Arsip Bulanan: Maret 2018

KESEMPATAN & WAKTU TUHAN

Oleh: Peter B, MA


Ketika mereka kekurangan anggur, Ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau daripada-Ku, Ibu? Saat-Ku belum tiba.” (Yohanes 2:3-4)
Renungan kita kali ini diambil dari kisah mujizat pertama Kristus yang diadakan sewaktu ada pesta perkawinan di kota Kana. Kisah ini telah begitu sering berulang kali dikhotbahkan banyak hamba Tuhan khususnya mengenai mujizat air menjadi anggur yang dilakukan Kristus di sana. Mujizat itu memang luar biasa dan pelajaran yang dapat diambil dari sana juga tidak kalah dalamnya; tetapi kali ini kita memfokuskan pengamatan kita pada apa yang sesungguhnya berlangsung sebelum mujizat itu terjadi. Sebelumnya, saya mengingatkan kembali bahwa renungan kita masih tetap berkaitan dengan hidup ala penyembah sejati yang kita pelajari dari Sang Pakar Penyembahan, Kristus sendiri. Jadi, lebih banyak yang kita bahas adalah masalah karakter atau Istilah lainnya, buah Roh. Mengenai pekerjaan atau perbuatan ajaib Kristus tidak kita soroti lebih jauh mengingat bidang pembahasannya ada dalam lingkup karunia Roh.
Mari kita mulai dengan melihat fakta-fakta yang ada pada kejadian pesta kawin di Kana itu. Pertama-tama, Yesus ada di sana karena Ia diundang untuk datang dan Ia datang bersama murid-muridNya (Yohanes 2:2). Dari sini kita mengetahui bahwa datang ke rumah pesta khususnya pesta kawin bukanlah sesuatu yang terlarang di dalam Tuhan. Yesus sendiri datang memenuhi undangan tersebut. Hal lain yang cukup menarik adalah yang disebutkan ada di sana pertama kali bukanlah Yesus tetapi Maria, ibu Yesus (Yohanes 2:1). Wanita saleh ini ada di sana karena beberapa kemukinan: ia hanya undangan seperti yang lainnya, ia termasuk salah satu sanak famili keluarga yang mengadakan pesta atau mungkin saja karena ia diminta membantu kelancaran pestanya yang bisa kita ketahui dari tahunya Maria apabila pesta kekurangan anggur dan kedekatannya dengan para pelayan di situ. Dari situ, dapat diperkirakan bahwa Yesus mungkin saja datang karena Ia adalah anak dari Maria, tidak lebih-tidak kurang. Kemungkinan besar, meskipun telah memiliki murid-murid sendiri, Yesus datang ke sana bukan karena undangan pribadi yang khusus dialamatkan kepadaNya. Tidak ada yang tahu Yesus itu siapa. Dan meskipun Yesus ada di sana saya memberanikan diri mengatakan ini Ia sama sekali bukan merupakan pusat perhatian pada waktu itu. Sampai hari itu, tidak ada seorangpun yang tahu menahu dan mengenal lebih dalam siapa itu Yesus. Benarkah demikian? Saya berani menyimpulkan demikian karena pada saat itu tidak ada seorang pun yang datang meminta pertolongan kepada Yesus (Yohanes 2:3) hanya Maria, ibuNya, yang saya rasa telah mengenal Kristus sejak lama. Ini berbeda dengan beberapa minggu berikutnya di mana semua orang mulai tertarik padaNya, mencari tahu akan Dia (hingga naik ke pohon seperti Zakheus), bahkan terus menerus berusaha mendapatkan pertolongan dari Dia apa pun caranya (masih ingat seorang lumpuh yang diusung empat temannya? Mereka membongkar atap untuk mendapat pertolongan Yesus). Sekali lagi, keyakinan saya, pada pesta kawin itu tidak ada seorangpun yang menaruh perhatian pada Kristus.
Sekarang perhatikanlah ini baik-baik: Jika saat itu tidak ada seorangpun yang menaruh perhatian pada Yesus, itu berarti pada saat Maria meminta pertolongan padaNya, itu adalah kesempatan emas bagi Yesus untuk memperagakan kuasa dan urapan yang dahsyat yang telah diberikan dalam hidupNya. Bagi banyak orang tidak terkecuali yang menyebut diri mereka hamba Tuhan kesempatan mempertunjukkan kemampuan mereka untuk melakukan sesuatu yang menarik perhatian banyak orang adalah suatu kesempatan yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Tentu saja mereka pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu dan mereka akan mulai memamerkan urapan dan karunia rohani (yang sebetulnya mereka terima Cuma-Cuma). Dan memang harus diakui bahwa pada waktu pesta kawin itu ada kesempatan besar bagi Yesus untuk menjadi terkenal dan di tengah-tengah banyak orang.
Banyak orang berkata, “Kesempatan tidak datang setiap waktu. Jadi saat kesempatan menghampiri kita, bersiaplah untuk menangkapnya.” Ungkapan itu tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar karena tidak semua kesempatan diciptakan oleh Allah. Pada waktu Yesus di padang gurun, Ia mendapat kesempatan 3 kali dari Iblis untuk memuaskan kedagingan dan meninggikan diriNya. Kita harus berhati-hati dengan kesempatan-kesempatan yang demikian. Teladan Kristus begitu mulia: Ia berjaga-jaga dalam segala situasi. Di sinilah yang membedakan katakter Kristus dengan banyak orang pada umumnya.
Perhatikanlah sekali lagi ayat nats kita di atas. itulah jawaban Yesus atas permintaan Maria, ibuNya. Ia menjawab dengan jawaban yang mengejutkan, “Mau apakah engkau denganku, ibu? SaatKu belum tiba!” (Yohanes 2:4). Lebih mengejutkan lagi jika kita membaca dari beberapa terjemahan Inggris dan bahasa aslinya. Kata-kata Yesus itu seharusnya diterjemahkan begini: “Apakah ada urusan antara aku dengan kamu, hai perempuan. Waktu-Ku belum tiba. Sangat kasar. Tajam. Tidak bersahabat. Mengapa Ia terdengar begitu tidak berperasaan? Itu akan kita bahas nanti, tetapi sebelumnya kita mau melihat alasan penolakan Kristus. Ia tidak menyambut permintaan Maria karena satu alasan saja: belum tiba waktunya untuk melakukan sesuatu yang ajaib di tengah banyak orang. Ya, itulah alasannya. Satu-satunya. Apa maksudNya dengan berkata, “SaatKu belum tiba?”
Maksud sesungguhnya adalah Ia tahu benar mengenai waktu Bapa. Ia tahu bahwa pada saat itu, Bapa belum menetapkan atau memerintahkan Dia untuk melakukan sesuatu apapun yang menarik perhatian banyak orang. Dan Ia harus lebih taat pada Bapa daripada kepada siapapun juga, bahkan ibu (jasmani)-Nya sendiri. Kita akan belajar lebih banyak lagi mengenai hal ini minggu depan dan mengupas bagaimana perasaan Maria serta mengapa akhirnya Yesus mengadakan mujizat juga di situ. Tetapi sebelumnya, kita perlu merenungkan baik-baik bahwa teladan dari penyembahan kita yaitu Yesus, tidak tergesa-gesa dalam segala hal. Ia mengetahui waktu Bapa dalam setiap bidang kehidupan. Dan demikian pula seharusnya dengan kita yang menyebut diri sebagai para penyembah sejati. Penyembah yang benar mengetahui waktu Tuhan. Mereka menunggu konfirmasi dari Bapa dalam bidang-bidang kehidupan terlebih lagi pelayanan mereka. Mereka tidak ingin terkenal tanpa Dia, tidak mau berjalan tanpa izin daripadaNya dan tidak akan pernah bergerak tanpa perintah dan tugas dari Bapa. Mereka tidak mengejar ketenaran, kedudukan dan pengakuan dari manusia karena mereka rindu memperolehnya hanya dari mulut Bapa. Tidak ada kesempatan emas tanpa waktu Tuhan. Dan tidak ada kemuliaan yang layak diutamakan selain kemuliaan Tuhan. Bersama-sama dengan Daud kita dapat berkata, “Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain” (Mazmur 75:7-8). Amin
(Diambil dari warta Worship Center edisi 03 – 18 Januari 2002)

BELAJAR MENGENAL WAKTU-NYA

Oleh: Peter B, MA


Ketika mereka kekurangan anggur, Ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku , Ibu? Saat-Ku belum tiba.” (Yohanes 2:3-4)
Bukan suatu kebetulan jika dalam edisi-edisi awal tahun ini kita akan belajar mengenai salah satu hal yang paling sukar dimengerti dan di salah mengerti oleh banyak anak Tuhan maupun hamba-hamba Tuhan yaitu mengenai WAKTU TUHAN. Ketidak tahuan mengenai waktu Tuhan telah cukup banyak membawa kebingungan, kejatuhan bahkan kekacauan di antara umat Tuhan sejak zaman Kejadian, Raja-raja Israel, Rasul-rasul bahkan hingga saat ini. Robert Liardon dalam bukunya, Waktu Tuhan, menceritakan bahwa kejatuhan terbesar dari Daud – orang yang berkenan di hati Allah adalah karena ia tidak mengetahui waktu Tuhan: “pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel……sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem.” (2Samuel 11:1). Itulah saat dimana Daud terpikat oleh kecantikan Batsyeba dan ia jatuh dengan sangat dalamnya. Dan jika raksasa rohani sekaliber Daud sekalipun bisa terjatuh sedemikian rupa, bagaimana dengan kita yang belum memiliki pengalaman serta pengetahuan apapun dalam berjalan bersama Tuhan?
Harus diakui bahwa tidak cukup banyak pengajaran mengenai hal ini. Tetapi salah satu pengajaran yang paling berkesan bagi saya mengenai topik ini adalah yang ditulis oleh Michael R. Brown, Ph.D., seorang profesor theologia yang turut berperan dalam lawatan Tuhan di Pensacola, Florida sejak tahun 1995 hingga sekarang. Dalam bukunya, “Apakah yang terjadi dengan kuasa Tuhan”, ia menulis mengenai kegagalan-kegagalan pelayanan masa kini. Sebagai besar kegagalan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai waktu Tuhan. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan pelayanan yang diadakan dewasa ini memiliki salah satu dari empat ciri ini: mereka mendahului Tuhan (para pemimpin memiliki rencana Tuhan tetapi tidak pada waktuNya), atau di belakang Tuhan (Tuhan telah bergerak maju ke dalam satu hal yang baru tetapi para pemimpin tidak memberikan tanggapan), atau di luar Tuhan (apa yang dikerjakan pemimpin tampak baik tetapi sesungguhnya tidak terkait sama sekali dengan kehendak Allah terlebih lagi waktuNya) atau tanpa Allah (para pemimpin mengikuti rencana Allah tanpa kuasa Allah). Jika pendapat Michael Brown tersebut benar maka paling tidak 3 kegagalan dari pelayanan dari gereja Tuhan di zaman ini mengalami kekacauan karena ketidaktahuan para hamba Tuhan mengenai waktu Tuhan. Ini sungguh menyedihkan.
Sebagai contoh kesalahan dalam hal waktu Tuhan misalnya adalah bergerak maju tanpa perintah khusus dari Tuhan atau tetap berdiam saat Tuhan perintahkan untuk maju. Jika itu yang tejadi dalam pelayanan kita, jelaslah akibat dari semua itu adalah kekacauan besar-besaran karena semuanya akan berakhir dengan kegagalan. Tuhan tidak akan menyertai apalagi memberikan keberhasilan atas pelayan yang tidak sesuai dengan kehendak dan waktuNya. Sebaliknya, Ia berkenan atas setiap pelayanan yang tepat dengan kerinduan dan waktuNya karena Ia Allah yang bergerak dengan ketepatan. Ia tidak pernah terlambat ataupun terlalu cepat. PekerjaanNya adalah tepat dan sempurna.
Salah satu yang menimbulkan rasa heran dan kagum yang besar pada saat saya mengamati kehidupan Tuhan kita, Yesus Kristus adalah ketepatanNya mengetahui waktu Bapa. Semakin saya meneliti, semakin saya terkesima. Hal itu begitu ajaib dan menakjubkan. Yesus tahu kapan Ia harus datang atau pergi, bergerak atau diam, masuk atau keluar, tampil atau menarik diri dan sebagainya. Ia melakukan hal itu dengan sempurna, segala sesuatunya tepat pada waktunya. Ia tidak pernah terlambat atau terburu-buru; apa yang dirindukan Bapa dilakukanNya dengan ketepatan yang persis sama. Sungguh luar biasa! Itulah sikap hati yang harus kita perjuangkan dan mohonkan kepada Bapa supaya hidup dan pelayanan kita boleh menyenangkan hatiNya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikanah fakta-fakta berikut ini:
1. Pada waktu Ia memulai pelayananNya, Ia telah menunggu selama 18 tahun! “Ketika Yesus memulai pekerjaanNya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun” Lukas 3:23
2. Pada saat ada kesempatan terbesar untuk menyatakan kuasa yang ada padaNya Ia berkata kepada Maria, ibuNya: “Mau apakah engkau dari padaKu, Ibu? Saat-Ku belum tiba.” Yohanes 2:4
3. Ketika banyak orang menjadi marah dan ingin membunuhNya, Ia yang dipanggil untuk berkorban sampai mati menghindari kematian yang sia-sia, yang bukan kehendak BapaNya: “Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah” Yohanes 8:59
4. Saat KeluargaNya mencemooh Dia dan menyuruhNya menampakkan diri kepada banyak orang supaya terkenal. Yesus berkata kepada mereka: “…..Waktu-Ku belum tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu….Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum pergi ke situ, karena Waktu-Ku belum genap.” Yohanes 7:6-8
5. Begitu tiba waktuNya untuk mengorbankan diri di salib, Ia tidak melarikan diri tetapi: “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan padanganNya untuk pergi ke Yerusalem,….” Lakas 9:51
Bahkan Ia juga mengatakan kepada murid-muridNya:
“….kataNya: “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.” Yohanes 12:23
“…..Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau” Yohanes 17:1
6. Ketika Perjamuan Terakhir harus diadakan, Ia mengaturNya dengan sangat baik: “Jawab Yesus: Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.” Matius 26:18
7. Dan Yesus pun makan dalam perjamuan terakhir sesuai dengan waktu Bapa: “Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasulNya.” Lukas 22:14
8. Sesuai dengan waktu Allah, Ia pun menyerahkan diri untuk disalibkan bagi pengampunan dosa dunia: “Sesudah itu Ia datang kepada murid-muridNya dan berkata kepada mereka: “Tidurlah sekarang dan Istirahatlah. Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa” Matius 26:45.. dan juga… “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah” Roma 5:6
Melihat betapa tepatnya Yesus bergerak bersama waktu Bapa-Nya, tidaklah mengherankan pelayananNya begitu dahsyat dan luar biasa disertai oleh Bapa (Kisah Para Rasul 10:38). Kuasa Roh Kudus dicurahkan dalam hidup dan pelayananNya secara penuh bahkan tak terbatas. Jadi, kunci untuk kita boleh hidup dan memasuki pelayanan yang berkenan di hatiNya adalah kita bergerak sesuai dengan waktuNya. Kita akan melanjutkan renungan kita ini minggu depan dengan melihat lebih jauh teladan Kristus dalam kisah perkawinan Kana. Amin


(Diambil dari warta Worship Center edisi 02–11 Januari 2002)

MENYAMBUT GELOMBANG SELANJUTNYA

Oleh: Peter B, MA


Banyak orang yang sependapat
bahwa tahun-tahun terakhir ini waktu serasa berjalan lebih cepat
daripada tahun-tahun sekitar 100 tahun, misalnya. Mengapa demikian?
Tidak ada jawaban yang memuaskan untuk itu. Ada yang berpendapat
bahwa ini karena mobilitas (pergerakan-pergerakan) hidup yang semakin
padat dan cepat, khususnya di perkotaan. Selain itu, ada pula yang
berpendapat bahwa akhir zaman semakin mendekat dan sebagainya. Tetapi
apapun pendapat yang diberikan, fakta yang di hadapan kita adalah
kita telah memasuki tahun yang baru, tahun 2002. Satu tahun lagi
telah berlalu, apa yang telah kita capai hingga saat itu?
Momen pergantian tahun
seringkali disepakati sebagai suatu momen di mana kita meninggalkan
apa yang telah di belakang kita, melihat ke depan dan masuk dalam
awal yang baru. Tahun yang baru dianggap pula sebagai tahapan yang
baru. Demikian pula dengan Tuhan kita. Setiap hari, setiap minggu,
setiap bulan, hingga setiap tahun Ia membuat sesuatu yang baru. Ada
tahapan yang baru dalam kegerakanNya. Ia menginginkan kemajuan terus
menerus serta perkembangan yang tidak pernah berhenti.
Dengan memasuki tahun yang
baru, kita juga memasuki tahap baru dalam kehidupan rohani, pelayanan
dan keikutsertaan kita dalam kegerakan Tuhan. Inilah musim yang baru
dalam kita mengiring Tuhan. Adakah kita masih turut serta dalam
kegerakanNya? Apakah kita siap untuk menyambut rencanaNya di tahun
ini? Apakah kita mengetahui bagaimana tetap bertahan dalam pusat
kehendakNya di tahun 2002 ini? Doa saya adalah supaya tidak
seorangpun di antara pembaca yang ketinggalan akan gelombang
lawatanNya yang akan datang.
Kita akan belajar bagaimana
rasul-rasul yang pertama menangkap kegerakan Tuhan selanjutnya. Mari
melihat dalam Kisah para Rasul 1. Penuturan Lukas (penulis Kitab
Kisah Rasul) diawali dengan kisah Yesus yang telah bangkit dan
menampakkan diri kepada murid-muridNya. Kunci kitab ini dimulai dari
perintah dan janji Kristus kepada murid-muridNya untuk mereka tetap
tinggal di “Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ
menantikan janji Bapa..” yaitu baptisan Roh Kudus (Kisah Para Rasul
1:4-5). Rupanya, ini belum dimengerti sepenuhnya oleh para murid
sehingga mereka bertanya pertanyaan yang sama yang dulu sering mereka
tanyakan sewaktu Yesus melayani di tengah-tengah banyak orang.
Akhirnya, Yesus memberikan penegasan pada murid-muridNya bahwa mereka
“akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atasmu dan kamu akan
menjadi saksiKu di Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah
Para Rasul 1:8).
Tugas para murid adalah jelas.
Mereka harus menantikan pencurahan Roh Kudus di Yerusalem serta
menerima kuasa dari tempat yang Mahatinggi. Itulah suatu masa yang
baru dalam kehidupan para rasul. Mereka yang semula mengiring Yesus
kemana saja Ia pergi, kini harus mempersiapkan diri untuk bekerja
sama dengan Roh Kudus, Pribadi ketiga dari Allah. Mereka harus
mengkondisikan diri untuk masuk dalam tahap dan kegerakan Allah
selanjutnya yaitu pencurahan Roh Kudus secara besar-besaran. Pada
akhirnya, mereka berhasil menangkap kegerakan Allah tersebut dan
kebangunan rohani
(revival)
yang pertama di dunia pun terjadilah! Pertanyaannya, bagaimana mereka
mempersiapkan diri? Apakah yang bisa kita pelajari?
Pada saat mereka mendapat
perintah Yesus maka mereka mempersiapkan diri untuk masuk dalam masa
yang baru dalam pelayanan mereka. Mereka mempersiapkan diri dengan:
1. Sehati
dalam pengharapan
Di hari yang cerah itu, mereka
melihat Guru dan Tuhan mereka melayang naik dan hilang di balik awan.
Seakan tidak percaya, beberapa orang terdiam, tercengang keheranan
sehingga cukup lama mereka tidak bergerak dan meninggalkan tempat
itu. Hingga akhirnya seorang malaikat berkata,
“…Yesus
ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali
dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga”
(Kisah Para Rasul 1:11).

Kenangan 3 Tahun lebih bersama Yesus, tidak akan pernah terhapuskan
dari ingatan mereka, tetapi ada pengharapan baru dalam hidup mereka.
Dalam satu pengharapan, mereka pulang dan dengan penuh keyakinan
bahwa mereka akan melihat Kristus lagi. Ia akan datang kedua kali
bagi umatNya yang setia dan ada dalam rencanaNya. Karena satu
pengharapan itulah mereka menangkap visi Tuhan yang baru. Tanpa
pengharapan akan kedatangan Tuhan, kita tidak akan dapat bertekun
untuk mengejar Dia.
2. Sehati
dalam Visi
Semula para murid tercerai
berai, mereka berjalan sendiri-sendiri bahkan ada yang mulai kembali
ke dalam profesi lama mereka. Tetapi saat Tuhan memberikan janji
pencurahan Roh Kudus, tidak sedikitpun mereka melihat ke arah yang
lain. Mereka tahu bahwa inilah saatnya Tuhan bergerak dengan
gelombang yang baru, angin lawatan yang segar akan dihembuskan.
Itulah visi baru dari Tuhan untuk hidup mereka. Oleh karena itu,
mereka menyatukan tujuan mereka untuk menangkap kerinduan Tuhan
tersebut. Setiba di Yerusalem, tidak ada yang menyimpang ke jalan
yang lain. Mereka semuanya, ya seluruhnya, naik ke ruang atas dan
menanti-nantikan Tuhan di sana (Kisah Para Rasul 1:13a). Tanpa visi
yang murni daripada-Nya, kita akan tersesat dan berakhir dengan
kekecewaan.
3. Sehati
dalam kerinduan
Di balik janji pencurahan Roh
Kudus, Tuhan menyatakan secara tidak langsung akan masa depan mereka.
Para murid yang setia dan menanti-nantikan janjiNya akan menjadi
saksiNya, untuk menyatakan kemuliaan-Nya hingga ke ujung bumi.
Mengetahui hal tersebut, para murid menyerahkan diri mereka untuk
menjadi alat kemuliaan bagi Tuhan. Tanpa ada kerinduan yang besar
untuk hidup bagi kemuliaan Tuhan, mustahil kita mengetahui apa yang
menjadi kerinduanNya. Kerinduan untuk menjadi berkat adalah modal
dasar kita menangkap kegerakanNya yang begitu cepat.
4. Sehati
dalam tindakan
Kegerakan Tuhan yang baru
tidak dapat datang begitu aja. Visi yang diberikan tidak begitu saja
akan menjadi kenyataan. Bahkan kedatangan Tuhan yang kedua kali tidak
terjadi secara otomatis. Ada harga untuk semua itu. Harga itu dibayar
dalam kerja keras. Para murid diperintahkan untuk menantikan Tuhan,
maka mereka pun bertindak untuk menanti. Mereka mulai berdoa. Mereka
bertekun berdoa dan terus berdoa, sampai janji itu diberikan.
Kegerakan Tuhan dapat terjadi jika ada orang yang mau membayar harga
lawatan itu. Itulah orang-orang yang mau bertindak dan bergerak bagi
Tuhan. Sia-sia saja janji Tuhan akan pencurahan besar-besaran tanpa
ada tidakan nyata untuk menyambutnya.
Saudara, kunci utama di sini
adalah kesehatian. Kesehatian antara kita dengan Tuhan dan kesehatian
kita dengan saudara-saudari kita. Tanpa kesatuan di dalam
pengharapan, visi, kerinduan dan tindakan, pastilah ada yang
tertinggal kegerakanNya. Cepat atau lambat mereka yang tidak dapat
bersatu pasti terlempar keluar dari rencanaNya yang kudus. Di awal
yang baru ini, mari bersatu menyambut gelombang lawatan Tuhan yang
lebih dahsyat lagi. Kita akan ada di pusat kehendakNya dan kita akan
mengalir bersama Dia. Amin.

(Diambil dari warta Worship
Center edisi 01– 4 Januari 2002)

TELADAN PAULUS DALAM MEMBERITAKAN INJIL

Oleh: Peter B, MA
NATS : Kisah Para Rasul 17:16-34 (TB):
16 Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.
17 Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ.
18 Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: “Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?” Tetapi yang lain berkata: “Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.” Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya.
19 Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan: “Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini?
20 Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya semua itu.”
21 Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.
22 Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: “Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa.
23 Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.
24 Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia,
25 dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
26 Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka,
27 supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing.
28 Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga.
29 Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh berpikir, bahwa keadaan ilahi sama seperti emas atau perak atau batu, ciptaan kesenian dan keahlian manusia.
30 Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat.
31 Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.”
32 Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek, dan yang lain berkata: “Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu.”
33 Lalu Paulus pergi meninggalkan mereka.
34 Tetapi beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka.
Dalam Kisah para rasul 17: 16-34 diceritakan mengenai Rasul Paulus yang untuk sementara tinggal di kota Athena dan menginjil di sana. Banyak yang dapat kita pelajari dari bagian Alkitab ini, khususnya mengenai terkait pemberitaan Injil.
Namun kita kali ini hanya akan fokus kepada bagaimana atau cara Paulus memberitakan Injil.
Sebagai pembuka, perhatikanlah fakta-fakta Alkitab berikut ini:
1) Pertama-tama, sebelum menyampaikan Injil kepada orang-orang di kota itu, Paulus merasakan suatu beban (yang muncul karena kasih Tuhan yang ada) di dalam hatinya akan jiwa-jiwa yang terhilang, yang tidak mengenal Allah yang sejati (ayat 16)
2) Ia memulai dengan bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi orang yang takut akan Allah (ayat 17)
3) Juga ia mengunjungi pusat-pusat keramaian dan berbicara dengan orang-orang di sana (ayat 17b)
4) Paulus juga mendatangi para ahli pikir Yunani di berbagai golongan untuk bersoal jawab dengan mereka (ayat 18)
5) Argumentasi Paulus membawanya kepada kesempatan yang lebih besar yaitu untuk berbicara di depan sidang mereka yang adalah kesempatan untuk didengarkan lebih banyak orang lagi (ayat 19)
6) Paulus menjelaskan imannya dengan menggunakan pemikiran-pemikiran yang telah ada pada mereka, tanpa merendahkan dan menjelekkan apa yang mereka percayai (ayat 23 – 31)
7) Dari reaksi para pendengarnya, kebanyakan dari mereka belum mau menerima pesan Paulus tetapi mereka tidak membenci Paulus (ayat 32)
8) Catatan ini juga memberitahukan kita bahwa Paulus tidak memaksa mereka untuk percaya tapi segera meninggalkan mereka ketika mereka menolak dia (ayat 33)
9) Di tengah medan penginjilan yang sulit, tetap ada orang-orang yang menjadi percaya, yang merupakan peneguhan dari Tuhan akan pelayanan Paulus yang seturut dengan kehendak Tuhan (ayat 34)
Merenungkan pengalaman Paulus yang dicatat dalam Kisah para rasul tersebut, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan penting mengenai penginjilan.
Ketika kita hendak membawa orang untuk datang mengenal Tuhan, hati kita seharusnya dipenuhi dengan kasih. Bukan dengan kekecewaan, sakit hati, kebencian atau kesombongan karena telah merasa menemukan kebenaran. Setiap penginjil digerakkan oleh kasih bagi jiwa-jiwa yang terhilang. Oleh karena itulah, mereka pun menunjukkan kasih kepada jiwa-jiwa yang belum mengenal Tuhan itu. Perkataan dan tingkah laku mereka dari hati mereka yang penuh dengan kasih agape itu. Tanpa kasih, mereka yang mendengar Injil tidak akan pernah sampai pada pengenalan akan Tuhan yang maha kasih itu, yang sudah menebus mereka dari dosa dan kematian melalui korbanNya di kayu salib.
Pada bagian lain, Paulus memberikan teladan bahwa dalam memberitakan Injil, diperlukan suatu strategi cara-cara cara yang kreatif, yang lahir dari hikmat Allah, yang juga dihubungkan dengan pengetahuan yang dikumpulkan sebelumnya mengenai orang-orang yang menjadi obyek penginjilan itu. Rekaman pengalaman Paulus di atas memberitahukan kita bahwa sebelum Paulus menyampaikan pesan-pesan Injil kepada orang-orang di Athena, ia terlebih dahulu telah mengadakan penelitian dan pengamatan yang diperlukan untuk mendapatkan pintu masuk untuk menyampaikan kabar baik dari sorga itu.
Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: “Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa.
Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.
~ Kisah Para Rasul 17:22-23
Perhatikanlah bagaimana Paulus mengamati kehidupan orang-orang di sana lalu ia menemukan sesuatu yang dapat dijadikannya penghubung atau penyambung pembicaraan mengenai Allah yang tidak mereka kenal.
Jelas di sini Paulus sangat memperdulikan kondisi dan situasi sosial di sekitarnya sebelum menginjil serta cukup menghormati -atau setidaknya- menghindari untuk menyerang kepercayaan orang-orang yang ia injili. Semuanya menunjukkan betapa Paulus dipimpin oleh hikmat Tuhan dan tidak hanya bermodalkan semangat atau keberanian di dalam memberitakan Injil kebenaran.
Terbukti melalui cara itu, Paulus justru mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan imannya di depan lebih banyak orang lagi. Di suatu tempat yang bernama Areopagus. Suatu ruang pertemuan di dekat pasar Athena yang disediakan orang-orang Yunani waktu itu dimana pemerintah kota bersidang dan mengadili rakyatnya. Meskipun ia kemudian dilecehkan dan tetap dihina, dimana pada dasarnya memang itulah orang-orang duniawi terhadap Injil- tetapi ereka menolak pesan yang disampaikan Paulus, bukan Paulus secara pribadi.
Mengenai penjara, catatan Alkitab dalam Kisah Para Rasul maupun surat-surat Paulus menunjukkan bahwa Paulus dipenjara tanpa kesalahan yang jelas. Ia dituduh melakukan kejahatan yang sebenarnya tidak ada kaitan dengan hukum pemerintahan yang berlaku pada saat itu. Sama seperti Kristus, ia dijatuhi hukuman dan harus menjalani kehidupan penjara karena fitnah, bukan karena ia melakukan sesuatu yang dipandang jahat secara sosial kemasyarakatan.
Ketika masa tujuh hari itu sudah hampir berakhir, orang-orang Yahudi yang datang dari Asia, melihat Paulus di dalam Bait Allah, lalu mereka menghasut rakyat dan menangkap dia,
sambil berteriak: “Hai orang-orang Israel, tolong! Inilah orang yang di mana-mana mengajar semua orang untuk menentang bangsa kita dan menentang hukum Taurat dan tempat ini! Dan sekarang ia membawa orang-orang Yunani pula ke dalam Bait Allah dan menajiskan tempat suci ini!”
Sebab mereka telah melihat Trofimus dari Efesus sebelumnya bersama-sama dengan Paulus di kota, dan mereka menyangka, bahwa Paulus telah membawa dia ke dalam Bait Allah.
Maka gemparlah seluruh kota, dan rakyat datang berkerumun, lalu menangkap Paulus dan menyeretnya keluar dari Bait Allah dan seketika itu juga semua pintu gerbang Bait Allah itu ditutup.
Sementara mereka merencanakan untuk membunuh dia, sampailah kabar kepada kepala pasukan, bahwa seluruh Yerusalem gempar.
Tetapi dari antara orang banyak itu ada yang meneriakkan kepadanya ini, ada pula yang meneriakkan itu. Dan oleh karena keributan itu ia tidak dapat mengetahui apakah yang sebenarnya terjadi. Sebab itu ia menyuruh membawa Paulus ke markas.
Ketika sampai ke tangga Paulus terpaksa didukung prajurit-prajurit karena berdesak-desaknya orang banyak,
yang berbondong-bondong mengikuti dia, sambil berteriak: “Enyahkanlah dia!”
~ Kisah Para Rasul 21:27-31, 34-36
Dari nats diatas kita tahu bahwa Paulus tidak bersalah sedikitpun pada waktu ditangkap. Kegemparan yang terjadi adalah hasil dari hasutan, provokasi dan fitnah yang terjadi diantara orang-orang Yahudi. Bahkan ketika Paulus oleh para prajurit Romawi, tetap tidak ditemukan suatu kesalahan yang membuatnya pantas untuk di penjara atau dihukum mati. Itu pula yang disampaikan kepala pasukan yang kemudian hendak membawa Paulus kepada Wali negeri di kaisarea, oleh sebab orang-orang Yahudi telah berkomplot untuk membunuh Paulus:
“Salam dari Klaudius Lisias kepada wali negeri Feliks yang mulia.
Orang ini ditangkap oleh orang-orang Yahudi dan ketika mereka hendak membunuhnya, aku datang dengan pasukan mencegahnya dan melepaskannya, karena aku dengar, bahwa ia adalah warganegara Roma.
Untuk mengetahui apa alasannya mereka mendakwa dia, aku menghadapkannya ke Mahkamah Agama mereka.
Ternyatalah bagiku, bahwa ia didakwa karena soal-soal hukum Taurat mereka, tetapi tidak ada tuduhan, atas mana ia patut dihukum mati atau dipenjarakan.
~ Kisah Para Rasul 23:26-29
Sesungguhnya Paulus memiliki pedoman berdasarkan petunjuk Tuhan dalam hal memberitakan Injil. Apa yang dilakukannya di Athena, sebenarnya selaras dengan apa yang disampaikannya kepada Jemaat Korintus mengenai memberitakan Injil.
Ia menuliskan:
Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.
Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.
Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.
Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka.
Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.
~1 Korintus 9:19-23
Paulus mengatakan bahwa ia akan dan terus melakukan segala sesuatu yang perlu dan berguna supaya pesan Injil dapat sampai kepada semua orang dan berharap supaya sedapat mungkin ia memenangkan beberapa orang dari mereka yang belum percaya. Sesungguhnya, yang dimaksudkannya dalam kalimat “bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” merupakan pernyataan yang menunjukkan bagaimana Paulus bukan saja berusaha menyesuaikan diri supaya dapat diterima orang-orang yang menjadi target pemberitaannya, tetapi ia pun rela merendahkan diri hingga serupa orang yang lemah atau bagaimanapun supaya ia sedapat mungkin menjadi sarana menjangkau mereka. Ia bersedia, untuk sementara waktu lamanya tidak mengikuti prinsip serta pengertiannya sendiri, sebagai orang yang merdeka dan bebas di dalam Kristus, supaya ia dapat melayani dan tidak menjadi batu sandungan bagi orang yang hendak dibawanya kepada Tuhan.
Inilah hati dan hidup seorang penginjil sejati. Yang keseluruhannya mencerminkan cinta Tuhan dan pengorbanannya untuk menjangkau yang terhilang.
Bacalah Lukas 15.
Di sana kita dapat belajar tentang hati Tuhan yang rindu mereka yang terhilang kembali Nya.
Bukankah gembala yang baik itu rela pergi ke tempat yang jauh, naik ke bukit yang tinggi atau turun hingga ke jurang yang dalam demi menyelamatkan seekor dombanya yang hilang?
Tidakkah perempuan yang kehilangan satu dirhamnya akan mencarinya hingga ke sudut-sudut rumah, hingga ke bawah kolong perabotannya, mencarinya dengan seksama supaya dirham itu ditemukan?
Dan kita telah tahu kisah tentang Bapa yang baik, yang melihat anaknya yang hilang telah kembali, tanpa ragu atau memikirkan harga dirinya, berlari menyambut sang anak yang berniat kembali namun masih belum yakin dirinya akan diterima kembali sebagai seorang anak.
Betapa sabarnya hati Tuhan itu.
Betapa Ia rela berkorban, bersusah payah, hingga merendahkan diri agar kita dapat mengenal kasih-Nya yang tak berujung itu.
Betapa terasa dan nyata kasih-Nya bagi orang-orang yang terhilang. Ia tidak menghakimi mereka tetapi dengan hikmat-Nya, Ia menuntun mereka yang tersesat kembali ke jalan yang benar. Itulah yang dilakukan oleh Yesus ketika Ia duduk dan makan bersama-sama pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal. Ia tidak menyombongkan diri dan menghujat mereka sebagai orang-orang bejat dan berdosa yang layak dihakimi dan dihukum, tetapi Ia menunjukkan penerimaan dan kasih sayang tanpa syarat, jika mereka mau meninggalkan dosa-dosa mereka untuk hidup dalam hidup yang baru. Suatu kebalikan total dari para ahli agama taurat yang menjauhi mereka, mengatai-ngatai mereka bahkan mengutuk mereka atas dosa-dosa mereka seolah tiada lagi pintu kesempatan bagi mereka.
Biarlah kita yang mengetahui ini, minta supaya kepada kita diberikan hati yang penuh kasih. Yang rela merendahkan diri dan melayani jiwa-jiwa yang terhilang sampai mereka merasakan sentuhan kasih Tuhan di dalam hidup mereka.
Jika ada aniaya atau penderitaan yang harus kita terima, biarlah itu bukan karena perkataan dan perbuatan kita yang buruk, yang menjadi batu sandungan, atau yang merendahkan dan melecehkan orang lain, lebih-lebih mereka yang belum percaya, tetapi semata-mata karena kita harus menanggungnya sebagai saksi-saksi yang hidup secara murni di hadapan Tuhan dan manusia. Di sanalah nyata bahwa roh kemuliaan ada atas kita.
Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.
Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi,
maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.
Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh.
Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.
Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!
~ 1 Petrus 2:12-17 (TB)
Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,
dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.
Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.
~ 1 Petrus 3:15-17
Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.
Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau.
Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia.
1 Petrus 4:14-15,19
Salam revival
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan

Hikmat dan Kutipan

Tuhan menghendaki kita mengenal Dia, bukan sekedar tahu banyak tentang Dia. 
Untuk belajar dari-Nya, bukan untuk mengumpulkan data tentang-Nya. 
Untuk supaya kita 
Untuk menjadi murid-Nya dan mengikuti jejak-Nya, bukan sekedar penggemar dan pengagum-Nya..


~ Peter. B ~




PESAN TUHAN TAHUN 2018: MENGENALI PERBUDAKAN ROH AGAMAWI DI INDONESIA (Bagian Pertama)

PESAN TUHAN TAHUN 2018: MENGENALI PERBUDAKAN ROH AGAMAWI DI INDONESIA (Bagian kedua)

Hikmat dan Kutipan

~ Peter B,MA ~
Inilah pekerjaan roh jahat yang paling menipu dan paling tidak disadari oleh manusia, bahkan orang-orang percaya dalam Kristus sekalipun. 
Suatu roh yang mengatakan kepada diri kita bahwa diri kita sudah cukup baik dan sudah melakukan perintah Tuhan dan hidup dalam standarnya. 
Membuat kita merasa sudah rohani karena sudah mendengar, tahu dan mengerti pesan-pesan rohani -padahal mungkin saja sama sekali belum melakukannya secara nyata dalam hidup kita. 
Suatu roh jahat yang membuat kita lebih membenarkan diri dan menjadikan kita merasa baik-baik saja daripada mengoreksi dan memeriksa diri di hadapan Tuhan. Pekerjaannya pula yang membuat kita menjadi sombong rohani dan MEMBUAT KLAIM-KLAIM YANG LAHIR DARI HATI YANG MEMENTINGKAN DAN MEMULIAKAN DIRI…

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA? Bagian 4 (terakhir)

Oleh: Peter B, MA
KEEMPAT, PENGHARAPAN
KITA DALAM TUHAN NYATA MELALUI PRIORITAS HIDUP KITA YANG MEMUSATKAN
DIRI PADA PENCARIAN DAN PENGEJARAN PERKARA-PERKARA ROHANI SEPANJANG
HIDUP KITA
Jika kita mengaku
sebagai orang-orang yang memiliki iman dan menujukan diri pada
perkara-perkara kekal ketika kita menerima Kristus sebagai Tuhan dan
Juru selamat secara pribadi, jelas dikatakan bahwa kita adalah
ciptaan baru (2 Korintus 5:17) dan diperintahkan hidup setiap hari
mengenakan sifat-sifat manusia baru yang terus menerus diperbarui
sehingga semakin serupa dengan karakter Kristus sebagai teladan kita
(Efesus 4:22-24; Kolose 3:9-10). Sesungguhnya sejak hari itu, di
dalam kita, ya di dalam roh kita yang telah dihidupkan kembali, telah
dibangkitkan suatu kerinduan dan keinginan-keinginan yang baru:
keinginan akan perkara-perkara rohani yang bersifat kekal, suatu
hasrat untuk mengasihi Allah serta mengenal Dia lebih dalam lagi.
Itulah sebabnya
dalam pesan-pesannya tentang pengharapan, Petrus dalam suratnya
menyampaikan berkali-kali dengan tak putus-putusnya supaya orang
percaya MENGUTAMAKAN UNTUK MENGEJAR PERKARA-PERKARA DARI TUHAN
SEBAGAI PRIORITAS HIDUP SELAMA DI DUNIA.
Itu tampak dalam
ayat-ayat berikut ini:
Dan jadilah sama
seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang
murni dan yang rohani
, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh
keselamatan,
jika kamu
benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan.
~ 1 Petrus 2:2-3
(TB)
Dan biarlah kamu
juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah
rohani,
bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan
rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.
Tetapi kamulah
bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat
kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan
yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan
kepada terang-Nya yang ajaib:
~ 1 Petrus 2:5,9
(TB)
Kesudahan segala
sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang,
supaya kamu dapat berdoa.
Tetapi yang
terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab
kasih menutupi banyak sekali dosa.
Berilah tumpangan
seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut.
Layanilah seorang
akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap
orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.
Jika ada orang yang
berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan
firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya
dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan
dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya
kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.
~ 1 Petrus 4:7-11
(TB)
Sadarlah dan
berjaga-jagalah!
Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti
singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.
~ 1 Petrus 5:8 (TB)
Justru karena itu
kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada
imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan,
dan kepada
pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan
kepada ketekunan kesalehan,
dan kepada kesalehan
kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara
kasih akan semua orang.
Sebab apabila
semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya
menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus,
Tuhan kita.
~ 2 Petrus 1:5-8
(TB)
Karena itu,
saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan
pilihanmu makin teguh.
Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak
akan pernah tersandung.
Dengan demikian
kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan
kekal
, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.
~ 2 Petrus 1:10-11
(TB)
Membaca rangkaian
pesan di atas, kita dapat mengumpulkan bahwa hidup dalam pengharapan
pada Tuhan memiliki prioritas yang sungguh berbeda dengan mereka yang
memiliki pengharapan di luar Allah.
Perbedaannya cukup
mendasar. Jika pengharapan kita ada pada Tuhan, maka fokus hidup kita
tertuju pada Dia. Bukan dunia dan hal-hal di dalamnya. Kita, dengan
pertolongan dan pimpinan Roh Kudus, mengusahakan untuk senantiasa
hidup di jalan dan kehendak-Nya, bertumbuh secara rohani, bekerja dan
menyerahkan hidup untuk menjadi suatu sarana bagi Allah untuk
menjangkau dunia yang dalam cengkeraman kuasa kegelapan ini.
Jauh sebelum Petrus
menuliskan suratnya sebagai seorang rasul, Sang Guru dari Petrus
telah menyampaikannya dengan begitu jelas, tegas dan jernih :
“Janganlah kamu
mengumpulkan harta di bumi;
di bumi ngengat dan karat merusakkannya
dan pencuri membongkar serta mencurinya.
Tetapi kumpulkanlah
bagimu harta di sorga;
di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya
dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Karena di mana
hartamu berada, di situ juga hatimu berada.
~ Matius 6:19-21
(TB)
Sebab itu janganlah
kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang
akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
Semua itu dicari
bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.
Akan tetapi Bapamu yang di
sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
Tetapi carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.
~ Matius 6:31-33
(TB)
Matius 16:24-26 (TB)
Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang
mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan
mengikut Aku.
Karena barangsiapa
mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Apa gunanya seorang
memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang
dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

Kemudian Ia
mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: “Ada
seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
Ia bertanya dalam
hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai
tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
Lalu katanya: Inilah
yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku
akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya
segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah itu aku akan
berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun
untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah!
Tetapi firman Allah
kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan
diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah
itu nanti?
Demikianlah jadinya
dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia
tidak kaya di hadapan Allah.”
~ Lukas 12:16-21
(TB)

Jawab Yesus
kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang
kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri.
~ Matius 22:37-39
(TB)
Dan ayat-ayat serupa
ini sangat banyak bertebaran di seluruh Alkitab. Baik tersurat maupun
tersirat. Disampaikan oleh para nabi, hamba Tuhan hingga rasul-rasul
Kristus.
Karena itu,
saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya
kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang
kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang
sejati.
Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa
yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
~ Roma 12:1-2 (TB)

Sebab itu hendaklah
dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu
jangan lagi menuruti keinginannya.
Dan janganlah kamu
menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai
senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai
orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan
serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi
senjata-senjata kebenaran.
Sebab kamu tidak
akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum
Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.
~ Roma 6:12-14 (TB)

Karena bagiku hidup
adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
Tetapi jika aku
harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.
Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.
~ Filipi 1:21-22
(TB)

Tetapi apa yang
dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena
Kristus.
Malahan segala
sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku,
lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah
melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku
memperoleh Kristus,
Yang kukehendaki
ialah mengenal Dia
dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam
penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam
kematian-Nya,
~ Filipi 3:7-8, 10
(TB)

Dan Kristus telah
mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup
untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah
dibangkitkan untuk mereka.
~ 2 Korintus 5:15
(TB)

Sebab kami tidak
memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena
yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah
kekal.
~ 2 Korintus 4:18
(TB)

sebab hidup kami
ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat
tetapi hati kami
tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap
pada Tuhan.
~ 2 Korintus 5:7-8
(TB)
Sedemikian banyaknya
pernyataan serupa sehingga jika ada yang memaknainya tidak seperti
yang dimaksudkan, maka sesungguhnya ia telah tersesat dan menafsirkan
kitab suci dengan pikirannya sendiri yang masih diberatkan dan
dipengaruhi hawa nafsu hidup secara duniawi.
Dan inilah yang
dimaksudkan oleh berbagai pernyataan kitab suci kita itu yaitu bahwa
HIDUP KRISTEN YANG MENARUH PENGHARAPAN PADA TUHAN DAN PENGGENAPAN
JANJI-JANJI-NYA DALAM KEKEKALAN MENJALANI SUATU KEHIDUPAN YANG
BERPUSAT PADA TUHAN, YANG DISERAHKAN SELURUHNYA UNTUK MENCARI DAN
MENGENAL TUHAN, MENJADI PERSEMBAHAN UNTUK MENYENANGKAN DAN MEMULIAKAN
NAMA TUHAN.
Jadi Bagaimana
Seharusnya Orang Percaya Menjalani Hidup?
Pertanyaan mendasar
selanjutnya adalah : kehidupan seperti apakah yang kita harus
jalani? Bagaimana persisnya hidup dalam prioritas yang berbeda sama
sekali dengan manusia di dunia pada umumnya? Apakah kita tidak perlu
bekerja mencari nafkah dan penghidupan sehari-hari? Atau haruskah
kita menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktu kita untuk
berdoa, membaca firman Tuhan, rajin beribadah, menghadiri setiap
acara-acara rohani yang kita ketahui?
Tidak satu pun
petunjuk yang begitu tegas dalam Alkitab yang berisi daftar panjang
petunjuk untuk melakukan ini dan itu dalam keseharian kita. Itu
artinya, tidak selalu kita akan menemukan ayat tertentu, yang secara
gamblang menunjuk pada satu tindakan yang boleh atau tidak boleh,
harus atau tidak harus, tepatnya begini dan begitu dan seterusnya.
Kitalah yang dipanggil untuk mencari dalam hadirat Tuhan, yang lahir
dari hubungan kasih kita dengan Tuhan, kemudian dengan jujur bertanya
dan menilai dalam hati kita sendiri untuk mencari apa yang berkenan
dan tepat sesuai hati Tuhan.
Roma 12:2 (TB)
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah
oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
sempurna.

Kolose 1:9-10 (TB)
Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti
berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat
dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan
sempurna,
sehingga hidupmu
layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan
kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh
dalam pengetahuan yang benar tentang Allah,

Meski demikian, kita
dapat menyimpulkan beberapa prinsip penting yang dibangun berdasarkan
ajaran Yesus dan para rasul:
1) Bahwa keberadaan
kita selama di dunia sesungguhnya hanya merupakan perjalanam menuju
suatu tujuan yang bukan ada di dunia yang sekarang ini, bukan
perhentian atau tujuan yang sebenarnya.
2) Karena tujuan
kita bukan di dunia ini, maka hidup kita tak selayaknya dihabiskan
untuk mengejar hal-hal yang hanya dapat diperoleh dimiliki, dirasakan
dan dinikmati selama di dunia ini saja
3) Jelasnya, kita
tak seharusnya memusatkan perhatian pada pencapaian-pencapaian
duniawi, baik itu sekedar pencarian kebutuhan hidup sehari-hari atau,
pengejaran target-target materi atau kedudukan maupun kesenangan dan
penugasan manusia jasmaniah kita.
Yang dimaksud di
sini ialah:
Pengejaran hal-hal
dunia dan jasmani tidak boleh menghalangi atau menyisihkan pengejaran
akan perkara-perkara rohani dimana itu menjadi prioritas pertama
sehingga kita menjadi kurang bahkan lupa mengejar perkara-perkara
yang di atas
Karena itu, kalau
kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di
atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
Pikirkanlah perkara
yang di atas, bukan yang di bumi
Sebab kamu telah
mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.
Apabila Kristus,
yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan
menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.
Kolose 3:1-4 (TB)
Pengejaran akan
hal-hal yang kita masih perlukan dan butuhkan selama di dunia sudah
seharusnya juga menjadi sarana penunjang dan pendukung pengejaran
kita akan perkara-perkara ilahi yang menjadi prioritas utama hidup
kita
Karena itu,
perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi seperti orang arif,
dan pergunakanlah
waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
Sebab itu janganlah
kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.
~ Efesus 5:15-17
(TB)
Peringatkanlah
kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati
dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan,
melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita
segala sesuatu untuk dinikmati.
Peringatkanlah agar
mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi
dan membagi
dan dengan demikian
mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di
waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya.
~ 1 Timotius 6:17-19
(TB)
4) Meskipun tujuan
kita sebagai orang percaya adalah sama, tetapi masing-masing kita
diciptakan secara berbeda-beda, dengan tugas serta tujuan hidup yang
unik sebagaimana yang tersimpan dalam hati dan pikiran Allah atas
hidup kita. Itulah sebabnya, kita perlu mencari hingga disingkapkan
pada kita apa rencana kehendak-Nya atas hidup kita selama di dunia.
Dengan menemukan dan hidup dalam tujuan hidup dari Tuhan, kita telah
memastikan diri untuk hidup sepenuhnya dalam pengharapan akan upah
dan hidup yang kekal kelak. Ini serupa menerima dan mengerjakan
talenta yang diberikan pada kita sehingga ketika suatu kali kita
diminta mempertanggungjawabkan hidup kita sekarang ini.
5) Hidup sebagaimana
kita dirancang, diciptakan, dan dipanggil merupakan bentuk kehidupan
tertinggi yang mencerminkan pengharapaan kita yang semata-mata
tertuju pada kekekalan. Maksudnya, apapun kemudian yang menjadi
profesi kita, kita menjalaninya bukan atas kehendak, rencana dan
ambisi-ambisi kita pribadi yang duniawi namun sebagai bagian dari
hidup dalam kehendak Allah dan menapaki jalur yang benar menuju
sorga. Inilah sebenarnya yang dilakukan oleh hamba-hamba Tuhan dari
berbagai bidang kehidupan di segala zaman, bahkan oleh Yesus Kristus
sendiri.
TELADAN-TELADAN DARI
MEREKA YANG MATANYA TERTUJU PADA TUHAN DAN HIDUP KEKAL
Alkitab penuh kisah
tentang orang-orang dari berbagai latar belakang (meskipun didominasi
oleh pesan-pesan dari mereka yang dipanggil menjadi hamba Tuhan) yang
mengasihi Tuhan lalu menyerahkan secara total hidup mereka bagi Dia.
Abraham menunaikan panggilannya sebagai bapa orang percaya. Yusuf
menjadi saluran berkat dan keselamatan untuk memelihara dan membuka
jalan lahirnya bangsa Israel. Musa menjawab panggilan Tuhan dan
menjadi nabi pembebas Israel dari perbudakan Mesir. Daud menggenapi
rencana Tuhan menjadi raja dan gembala pilihan bagi Israel. Paulus
dan Petrus menjadi rasul-rasul Kristus, hidup dalam sepenuh rencana
Tuhan seperti Yesus hidup menyelesaikan pekerjaan Bapa yang
ditentukan bagi-Nya.
Namun sebelum
seluruh kehendak Tuhan itu digenapkan dalam hidup mereka, mereka
berasal dari berbagai latar belakang.
Abraham seorang
saudagar kaya dan terhormat. Demikian pula Ishak dan Yakub. Yusuf,
anak Yakub, seorang perdana menteri. Musa, penggembala ternak sewaktu
dipanggil menjadi nabi Tuhan. Sama dengan Amos. Daud dari penggembal,
menjadi tentara, lalu buronan, hingga akhirnya menjadi raja. Daniel
adalah pemuda tawanan yang dibuang ke Babel lalu menjadi seorang
menteri utama di tiga masa pemerintahan raja-raja Babel dan Persia.
Yesus sendiri semula adalah tukang kayu, yang ketika saatnya tiba
menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu melayani banyak
orang. Petrus, Yakubus dan Yohanes nelayan, Simon orang Zelot tentara
bayaran, Matius pemungut cukai. Paulus semula adalah pelajar brillian
yang menjadi pembuka agama di usia yang sangat muda.
Melihat daftar yang
begitu panjang dengan berbagai profesi, kita harus menyadari bahwa
profesi bukan ukuran seseorang hidup dalam pengejaran perkara-perkara
yang di atas. Seorang rohaniwan yang telah lulus dengan nilai baik
dari sekolah theologia ternama dan kemudian berpuluh-puluh tahun
menjalani kehidupannya sebagai pemuka rohani bukan selaku jaminan dia
seorang yang hidup dalam kehendak Tuhan. Begitu pula dengan para
karyawan biasa, pengusaha atau profesional di berbagai bidang bukan
tidak mungkin hidup dalam pimpinan dan kehendak Tuhan sehingga
melalui profesi dan bidang mereka, nama Tuhan dikenal dan
dipermuliakan sekaligus memberikan dukungan melalui materi bagi para
pelayan sepenuh waktu. Intinya, profesi apapun terutama dihidupi dan
ditekuni sebagai jalan hidup yang ditetapkan Tuhan. Ini lebih
didahului dari pencarian dan penyelidikan kita akan kehendak Tuhan
daripada menentukan lebih dahulu pilihan dan profesi kita lalu
berusaha melakukan sesuatu bagi dan atas nama Tuhan melalui jalan
hidup yang telah kita pilih tersebut.
Jika hidup kita
adalah milik-Nya, kita akan siap dan rela menerima pimpinan Tuhan di
bidang dimana Tuhan dapat semaksimal mungkin menjadikan kita saluran
berkat-Nya. Bagian kita adalah menyiapkan diri, dengar-dengaran serta
siap melangkah dengan iman kemanapun Ia mengutus kita.
Kehidupan Corrie ten
Boom merupakan contoh yang sangat kontras untuk menggambarkan hal
ini. Di usia ke-52 tahun ia keluar dari kamp konsentrasi Nazi di
Ravensbruck untuk kemudian selama 30 tahun kemudian ia berkeliling
dunia sebagai rasul penghiburan yang membawa kisah kasih dan
pemulihan Tuhan ke seluruh penjuru dunia. Sesungguhnya Tuhan punya
rencana yang luar biasa bagi kita, suatu masa depan yang tak
tergambarkan dalam petualangan bersama Dia. Kehidupan yang nantinya
tidak hanya berharga di mata-Nya namun menjadi kesaksian dan
berdampak pada jiwa-jiwa yang disentuh oleh Tuhan melalui hidup yang
dipersembahkan bagi Tuhan itu.
Meskipun demikian,
ini bisa jadi tidak terlalu mudah. Membutuhkan suatu masa pencarian
jati diri dalam Tuhan, suatu penyelidikan yang saksama dalam pimpinan
Roh Kudus demi mengenal diri sendiri serta bakat, minat dan
karunia-karunia rohani kita, termasuk untuk menemukan beban dan visi
pelayanan yang kita yakini Tuhan taruh sebagai panggilan-Nya dalam
hidup kita. Semua ini pun harus didasari suatu sikap hati yang jujur,
tidak memiliki pilihan lebih dahulu, siap semata-mata melakukan
kehendak Tuhan apapun yang ditetapkan-Nya dalam hidup kita. Ini semua
mustahil dilakukan mereka yang berorientasi dunia ini dan hanya
mencukupkan diri dengan meraih kenyamanan selama di dunia ini. Iman
dan kasih kita ditambah dengan pengharapan yang melimpahlah yang akan
menyanggupkan kita menemukan harta rohani yang berharga ini.
Inti dari semuanya
ini ialah hidup seturut cara Tuhan, belajar mengikuti pimpinan
kehendak Tuhan dalam setiap situasi, mengejar tujuan-tujuan hidup
yang dari Tuhan (yang merupakan tujuan-tujuan tertinggi dan terbaik
untuk hidup seorang manusia), lalu mempersembahkan diri bagi
kepentingan atau misi dari Kerajaan Allah di jalur yang ditetapkan
Tuhan bagi hidup kita.
Dengan cara
sedemikianlah kita dapat dengan jujur berkata bahwa kita telah hidup
demi pengharapan kekal.
KESIMPULAN
Yesus sedang
menyampaikan makna paling dasar akan tujuan keberadaan kita sengaja
manusia-manusia rohani saat ia berkata tentang diri-Nya:
Kata Yesus kepada
mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus
Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
~ Yohanes 4:34 (TB)
Dia yang datang dari
sorga adalah teladan kita tentang bagaimana menjalani hidup di dunia.
Tidak ada yang lebih berharga dan lebih penting dalam hidup yang
sekarang ini selain hidup demi melakukan kehendak Bapa, menjadi
pribadi yang diutus oleh-Nya bagi suatu misi penting dan
menyelesaikan tugas yang ditetapkan-Nya atas kita. Lebih dari itu,
hidup yang demikian merupakan bukti nyata bahwa pengharapan kita
mantap dan teguh. Suatu pengharapan yang tidak akan pernah
mengecewakan kelak. Yang akan digenapi dalam sukacita dan
kebahagiaan yang tiada tara saat kita berdiri di hadapan tahta Tuhan
tanpa malu dan mendengar Yang Mahatinggi berkata,
“Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia
dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab
dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan
tuanmu.”
~ Matius 25:21 (TB)
Salam revival

PESAN TUHAN TAHUN 2018: MENGENALI PERBUDAKAN ROH AGAMAWI DI INDONESIA (Bagian kedua)

Oleh: Didit


MENGENALI TIPU DAYA ROH AGAMAWI
YANG TERSEMBUNYI
Tuhan ingin kita mengenali dan
keluar dari tipu daya iblis melalui darah Yesus
sebab kita tidak bisa keluar dari jerat roh agamawi dengan cara dan
rencana kita sendiri.
Dalam
penglihatan
Tuhan menunjukkan beberapa orang yang mencoba
keluar dari tipu daya iblis
namun
dengan caranya sendiri seperti
dengan berdoa, puasa, membaca
firman, mengikuti berbagai seminar,
dan KKR, semua
itu hanya
seperti mengikir atau memukulkan sendok makan dari
bahan aluminium ke tembok pertahanan kota agamawi. Dapatkah Anda membayangkan
orang-orang yang membuat lubang di tembok Cina dengan sebuah sendok? Ini
kebodohan. Banyak orang yang mengira dirinya tidak dikuasai oleh roh agamawi
ternyata terjerat dalam tipu daya roh agamawi, tetapi orang yang sering
introspeksi diri dan mencari kehendak Tuhan tidak akan terjerat dalam tipu daya
roh agamawi. Tuhan memberikan lima kunci untuk menghadapi tipu daya roh agamawi
di Indonesia, antara lain:
1. Sediakan waktu setiap hari
untuk introspeksi diri dan bertobat.
Mintalah Roh Kudus mengoreksi
hati, pikiran dan hidup kita. Akuilah semua kekurangan dalam hidup kita dengan
kerendahan hati, biarlah kuasa darah Yesus memulihkan hidup kita. Tuhan
akan menunjukkan
dengan
mengingatkan berbagai peristiwa yang mencerminkan
sikap hati, pikiran, perkataan, tindakan dan gaya hidup kita yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan
, akuilah
dan bertobat untuk semua hal yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Melalui p
roses ini, kita belajar untuk memiliki hati yang rendah hati dan yang mudah
dibentuk sesuai kehendak Tuhan.
2. Sediakan waktu untuk mencari
dan menyelidiki kehendak Tuhan
Sediakanlah
waktu untuk berdoa dan mintalah pimpinan Roh Kudus setiap hari.
Penting sekali kita menyediakan waktu untuk berdiam
diri dan membiarkan Roh Kudus mengajar dan menuntun kita langkah demi langkah
secara pribadi. Percayalah Roh Kudus selalu memimpin orang-orang yang hati dan
pikirannya tertuju kepada Tuhan. 
3.
Menguji segala sesuatu
Kita
perlu menguji segala sesuatu baik program, visi, pengajaran, nubuat,
penglihatan, mimpi, pelayanan bahkan hidup kita pribadi.
Catatlah semua
pesan-pesan rohani baik visi, penglihatan, nubuat,
penglihatan, mimpi, pelayanan, bahkan yang kita terima secara pribadi dan mintalah Roh Kudus untuk menyingkapkan pesan-pesan dan
pekerjaan yang berasal dari Tuhan dan yang bukan berasal dari Tuhan.
Selidikilah apakah
pesan-pesan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dan diskusikanlah
dengan hamba-hamba Tuhan yang takut akan Tuhan sehingga kita beroleh pengertian
yang jelas apakah pesan-pesan dan pelayanan
tersebut berasal dari Tuhan atau bukan. Berdoalah dan
mintalah supaya
Tuhan menyingkapkan
buah-buah
dari pelayanan yang kita uji. Tuhan akan menunjukkan jalan-jalanNya
kepada orang-orang yang takut akan Tuhan
.
4.
Bergabungla
h dalam group diskusi yang
membuat kita bertumbuh rohani dan menjadi murid-murid Kristus yang militan
dalam Tuhan.
Carilah
komunitas-komunitas rohani yang dapat membangun rohani dan memperlengkapi kita
menjadi murid-murid Kristus yang sejati. Tuhan akan menunjukkan bapa-bapa
rohani yang takut akan Tuhan untuk membimbing rohani kita melawan berbagai tipu
daya roh-roh agamawi.
5.
Cari, temukan dan hiduplah seturut panggilan Tuhan dalam hidup kita.
Puncak dari pemuridan adalah menemukan tujuan hidup dan panggilan kita dari Tuhan. Sediakanlah waktu untuk menyelidiki latar
belakang hidup pribadi, karunia-karunia rohani, beban di hati serta diskusikan
dengan hamba-hamba Tuhan untuk menemukan panggilan Tuhan dalam hidup kita
secara pribadi.

Kegagalan
kita mengenali dan keluar dari tipu daya iblis akan membuat kita menjadi sarana
iblis untuk membodohi
, menipu bahkan menyesatkan umat Tuhan di Indonesia. Tetapi keberhasilan kita
mengenali dan keluar dari tipu daya iblis akan membuat kita menjadi sarana
Tuhan menyingkapkan kebo
dohan
serta hikmat Tuhan supaya jiwa-jiwa bebas dari perbudakan
roh agamawi dan menjadi berkat bagi Indonesia.

Sadarilah
dan bebaskanlah diri Anda dari cengkraman roh agamawi. Sebab roh agamawi
berusaha menguasai bangsa Indonesia untuk memadamkan api kebangunan rohani di
Asia, tetapi Tuhan juga berjanji bahwa Tuhan akan memakai Indonesia untuk
menyalakan api kebangunan rohani di Asia. Masa depan Indonesia berada di
pilihan hidup kita.
Apakah
Anda sungguh-sungguh rindu hidup sesuai kehendak Tuhan?

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 3

Oleh: Peter B, MA

KETIGA, KUALITAS PENGHARAPAN KITA DALAM Tuhan DAPAT DINILAI DARI SEBERAPA KITA RINDU DAN MENJALANI HIDUP DALAM KEKUDUSAN DI HADAPAN Tuhan

Kekudusan bukan sekedar sesuatu yang diharuskan dan dituntut oleh Tuhan atas kita. Rasul Petrus menghubungkan kekudusan dengan pengharapan. Bahkan level pengharapan kita dapat dilihat dari tingkat kekudusan dalam hidup kita di hadapan Tuhan.

Pernahkah anda memperhatikan seorang yang mengejar cita-citanya? Atau mungkin anda salah satu diantara orang-orang itu?
Apa cara hidup terbaik yang seharusnya ditempuh oleh mereka yang bermaksud mewujudkan cita-cita mereka?

Langkah pertama yang penting pastilah dengan memunculkan imajinasi dalam pikiran bahwa diri kita akan menjadi sebagaimana yang kita cita-citakan, bahkan orang yang kita cita-citakan.  Selanjutnya, itu berkembang dalam suatu pencarian dan penyelidikan akan kehidupan orang-orang yang telah memperoleh seperti apa yang kita cita-citakan. Jika seseorang begitu menginginkan masa depan yang dirindukan itu, ia akan melangkah lebih jauh dan lebih jauh lagi. Ia akan meneladani dan mengikuti cara hidup dari orang yang menjadi panutannya dalam mengejar cita-cita. Dari caranya berpakaian, bergaya, bertingkah laku, hingga pola hidupnya sehari-hari. Ia mengidentifikasikan dirinya serupa dengan apa yang diharapkannya terjadi dalam hidupnya dan sebagaimana yang dilihatnya dari teladan hidupnya.
Katakanlah, seseorang ingin menjadi penyanyi terkenal. Pertama-tama, ia akan mencari inspirasi, lalu menjalani suatu disiplin dan gaya hidup sebagaimana penyanyi idola yang telah dipandangnya telah meraih cita-cita yang sedang dikejarnya itu. Ia akan memandang dirinya sebagai penyanyi, berlatih menyanyi, mencari kesempatan untuk bernyanyi, mengikuti audisi dan perlombaan menyanyi, mencari cara untuk menampilkan bakat menyanyinya lewat berbagai cara dan kesempatan (yang mana saat ini diwadahi secara luas oleh media sosial), hingga berkesempatan untuk menghasilkan karya-karya di bidang menyanyi hingga menjadi orang yang dikenal sebagai seorang penyanyi.

Sebagaimana pengharapannya, sedemikianlah orang akan menyesuaikan gaya hidupnya. Setiap orang mengidentifikasikan diri dengan gambaran masa depan yang diinginkannya. Yang ingin menjadi dokter, hidup sehari-hari sebagaimana seorang dokter hidup dan menampilkan diri. Yang ingin menjadi pengusaha, pasti menjalani rutinitas sebagaimana  seorang pengusaha menjalani hidupnya. Dan seterusnya.

Pengharapan kita pada Tuhan, membawa dampak yang sama bagi kehidupan kita sehari-hari. Jika pengharapan kita adalah satu kali tinggal bersama dengan sang  Mahakudus, maka kita pun menguduskan diri sama seperti Dia yang adalah kudus. Jika surga yang dipenuhi kekudusan menjadi tujuan akhir kita, kita pun akan hidup kudus sebagaimana kerinduan kekal kita adalah tinggal dan diam di dalam kekudusan.

Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
… hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
~ 1 Petrus 1:13,15

3 Alasan Yang Teguh Untuk Hidup Dalam Kekudusan
Dari surat Petrus yang kita pelajari, setidaknya ada tiga hal yang menjadi dasar yang tak terbantahkan bahwa kita harus hidup dalam kekudusan apabila kita sungguh-sungguh memiliki pengharapan di dalam Tuhan.

1) Kekudusan adalah pernyataan dan bukti bahwa pengharapan kita DISANDARKAN PADA Allah yang  Mahakudus, yang berdaulat dan berkuasa penuh mengatur dan memberikan ketetapan ketetapan atas hidup kita

Ini bukanlah sesuatu yang aneh. Setiap ajaran agama mewajibkan pengikutnya hidup dalam suatu cara hidup tertentu yang harus mereka ikuti sebagai bukti iman dan pengharapan atas Tuhan yang mereka sembah. Hal itu dijalani misalnya dengan menggunakan busana tertentu, melakukan ritual tertentu dalam ibadah sehari-hari, pergi ke tempat tertentu untuk beribadah, dan juga berdoa dan berpuasa di waktu-waktu tertentu. Dengan melakukan semuanya itu, sesungguhnya seseorang menunjukkan bahwa ia beriman dan memiliki pengharapan dalam kepercayaannya itu.

Bagi kita yang mengikut Kristus, pengharapan kita dibuktikan dengan suatu cara hidup yang kudus di hadapan Tuhan.
Kekudusan adalah suatu kondisi yang murni di hadapan Tuhan. Suatu keadaan dimana keberadaan seseorang didapati sesuai dengan kehendak Tuhan, tidak tercampur atau tercemar oleh pengaruh-pengaruh dari dunia yang masih dikuasai oleh kuasa kegelapan, yang menggunakan hawa nafsu dalam diri manusia sebagai sarana kendalinya atas orang-orang yang tidak mengenal Tuhan.

Kekudusan dimulai dari hati, dan dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari melalui perbuatan-perbuatan yang berkenan di hadapan Tuhan, yang bukan saja mengikuti standar moral yang ada, namun yang menyatakan kasih bagi Tuhan dan sesama. Suatu kehidupan yang mencerminkan ukuran kehidupan Kristus, sebagai teladan dan pengharapan kita.

sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
1 Petrus 1:16

Nats di atas dikutip oleh Petrus sebagai suatu pernyataan yang tegas dari kerinduan hati Tuhan untuk umat-Nya. Yaitu bahwa setiap orang yang ingin menjadi umat Tuhan, yang mengakui-Nya sebagai Tuhan yang berdaulat atas hidup mereka, haruslah hidup di dalam suatu cara yang dikehendaki-Nya, yaitu hidup dalam kekudusan. Karena Tuhan kita kudus, maka kita yang percaya dan berharap kepadaNya akan kehidupan yang akan datang, wajib mengikuti apa yang dikehendaki-Nya atas kita.

Teladan kekudusan kita adalah Yesus Kristus. Kita tidak boleh mengatakan dan memandang diri kita telah kudus di hadapan Tuhan menurut ukuran kita sendiri. Kita harus selalu membandingkan hidup kita dengan hidup Yesus. Di sanalah kita tahu dan didorong untuk mencapai standar Tuhan dalam kekudusan. Itu sebabnya setiap hari kita harus membayar harga untuk dapat disesuaikan dan dibentuk sesuai gambar anak-Nya itu. Tiap-tiap hari kita harus belajar bagaimana berpikir, berbicara, bersikap dan bertindak seperti teladan agung kita itu.
Sebagaimana kita meneladani kekudusan Kristus, sebesar itulah pengharapan kita kepada-Nya. Seberapa kita mengikuti jejak-Nya, sejauh itulah keyakinan kita bahwa Dia, yang kepada-Nya kita menyerahkan hidup dan mengabdi, akan mengganjar kita dengan upah dan hidup yang kekal.

2) Kekudusan harus menjadi gaya hidup kita karena setiap kejahatan dan dosa akan dihakimi oleh Bapa di surga


Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
~ 1 Petrus 1:17

Hidup tanpa kekudusan sama dengan secara tidak langsung mengakui kalau setiap perbuatan dosa dan kejahatan tidak memiliki konsekuensi di masa yang akan datang. Dan jika dipikirkan lebih mendalam, itu sama dengan memandang enteng atau bahkan meniadakan pribadi Tuhan yang telah menciptakan manusia dan memberikan ketetapan-ketetapan bagi kebaikan mereka.

Sebagian orang berpikir bahwa sebelum bertemu dengan Tuhan, diri mereka adalah orang bebas. Tuhan justru dipandang sebagai pribadi yang mempersulit hidup mereka dan mengekang kemerdekaan mereka. Padahal sejatinya tidak demikian. Alkitab mengatakan bahwa kita semua telah jatuh dalam kuasa dosa dan dalam cengkeraman sang penguasa kegelapan. Kita dibelenggu, diikat, dirantai, dan dikendalikan oleh setan dan kerajaannya. Melalui iman kepada korban Kristus, Allah bekerja dengan kuasa Roh-Nya untuk membebaskan kita dari kematian rohani dan belenggu dosa. Kepada kita diberikan hidup baru, lembaran yang putih bersih dengan masa depan yang penuh harapan disediakan bagi kita di bumi sampai di surga.
Kita yang telah dibebaskan dari dosa dan kehidupan yang lama sesungguhnya serupa dengan narapidana yang dibebaskan dari penjara yang sangat mengerikan. Dan setiap orang yang keluar dari penjara seharusnya keluar dari sana dengan pikiran bahwa ia tidak akan mengulangi kembali kejahatannya, oleh karena dampak yang sangat menyakitkan akibat perbuatannya itu.

Sudah semestinya, kita menetapkan hati dan memohon kepada Tuhan untuk di mampukan menjauhi dosa, untuk hidup dalam kehidupan yang baru, di dalam kekudusan dan kebenaran. Itulah bukti bahwa kita benar-benar berharap akan menerima sukacita dan penyambutan surgawi ketimbang harus menerima penghakiman ilahi dan hukuman dari Tuhan.

3) Kekudusan merupakan penghargaan akan korban darah Kristus yang mahal demi penebusan kita

Seorang terpidana dapat dibebaskan dari penjara, bahkan hukuman mati, dengan membayar sejumlah uang tebusan kepada pemerintah yang mengadilinya. Bayangkanlah apa yang kira-kira Anda rasakan apabila mengetahui jika orang yang telah ditebus dengan sangat mahal itu, ternyata melakukan kejahatan yang sama atau lebih kejam daripada sebelumnya? Dan bagaimana Anda menilai orang tersebut kemudian? Bisakah kita memandangnya sebagai orang yang memiliki pengharapan akan masa depan yang lebih baik?

Demikianlah apabila kita tidak menghargai pengorbanan darah Kristus yang demikian mahal untuk membebaskan kita dari hukuman. Kita akan serupa dengan orang yang tidak tahu berterima kasih dan juga orang yang menolak untuk memiliki pengharapan akan hidup yang lebih baik.

Darah Kristus yang berharga itu adalah motivasi terbesar kita untuk hidup di dalam kekudusan, yang juga menjadi suatu dasar yang tak tergoyahkan untuk mengharapkan penggenapan seluruh janji Tuhan pada akhirnya. Darah Kristus adalah “uang muka” ilahi yang menjamin seluruh penebusan akan menjadi milik kita. Bersama dengan darah itu, seluruh janji Tuhan dituangkan dalam suatu kontrak yang tak mungkin diubah oleh Tuhan sendiri bahwa jika kita setia sampai akhir, Dia pasti akan menggenapi seluruh janji-Nya dalam kekekalan.

Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?
Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,
atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
~ Roma 8:32, 38-39

Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir,
di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.
~ Ibrani 6:17-20


Darah Kristus ialah jaminan kita menerima segala kegenapan pengharapan kita. Menghargai darah-Nya dengan hidup dalam kekudusan adalah bukti suatu pengharapan yang teguh yang ada pada kita.

3 Sikap Hati Orang Yang Rindu Hidup Dalam Kekudusan

Alkitab menyebut pribadi ketiga Tuhan kita sebagai Roh Kudus. Itu berarti Ia adalah Roh yang kudus sifatnya dan akan selalu menuntun setiap orang yang mau dipimpin-Nya pada kekudusan. Di pihak Tuhan, Ia yang menghendaki hidup kita kudus, telah dan akan selalu memberikan apa yang kita perlukan supaya kita hidup dalam kekudusan (2 Petrus 1:3). Masalahnya kini adalah, apakah kita melakukan bagian kita?

Dari pernyataan Petrus mengenai hidup dalam kekudusan, ada tiga hal yang adalah bagian yang harus kita lakukan sebagai sikap dasar yang akan menolong kita mengejar kekudusan dengan pertolongan Tuhan:

1) Tidak menuruti hawa nafsu dari kehidupan kita sebelum mengenal Tuhan
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
~ 1 Petrus 1:14

Di luar Tuhan, manusia hidup dipimpin oleh nafsunya, mengikuti nalurinya yang dikuasai dosa. Ada yang berhasil meredamnya, namun jauh lebih banyak yang melampiaskannya. Hidup dalam hawa nafsu berarti hidup di luar kekudusan. Sebab kekudusan ialah suatu kehidupan yang merindukan keinginan-keinginan surgawi dan ilahi daripada mengejar pemuasan keinginan jasmaniah dan duniawi.

Jika kita benar-benar rindu hidup dalam kekudusan, kita harus melatih diri untuk menahan hawa nafsu, mendisiplin diri untuk menolak godaan dan meminta kepada Tuhan secara terus menerus supaya di dalam diri kita dibangkitkan suatu kerinduan, hasrat, dan keinginan yang besar akan perkara-perkara yang di atas. Sesungguhnya, jika kita telah diubahkan menjadi ciptaan baru dalam Kristus, lahir pula kerinduan-kerinduan yang baru di hati kita. Itulah yang seharusnya kita kembangkan dan perbesar di dalam hati kita. Dan itu dimulai dengan menutup pintu terhadap segala godaan dosa dan perbuatan-perbuatan yang merupakan pelampiasan dari sifat dan keinginan kita yang berdosa di masa sebelum kita lahir baru. Inilah yang dimaksud Tuhan sebagai “menyangkal diri” dalam mengikut Dia. Diri kita yang lama, yang penuh keinginan dosa dan mementingkan diri harus kita lepaskan untuk memasuki suatu cara hidup yang baru dalam kekudusan dan kehormatan.

Seseorang yang telah dilantik dan diangkat sebagai penegak hukum sudah seharusnya meninggalkan pola pikir yang lama, dimana dia merasa lebih bebas untuk melanggar hukum. Jika ia ingin menjadi penegak hukum yang baik, ia harus menutup segala godaan untuk melanggar hukum dan terus menerus mengembangkan gaya hidup yang baru yang setia dan patuh kepada hukum. Menegakkan hukum dengan jiwa yang masih ingin melanggar hukum adalah sesuatu yang mustahil.

Demikian pula jika kita rindu hidup dalam kekudusan, kita harus meninggalkan pola pikir dan kebiasaan yang lama, yang terbiasa menuruti keinginan keinginan duniawi. Kita perlu menguasai diri dan mengembangkan kerinduan akan hidup dalam kekudusan yang dikehendaki  Tuhan.

2) Menjadi anak-anak yang taat di hadapan Tuhan
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat..
~ 1 Petrus 1:14

Kita telah sering mendengar tentang ketaatan. Dan banyak di antara kita yang merasa telah cukup taat kepada Tuhan. Dalam hal inilah, kita kerap kali keliru. Sebab selagi Tuhan menuntun kita tiap hari, kita selalu perlu untuk belajar taat waktu demi waktu. Ketaatan bukan suatu keadaan yang bisa dicapai lalu dapat dimiliki serta kemudian berjalan dengan sendirinya secara otomatis. Dalam setiap situasi dan peristiwa, Tuhan menuntun kita pada ketaatan yang lebih besar lagi. Dalam satu dua hal, kita mungkin telah terbiasa untuk taat. Belum tentu di dalam hal lainnya. Satu tempo ketaatan kita tanpa syarat, tidak selalu demikian di lain waktu.

Ketaatan berarti dengar-dengaran akan petunjuk dan perintah Tuhan setiap kali Ia memimpin dan mengarahkan kita. Itu lebih merupakan sikap pada Tuhan yang didasarkan suatu hubungan yang hidup. Lebih seperti seorang anak kepada Bapanya, daripada warga masyarakat dengan peraturan hukum di negaranya. Kita tidak melihat daftar aturan atau mempelajari undang-undang lalu berusaha membuat suatu cara hidup yang baku lalu berkata, “Aku sudah hidup taat karena melakukan hukum Tuhan ini dan itu atau tidak melanggar ini dan itu”. Bukan. Jika kita rindu hidup sebagai anak yang taat, kita perlu mengetahui apa yang Bapa kehendaki dalam tiap langkah kita. Itu tidak selalu berhasil dengan sepenuhnya tapi untuk itulah kita harus belajar taat. Sampai ketaatan kita, oleh kasih karunia Tuhan, disempurnakan seperti ketaatan Kristus:

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
~ Filipi 2:8

Terhadap ketaatan yang demikian, pengharapan kita akan menjadi satu milik yang pasti, seperti Bapa yang meninggikan Kristus sesudah Yesus menderita sekian lamanya demi mengerjakan penebusan bagi dunia:

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 
supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!
~ Filipi 2:9-11

3) Menjaga Hati Selalu Takut Akan Tuhan
Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa,…  maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
~ 1 Petrus 1:17

Dalam bahasa aslinya, kata yang diterjemahkan sebagai ”ketakutan” adalah kata yang menjadi akar kata ”phobia” yang umum dipakai sekarang ini dengan makna “takut akan sesuatu”.
Misalnya, takut akan kegelapan, takut akan ketinggian atau takut akan ruangan yang sempit, dan sebagainya.
Pada dasarnya, orang yang mempunyai phobia tentang suatu hal menjadi takut dan gentar ketika berhadapan dengan apa yang menjadi ketakutannya. Juga, orang yang memiliki phobia, tidak leluasa dan sangat berhati-hati dalam bergerak atau bertindak ketika dihadapkan pada apa yang ditakutkannya itu. Ia tidak dapat bergerak atau bertindak dengan bebas, tidak akan sembarangan melakukan sesuatu gak dihadapkan pada situasi atau kondisi yang menjadi ketakutannya tersebut.

Takut akan Tuhan itu berarti gentar kepada-Nya. Ketika kita mengetahui bahwa Ia mahatahu dan mahahadir, maka sudah seharusnya kita senantiasa gentar akan keberadaan-Nya. Kita tak lagi merasa leluasa mengumbar hawa nafsu atau melakukan dosa dengan bebasnya.
Dalam takut akan Tuhan, ada suatu rasa tidak nyaman, takut bercampur malu apabila kita berbicara atau bertindak secara ceroboh, tidak berpikir panjang melakukan perbuatan dosa atau menunjukkan sikap-sikap seolah-olah kita yang memegang kendali atas segala sesuatu dan menganggap tidak ada Tuhan di muka bumi ini.

Hanya dengan takut akan Tuhanlah, kita dijauhkan dari kecerobohan dan dari menuruti kecenderungan untuk berbuat dosa. Dan inilah intisari dari kekudusan, yaitu sikap menghormati dan gentar akan kehadiran dan kekuasaan Tuhan dalam hidup kita. Tanpa takut akan Tuhan, mustahil kita dapat menjaga langkah hidup kita sejalan dengan yang dikehendaki-Nya. Sebab jika pribadi Tuhan saja tidak kita hormati, bagaimana mungkin kita mendengarkan perintah dan petunjukNya?

Jadi, jika kita rindu hidup dalam kekudusan, kita harus meninggalkan cara hidup yang lama, lalu belajar untuk taat pada Tuhan dalam suatu sikap hati yang senantiasa takut akan Dia.

Penutup : Kekudusan Di Dunia, Bukti Pengharapan Akan Sorga

Kekudusan adalah gaya hidup sorgawi, tempat dimana kita akan menjalani keabadian. Sebagaimana kita rindu untuk berada di sana, di tempat yang kudus bersama Allah Yang Mahakudus, kita mengarahkan dan menjalani hari-hari di dunia selayaknya seperti orang-orang yang rindu tinggal dalam kekudusan.

Adalah dusta apabila kita berkata bahwa kita percaya satu kali tinggal bersama Tuhan yang kudus dan menghendaki kita pun kudus seperti Dia, tetapi ternyata lebih suka hidup dalam dosa dan kecemaran dunia ini. Pengharapan seperti itu kosong dan palsu adanya.
Seperti RC Sproul mengatakan, “Jika Anda tidak suka dengan fakta bahwa Allah Bapa Anda itu kudus, kudus, kudus, maka Anda telah mati secara rohani. Anda mungkin ada dalam gereja. Anda boleh jadi bersekolah Alkitab. Tapi jika tidak ada kesukaan dalam jiwa Anda akan kekudusan Tuhan, Anda tidak mengenal Allah. Anda tidak mengasihi Allah. Anda tak memiliki hubungan dengan Tuhan. Anda asing terhadap pribadi-Nya.”

Sebaliknya, mereka yang memiliki pengharapan akan kemuliaan kekal semakin kudus hari demi hari. Mereka telah dikuduskan, menguduskan diri (dengan tidak menuruti keinginan duniawi dan hawa nafsu, belajar taat dan hidup dalam takut akan Tuhan), dan disempurnakan kekudusannya untuk masuk dalam persekutuan abadi dengan Allah.

Jadi sekarang, sejauh manakah pengharapan Anda dalam Kristus ditinjau dari hidup kesucian Anda hingga saat ini?

Salam revival
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan


MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 1
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 2
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 3
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA? Bagian 4 (terakhir)

MENGGAMPANGKAN

Oleh: Peter B, MA
Siang tadi saya
mengendarai motor melewati jalan untuk keluar kompleks wilayah
lingkungan tempat saya tinggal. Jalanan di sekitar ternyata padat.
Ada truk-truk yang antri melintas. Tak berapa jauh meninggalkan rumah
sebuah truk besar berhenti lalu berjalan lambat di depan saya. Saya
lihat lajunya tidak seperti biasanya. Berlambat-lambat padahal
depannya kosong, lalu arah mobil bergerak menyimpang ke kiri secara
perlahan seolah tidak dikendalikan setirnya. Saya kurang sabar lagi
menunggu, saya menyalip di samping kanan truk tersebut. Dari situ
saya tahu apa sebab laju mobil seperti tidak wajar.
Sang sopir memegang
setir dengan satu tangan sambil matanya memandangi layar handphone di
tangan yang lain. Sambil melewatinya, saya teringat kalau cukup
sering saya melihat orang-orang mengendarai mobil atau motor dengan
melihat telepon genggamnya. Di pikiran terbersit satu kalimat:
“Mereka memandang enteng hal-hal semacam itu. Mereka memandang
biasa dan tidak apa-apa meluncur di jalan dengan melakukan hal
semacam itu. Mereka tidak memikirkan betapa nyawa mereka dan nyawa
orang lain bisa menjadi taruhannya.
Dalam perjalanan
kita menuju kekekalan, kita digambarkan serupa orang yang berlomba
lari (Ibrani 12:1). Dan siapapun tahu, orang yang menggampangkan
suatu pertandingan dan memandang remeh musuh-musuhnya tidak akan
pernah meraih kemenangan. Malah jangankan menang, belum tentu juga ia
sampai di garis finish.
Sebagai orang
percaya, kita menggampangkan perlombaan iman kita dengan TIDAK
SUNGGUH-SUNGGUH memikirkan kerohanian kita atau hubungan kita dengan
Tuhan. Juga tidak memandangnya sebagai suatu perlombaan dimana
diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk meraih kemenangan. Kita
banyak kali memandang hidup mengikut Kristus seperti jalan-jalan
santai, bercanda dan bermalas-malasan secara rohani sembari
membohongi diri bahwa semua sudah dibayar oleh Kristus di kayu salib
dan kita hanya tinggal menikmati berkat keselamatan yang diantarkan
untuk dipersembahkan di hadapan kita beserta upah abadi yang
menyertainya. Masalahnya, jika itu benar, mengapakah Yesus masih
menyuruh kita menyangkal diri dan memikul salib?
Kita menggampangkan
perlombaan iman kita dengan membiarkan diri kita teralihkan dengan
apapun yang lain selain memperhatikan jalan kita tetap dalam jalur
kehendak Tuhan. Pengalih-pengalih perhatian yang kerapkali ditawarkan
iblis melalui sistem dunia ini bisa apa saja, asalkan dapat
menghambat, memperlambat, bahkan menyimpangkan kita dari jalan yang
seharusnya. Itu bisa berupa masalah, baik persoalan pribadi, keluarga
atau di tempat kerja. Itu bisa juga merupakan kesenangan dan
kenyamanan hidup yang membuat kita terlena, lupa mengejar tujuan
asali dan hakiki kita sebagai manusia yang diciptakan dan yang di
dalam kita ditanamkan tujuan, maksud dan talenta atau karunia-karunia
rohani dari Tuhan selama kita hidup di dunia. Perhatian kita pada
Tuhan dapat pula dialihkan oleh keputusasaan, penderitaan, kekuatiran
dan kesukaran hidup yang menjadikan kita hanya memusatkan diri
mencari penghidupan di dunia. Yang paling fatal dari semuanya ialah
perhatian kita dialihkan pada hal-hal yang tampaknya rohani seperti
ibadah dan pelayanan, yang kita pikir kita perbuat bagi Tuhan padahal
yang Tuhan inginkan ialah kita tidak sekedar mengikuti sistem gereja
yang ada tetapi mencari Dia dan dengar-dengaran akan kehendak-Nya.
Pelayanan, bahkan yang besar-besar dan menarik perhatian begitu
banyak orang bisa menyesatkan, jika menggantikan ketaatan dan
pengabdian kita pada Tuhan sendiri. Yesus memberikan peringatan
mengenai ini dalam Matius 7:21-23.
Kita tidak perlu terlalu tegang dan kaku menjalani hidup bersama Tuhan tetapi juga tidak bisa terlalu santai dan meremehkannya. Serius adalah kata yang tepat untuk menunjukkan sikap yang mewakili bagaimana kita mengikut Tuhan. Serius, bukan bercanda dan bermain-main. Bukan dengan sambil lalu. Dengan sikap “kalau aku ada waktu” atau “ini tidak mendesak, nanti-nanti saja kan bisa karena uang dll lebih penting”. Beberapa orang menyadari ini, lalu memperbanyak waktunya ke gereja, ikut berbagai acara dan kebaktian, sibuk melayani dan mengunjungi orang sakit dan berbagai pelayanan sosial lainnya. Ini pun sebenarnya tidak akan banyak berarti jika kita tetap tidak terhubung dengan Tuhan yang menuntun dan mendidik kita masuk ke dalam rencana-Nya yang sempurna sehingga kita dapat mempertanggungjawabkan hidup kita kelak di hadapan Tuhan.
Dengan
menggampangkan perjalanan dan perlombaan rohani kita, ada akibat
fatal yang akan kita bayar. Tanpa sadar kita bisa menyimpang jauh
dari kehendak Tuhan. Juga dengan demikian, dalam kegagalan dan
kekurangan itu, kita dapat “menyerempet atau menabrak”
orang lain sehingga melukai mereka dengan sikap dan perbuatan hidup
kita yang tidak mencerminkan pribadi Tuhan yang kita sembah, yang
Roh-Nya kita akui diam di dalam kita. Meremehkan dan sok merasa sudah
rohani membuat kita takabur dan membahayakan orang banyak.
Jadi, perhatikan
langkah Anda.
Lihatlah apakah Anda
masih dalam jalur kehendak Tuhan.
Pastikan Anda masih
fokus kepada tujuan yaitu Yesus Kristus, sang pemimpin iman Anda
menuju pada kesempurnaan itu.
Jangan biarkan
apapun merampas perhatian Anda dari mengasihi Tuhan dan hidup bagi
Tuhan.
Tetapkan hati Anda
untuk sampai kapanpun mengiring Tuhan, berakar dan bertumbuh dalam
Dia hari demi hari.
“Karena itu,
saudara-saudaraku, berusahalah SUNGGUH-SUNGGUH, supaya panggilan dan
pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak
akan pernah tersandung.
Dengan demikian
kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan
kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.”
~ 2 Petrus
1:10-11 (TB)
Salam revival!
Tuhan
memberkati.