab meski tak sama dengan
jalan dunia yang lebar dan lapang ini, ada sukacita serta damai
sejahtera yang besar di hati oleh karena penyertaan dan persekutuan
dengan Tuhan Yesus melalui Roh-Nya yang tinggal di hati kita.

Jadi, iman sejati
nyata dari kehidupan yang dipersembahkan bagi kemuliaan dan kebesaran
nama Tuhan. Suatu hidup yang tak lagi dipergunakan untuk mengejar
kepentingan diri tetapi yang selalu bertanya kemana Tuhan akan pimpin
dan bawa. Suatu kehidupan yang percaya penuh bahwa di tangan Tuhan,
kita akan memiliki kehidupan yang terbaik. Memiliki jaminan yang tak
mengecewakan selama di bumi sekarang ini maupun di sorga kelak.

KESIMPULAN
Hari ini, luangkan
waktu sejenak untuk merenung. Untuk memeriksa dan menilai iman Anda.
Seberapakah Anda
telah memiliki iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan? Apakah iman
Anda sebatas karena memeluk keyakinan Kristen saja ataukah Anda telah
memutuskan sekali untuk selamanya berkomitmen mengikut Kristus,
menyerahkan hidup Anda bagi kepentingan-Nya, dengan segala risiko dan
harga yang memang harus dibayar dalam mengiring Dia?

Pastikanlah iman
Anda merupakan iman yang bernilai di mata Tuhan. Sebab tanpa iman
yang demikian, keselamatan masih jauh dari menjadi milik Anda.

Biarlah Roh-Nya
menyadarkan dan memimpin kita pada kebenaran sejati.

Salam revival

Indonesia penuh
kemuliaan Tuhan

POWER OF WISDOM

Oleh: Peter B, MA

Nats:
“…
padakulah kekuatan”
~ Amsal 8:14-
Amsal pasal 8 diberi
judul perikop oleh Alkitab Terjemahan Baru sebagai “Wejangan
Hikmat”. Dan isinya memang demikian. Dalam pasal ini, hikmat
seolah-olah mengambil rupa seorang manusia yang mampu berkata-kata
secara langsung kepada pendengar atau pembacanya. Memberikan
pewahyuan akan siapa hikmat itu dan mengapa semua orang seharusnya
berusaha sekuat tenaga mencari dan memilikinya.
Salah satu yang
disampaikannya adalah bahwa DI DALAM DIA (YAITU SANG HIKMAT) ADA
KEKUATAN. Dalam bahasa aslinya, itu lebih dari sekedar kekuatan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari pada umumnya. Pengertian dari kekuatan
yang dimaksud ialah “suatu kekuatan yang besar”,
“keperkasaan”, “kehebatan” dimana kata yang sama
merupakan akar dari suatu frasa yang mungkin sudah pernah kita dengar
yaitu “El-Gibbor”, salah satu sebutan dari Allah kita yang
bermakna “Allah yang perkasa”.
Jadi, dalam hikmat,
yang sangat jarang kita ketahui dan sadari, ada suatu kekuatan yang
maha dahsyat. Dan dengan kekuatan yang besar, hal-hal yang besar akan
dapat dicapai. Seperti halnya mesin-mesin 0dengan tenaga yang besar
mampu menggerakkan kapal, pesawat terbang hingga sebuah roket ke luar
angkasa, demikianlah gambaran dari apa yang dapat dilakukan kekuatan
yang besar itu.
Lalu apa
sesungguhnya kekuatan dari hikmat itu?
1) Hikmat dapat
mendatangkan kebesaran, kejayaan, kekuasaan yang langgeng, kekayaan
dan kehormatan
Bukan suatu
perkataan yang congkak dan tak berdasar, ketika hikmat berkata bahwa
olehnya para raja dan pembesar memerintah serta berkuasa (ayat 15 –
16). Begitu pula dengan kekayaan dan kehormatan datang bersama dengan
hikmat (ayat 18). Dan perkataan ini bukan suatu omong kosong.
Salomo adalah orang
yang membuktikan kehebatan hikmat di dalam hidupnya. Sekalipun ia
sempat tergelincir di satu fase dalam hidupnya, tidak ada yang tidak
mengakui kegemilangan dan kesuksesan Salomo sebagai raja, khususnya
di dalam kemegahan, kebesaran dan kedahsyatan di bidang ekonomi dan
pemerintahan. Di jaman Salomolah, Israel menjadi negara adi daya.
Maju di dalam segala bidang. Negara yang paling bersinar dan berkuasa
pada waktu itu. Itu semua karena bangsa itu dipimpin dan dikelola
dengan sangat baik oleh seorang pemimpin yang limpah dengan hikmat.
Salomo seolah
mengingat dan mengulang kembali apa yang telah dirasakan dan
dinikmatinya sebagai orang yang telah memperoleh karunia hikmat luar
biasa dari Tuhan sewaktu menuliskan ini:
Berbahagialah
orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian,
karena
keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas.
Ia lebih berharga
dari pada permata; apa pun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya.
Umur panjang ada
di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan.
~ Amsal 3:13-16
Bagaimana tidak
berbahagia apabila bersama-sama dengan hikmat datang pula
keuntungan-keuntungan yang melebihi perak, emas bahkan permata. Belum
lagi ia akan diganjar dengan umur panjang serta kekayaan dan hormat,
bagi yang memiliki hikmat itu.
Dari sini saja kita
bisa melihat bahwa hikmat bukan sekedar kutipan-kutipan kata-kata
yang bijak atau suatu nasihat dan peribahasa yang penuh makna.
Apabila diterapkan di dalam kehidupan nyata sehari-hari dalam
menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, baik di tingkatan
pribadi maupun dalam lingkup masyarakat luas, maka itu dapat
berdampak besar sehingga mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan
bagi kehidupan seseorang sampai atas satu bangsa yang besar.
Oleh hikma lah,
bahkan bangsa-bangsa diselamatkan dari wabah kelaparan di jaman
Yusuf. Mesir terangkat menjadi negara superpower oleh tangan dingin
Yusuf, yang berhasil membuat bangsa-bangsa bergantung kepada Mesir
untuk bahan makanan. Dan bacalah kisah-kisah riwayat para raja
Yehuda. Apabila mereka menggunakan hikmat yang Tuhan berikan dalam
memerintah bangsanya, maka pembaruan dan kemajuan menjadi milik
mereka. Tetapi jika sebaliknya, dimana seorang raja berlaku bodoh dan
tiada mencari hikmat Tuhan, maka bencana dan malapetaka yang akan
terjadi.
Dari sisi kehidupan
pribadi, kenyataan inipun tak terbantahkan mengenai keadaan manusia:
Dengan hikmat
rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan,
dan dengan
pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang
berharga dan menarik.
~ Amsal 24:3-4
Hal semacam ini
mudah ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Bahwa semakin pandai dan
bijak seseorang menggunakan bakat dan kemampuannya, kepandaian dan
keahliannya, maka semakin besar kemungkinan ia untuk menjadi
orang-orang yang meraih banyak hal dalam hidup daripada mereka yang
tetap tinggal di dalam kebodohan, entah karena mereka tidak mau
belajar atau tidak mau mencari tahu lebih lanjut bagaimana
menggunakan apa yang telah dipelajarinya itu.
Secara rohani, ini
berbicara mengenai rumah di surga. Anak-anak Tuhan yang berhikmat dan
tahu bagaimana berjalan di dalam kehendak dan rencana Tuhan, yang
mengenali setiap jalan-jalan Tuhan dan hidup di dalamnya, akan
memiliki tempat kediaman kekal yang indah lagi mulia. Itu pula
sebabnya mengapa dalam perumpamaan gadis-gadis yang turut menyambut
kedatangan mempelai pria ada yang disebut gadis-gadis bijaksana.
Sebab memang mereka memiliki hikmat untuk dapat masuk dan diterima
dalam kerajaan sorga.
Betapa penting dan
menentukan hikmat itu bagi kehidupan manusia! Baik selama hidup di
bumi maupun demi kehidupan yang akan datang. Celakalah orang yang
memandang remeh hikmat sehingga mengabaikannya dan tidak pernah
mencarinya di dalam hidup.
2) Hikmat
menjadikan orang yang memilikinya mampu melakukan perbuatan-perbuatan
besar dan luar biasa
Dengan hikmat, orang
bukan saja mampu menyelesaikan berbagai persoalan pelik namun juga
dapat keluar dari keadaan keadaan yang kritis lalu tampil sebagai
pemenang.
Kisah-kisah Alkitab
menguatkan hal ini. Di antaranya, kisah Salomo menyelesaikan konflik
antara dua orang ibu yang memperebutkan seorang bayi di dalam 1 Raja
raja 13:16-28. Suatu persoalan yang sukar untuk dipecahkan, nyatanya
dapat diselesaikan dengan satu kali kesempatan saja oleh raja yang
penuh hikmat itu.
Pada bagian lain,
Daud yang berada dalam keadaan sangat terdesak dan terancam untuk
dibunuh oleh anaknya sendiri dalam suatu pemberontakan, diselamatkan
oleh Husai, orang Arki, salah seorang sahabat Daud yang berhikmat (2
Samuel 17:1-14).
Ini sebenarnya
mengingatkan juga kepada peristiwa di masa muda Daud, ketika
penggembala belia itu maju seorang diri di hadapan seluruh bala
tentara Israel yang ketakutan menghadapi raksasa Goliath. Saat tak
seorangpun berani mengangkat wajahnya menghadapi pahlawan Filistin
itu, meski kesemuanya berpakaian perang lengkap, Daud dengan berani
berbekal iman dan hikmat dari Tuhan menatap wajah Goliath dan
memberitahukan sebelumnya akan nasib sang prajurit raksasa dalam
pertarungan itu. Dan kita boleh yakin, hikmat Tuhanlah yang menuntun
Daud untuk membawa 5 butir batu licin dari dasar sungai yang
digunakannya untuk mengumban Goliath. Dan terbukti hanya dengan satu
kali serangan, tentara Filistin yang menakutkan itu rebah tak berdaya
untuk kemudian dihabisi oleh Daud.
Semua contoh-contoh
di atas menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan hikmat. Di mana
sesuatu yang seharusnya memakan waktu yang panjang, dengan
mengerahkan tentara yang banyak, atau dengan persenjataan yang
lengkap serta atas sebuah situasi yang gawat dan mendesak, oleh
hikmat diatasi dengan relatif mudah.
Di dalam kehidupan
yang tidak akan pernah bebas dari masalah, hikmat adalah sesuatu yang
harus ada. Tanpa hikmat, masalah demi masalah akan terus membelit
kita, menyebabkan kita bertemu jalan buntu, menjadi frustrasi dan
putus asa menjalani hidup. Tanpa hikmat, kita akan terus berlaku
bodoh dan membuat banyak kesalahan yang menjerumuskan kita dalam
berbagai masalah, alih-alih lepas dari keadaan-keadaan yang sukar
atau membantu orang lain keluar dari persoalan. Tuhan yang kaya
dengan hikmat, bahkan Dia sendiri lah sang Hikmat itu, pasti akan
memberikan hikmat pada kita yang meminta kepada-Nya (Yakobus 1:5).
3) Nasehat hikmat
dapat membelokkan seseorang dari jalan yang salah atau memberikan
petunjuk, arahan dan dorongan untuk berjalan di dalam kebenaran
Kuasa dari hikmat
yang satu ini kerap kali diabaikan atau tidak dipahami oleh
kebanyakan orang. Padahal ini sangat menentukan nasib seorang manusia
di keabadian.
Kita tahu bahwa
dunia pun memiliki hikmatnya sendiri. Itu dinyatakan dalam berbagai
bentuk. Mulai dari kiat atau petunjuk cara hidup sehari-hari, panduan
untuk menjalani hidup dan meraih kesuksesan, hingga ajaran-ajaran
agama yang menjanjikan kebahagiaan dan kehidupan kekal setelah hidup
yang sekarang. Tidak semuanya benar. Dan sesungguhnya hanya satu yang
berasal dari Allah yang sejati yang telah menciptakan jagat raya dan
seisinya. Di sinilah kita perlu mengetahui dan memiliki hikmat yang
sejati. Tanpa hikmat yang benar, jiwa manusia pasti tersesat dan
binasa di dalam kebodohan atau pengertiannya sendiri yang dipandang
sebagai kebenaran padahal hanya mengandung sebagian kebenaran saja.
Hikmat sejati
membuat orang yang memperolehnya melihat lebih jelas akan jalan yang
harus ditempuhnya. Begitu pula dengan nasihat hikmat yang
disampaikan, akan berdampak membuka pikiran orang yang mendengarnya
mulai melihat mana yang benar dan mana yang bukan dan apakah jalannya
selama ini sudah benar atau telah menyimpang. Pada akhirnya, hikmat
sejati menuntun pada keselamatan dan kehidupan dalam Tuhan:
Ingatlah juga
bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi
hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman
kepada Kristus Yesus.
~ 2 Timotius 3:15
Dalam hikmat Tuhan
yang luar biasa, nabi Natan mendatangi Daud, raja yang sangat
berkuasa pada waktu itu. Untuk menyampaikan teguran akan dosa dan
kejahatan Daud, yang tidak begitu disadarinya. Sang raja telah
mengambil istri salah satu prajurit terbaiknya dan demi menutupi
aibnya menghamili wanita itu, ia mengatur supaya sang prajurit
terbunuh di medan perang. Suatu siasat keji dengan mengorbankan nyawa
seseorang yang telah berlaku setia pada Daud.
Dalam 2 Samuel
12:1-12, nabi Natan menceritakan suatu kisah dan meminta Daud
memberikan tanggapannya. Daud yang tidak merasa bahwa kisah itu
merupakan gambaran dirinya, menjadi emosional dan marah terhadap
seorang kaya yang dikisahkan merampas satu-satunya ternak yang
dimiliki si miskin. Dengan demikian, Daud seperti termakan
perkataannya sendiri. Saat itulah nabi Natan menyampaikan pesan Tuhan
mengenai kejaTuhan Daud itu. Melalui sebuah kisah yang lahir dari
hikmat, seorang raja disadarkan serta dibawa kembali ke jalan
kebenaran. Memang demikianlah kekuatan hikmat.
Membaca kitab Amsal,
kita diperkaya dengan hikmat. Jika kita mau merenungkannya, kita akan
dituntun pada jalan kebenaran sejati. Kita akan mengetahui
jalan-jalan Tuhan dan bagaimana hidup di dalamnya. Sudah seharusnya
kita lebih banyak menggali dan mendalami firman Tuhan supaya
hikmat-Nya, dan bukan hikmat dunia ini (yang dengan mudah kita
temukan bertebaran dan disebarkan melalui media-media sosial hari
ini), yang menjadi bagian dari hidup kita.
Seandainya saja kita
mau serta rajin menyelidikinya, kita akan menjadi anak-anak yang
baik, orang tua yang benar, suami yang menjadi bertanggungjawab,
istri yang menjalankan fungsinya secara tepat, pekerja yang jujur,
cerdas dan rajin, pengusaha yang memiliki kesuksesan sejati,
pemimpin yang adil, dan seterusnya. Yang intinya, kita akan menjadi
orang-orang yang hidup dalam kebenaran dan keadilan.
Sesungguhnya,
orang-orang percaya yang mengaku sebagai pengikut Kristus ialah
orang-orang yang dikehendaki Tuhan menjadi orang-orang paling
berhikmat di bumi. Yesus berkata,
Pada waktu
penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama orang dari
angkatan ini dan ia akan menghukum mereka. Sebab ratu ini datang dari
ujung bumi untuk mendengarkan hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang
ada di sini lebih dari pada Salomo!
~ Lukas 11:31
Ya, Yesus berani
mengatakan bahwa Ia melebihi Salomo dalam hikmat-Nya. Pernyataan yang
membuktikan bahwa Ialah Tuhan. Dan Dia adalah Tuhan kita. Sudah
seharusnya kita yang mengaku sebagai umat dari Tuhan yang merupakan
sumber segala hikmat, belajar serta meneladani hikmat-Nya dalam hidup
sehari-hari. Bukan merasa biasa-biasa saja dan tetap tinggal dalam
kebodohan, terus melakukan hal-hal bodoh (yang tidak jarang lebih
bodoh dari orang yang tak mengenal Tuhan), atau bahkan meninggikan
kebodohan dengan bersekongkol dengan orang-orang fasik atau menjadi
dalang dari perbuatan-perbuatan jahat.
Waktunya akan tiba,
anak-anak Tuhan akan dipenuhi hikmat-Nya dan menyatakan hikmat itu
kepada dunia. Dan saat itu tiba, pastikanlah diri kita termasuk di
antara orang-orang berhikmat dari Allah itu.
4) Dengan hikmat,
Injil akan sampai kepada setiap orang dan segala bangsa
Satu lagi kekuatan
hikmat yang dilalaikan adalah kuasa dari hikmat itu yang berdampak
pada penjangkauan jiwa-jiwa di seluruh dunia. Injil dan pesan apapun
yang ada di dalamnya, bukanlah pesan yang akan diterima oleh dunia.
Kita tahu bahwa apapun yang menyebut nama Yesus, akan dilawan oleh
roh-roh dunia ini yang bekerja keras setiap waktu atas manusia untuk
menghalangi mereka menerima pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus.
Beberapa pemimpin
Kristen yang antusias merasa telah menggunakan hikmat Tuhan sewaktu
memodifikasi dan mengutak-atik bunyi firman Tuhan supaya disesuaikan
dengan kondisi orang-orang yang mendengar pemberitaan Injil.
Sayangny, tidak semuanya berasal murni dari hikmat Tuhan sebab
hikmat Tuhan pada akhirnya ditandai dengan kebenaran, keadilan, serta
kejujuran. Bukan dari kebohongan dan manipulasi.
Untuk melaksanakan
amanat agung ke tengah-tengah dunia yang terhilang ini, Yesus
menyampaikan suatu dasar yang penting:
“Lihat, Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu
hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
~ Matius 10:16
Yang dimaksud dengan
cerdik seperti ular ialah harus selalu penuh dengan hikmat. Kita
bergantung pada hikmat dan pikiran Tuhan untuk menjalankan misi kita
dalam Tuhan. Injil hanya dapat menembus hati para pendengar dengan
ide-ide dari Allah sendiri. Sebab hanya Dialah yang mengetahui segala
situasi dan yang akan memberikan strategi-Nya bagi kita supaya kita
berhasil mencapai kemenangan yaitu dibawanya jiwa-jiwa untuk kembali
kepada Tuhan, terjadinya pemulihan di gereja Tuhan hingga melihat
berkobarnya suatu kebangunan rohani.
Menyelidiki kitab
Kisah Para Rasul maupun surat-surat yang ditulis rasul-rasul, kita
dapat melihat bagaimana hikmat Tuhan bekerja atas gereja-Nya dan
bagaimana hamba-hamba-Nya bergerak dalam pimpinan hikmat-Nya untuk
membawa gereja pada jalur rencana Tuhan. Dalam tuntunan hikmat ini
pula, Injil pun sampai pada bangsa-bangsa bukan Yahudi sekalipun
sebelumnya hanya dikabarkan di antara mereka yang berkebangsaan
Yahudi. Dengan hikmat pula, orang-orang dimuridkan dan dibawa kepada
pengenalan dan hubungan yang hiduo serta mendalam dengan Tuhan.
Dialah yang kami
beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang
kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada
kesempurnaan dalam Kristus.
Itulah yang
kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan
kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku.
~ Kolose 1:28-29
Setiap anak Tuhan
dipanggil hidup dalam hikmat untuk mampu menjadi saksi-saksi Kristus.
Betapa lebih lagi ini dilakukan oleh mereka yang telah masuk dalam
pelayanan dimana mereka secara intensif memusatkan diri untuk menjadi
alat menjangkau dunia!
Karena itu,
perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi
seperti orang arif,
dan pergunakanlah
waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
Sebab itu
janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu
mengerti kehendak Tuhan.
~ Efesus 5:15-17
Hendaklah
perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu,
sehingga kamu
dengan segala hikmat mengajar dan menegur
seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan
puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di
dalam hatimu.
~ Kolose 3:16
Hiduplah
dengan penuh hikmat
terhadap orang-orang luar,
pergunakanlah waktu yang ada.
Hendaklah
kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu
tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.
~ Kolose 4:5-6
Kesaksian kita
menyampaikan Yesus sebagai hikmat Allah yang menyelamatkan manusia
hanya bisa dikerjakan dengan hikmat dari atas yang dinyatakan dalam
cara hidup yang penuh hikmat sebagai pribadi maupun sebagai kumpulan
orang percaya.
Hidup dalam hikmat
Tuhan lah yang akan menjadikan kita sebagai SURAT YANG TERBUKA DARI
TUHAN YANG DAPAT DILIHAT DAN DIBACA SEMUA ORANG. Suatu kesaksian yang
membawa keharuman pengenalan akan Tuhan dimana-mana.
Kamu semuanya surat kami, yang tertulis pada hati kami, yang
diketahui dan dibaca oleh semua orang.
~ 2 Korintus 3:2, VMD
RESPON KITA
Mengetahui betapa
dahsyat dampak hikmat dalam hidup kita, sudah seharusnya kita
memutuskan untuk taat pada anjuran hikmat yang berulangkali diserukan
kepada kita.
Jangan lagi kita
tinggal dalam kebodohan.
Tetapi carilah
hikmat dengan segenap hati. Tekadkan hati Anda untuk memilikinya, tak
pernah melepaskannya tapi terus berusaha menambahkannya dana hidup
Anda.
Miliki hati seorang
murid.
Belajarlah dari
hamba-hamba Tuhan yang hidup dan memperagakan hikmat ilahi. Terimalah
pengertian dan pengajaran dari Sang Hikmat itu sendiri, yang telah
mengajak dan membuka lebar tangan-Nya untuk mengajar Anda.
“Pikullah kuk
yang Kupasang dan BELAJARLAH kepada-Ku,” kata Yesus
Mengetahui ini,
akankah Anda meninggalkan segala kebodohan lalu berlari menyambut
panggilan-Nya untuk memperoleh hikmat sejati?
Salam Revival!

Indonesia penuh
kemuliaan Tuhan

MENCARI KEMUDAHAN DENGAN MENGIKUT YESUS?

Oleh: Peter B, MA

Nats :
Dari karena segala lawanku aku telah menjadi kecelaan belaka bagi
orang sekampungku dan suatu ngeri bagi kenal-kenalanku; barangsiapa
yang di luar memandang akan daku yaitu lari jauh dari padaku. ”
~ _Mazmur 31:12,TL

Seperti sudah kita ketahui bersama, Daud disebut orang yang berkenan
di hati Tuhan. Meskipun demikian, tidak seperti perkiraan banyak
orang, sebagian tahun-tahun kehidupan Daud, dijalani di dalam
kesukaran dan penderitaan yang tidak ringan.

Ayat yang kita baca di atas, merupakan bagian dari Mazmur yang
ditulis Daud di saat ia mengalami kesesakan yang besar. Sedemikian
besarnya, sehingga Daud mengatakan bahwa kesengsaraan yang
dialaminya, tidak hanya datang dari lawan-lawannya. Orang-orang di
sekitarnya menjadi takut kepadanya oleh karena ia dianggap membawa
celaka, begitu pula dengan orang-orang yang mengenal dia. Orang-orang
yang dianggapnya dekat telah memandangnya dengan ngeri. Bahkan setiap
orang di jalan yang menemuinya berusaha menjauh darinya.

Inilah suatu gambaran akan penolakan yang besar dalam hidup
seseorang. Ia tidak diterima di manapun. Ia bagaikan menjadi musuh
semua orang dan musuh seluruh bangsa. Dan itu dialami oleh Daud. Kita
tidak tahu persis kapan tepatnya Daud mengalami hal ini. Ada yang
menduga bahwa itu terjadi saat Daud sedang diburu serta diinginkan
kematiannya oleh Saul. Tetapi satu hal yang pasti, Daud mengalami
penderitaan yang hebat. Orang yang dibanggakan dan dipandang telah
menyukakan hati Tuhan, ternyata tidak luput dari kehidupan yang sukar
lagi berat.

Apa yang kita baca dari Mazmur 31 di atas, seharusnya membuka mata
rohani kita untuk dapat memahami lebih jelas akan jalan-jalan Tuhan,
sekaligus menjadikan pikiran kita lebih terang sehingga kita tidak
mudah ditipu oleh pengajaran-pengajaran yang sepertinya bersumber
dari firman Tuhan, tetapi tidak tepat demikian. Kita harus menjadi
lebih paham dan memiliki hikmat Tuhan untuk membedakan mana yang
merupakan pesan firman-Nya dan mana yang sekedar menyerupai
perkataan-Nya.

KEHIDUPAN YANG
BEBAS DARI MASALAH DAN PENDERITAAN BUKAN RENCANA DARI TUHAN
Kita tahu bahwa kerap kali disampaikan dan diajarkan di mimbar-mimbar
gereja kita hari ini (terutama oleh gembala-gembala sidang sendiri)
suatu pesan bahwa apabila kita percaya kepada Yesus, maka hidup kita
akan senantiasa berhasil, diberkati, kaya raya, dimudahkan di dalam
segala urusan, penuh dengan berbagai mujizat dan terobosan yang luar
biasa. Ini semakin tak terbantahkan dengan begitu banyak hari ini
yang menyanyikan doa Yabes. Yang intinya, memohon berkat yang
berlimpah limpah, diperluas kekuasaannya, supaya Tuhan menyertai dan
melindungi sehingga kesakitan tidak menimpa atas kita. Tanpa
penafsiran dan penjelasan yang benar, sangat kuat kesan bahwa itu
merupakan doa yabg mendasarkan pada janji Tuhan kalau hidup kita bisa
mengalami berbagai kemudahan sebagai umat-Nya.

Jika itu benar, bagaimana dengan yang dialami oleh Daud?
Bagaimana bisa ia sampai mengalami penderitaan yang begitu hebatnya
sehingga semua orang menjadi ngeri lalu menjauhi dia, seakan-akan
tidak ada tempat lagi baginya?

Fakta Alkitab menunjukkan bahwa Daud harus menjalani suatu kehidupan
yang keras dan penuh penderitaan sebelum ia menjadi pemimpin atas
seluruh Israel. Beberapa kali Daud tergelincir. Tidak jarang ia
menjadi lemah dan jatuh. Dalam perjalanan yang memakan waktu
bertahun-tahun ini, bisa saja Daud menjadi kecewa dan putus asa.
Mungkin saja ia menjadi frustrasi dan menyerah pada keadaan karena
merasa bahwa janji Tuhan tidak segera menjadi kenyataan, atau
menganggap bahwa Tuhan tidak berlaku adil kepadanya.

Bukankah itu sangat sering terjadi dan kita lihat di antara anak-anak
Tuhan sendiri? Di mana tidak sedikit yang melepaskan imannya atau
berubah hati dan komitmennya kepada Tuhan ketika melihat kehidupannya
yang selama ini ia rasa telah cukup taat kepada Tuhan, nyatanya
terasa justru semakin berat dan sulit untuk dijalani?

Penderitaan yang dialami oleh seorang percaya pada umumnya disebabkan
oleh dua hal: akibat dosa atau karena seijin Tuhan demi tujuan
pembentukan-Nya supaya yang diproses menjadi pribadi yang diperbesar
kapasitasnya demi kemuliaan Tuhan. Menilik dari yang dialami Daud,
dengan mengamati isi pasal 31 dari Mazmur tersebut, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa itu bukan merupakan akibat dari kesalahan
Daud. Tuhanlah yang mengijinkan segala kesukaran dan penderitaan itu
dialami oleh Daud. Ia sedang memproses hidup Daud. Dan tidak ada yang
mudah atau menyenangkan di dalam suatu proses. Entah itu memproses
logam mulia atau biji besi menjadi perkakas atau perhiasan yang indah
maupun proses memasak suatu makanan, semua dilewati dengan susah
payah dan kerja keras. Sukar menemukan suatu proses yang dapat
dilalui dengan mudah. Atau jika itu dapat dilewati tanpa halaman,
mungkin kita tidak akan menyebutnya sebagai suatu proses.

Begitu pula saat Tuhan berurusan dengan kita. Ia yang rindu kita
menjadi sempurna menurut gambaran Yesus, teladan kita, akan membawa
kita melewati proses demi proses di mana kita harus belajar taat dan
menyerahkan kehendak kita supaya akhirnya semata-mata rela melakukan
kehendak-Nya. Itu kerap kali membutuhkan waktu yang lama, melewati
tahun-tahun yang panjang dari kehidupan kita. Tak jarang beberapa
orang gagal mencapai target yang ditentukan Tuhan hingga ajal
menjemput, bagaikan orang-orang Israel yang tidak pernah mencapai
tanah perjanjian oleh sebab binasa di padang gurun. Sesuatu yang
penuh dengan resiko, namun itulah yang hendak diadakan Tuhan atas
hidup kita.

Menuruti sifat dasar kita sebagai manusia yang berdosa, tidak ada
seorang pun dari kita yang suka hidup dalam masalah yang membawa
kepada penderitaan. Tetapi harus kita sadari, bahwa banyak kali kita
sebagai manusia baru dapat bertumbuh ketika menghadapi tantangan,
masalah dan kesukaran dalam hidup kita. Contoh sederhana, semenjak
bayi kita dilatih untuk duduk, berdiri, dan berjalan. Kita dipaksa
untuk menegakkan badan, menggerakkan tangan dan kaki untuk meraih
sesuatu, diletakkan dalam suatu stroller (alat yang melingkar di
pinggang dan beroda) supaya kita terbiasa untuk berdiri dan
melangkahkan kaki. Hanya dengan cara itulah kita akhirnya benar-benar
menjadi makhluk-makhluk yang normal, yang tumbuh secara sewajarnya
sebagaimana layaknya seorang manusia. Dan proses itu masih terus
berjalan melalui masa masa sekolah, mencari nafkah, menekuni profesi,
hingga hidup mandiri dan berkeluarga.

Sesungguhnya hidup adalah proses untuk mencapai tahap selanjutnya
yang lebih baik dan lebih tinggi. Yang hampir semuanya dilalui dengan
menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah serta tantangan dalam
hidup. Mereka yang menolak untuk menghadapi kesulitan sehingga lebih
suka memilih jalan yang mudah dalam hidup, umumnya jarang menjadi
pribadi-pribadi yang dianggap sukses oleh dunia. Dan jika dunia
menghargai orang-orang yang mau bekerja keras melewati berbagai
rintangan, betapa lebih lagi Tuhan menghargai anak-anak-Nya yang rela
menanggung dan menjalani proses pembentukan-Nya!

JANGAN HINDARI
KESUKARAN HIDUP YANG TERJADI KARENA PROSES TUHAN
Janji keberhasilan Tuhan disediakan bagi orang yang mau menjalani
proses Tuhan dengan tekun. Itu terjadi atas Daud. Dan kita harus
yakin itu juga terjadi pada Yabes dengan melalui proses. Sebab tidak
ada cara yang instan dalam Tuhan. Meskipun Yesus bisa mengubah batu
menjadi roti, Ia tidak pernah melakukannya, baik pada saat Ia sedang
kelaparan atau ketika hendak memberi makan 5000 orang. Bahkan Yesus
harus turun dan mengambil rupa manusia yang menghamba sampai akhirnya
mati di atas kayu salib demi mengerjakan karya keselamatan bagi kita.

Semuanya itu menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyukai cara-cara yang
mudah untuk mencapai sesuatu sekalipun Ia mampu melakukannya. Ia pun
akan mendidik anak-anak-Nya dengan keras dan disiplin supaya dapat
menjadi saksi-saksi bagi-Nya dan membawa kemuliaan bagi nama-Nya.
Melalui berbagai keadaan yang sukar dan kondisi-kondisi yang tidak
mudah kita dipersiapkan dan dilatih seperti layaknya seorang murid
yang belajar keras di sekolah terbaik atau seorang prajurit yang
digembleng dalam berbagai situasi yang berat. Tanpa itu semua,
niscaya kita tetap tinggal dalam kelemahan, kebodohan, dan
ketidakmampuan.

Bacalah pesan dari surat Ibrani di bawah ini, dan simpulkanlah
sendiri apakah memang kehidupan di dalam Tuhan menjanjikan kemudahan,
kenyamanan serta keberhasilan secara gampang:

Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang
mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa
yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam
perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan
darah.
Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu
seperti kepada anak-anak: “Hai anakku, janganlah anggap enteng
didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau
diperingatkan-Nya;
karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah
orang yang diakui-Nya sebagai anak.”
Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu
seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh
ayahnya?
Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita
setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.
Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran,
dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih
taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?
Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan
apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan
kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak
mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia
menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang
dilatih olehnya.
~ Ibrani 12:1, 4-11 (TB)

Bukankah jelas jika Dia benar merupakan bapa kita yang baik, yang
mengakui kita sebagai anak-Nya, maka Ia pasti mendidik bahkan
menghajar kita demi kebaikan dan kedewasaan kita?

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu
jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,
sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan
ketekunan.
Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu
menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.
Yakobus 1:2-4 (TB)

Kiranya pikiran kita dibukakan oleh kuasa Roh Kudus bahwa hidup
mengiring Kristus bukankah kehidupan yang mudah. Semakin kita hendak
dijadikan alat yang efektif di tangan-Nya, semakin berat dan
menyakitkan proses yang harus kita lalui.
Itu sebabnya, jika kita rindu Tuhan berkenan memakai kita sebagai
sarana memuliakan Dia dan menjadi berkat bagi banyak orang, kita
harus rela merangkul susah payah proses Tuhan dan dengan tabah
melangkah di jalan yang sempit itu. Inilah jalan Tuhan yang terus
dinyatakan di setiap bagian kitab suci. Jalan inilah yang ditempuh
oleh setiap murid sejati Tuhan maupun hamba-hamba yang setia yang
kita kenal hari ini sebagai raksasa-raksasa iman. Jalan yang tak
terbayangkan sukarnya tapi juga tak terlukiskan sukacita dan
kebanggaan saat melewatinya.

Sebaliknya, sadarilah, apabila kita menghindari, lari dan menolak
proses ini, sudah tentu kita tidak akan mencapai sebagaimana
teladan-teladan iman sebagaimana yang telah kita dengar dan kagumi
selama ini. Dan yang lebih buruk daripada semuanya, kita telah
tersesat dengan mengira jika selama ini kita telah berada di jalan
yang benar dan sedang mengikut Tuhan, padahal tidaklah demikian.

Mari memeriksa diri. Jika kemudahan serta berkat yang kita harapkan
sebagai yang pertama dalam ibadah kita pada Tuhan, maka bisa jadi
kita tidak sedang mengikut Kristus tetapi mengikut serta menyembah
Allah rekaan kita sendiri, yang sama dengan gambaran para penyembah
berhala yang menginginkan segala berkat, rezeki, kemudahan serta
kesuksesan supaya dapat menikmati kenyamanan atau kemewahan selama di
dunia sekarang ini.

Kita tahu kita telah menjadi murid Tuhan yang sebenarnya saat kita
dapat menjawab ‘ya’ atas pertanyaan : apakah kita rela dan mau
menjalani pembentukan Tuhan seperti Daud yang harus melalui saat-saat
yang sangat suram akibat penolakan manusia?

Jalan sejati itu seperti yang dilalui Kristus dan para rasul-Nya.
Jalan yang akan berakhir pada kemuliaan abadi tiada tara.
Tetapi harus dijalani dalam proses yang tidak mudah.

Adakah Anda termasuk sebagai anak-anak Tuhan namanya terdaftar dalam
sekolah Tuhan hari ini?

Salam revival

Indonesia penuh
kemuliaan Tuhan

MINYAK DALAM PELITA

Oleh: Peter B, MA

Nats:
“Gadis-gadis
yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami
sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam.
Tetapi jawab
gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami
dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli
di situ.
~ Matius 25:8-
Perumpamaan Yesus
tentang sepuluh gadis yang menanti-nantikan kedatangan mempelai pria
merupakan salah satu perumpamaan yang paling sering diselidiki,
dikutip, ditafsirkan, dibahas, dan disampaikan kepada gereja.
Lebih-lebih dengan kabar yang terus menerus didengungkan mengenai
kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Perumpamaan ini mungkin
dipandang menyimpan kunci atau rahasia yang sangat penting bagi
mereka yang mengaku pengikut Yesus dalam mempersiapkan diri menyambut
hari kedatangan Tuhan yang acapkali dirasa sudah sangat dekat.
Perumpamaan yang
diceritakan Yesus ini sebenarnya sederhana saja. Dalam Matius
25:1-13, disebutkan ada 10 gadis yang sedang menunggu kedatangan
mempelai pria sambil membawa pelitanya masing-masing. Lima orang
disebut gadis-gadis bodoh karena membawa pelita tapi tidak membawa
minyak cadangan, sedangkan lima gadis yang lainnya disebut bijaksana
oleh karena membawa persediaan minyak dalam buli-buli yang mereka
bawa. Oleh karena sang mempelai tidak datang-datang, mereka semua
menjadi mengantuk hingga tertidur. Sampai tiba waktu tengah malam,
akhirnya terdengar suara yang berseru-seru bahwa mempelai pria datang
dan semua dipanggil untuk menyongsongnya. Kesepuluh gadis itu pun
bangun dan mulai menyiapkan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh
meminta sedikit minyak dari gadis-gadis yang bijaksana tapi mereka
tidak memperolehnya sebab minyak itu memang disediakan untuk diri
mereka masing-masing supaya jangan sampai kehabisan saat menunggu
kedatangan mempelai pria. Lima gadis bijaksana menyarankan lima gadis
lainnya membeli minyak. Apa mau dikata, selagi mereka membeli minyak,
mempelai yang dinantikan selama ini datang dan segera masuk perjamuan
kawin dimana lima gadis yang lainnya turut bersamanya. Pintu pun
ditutup sebab pesta telah dimulai. Terlambat datang, gadis-gadis yang
bodoh memohon dengan sangat supaya diijinkan masuk. Sayangnya, mereka
ditolak. Sang mempelai menyatakan bahwa ia tidak mengenal mereka.
Yesus menutup
perumpamaan-Nya dengan kalimat yang merupakan inti dari perumpamaan
tersebut:
“Karena itu,
berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan
saatnya.” (Matius 25:13)
Telah banyak
penafsiran yang telah ditulis dan disampaikan mengenai perumpamaan
ini. Setiap kita dapat belajar dari masing-masing tulisan itu dan
mencari hati Tuhan untuk menunjukkan mana kiranya pesan yang
dimaksud oleh Yesus saat menyampaikan hal itu kepada murid-murid-Nya
yang kini menjadi prinsip-prinsip rohani yang wajib kita dalami
maknanya dan hidupi sebagai pengikut-pengikut Kristus.
Dari apa yang saya
pelajari dan renungkan, saya setuju dengan beberapa penafsir Alkitab
yang mengatakan bahwa inti dari pesan ini adalah mengenai PERSIAPAN
untuk menyambut kedatangan Tuhan kedua kalinya. Bahwa persediaan
minyak yang dibawa lima gadis bijaksana itulah yang menjadi faktor
penting yang menentukan keturutsertaannya dalam kebahagiaan perjamuan
kawin sang mempelai pria.
Dan dalam konteks
PERSIAPAN itu pula kita seharusnya berusaha memahami apa makna dari
setiap bagian perumpamaan itu termasuk apa yang dimaksud dengan
persediaan minyak yang menjadi fokus bahasan kita sekarang ini.
MINYAK UNTUK
LAMPU
Sejak zaman
Perjanjian Lama, lampu-lampu dinyalakan dengan bahan bakar minyak
yang diperoleh dari hasil memeras (yang jika untuk menghasilkan
volume hasil yang banyak disebut mengirik) atau dengan menumbuk buah
zaitun. Dari buah-buah yang hancur itulah, minyak di dalamnya
dikumpulkan dan dijadikan bahan untuk berbagai kebutuhan sehari-hari
(1 Raja 17:12-16) , untuk keperluan ibadah (Imamat 24:2, Keluaran
29:2,40) atau diperdagangkan (2 Raja 4:7; Yehezkiel 27:12; Hosea
12:2)
Dalam hubungannya
dengan perumpamaan sepuluh gadis yang diceritakan Yesus, minyak
merupakan bahan yang penting sebab mereka menunggu sambil membawa
lampu atau pelita pada jam-jam yang diduga telah tak ada sinar
matahari atau telah gelap. Dan sungguh bijaksana jika pada saat itu
membawa minyak lebih daripada sekedar yang ditampung dalam pelita
yang dibawa tersebut. Mengapa? Oleh sebab tak dapat diketahui secara
pasti kapan sang mempelai akan tiba. Jika kemudian ternyata lama
waktu yang harus dilalui untuk menunggu, tentu saja minyak dalam
pelita bisa habis sebelum waktunya, sehingga sangat penting untuk
membawa kelebihan minyak untuk persediaan.
PELITA, MINYAK
DAN API
Beberapa orang
menafsirkan bahwa minyak adalah lambang Roh Kudus. Memang banyak kali
Roh Kudus digambarkan sebagai minyak khususnya ketika berkaitan
dengan pengurapan minyak. Namun tidak hanya satu makna dalam setiap
lambang. Termasuk dalam perumpamaan ini.
Roh Kudus, dalam
perumpamaan ini, sebenarnya dilambangkan dengan api sebagaimana
lidah-lidah api terlihat menyala-nyala di sekitar murid-murid Yesus
pada saat pencurahan di hari Pentakosta (Kisah Rasul 2:1-4).
Sedangkan pelita mengumpamakan hidup kita yang dipanggil untuk
menjadi terang dunia, suatu pelita yang seharusnya diangkat atau
diletakkan di tempat yang tinggi supaya dapat menerangi sekitarnya
(Matius 5:14-15).
Jika demikian,
apakah sebenarnya yang dimaksud dengan minyak itu?
Minyak adalah bahan
supaya api itu dapat terus berkobar. Ditampung dalam pelita
dilengkapi dengan serabut atau rami halus sebagai sumbunya (Yeremia
42:3), minyak menjadi bahan bakar supaya api dapat bertahan menyala
lebih lama.
Pada mulanya, semua
gadis memiliki minyak di dalam pelitanya masing-masing. Tetapi hanya
separuhnya yang membawa persediaan lebih. Di sini jelas bahwa masalah
utamanya bukanlah pada ada atau tidak adanya minyak, tetapi ada atau
tidak adanya kelebihan minyak. Sehingga setidaknya kita harus mencari
tahu apa yang dimaksud minyak dan apa pula yang dimaksud sebagai
minyak yang lebih itu.
Untuk mengetahui
makna dari minyak, kita perlu bertanya : apa yang membuat Roh Kudus
berdiam dalam kita? Apakah sesungguhnya yang menyalakan api Roh-Nya
dalam hidup kita?
Rasul Petrus dalam
khotbah pertamanya memberikan suatu pernyataan penting tentang Roh
Kudus yang akan diberikan bagi yang MAU untuk bertobat dan membuka
hati untuk percaya pada Yesus :
Jawab Petrus
kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing
memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan
dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.
Dan dengan banyak
perkataan lain lagi ia memberi suatu kesaksian yang sungguh-sungguh
dan ia mengecam dan menasihati mereka, katanya: “Berilah dirimu
diselamatkan dari angkatan yang jahat ini.”
_~ Kisah Para
Rasul 2:38,40
Dalam kesempatan
lawatan yang luar biasa itu, Petrus mendesak mereka supaya “memberi
diri mereka diselamatkan, supaya bertobat, dan bersedia dibaptis
dalam nama Yesus Kristus untuk beroleh pengampunan dosa”.
Setelah itu dilakukan, maka Roh Kudus akan diberikan bagi mereka.
Ini diteguhkan
dengan pernyataan rasul Paulus :
Di dalam Dia kamu
juga — karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil
keselamatanmu — di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya,
dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.
~ Efesus 1:13
Fakta lain yang
turut meneguhkan ditulis dalam Kisah Para Rasul 10:43-45 :
Tentang Dialah
semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan
mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya.”
Ketika Petrus
sedang berkata demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang
mendengarkan pemberitaan itu.
Dan semua orang
percaya dari golongan bersunat yang menyertai Petrus,
tercengang-cengang, karena melihat, bahwa karunia Roh Kudus
dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga,
Roh Kudus turun saat
orang-orang bersama Kornelius mendengar pemberitaan Injil dan menjadi
percaya. Suatu hal yang mengejutkan rombongan Petrus sebab ternyata
Roh Tuhan dikaruniakan juga kepada orang-orang bukan Yahudi, yang
sebelumnya mereka pandang sebagai bangsa kafir yang tak pernah
mengenal Allah sejati.
Itu berarti saat
orang membuka hati dan percaya dan bertobat datang kepada Tuhan maka
Roh Kudus turun dan api Tuhan menyala dalam diri mereka. Jadi
dapatlah dikatakan bahwa Roh Kudus turun atas HATI YANG TERBUKA PADA
PEKERJAAN TUHAN YANG MERELAKAN HATINYA DIJAMAH DAN DIUBAHKAN TUHAN
lebih lanjut menjadi manusia baru di dalam Dia. Itulah makna dari
minyak di dalam pelita.
Di sini kita
mendapat petunjuk tentang minyak dalam perumpamaan yang kita baca di
atas. Roh Kudus berdiam dalam hati kita oleh karena kita mengijinkan
Dia bekerja dan berdiam dalam kita.
Kerelaan serta
kesediaan kita akan pekerjaan Tuhan dalam hidup kita serupa minyak
yang membuat pelita menyala terang ketika api menyala di atasnya.
Jadi minyak merupakan lambang dari SUATU HIDUP YANG DIBUKA DAN
DISEDIAKAN BAGI TUHAN supaya kuasa Roh Kudus turun dan menyala
atasnya sehingga memampukan kita menjadi terang bagi dunia.
Dan kamu telah
menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat
kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh
Roh Kudus,
sehingga kamu
telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah
Makedonia dan Akhaya.
~ 1 Tesalonika
1:6-7
HIDUP YANG
TERBUKA BAGI PEKERJAAN TUHAN
Jika hidup kita itu
pelita maka itu baru akan menyala oleh pekerjaan Roh Kudus ketika
kita menyediakan diri supaya Roh-Nya turun atas kita. Seberapa besar
kerelaan kita, sejauh itulah Roh Kudus akan terus bekerja dalam
kita. Itu sebabnya menjadi penting supaya kita tidak mendukakan Roh
Kudus (Efesus 4:30) atau memadamkan Roh itu (1 Tesalonika 5:19). Dan
sungguh berbahaya jika seseorang menghina Roh kasih karunia itu
(Ibrani 10:29) atau bahkan menghujat-Nya (Markus 3:29) sebab tak akan
ada lagi pengampunan baginya (Lukas 12:10). Sebaliknya, jika kita
bersedia dituntun oleh-Nya maka hidup kita akan bersinar, menjadi
berkat bagi banyak orang karena buah Roh (yang merupakan 9 karakter
yang mulia) nyata dalam setiap gerak langkah kita.
Dari sini tampak
jelas bahwa ADA PERAN DAN RESPON KITA yang berdampak pada pekerjaan
Roh Kudus yang berdiam dalam kita. Jika kita menanggapinya dengan
tepat sesuai kehendak Tuhan, maka Roh-Nya bekerja dan hidup kita pun
menjadi terang bagi sekitar kita. Apabila sebaliknya, maka Roh-Nya
kurang leluasa bekerja atas kita. Ia meredup bahkan padam.
Sudah seharusnya
kita menyediakan minyak yang tak pernah habis, yaitu hidup yang
selalu tersedia bagi pekerjaan-Nya, supaya Roh-Nya bekerja dalam
kita. Pelita kita harus tetap menyala dan tak boleh padam. Sampai
kedatangan Tuhan yang kedua kalinya atau setidaknya sampai roh kita
dipanggil kembali kepada-Nya.
Hendaklah
pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.
Dan hendaklah
kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang
pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu,
segera dibuka pintu baginya.
Berbahagialah
hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan
mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka.
~ Lukas 12:35-37
KEHABISAN MINYAK
VS MEMILIKI CADANGAN MINYAK
Gadis-gadis yang
bodoh kehabisan minyak selagi menunggu kedatangan sang mempelai pria.
Pelita mereka mulai redup dan segera mati. Mendasarkan pada apa yang
sudah kita ketahui di atas, ini merupakan gambaran dari kehidupan
orang percaya yang meninggalkan persekutuan dengan Tuhan dan tak lagi
terbuka akan karya Roh Kudus. Minyak yang habis melambangkan kerelaan
yang menipis dan tak ada lagi di hati. Roh Kudus telah undur oleh
karena hatinya yang keras dan terbuka kepada hal-hal yang lain, yaitu
pengaruh dunia dan kuasa-kuasa kegelapan. Inilah hidup rohani yang
teledor dan sembrono. Yang tak lagi menjaga hati dan menyediakan
tempat yang luas bagi Tuhan untuk berkarya lebih lagi dalam hidupnya.
Berbeda dengan
gadis-gadis yang bijaksana. Mereka menyediakan minyak yang membuat
pelita-pelita mereka terus menyala. Inilah gambaran hati yang
senantiasa rela bahkan tak pernah berhenti bergairah bagi Tuhan. Roh
Kudus menjadi sahabat dekatnya. Ia bergantung pada pimpinan Roh Tuhan
dan jarang menolaknya. Ia membuka hati, jiwa, telinga, dan rohnya
menjadi tempat Roh Kudus beracara. Suatu kerelaan yang tidak hanya
selalu ada namun terus bertambah sehingga pelitanya tak pernah
berhenti bersinar bahkan semakin terang menyinari kegelapan.
Minyak cadangan juga
berarti hidup yang membayar harga. Suatu lambang dari pengorbanan.
Menyangkal diri dan memikul salib. Itu sesuai dengan simbol minyak
zaitun yang diperoleh dari sesuatu yang dihancurkan, digilas,
ditumbuk sampai habis, hingga menyisakan fungsi dan manfaatnya semata
bagi kebaikan banyak orang. Suatu minyak yang didapatkan bukan dengan
cara yang mudah. Begitu pula jika seseorang tidak mau memprosesnya
sendiri ia harus membayar untuk dapat memilikinya.
Gadis-gadis bodoh
merupakan orang-orang percaya yang tak lagi bersedia membayar harga
persekutuan dengan Tuhan. Mereka larut dan terlena dengan
urusan-urusan dunia dan tak lagi memiliki hati untuk Tuhan. Lebih
fokus menjalani hidup secara sembarangan tanpa memikirkan dampak
jangka panjang di dalam kekekalan. Mereka terlambat menyadari bahwa
mereka telah jauh dari Tuhan. Ketika kedatangan Tuhan sudah dekat
(atau dalam gambaran lain diumpamakan sebagai saat-saat kematian
telah dekat) mereka tak memiliki persiapan yang cukup untuk
menghadapinya. Mereka baru tersadar namun semuanya sudah terlambat.
Mereka tak bisa bergantung pada orang lain untuk mengangkat rohani
mereka. Pada akhirnya tinggal penyesalan saat mereka gagal masuk
dalam kemuliaan Tuhan.
Gadis-gadis
bijaksana bernasib sebaliknya. Mereka siap kapan saja mempelai
datang. Mereka ada di sana untuk itu. Mereka sudah membayar harga dan
menyiapkan segala yang diperlukan jika saatnya tiba. Tidak sia-sia
setiap pengorbanan mereka mempersiapkan diri untuk berjumpa Tuhan.
Hidup rohani yang mereka bangun dengan berjalan hari demi hari dalam
pimpinan Tuhan kini telah tiba pada puncaknya. Dan mereka pun masuk
dalam kebahagiaan serta kemuliaan abadi.
JANGAN SAMPAI
TERLAMBAT!
Menyikapi kedatangan
Tuhan, sikap kita kerap kali terbelah menjadi dua. Ada yang memandang
remeh dan tidak peduli, lebih-lebih dari pengalaman yang terjadi
selama ini kerap terbukti bahwa berita kedatangan Yesus kedua kalinya
selalu meleset. Di pihak lain, ada yang menanggapinya secara reaktif
lalu bertindak secara ekstrem sehingga menjadi bingung, panik,
menjadi orang yang tiba-tiba menjadi sibuk beribadah dan berdoa
sampai-sampai meninggalkan pekerjaan atau menjual harta miliknya
karena yakin itu akan mengamankan posisinya atau memastikannya turut
dalam rapture atau pengangkatan orang-orang kudus di awan-awan.
Kedua sikap tersebut
sebenarnya akan berujung pada nasib yang sama: kagagalan mereka
menyambut mempelai pria. Mengapa? Karena mereka yang tak memiliki
minyak tak akan menyambut mempelai, sedangkan mereka yang kekurangan
minyak yaitu yang tidak membangun dasar dan bangunan hidup rohani
secara benar tidak akan sempat mengejar ketertinggalannya. Minyak
yang tidak tersedia dari awal membuat mereka harus pergi membeli
minyak, sedangkan kedatangan sang mempelai pria JUSTRU PADA SAAT
MEREKA MEMBELI MINYAK. Ini sesungguhnya menyiratkan pesan bahwa
SEHARUSNYA MEREKA TIDAK PERNAH MENINGGALKAN PENANTIAN MEREKA SEBENTAR
SAJA! Mereka harus siap sedari mulanya. Tak boleh bergeser sedikit
saja dari posisi mereka.
Sebab itu kamu
harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan
jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan
yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku
ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.
~ Kolose 1:23
Banyak anak Tuhan
tertipu bahwa mereka masih akan sempat mengejar ketinggalan mereka
dalam mengiring Tuhan. Ini suatu kekeliruan yang fatal. Sebab
kematian selalu dapat datang secara tiba-tiba, begitu pula mereka
yang tidak mengarahkan hidup kepada Tuhan, tidak akan memiliki
kesempatan dalam waktu yang tersisa untuk siap menjadi bagian
orang-orang yang terangkat di awan-awan. Kita harus membangun manusia
rohani kita tiap-tiap hari. Kita tidak boleh lengah dan menjadi
ceroboh dalam hidup iman kita. Tak semestinya lemah pengharapan kita
atau menurun gairah kasih kita kepada Tuhan.
Karena itu,
saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan
giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam
persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.
~ 1 Korintus
15:58
Janganlah
hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan
layanilah Tuhan.
Bersukacitalah
dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam
doa!
~ Roma 12:11-12
Jangan biarkan kita
ditipu oleh pikiran kita yang telah disusupi oleh hasutan kuasa
gelap. Jangan berpikir bahwa waktu kita masih panjang dan selalu ada
kesempatan bagi kita untuk mengejar ketinggalan rohani kita.
Injil menuliskan
perkataan Yesus ini: “Yang terdahulu menjadi terkemudian,
sedangkan yang terkemudian akan jadi yang terdahulu”. Bagaimana
mungkin itu bisa terjadi? Adakah orang yang membiarkan dirinya
dikalahkan begitu saja dan rela menjadi yang paling belakang? Tentu
saja tidak. Tapi itu terjadi. Karena apa? Karena terjadinya secara
perlahan dan jarang disadari dengan segera. Seperti kelinci yang
tersadar dirinya tertidur dan tertinggal jauh di belakang sedangkan
kura-kura yang berlomba lari dengannya sudah di ambang garis finish.
Seberapa pun ia berlari, melompat dan menerjang, ia telah terlambat.
Ia gagal dan kalah.
Hanya satu cara
supaya kita tidak terlambat. Itu adalah dengan menyerahkan seluruh
hati, hidup dan keberadaan kita untuk digarap oleh Tuhan melalui Roh
Kudus-Nya di dalam kita. Kita harus belajar dengar-dengaran akan Dia.
Taat pada pimpinan kehendak-Nya. Jangan lagi mengikuti jalan pikiran
dan cara-cara kita sendiri. Kita perlu peka dan siap sedia bergerak
kapanpun Ia memimpin kita dan menunjukkan jalan bagi pertumbuhan dan
kemenangan kita. Keintiman dengan Tuhan harus menjadi sesuatu yang
kita usahakan setiap waktu, disertai hati yang rela dan sepenuhnya
mengasihi Tuhan, yang bersedia dengan segala kerinduan melepaskan
segala sesuatu demi memperoleh Dia.
Seperti minyak yang
dihasilkan dari proses yang berat dan menyakitkan, kita harus
membayar harga persiapan kita untuk menghadap Tuhan dan menerima
kemuliaan kekal. Keselamatan kita telah pasti di tangan kita namun
jangan sampai kita lepaskan itu semua karena kita ingin memegang yang
lain. Jangan biarkan itu lepas oleh karena kita tak pernah serius
memikirkannya. Jangan biarkan itu lenyap oleh sebab kita setengah
hati mengikut Tuhan.
Mereka yang
menyediakan dirinya untuk diolah, diproses dan dibentuk sesuai
kehendak Tuhan akan menerima upahnya. Tuhan akan mengganjar mereka
dengan mengundang mereka masuk ke dalam perjamuan kawin terbesar dan
termulia yang pernah ada. Disempurnakan persekutuannya dengan tinggal
bersama-sama Kristus selama-lamanya. Kepada Tuhan saja gairah mereka
tertuju. Mereka telah menyerahkan diri untuk menjadi milik Tuhan
sepenuhnya. Tidak heran keselamatan, kemuliaan dan harta abadi
menjadi KEPASTIAN bagi mereka.
Oleh karena itu,
jangan lagi setengah hati mengikut Tuhan. Jangan bersikap acuh tak
acuh akan perkara-perkara yang di atas. Letakkanlah seluruh
pengharapan Anda pada kasih karunia yang Tuhan berikan demi
keselamatan kita. Jangan merasa cukup dan telah mencapai tingkat yang
Tuhan rindukan sebab jika kita menyangka demikian, kemungkinan kita
justru masih jauh dari mencapainya. Lakukan yang terbaik yaitu
menjadi pelayan-pelayan dan imam-imam Kerajaan Allah yang didapati
terus bekerja dan berguna bagi perluasan pekerjaan Tuhan.
Jika kita mengaku
sebagai orang-orang yang percaya dan menantikan Tuhan kembali untuk
membawa kita ke tempat kemuliaan, tidakkah seharusnya kita
mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebab kita tidak tahu kapan
tepatnya Ia akan datang?
Jika kita terlambat
naik pesawat atau ketinggalan kereta terasa menyebalkan dan rugi,
betapa tak terbayangkan kekecewaan dan penyesalan yang harus kita
tanggung jika kita tertinggal untuk dibawa masuk ke Kerajaan Sorga?
Jangan tenang-tenang
saja dipanggil sebagai GADIS BODOH.
Kebodohan bukanlah
kebanggaan, tapi rasa malu yang harus diratapi.
Putuskanlah hari
ini, selagi ada kesempatan, untuk menjadi GADIS BIJAKSANA. Sebelum
Anda menyadari waktunya sudah dekat dan tak mungkin mengejar
ketinggalan.
Jika Anda mendengar
atau membaca pesan ini hari ini, jangan sia-siakan kasih karunia
Tuhan. Mulailah memperbarui komitmen dan hidup Anda dalam mengiring
Tuhan.
Maukah Anda?
Salam Revival!

Indonesia penuh
kemuliaan Tuhan

BAGAIMANA FIRMAN TUHAN DAPAT MENJADI KESEGARAN DAN KESUKAAN BAGI JIWA ANDA?

Oleh: Peter B, MA


Nats : Mazmur 19:8-12

Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.
Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya.
Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya,
lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.
Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar.
~ Mazmur 19:8-12 (TB)
Mazmur 19 adalah mazmur yang ditulis Daud. Ayat 9 – 12 merupakan ungkapan hati Daud yang diilhami Roh Allah dalam perenungannya mengenai Taurat Tuhan. Dan yang diungkapkannya tidak seperti kebanyakan orang. Daud mengatakan bahwa taurat Tuhan itu menyegarkan jiwa, memberikan hikmat, menyukakan hati, membuat mata bercahaya. Hukum-hukum Tuhan, dalam pandangan Daud, bahkan lebih indah dari emas, emas tua sekalipun. Juga lebih manis daripada madu. Ia pun bersaksi bahwa orang yang berpegang pada perintah-perintah Tuhan itu mendapat upah yang besar.
Patut kita pertanyakan kepada diri kita sendiri, pernahkah kita merasakan pengalaman seperti yang dialami Daud dalam kaitannya dengan firman Tuhan? Jika belum, menurut Anda, seperti apakah yang Anda rasakan sewaktu membaca, mendengar dan merenungkan firman Tuhan itu? Adakah manfaat dan berkat yang besar dari ayat demi ayat di Alkitab selagi Anda membacanya?
Atau jika Anda pernah merasakan seperti yang dirasakan Daud itu, masihkah Anda merasakan yang sama hari ini?
Sesungguhnya tidak banyak orang yang memandang firman tuhan sebagai sesuatu yang menyenangkan._ Membaca kitab taurat, khususnya kitab-kitab yang menjelaskan rincian cara ibadah bangsa israel, seringkali dikeluhkan sebagai sesuatu yang sangat membosankan. Beberapa orang malah menjadikannya sebagai bacaan pengantar tidur. Begitu pula banyak kali kita lihat, orang yang datang gereja dan mendengarkan khotbah yang disampaikan menjadi jemu hingga ingin segera meninggalkan kebaktian.
Bagaimana bisa Daud begitu menikmati taurat Tuhan yang dianggap menemukan itu? Apa yang membedakan Daud dengan anak tuhan lainnya? Mengapa banyak dari kita tidak merasakan dan mengalami yang sama seperti yang dirasakan oleh Daud?
Jika mengamati kehidupan Daud secara rinci, kita akan menemuka satu hal yang sangat menyolok dari kehidupan Daud. Itu adalah hubungannya dengan Tuhan. Sejak sangat belia, Daud telah menjalin hubungan dengan Tuhan. Tuhanlah yang menemaninya menggembalakan kambing domba titipan ayahnya. Tuhan juga yang bersamanya pada waktu ia menjatuhkan raksasa Goliath. Tuhan juga yang selalu disisinya di setiap naik turunnya perjalanan hidup. Hubungan Tuhan dengan Daud begitu akrab, bagai dua sahabat yang tak terpisahkan. Tuhan sangat mengasihi Daud, demikian pula Daud mengasihi Tuhan (Mazmur 18:1, 116:1)
Dan karena kasih Daud kepada Tuhan inilah, setiap perkataan Tuhan terasa manis di hatinya. Setiap kata dari sang kekasih jiwanya itu seolah menjadi penghiburan dan kekuatan yang menyegarkan jiwanya. Tak bosan-bosannya, ia ingin mendengar perkataan dari Pribadi yang sangat dirindukannya itu. Pun, Tiada pribadi yang lebih ingin dikenalnya lebih lagi daripada Pribadi yang begitu dicintainya itu.
Di pihak lain, Tuhan pun tidak mengecewakan Daud. Ia tak menahan diri untuk menyingkapkan rahasia-rahasia-Nya kepada sahabat-Nya itu (Maz. 25:12,14). Penyingkapan demi penyingkapan akan pribadi Tuhan dan jalan-jalan-Nya menjadikan Daud makin berhikmat dan memperoleh kekuatan baru setiap waktu dalam menjalani hidup. Daud tidak hanya menjadi orang “memiliki pengetahuan” tentang hukum-hukum Tuhan, namun ia menjadi pribadi yang dicerahkan akan apa yang terkandung dalam pikiran dan hati Tuhan, yang sesungguhnya tersembunyi bagi orang yang hanya membaca dan mempelajari kitab-kitab belaka. 
Sungguh Daud mendapat keuntungan yang terbesar dan terbaik saat merenungkan dan hidup melakukan ketetapan-ketetapan Tuhan. Oleh karena ia mengasihi Tuhan.
Tanpa hati yang mengasihi Tuhan, pembelajaran firman Tuhan tidak akan membawa sukacita yang besar. Itu hanya akan menambah beban kewajiban lainnya, yaitu kewajiban agamawi, atas berbagai tugas dan tanggung jawab dalam hidup kita. Hati dan pikiran menjadi penat. Perasaan menjadi muak. Hari-hari kita melelahkan. Firman tuhan menjadi kebalikan dari apa yang seharusnya dapat kita nikmati.
Itulah sebabnya dalam berhubungan dengan Tuhan membutuhkan cinta yang tidak boleh padam di hati kita. Hanya dengan cara itulah kita memperoleh berkat terbesar dalam penyembahan dan pengabdian kita kepadanya. Firman-Nya pun akan menjadi keuntungan dan upah yang tidak pernah habis tercurah atas kita. Tiap-tiap hari kita pasti dikuatkan, dihiburkan, diceriakan, serta dipimpin oleh perkataan-perkataan yang keluar dari mulut Tuhan sendiri, yang olehnya kita beroleh hidup yang sejati (Mat. 4:4). Yang tidak hanya oleh karena makan roti saja (bergantung pada hal-hal jasmani untuk hidup) namun roh kita mendapat kesegaran dan kekuatan untuk menjalani kehidupan yang berarti dan memuaskan selama tahun-tahun kita di dunia ini. Inilah kehidupan terbaik dan termanis yang dapat dijalani seorang manusia selama hidupnya.
Jika Anda rindu firman Tuhan menjadi hidup dan berkuasa bagi
Anda, maukah hari ini Anda mulai menjalin hubungan dengan Tuhan secara pribadi dan mengasihi Dia hingga saat-saat yang terakhir?
Salam revival
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan

TIDAK SPONTAN DAN INSTAN

Oleh: Peter B. MA


Dalam kisah Yesus berjalan diatas air, sebagaimana salah satunya ditulis dalam Matius 14:22-33, ada adegan menarik yang mengandung pelajaran rohani yang berharga bagi kita.
Diceritakan di sana bahwa setelah selesai berdoa dan menyendiri, Yesus datang menghampiri murid-murid yang sedang berada di atas perahu. Waktu itu sekitar jam tiga pagi menjelang dini hari. Yang luar biasa adalah saat itu Yesus mendatangi mereka dengan berjalan di atas air. Murid-murid yang pada waktu itu sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan sedang diombang-ambingkan gelombang karena angin sakal, tentu saja tidak hanya terkejut, tetapi seketika menjadi ketakutan. Mereka saling berteriak dan berkata bahwa yang datang itu adalah hantu. Yesus mencoba menenangkan mereka dengan mengatakan itu adalah diri-Nya. Meski terheran-heran murid-murid kemudian memilih untuk diam dan memperhatikan lebih lanjut. Tidak begitu dengan seorang Simon Petrus. Injil mencatat bahwa dengan spontan, Petrus berseru kepada sosok yang mengaku sebagai Yesus itu, “Tuhan, apabila itu Engkau, suruhlah aku kamu datang kepada-Mu, berjalan diatas air.” dan Yesus pun berkata tidak kalah lugasnya, “Datanglah!”
Dan terjadilah mujizat itu. Petrus pun turun dari perahu dan berjalan diatas air menuju Yesus. Setelah beberapa waktu lamanya sempat berjalan di atas air, Petrus mulai merasakan tiupan angin yang kuat, ia menjadi takut lalu mulai tenggelam. Berteriaklah ia, “Tuhan, tolonglah aku!”
Saya tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Petrus saat itu, dan mungkin saja ia tidak memikirkan apapun juga. Ia hanya bertindak mengikuti dorongan hatinya saja. Yang mungkin saja ingin tampak menonjol dan ingin menjadi pusat perhatian. Seperti sebelum-sebelumnya, ia ingin menjadi yang terdepan di antara murid-murid Yesus. Dan sebenarnya itu tidaklah salah. Terbukti dari mukjizat yang dialami Petrus, yang mampu melakukan apa yang dilakukan oleh Sang Guru. Meski begitu, oleh karena ketidakmatangan imannya, membuatnya kembali tertekan dan hampir celaka.
Ini menjadi pelajaran berharga bagi kita yang ingin mengalami kemajuan dalam kehidupan dan pelayanan secara instan. Tuhan menghargai iman kita, Ia pun akan memberikan mukjizat kepada kita oleh karena iman kita itu. Namun mengikut Dia lebih dari sekedar pengalaman spontan dan sesaat. Mengikut Yesus membutuhkan pengenalan yang makin mendalam akan Dia, di mana kita belajar berjalan setiap hari menghadapi berbagai situasi dalam hidup sehari-hari bersama-sama dengan Dia, serta belajar untuk percaya penuh dan senantiasa mengarahkan pandangan semata-mata hanya kepada-Nya sehingga terbangun suatu dasar kehidupan maupun pelayanan yang teguh di dalam Tuhan.
Sesungguhnya banyak yang telah mengalami dan menerima mujizat dari Tuhan. Namun hanya sedikit yang bertahan menjadi murid dan pengikut Kristus sampai pada kesudahannya. Saya tahu ada beberapa orang yang dengan sangat antusias menceritakan bagaimana Tuhan mengadakan mukjizat dalam hidupnya. Bahkan ada yang menyaksikan bagaimana Tuhan mengembalikan nyawanya setelah beberapa jam dinyatakan meninggal. Meski demikian, hampir semuanya tidak mengalami pertumbuhan rohani yang semestinya. Mereka tetap hidup mengikuti hasrat dan tujuan mereka sendiri, tanpa pernah mencari tahu apa kehendak Tuhan atas mereka. Godaan serta tawaran dunia menyimpangkan mereka dari jalan yang sempit yang seharusnya mereka lalui bersama Tuhan. Tekanan kehidupan kembali melemahkan iman mereka sehingga kembali fokus memusatkan hidupnya pada pengejaran hal-hal yang di bumi saja.
Seperti Petrus, tak butuh waktu lama bahkan setelah mereka mengalami mukjizat, mereka kembali menjadi bimbang, lemah, khawatir, dan takut menjalani hidup mereka di dunia. Iman mereka hanya bertahan sebentar saja dan tidak menjadi makin nyata dan matang dalam perilaku mereka sehari-hari.
Dan jika mereka tidak berseru pada Tuhan seperti Petrus, “Tuhan, tolonglah aku”, sudah pasti iman mereka akan kandas dan segera dihanyutkan oleh gelombang dunia ini.
Biarlah iman kita tidak didasarkan pada pengalaman penuh emosi yang lahir dari berbagai sensasi rohani. Kebaktian kebangunan rohani, ibadah yang gegap gempita, maupun komunitas yang membawa kesan yang dalam di hati kita tidak dapat menggantikan waktu-waktu pribadi di mana kita memerlukan berdiam diri hanya berdua dengan Tuhan (lihat Mat. 14:22-23). Kita sendiri harus membina hubungan dengan Tuhan secara pribadi, belajar mengenali tuntunan dan pimpinan-Nya di setiap momen dalam hidup kita, menjadi pelaku firman yang tekun sembari melihat bukti demi bukti penyertaan kuasa dan kasih-Nya setiap hari.
Jadi, maukah Anda menjadi murid Kristus sejati yang dimampukan berjalan mengatasi terpaan gelombang dan angin pengaruh dari dunia ini?
Salam Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.

BERGERAK MELAYANI SESUAI PIMPINAN KEHENDAK-NYA

Oleh: Peter B, MA
Nats : Yohanes 5:1-13
Bethesda artinya rumah belas kasihan atau House of mercy. Sebenarnya Bethesda adalah kolam di Yerusalem yang dipercaya pada waktu itu mampu mendatangkan kesembuhan secara mujizat. Apabila airnya bergoncang, yang diyakini dibuat demikian oleh malaikat, maka orang yang menceburkan diri ke sana air kolam itu bergolak akan sembuh dari segala penyakitnya.
Hari itu Yesus menuju ke sana. Dari nats yang kita baca, Yesus melewati kolam itu lalu menghampiri seorang yang sudah sakit 38 tahun lamanya. Terbaring tak berdaya, Yesus menawarkan kesembuhan kepadanya. Dan seperti banyak orang lainnya, orang ini menaruh harapannya kepada kolam keramat itu. Dia berkata bahwa dirinya sukar memperoleh kesembuhan sebab ketika air mulai bergoncang ia selalu ketinggalan dan didahului orang lain yang lebih cepat menceburkan diri ke kolam tersebut.
Tanpa banyak berkata-kata lagi, Yesus memerintahkannya untuk bangun dari tidurnya dan mengangkat tilamnya. Seketika mujizat terjadi. Orang yang tidak disebutkan namanya itu tiba-tiba merasa sembuh sehingga ia bangkit dari tidurnya berjalan pergi sambil mengangkat tempat pembaringannya itu.
Berbeda dengan bagian lain dalam Injil, dalam kisah Bethesda ini, tidak disebutkan sedikitpun bahwa orang yang disembuhkan Yesus secara mukjizat ini memiliki iman yang besar atau teguh pada Yesus. Ia sembuh, itu saja. Dan di sinilah bagian ini menjadi menarik untuk kita selami.
Pertanyaan yang menggelitik pikiran saya adalah mengapa di antara ratusan atau mungkin ribuan orang sakit yang membutuhkan kesembuhan, hanya satu orang ini yang dijamah dan disembuhkan Tuhan? Tidakkah semuanya membutuhkan pemulihan, kelepasan dan kesembuhan dari penderitaan mereka? Mengapa Tuhan hanya mempedulikan satu orang ini dan seolah-olah tidak peduli kepada lebih banyak orang yang ada di sana? Mengapa Ia, yang sebenarnya sanggup melakukan apapun juga dan yang mustahil sekalipun, tidak serta merta menyembuhkan semuanya?
Pada wilayah ini, kita tidak pernah tahu jawabannya. Itu merupakan misteri Ilahi. Yang mungkin saja baru kita akan pahami setelah kita melihat arsip-arsip Surga dan berbincang dengan Tuhan sendiri. Namun ada pelajaran yang masih dapat kita tarik dari kesembuhan satu orang di kolam Bethesda ini.
Pertama. Belas kasihan Tuhan itu besar, begitu pula kuasa-Nya, namun Ia menggunakannya HANYA SETURUT hikmat, kehendak dan rencana-Nya yang terbaik sebagaimana yang ada di dalam pikiran-Nya yang sempurna.
Meskipun Ia menaruh kasih kepada semua yang sakit dan menderita di dunia ini dan Ia mampu menyembuhkan mereka semua, tidak selalu Ia akan melakukannya, meskipun Ia pasti akan menguatkan siapapun yang berseri-seri kepada-Nya.
Tuhan bukan Jin Aladin, yang ketika kita meminta sesuatu padanya, apapun keinginan kita akan dikabulkan begitu saja. Ia tidak begitu saja memenuhi apapun permintaan kita. Kita boleh mengharapkan mujizat diberikan kepada kita namun kita tidak dapat memaksakan hal itu pada Tuhan. Ia mengadakan mujizat sekehendak hati-Nya sendiri, sesuai dengan yang dirancangkan-Nya dalam hidup masing-masing orang.
Tuhan juga bukan mesin yang akan selalu menghasilkan apa yang kita inginkan ketika kita menjalankan atau memberikan perintah kepadanya. Dalam kedaulatan-Nya, Ia tidak akan membiarkan diri-Nya diperintah dan dikendalikan oleh siapapun. Dan dalam kemahatahuan-Nya, Ia pasti tahu segala sesuatu yang terjadi dan tiap-tiap tindakannya sudah pasti merupakan keputusan terbaik bagi seluruh alam semesta. Dalam hikmat-Nya, Ia tidak akan pernah salah, sehingga nantinya terbutki bersikap tidak adil atau berat sebelah terhadap apapun terjadi, baik maupun buruk, di jagad raya ini. Akan semua hal ini, kita tidak perlu dan tidak layak meragukannya.
Tuhan mempunyai maksud saat Ia mengadakan mujizat. Namun Ia juga memiliki maksud saat Ia memilih tidak melakukan apapun mujizat sebagaimana yang kita harapkan. Tidak semua masalah penderitaan di dunia ini, YANG KEBANYAKAN HASIL DARI KEKELIRUAN DAN PENYIMPANGAN MANUSIA SENDIRI YANG BERKERAS DALAM DOSA, akan diselesaikan dan dihilangkan begitu saja dengan mendesak Tuhan melakukan tindakan ajaib terhadap itu semua.
Bagian kita adalah mencari tahu dan bertanya mengapa Ia tidak mengadakan mukjizat bagi kita (2 Kor.12:7-10). Yakinlah bahwa Dia yang berjanji bahwa jika kita mencari Dia dengan segenap hati maka kita akan menemukan Dia, akan memberikan jawaban atau hikmat -Nya bagi kita yang sedang mengalami penderitaan atau ujian dalam hidup (Yer. 29:12-14a; Yak.1:2-5).
Kedua. Lebih dari sekedar berhasrat menolong orang lain dan menyalurkan kuasa Tuhan apalagi melalui berbagai peragaan mukjizat bagai festival pertunjukan kuasa yang tiada habisnya, setiap pelayan Tuhan perlu selalu dipimpin Roh Kudus supaya dapat melayani makin hari makin bergerak tepat sesuai kehendak Bapa di surga.
Sebagai murid-murid Yesus, kita seharusnya belajar melayani seperti Yesus. Dipenuhi dengan belas kasihan dan kuasa Allah, Yesus hanya bergerak dan melayani sesuai pimpinan dan kehendak Bapa-Nya semata. Yesus tahu, Ia dipanggil dan menjalani hidup sebagai seorang hamba bukan untuk menyelesaikan semua masalah di dunia atau memperagakan kehebatan Allah dimana-mana namun semata-mata hanya untuk melakukan kehendak Bapa yang mengutus-Nya.
Belas kasihan kita atau keyakinan kita akan kuasa supranatural yang Tuhan berikan kepada kita sebagai hamba-hamba -Nya tidak boleh melampaui batas-batas tugas yang dikehendaki Allah untuk kita kerjakan.
Tanda bahwa kita adalah hamba Tuhan, nyata dari kejelasan pengetahuan kita akan kehendak Tuhan lalu melaksanakan perintah kehendak-Nya itu dalam sikap tunduk taat sepenuhnya kepada Dia. Bukan dari banyak dan besarnya pelayanan yang kita lakukan. Itu sebabnya, Filipus setelah mengadakan kampanye penginjilan satu kota besar yaitu Samaria, dalam sekejap diutus menginjili satu orang (saja) sida-sida Ethiopia (Kisah. 8:4-12, 26-39). Yang melalui catatan ini, Tuhan hendak menunjukkan bahwa entah pelayanan itu berskala besar atau kecil, melayani satu kota atau satu orang saja, nilainya sama di mata Tuhan dan yang benar-benar rela mengerjakannya dalam segala kerelaan dan kesungguhan tanpa pilih-pilih di hadapan Tuhan adalah hamba-hamba-Nya yang sejati.
Jika kita mengaku melayani Tuhan namun kita bergerak atas dasar emosi, keinginan, kehendak, rencana serta tujuan-tujuan yang lahir dari pikiran kita sendiri, meski kita akui sebagai kehendak Tuhan, kita sesungguhnya bukan melayani Tuhan tetapi menggunakan Tuhan sebagai alasan bagi acara dan program-program kita sendiri kita yang sebenarnya didasari motif serta tujuan pribadi yang seringkali mementingkan dan menonjolkan diri.
Akhir kata, kita dipanggil untuk sedapat-dapatnya senantiasa bergerak dalam pimpinan hikmat dan kehendak Tuhan. Juga untuk memahami jalan-jalan Tuhan sehingga kita dapat melayani dan menjadi berkat bagi dunia tepat sesuai dengan kehendak-Nya supaya Ia berkenan dan kitapun diakui-Nya sebagai hamba-hamba sejati-Nya.
Biarlah belas kasihan memenuhi hati kita dan biarlah iman kita teguh meyakini kuasa -Nya yang tak terbatas itu. Namun lebih dari semua, kita harus memahami bagaimana cara Tuhan bekerja di dunia ini sehingga kita selaras, selangkah dan seirama dengan Dia sebagai yang empunya pekerjaan di muka bumi ini. Hanya dengan cara itu kegerakan dan rencana-Nya dapat digenapi sampai kesudahannya.
Salam Revival
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.