Arsip Bulanan: Oktober 2018

IKUT YESUS ITU TIDAK MENCINTAI DUNIA

Salah satu problem yang menghalangi
pertumbuhan rohani adalah masih kuatnya pengaruh dunia dalam hidup anak-anak
Tuhan. Pengaruh dunia ini bagikan semak duri yang menghimpit benih firman
sehingga tidak dapat menghasilkan buah (Matius 13:22; Markus 4:18-19; Lukas
8:14)
Karena pada dasarnya kita sebagai umat
Tuhan masih hidup dan menggunakan fasilitas yang ada di dunia, berinteraksi
setiap dengan berbagai macam orang-orang dunia yang mayoritasnya masih belum
mengenal Tuhan kita, Yesus Kristus, maka secara langsung maupun tidak langsung
kita dipengaruhi oleh berbagai sistem kehidupan, pola pikir, budaya bahkan
trend yang terus menerus dirasakan dalam hidup sehari-hari. Tanpa pondasi dan
bahan-bahan pembentuk iman yang kokoh maka anasir-anasir dunia akan menggerus
dan mengeroposi bangunan hidup rohani kita.
Menyaksikan setiap waktu melalui
berbagai sumber informasi yang hampir-hampir tak terbatas hari ini, setiap anak
Tuhan menghadapi kenyataan-kenyataan dalam dunia yang semestinya disikapi
dengan tepat dan bijak. Waktu demi waktu, jam demi jam, kita seolah dipaksa
membuat pilihan. Apakah kita akan mengikuti cara dan gaya hidup dunia ini atau
memilih mengikut gaya hidup yang diperintahkan Kristus? Apakah kita akan
kompromi dan mulai mencicipi tawaran menggiurkan dunia ini atau menegaskan
kembali komitmen kita untuk hidup dalam cara yang dikehendaki Bapa di sorga?
Mendapati orang-orang yang tidak
mengenal Tuhan, bahkan yang hidupnya dijalani dalam kefasikan tetapi berkeadaan
lebih baik (secara jasmaniah) daripada hidup anak-anak Tuhan bisa membuat hati
kita ragu mengiring Tuhan. Juga ketika melihat mereka yang curang, culas,
jahat, hidup dalam dosa justru terlihat menjalani hidup yang mewah dan nyaman,
tanpa sadar dapat melemahkan komitmen kita pada Tuhan. Begitupun saat melihat
orang-orang yang tidak peduli pada Tuhan, yang tidak mengenal-Nya atau memiliki
hubungan dengan-Nya namun tampak memiliki kehidupan yang tenang dan nyaman
sanggup mempengaruhi pikiran anak-anak Tuhan sehingga beranggapan bahwa itulah
hidup terbaik yang perlu diinginkan selama di dunia.
Iblis menggunakan dunia dan segala
isinya sebagai daya tarik bagi manusia. Ia menjadikan kehidupan dunia tampak
luar biasa khususnya bagi yang mencari kenyamanan selama hidupnya di dunia.
Tujuannya tidak lain ialah memikat hati manusia untuk menghabiskan tahun-tahun
hidupnya terpusat dan tersedot pada perkara-perkara duniawi semata. Yang jika
itu terjadi, si jahat dapat membuat manusia melupakan Tuhan, pencipta mereka,
(atau setidaknya tidak serius menjalin hubungan dengan Tuhan) sehingga ketika
kematian menjemput mereka maka entah mereka binasa selama-lamanya atau
kehilangan upah yang besar karena hidupnya diboroskan untuk hal-hal yang fana.
Orang yang mendua hati, yang
berkeinginan ikut Tuhan tetapi juga masih mendambakan kehidupan duniawi,
umumnya akan jatuh dalam hal memanipulasi firman Tuhan. Ia akan menafsir dan
memahami firman Tuhan bukan dengan pimpinan Roh Kudus yang menyatakan isi hati
Allah dan memuliakan-Nya tetapi dengan mencocokkan dan melakukan penyesuaian
ayat-ayat Alkitab dengan prinsip dan pandangannya yang masih tercampur hasrat
akan perkara-perkara dunia. Tidak heran kemudian berkembang pengajaran yang
menekankan tentang kemakmuran anak-anak Tuhan, yang sebenarnya lebih berpusat
pada diri manusia daripada kepada Tuhan sendiri. Orang-orang Kristen yang lemah
imannya dan yang masih ingin menikmati hal-hal duniawi segera terseret dalam
kesesatan dengan meyakininya sebagai kebenaran firman. Sangat disayangkan.
Panggilan kita adalah mencari yang
sorgawi, bukan duniawi
Benar bahwa kita masih hidup di dunia
dan dalam tubuh jasmaniah dengan segala kebutuhan maupun keinginannya.
Namun setelah mengenal Tuhan, kita
dipanggil untuk :
– memikirkan perkara yang di atas, bukan
yang di bumi (Kolose 3:1-3)
– mencari dahulu perkara-perkara dari
Tuhan sebagai prioritas hidup daripada mencari hal-hal kebutuhan jasmaniah
(Matius 6:33)
– tidak menjadi serupa dengan dunia tapi
mengubah pola pikir kita (Roma 12:2)
– mempersembahkan diri kita dalam suatu
kehidupan yang kudus dan menyenangkan hati Tuhan (Roma 12:1)
– menyangkal diri, memikul salib dan
berjalan mengiring Tuhan (Matius 16:24)
– hidup sebagai ciptaan baru dan
mengenakan sifat-sifat manusia baru (2 Korintus 5:17; Efesus 4:20-24; Kolose
2:6-7; 3:5-10)
– hidup dalam misi atau melaksanakan
amanat agung yaitu menjadi saksi, berbuah-buah dan dalam posisi sebagai anggota
tubuh Kristus yang melaluinya kita menjadi saluran keselamatan dan
berkat bagi dunia (Kisah Rasul 1:8;
Matius 28:18-20; Yohanes 15:8; Roma 12:3-21).
Inilah semua yang harus dipikirkan dan
dipertimbangkan setiap orang yang hendak mengikut Yesus Kristus sebagai juru
selamat dan Tuhan. Ia harus tahu bahwa hanya dengan menyerahkan hidup kepada
Kristus saja hidupnya tidak akan binasa, bahkan ia memiliki makna serta tujuan
hidup yang baru, yang menjadikan hidupnya selama di dunia tidak sia-sia tetapi
berdampak hingga keabadian baik untuk dirinya sendiri maupun orang-orang yang
disentuh Tuhan melalui hidupnya.
Memutuskan untuk mengiring Kristus
berarti mencintai Tuhan, bukan dunia. Itu pun berarti mengasihi Tuhan di atas
segalanya, melampaui apapun yang ada di dunia. Menaruh pengharapan pada yang
tidak kelihatan dan yang akan datang, bukan pada dunia yang ada sekarang ini.
Hidup dengan mata iman, bukan dengan mata jasmani saja.
Mata jasmani melihat dunia dan terpikat
padanya. Saat mengamati kehidupan duniawi, mereka yang hanya melihat dengan
mata jasmani akan tertarik menikmatinya. Tapi mereka yang tercelik mata
rohaninya tahu bahwa “orang-orang yang tidak mengenal Allah…  pikirannya yang sia-sia …  pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup
persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena
kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka
menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam
kecemaran” (Efesus 4:17-19)
Meski ada hal-hal yang baik yang dapat
dihargai di dunia ini, namun karena dunia ini akan berlalu maka semua yang baik
itu pada akhirnya akan menjadi kesia-siaan belaka. Hanya yang dilakukan di
dalam Tuhan dan bagi Tuhan saja yang akan tinggal tetap selama-lamanya.
Hari ini, biarlah kita menjadi sadar
sepenuhnya, sesadar-sadarnya, bahwa kita memang dipanggil hidup secara berbeda
dengan orang-orang yang dunia ini yang tidak mengenal Tuhan.
Tuhan memerintahkan dengan jelas pada
setiap orang yang ingin mengikut-Nya:
Masuklah melalui pintu yang sesak itu,
karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan
banyak orang yang masuk melaluinya;
karena sesaklah pintu dan sempitlah
jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
~ Matius 7:13-14
“Berjuanglah untuk masuk melalui
pintu yang sesak itu!
Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha
untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.
~ Lukas 13:24

Mengikut Kristus adalah perjuangan.
Perjuangan melawan godaan dunia dan menjalani hidup yang mudah seperti orang
yang tidak mengenal Allah. Mengiring Tuhan berarti memasuki pintu yang sesak
dan menapaki jalan yang sempit. Tapi ujungnya menuju kehidupan dan kemuliaan.
Jalan-jalan dunia ini lebar pintunya,
luas jalurnya serta banyak lagi ramai yang melaluinya. Tetapi ujungnya ialah
kebinasaan selama-lamanya.
Manakah yang Anda pilih?
Biarlah kiranya lirik lagu pujian
anak-anak zaman dulu ini menemani perenungan dan doa Anda:
Di dalam dunia
Ada dua jalan
Lebar dan Sempit
Mana kau Pilih
Yang lebar api
Jiwamu mati
Tapi yang sempit
Jiwa berglory
Tuhan memberkati setiap kita yang
melakukan petunjuk dan perintah-Nya!
Dalam terang Firman-Nya,
Peter B
Hamba sahaya di ladang Tuhan

APA KATA HIKMAT TENTANG BERDUSTA?

Hari-hari ini Indonesia lagi-lagi dihebohkan oleh berita
hoax. Hanya saja kali ini jauh lebih mengejutkan. Mengapa? Sebab hoax tersebut
tidak dibuat oleh seseorang yang tidak jelas, disampaikan diam-diam dan
tersembunyi, dan juga tak disebarkan para anonim yang memerlukan aparat
kepolisian untuk mendeteksinya.

Adalah seorang ibu bahkan nenek berusia 70 tahun berinisial
RS (yang juga seorang aktivis politik dan kemanusiaan) yang semula membuat
pengakuan secara terbuka bahwa dirinya dipukuli hingga babak belur oleh
orang-orang tak dikenal di sebuah bandara. Pernyataan ini kemudian dimanfaatkan
begitu rupa oleh kelompok politiknya (dimana bahkan salah satu capres 2019 yang
didukung ibu tsb ikut tampil dan membuat pernyataan pers). Tujuan mereka ialah
supaya isu tsb dapat menunjukkan kelemahan pemerintah yang sedang berkuasa
sekarang serta -jika perkembangan semakin menguntungkan mereka- dapat menjadi
sarana menumbuhkan kecurigaan dan merusak reputasi pemerintah yang notabene
merupakan lawan politik dalam pencalonan pemilihan presiden 2019 mendatang.

Belakangan, tidak kurang melalui pengakuannya sendiri dalam
suatu jumpa pers, ibu tsb mengakui  bahwa dirinya telah berdusta dan
membuat hoax. Yang tidak disadarinya sebelumnya ialah bahwa dustanya itu
berkembang menjadi sesuatu yang dianggap fakta yang benar-benar terjadi
sehingga beramai-ramai kemudian diangkat menjadi suatu isu nasional. Maka
kebohongan awal harus diperkuat oleh kebohongan lainnya supaya tidak terungkap.
Tapi itu tidak bertahan lama. Semua kebohongan, pada waktunya akan sampai pada
titik dimana dusta itu tak mampu ditutupi lagi karena ternyata tidak ada
bukti-bukti apapun yang mendukungnya.

Pengakuan dari seorang tokoh bahwa ia berdusta dan dustanya
dipercayai sedemikian rupa sampai menimbulkan polemik dan perselisihan yang
sebenarnya tidak perlu, akhirnya membawa aib bagi kelompok tersebut. Tak
terkira malunya. Sukar bagi mereka menepis tudingan bahwa mereka tertipu dan
menggunakan berita-berita tipuan untuk tujuan-tujuan politik mereka. Mereka
terjerat oleh karena penilaian mereka yang tidak hati-hati, emosional dan
terang-terangan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mencapai target politik
tertentu.

Alkitab mengatakan apabila kita tidak berhati-hati dan
menguji segala sesuatu, kita akan segera terjerat.

Suatu jerat bagi manusia ialah kalau ia tanpa berpikir
mengatakan “Kudus”, dan baru menimbang-nimbang sesudah bernazar.
~ Amsal 20:25
Terjerat apa? Terjerat dalam kesulitan. Entah itu berbentuk
tuntutan pertanggungjawaban, entah itu situasi yang memalukan atau setidaknya
terjerat dalam kesesatan berpikir dan dalam meyakini sesuatu. Lebih lanjut,
mereka sudah pasti akan dipermalukan karena terlalu tergesa-gesa menilai dan
menyatakan sesuatu sebagai hal yang benar.

Jika sudah seperti ini, jangan biarkan Anda masuk dalam
jerat yang lebih rapat lagi dengan terus melakukan pembelaan dan pembenaran
atas hal yang terbukti keliru tersebut. Rendahkan diri Anda dan akui kesalahan
tersebut dalam pertobatan.

Mengapa Orang Berdusta?

Orang berkata bohong dan menyebarkan berita bohong karena
ia berharap melalui dusta yang ia sampaikan, tujuan-tujuannya tercapai. Entah
ia ingin menutup-nutupi sesuatu dan memperoleh citra yang baik dengan cara
menampilkan atau menyampaikan apa yang tidak benar; atau karena orang berharap
mendapatkan keuntungan bagi diri dan kelompoknya dengan menghembuskan
kebohongan tertentu. Pendeknya, ada keuntungan pribadi yang diperoleh melalui
suatu dusta.

Sayangnya, bagi yang suka berdusta, mereka tidak tahu bahwa
“lidah dusta itu hanya (bertahan) sekejap mata” (Amsal 12:19).  Tuhan  yang
menguasai hidup manusia pun membenci lidah dusta dan saksi dusta (Amsal
6:16,17,49; 12:22). Demikian pula nasib para pendusta pada akhirnya akan
menerima hukuman dan kebinasaan (Amsal 19:5,9).

Tidak mengherankan apabila kemudian -jika Tuhan telah
murka- para pendusta akan diijinkan menuai akibat perbuatannya dalam suatu
keadaan yang memalukan atau memilukan.

Berdusta juga berarti menyatakan (atau mengesankan)  sesuatu
sebagai benar, asli, dan sungguh-sungguh terjadi padahal tidak demikian. Ini
juga berarti memanfaatkan keterbatasan, ketidaktahuan atau bahkan kebodohan
seseorang sehingga dapat menipunya.

Para pendusta bukan berasal dari Tuhan. Tuhan tidak pernah
membohongi siapapun. Ia tulus dan apa adanya. Tak ada yang disembunyikan atau
ditutup-tutupi dari pribadi-Nya. Sebaliknya, iblis adalah bapa para pendusta:

(Iblis) adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak
hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia
berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah
pendusta dan bapa segala dusta.

~ Yohanes 8:44
Mereka yang berasal dari Tuhan membenci dusta. Ini tidak
berarti mereka tidak pernah jatuh dalam perkataan dusta, tetapi mereka tidak
hidup dalam kebiasaan berdusta yang secara terus menerus menyembur-menyemburkan
kebohongan dimana-mana.

Bagi orang-orang benar (yang hidup dalam jalan kebenaran
yang ditunjukkan Tuhan) berdusta merupakan sesuatu yang wajib dijauhi,
dihindari dan terlarang. Sesuatu yang justru dilakukan kebalikannya oleh mereka
yang ingin mencapai tujuan dan mendapatkan hasil dengan cara apapun juga.

Orang benar benci kepada dusta, tetapi orang fasik
memalukan dan memburukkan diri.
~ Amsal 13:5
Orang bebal tidak layak mengucapkan kata-kata yang bagus,
apalagi orang mulia mengucapkan kata-kata dusta.
~ Amsal 17:7
Selagi kewajiban moral memandang dusta sebagai suatu
kejahatan yang bisa dihukum secara pidana (lebih-lebih yang dilakukan di
pengadilan dan d! bawah sumpah), anak-anak Tuhan memiliki ukuran yang lebih
tinggi. Mereka meyakini dan menghidupi ajaran Yesus yang memerintahkan untuk
berkata ‘ya’ di atas ‘ya’ dan ‘tidak’ di atas ‘tidak’. Di dunia yang penuh
dusta, yang dijalankan dengan serangkaian kebohongan, diramaikan oleh
tipuan-tipuan dan yang membanggakan kemampuannya mengakali orang lain, kita
sebagai murid-murid Kristus dipanggil untuk tampil sebagai orang-orang yang
jujur dan tulus. Asli dan berintegritas. Tidak berpura-pura tetapi apa adanya
dan dapat dipercaya. Dengan cara demikianlah kita akan dibedakan dari mereka
yang berasal dari dunia ini. Dan melalui cara itulah nama Tuhan dipermuliakan
melalui hidup kita.

Kesimpulan

Jika masih banyak dari Anda yang percaya bahwa berlaku
jujur itu rugi dan hancur, ubahlah pandangan Anda. Mereka yang penuh dusta
hanya tampaknya saja beruntung. Mereka seperti sebuah perahu yang melaju cepat
di atas sebuah sungai yang deras yang seolah segera mencapai tujuan namun tidak
menyadari bahwa ada jurang menganga di depan mereka. Mereka yang berdusta pada
mulanya memperoleh keuntungan besar tetapi di waktu kemudian ia akan mengalami
kehilangan yang besar sebab ia tidak akan lagi dipercaya dan orang menolak
berhubungan dengannya.

Kejujuran akan berbuah beruntung (meskipun tidak segera
tampak hasilnya) karena bukan saja pada akhirnya itu akan dihargai sebagai
kualitas karakter yang baik dari manusia tetapi Tuhan pun berjanji memberkati
dan sedia membela orang-orang jujur karena keadilan-Nya.

Janganlah iri hati kepada orang yang melakukan kelaliman,
dan janganlah memilih satu pun dari jalannya,
karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN,
tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat.
~ Amsal 3:31-32

Korban orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi doa
orang jujur dikenan-Nya
Jalan orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi _siapa
mengejar kebenaran, dikasihi-Nya.*
~ Amsal 15:8-9
Bergiranglah dalam persekutuan dengan Allah yang tulus dan
jujur. Nikmatilah betapa Ia mengasihi dan menerima Anda apa adanya. Lalu
tampilkanlah, bawalah diri Anda dan hiduplah sehari-hari sebagai orang yang
tulus, yang tidak perlu berdusta atau menampilkan sesuatu yang palsu  demi
mencapai tujuan-tujuan Anda.

Hanya hati yang tahu benar akan gambar dirinya yang sejati
dalam Tuhan dan yang puas karena dikasihi Tuhan (sehingga tidak perlu
memalsukan dirinya di hadapan orang supaya diterima dan diakui) dan yang
menaruh harap sepenuhnya pada pada Tuhan (sehingga percaya bagian berkatnya
telah ditentukan Tuhan) – ya hanya mereka yang tidak mencari perkenan dan
perhatian manusia atau yang tidak menyandarkan hidup pada perkara-perkara
duniawi, merekalah yang dimampukan oleh kuasa Tuhan yang ajaib untuk hidup
bebas dari kepalsuan dan penipuan kepada dirinya sendiri maupun di hadapan
orang.

Integritas dan ketulusan adalah sifat Tuhan. Hanya akan
dimiliki sebagai bagian karakternya oleh mereka yang mau merendahkan diri
belajar dan menjadi murid Tuhan.

Di dalam Kristus yang tanpa syarat mengasihi kita, kita pun
akan diubahkan menjadi orang-orang yang mengasihi dengan ketulusan dan
keikhlasan. Bebas dari kepura-puraan dan perkataan-perkataan dusta yang kosong.

Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah
menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,
dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus
diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.
~ Kolose 3:9-10
Tuhan memberkati setiap kita yang melakukan petunjuk dan
perintah-Nya!

Dalam terang Firman-Nya,

Peter B

Hamba sahaya di ladang Tuhan

KASIH BAGI PEMUNGUT CUKAI

Oleh: Peter B,


“Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang
pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata
kepadanya: “Ikutlah Aku!” Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu,
lalu mengikut Dia (Lukas 5:27-28)
Pada zaman ini, pekerjaan-pekerjaan atau profesi-profesi
yang tidak disukai, dimana orang tidak ingin melakukannya kebanyakan adalah
pekerjaan-pekerjaan berat, kasar dan berkelas rendah. Misalnya buruh kasar,
kuli, pengangkut sampah dan sebagainya. Pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak
diinginkan karena beratnya volume pekerjaan sekaligus upah yang sedikit.
Penghasilan yang besar dengan usaha seringan-ringannya dalam sebuah profesi
adalah idam-idaman orang di masa kini, khususnya di Indonesia.

Para era 2000 tahun lalu, ada dua pekerjaan yang paling
tidak dibenci oleh orang-orang Israel. Itu adalah profesi pemungut cukai dan
perempuan sundal (maaf: pelacur). Dua profesi ini  adalah aib bagi
masyarakat mereka. Hari ini, perempuan sundal masih ada dan banyak berkeliaran
di kota-kota kita. Tetapi pemungut cukai tidak kita jumpai lagi. Apakah
sebenarnya pekerjaan pemungut cukai itu?

Catatan sejarah menjelaskan kepada kita mengenai profesi
pemungut cukai itu. Pemungut cukai adalah pengumpul cukai atau bea (pajak/iuran)
demi kepentingan pemerintah Romawi. Tugas mereka mencakup pengumpulan
persepuluhan dan bermacam-macam pajak tak langsung. Sistem ini rawan dengan
penyelewengan, baik suap, korupsi maupun pemerasan. Dari awal para pemungut
cukai cenderung memiliki sikap memeras rakyat. Karena sifatnya yang merugikan
rakyat itulah para pemungut cukai tidak disukai. Jabatan atau pekerjaan itu
dianggap rendah karena kebencian rakyat yang ditimbulkannya.

Sikap kebencian itu semakin dipertajam lagi dengan
pandangan negatif orang-orang Yahudi bahwa pemungut cukai adalah antek dari
penjajah Romawi. Mereka dianggap najis karena secara rutin mereka mengadakan
hubungan dan bersekutu dengan orang-orang kafir (orang-orang Romawi) dan juga
karena mereka tetap bekerja di hari sabat. Para pemimpin masyarakat serta tokoh
agama pada waktu itu secara ekstrim bahkan melarang orang-orang makan
bersama-sama pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal. Pada intinya,
pemungut cukai dapat dikatakan sebagai kelompok orang yang secara khusus dihina
dan dibenci oleh masyarakat.

Adalah menarik jika mengetahui bahwa salah satu murid Yesus
adalah seorang pemungut cukai. Kisah panggilannya diukirkan dalam lembar-lembar
halaman Injil. Murid itu kemudian memang menjadi salah satu penulis Injil Kristus.
Ya, ia adalah penulis Injil yang pertama dari keempat Injil. Dialah Lewi yang
disebut juga Matius. Memang tidak kita dapati sesuatu yang spektakuler atau
semacam mujizat besar pada saat ia dipanggil, namun kemuliaan panggilan itu
justru terdapat pada siapa yang memanggil, siapa yang dipanggil dan dimana
orang itu dipanggil.

Yesus adalah yang memanggil Matius. Pada waktu itu, Yesus
telah mengguncangkan kehidupan bermasyarakat di tanah Palestina karena Ia yang
terkenal sebagai seorang yang rohani, mengabarkan berita keselamatan, tokoh
spiritual namun ternyata Ia sering pula berkumpul bahkan duduk makan
bersama-sama pemungut cukai dan perempuan sundal. Ia suka berkata, “Bukan orang
sehat yang memerlukan tabib, melainkan orang yang sakit. … karena Aku datang
bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa, supaya mereka
bertobat.”

Hari itu, setelah melayani orang banyak, Yesus berjalan
melewati rumah cukai. Ada urusan apakah Yesus melewati tempat itu? Sesungguhnya
Dialah Penginjil Agung yang sedang mencari jiwa-jiwa yang terhilang. Sedikit
orang saja yang suka untuk melewati rumah cukai. Keberadaan seseorang di sana
hampir pasti dipandang sebagai indikasi adanya hubungan erat orang itu dengan
pemungut-pemungut cukai atau malah mungkin juga dia sendirilah yang dianggap
sebagai pemungut cukai itu. Tetapi Yesus tidak risih maupun merasa terganggu
sedikitpun. Ia mengasihi para pemungut cukai itu dengan segenap hatiNya. Dan
kasihNya mengalahkan segala kekuatan, kekuatiran, bahkan intimidasi sosial yang
kuat sekalipun. Bukankah kita harus bersyukur bahwa kita semua orang berdosa
ini dikasihi oleh Allah? Bukankah luar biasa bahwa kita diperhatikan oleh Allah
sekalipun tidak seorang pun memperhatikan kita? Dapatkah kita membayangkan
Allah yang kudus dan sempurna itu rela merendahkan diri dan menjangkau kita di
tempat-tempat yang paling kotor dan kumuh di dunia ini? Sadarkah kita seberapa
besar kasih Allah kepada Anda dan saya? Jika Tuhan melewati rumah cukai yang
dianggap najis pada waktu itu, sesungguhnya tidak ada tempat yang terlalu najis
dimana kita berada yang tidak dapat dilewati oleh Yesus. Percayalah, cepat atau
lambat, Ia akan lewat dan memanggil Anda.

Sekarang tentang Lewi. Sama seperti beberapa murid yang
lain, Matius menyambut panggilan Yesus dengan segera. Seketika setelah Yesus
memanggil dia, “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius
meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikuti Dia.
 Mengapa sepertinya
begitu mudah? Mencari jiwa-jiwa serasa bukan sesuatu yang berat? Dimanakah
kunci keberhasilan Yesus meraih jiwa pemungut cukai yang disisihkan masyarakat
ini? Saudaraku, ketahuilah satu perkara. Matius mengikut Yesus hampir-hampir
secara spontan disebabkan karena ia merasa diterima dan dikasihi oleh Yesus.
Keseharian Yesus yang sering ditemuinya berkumpul dan makan dengan rekan-rekan
sesama pemungut cukai maupun perempuan sundal, kasih yang tulus yang tersirat
jelas di wajah Yesus, sikap terbuka dan penuh penerimaan dari Yesus terhadap
orang-orang yang tersisih, telah menggetarkan hati Matius berhari-hari lamanya.
Namun Matius tidak pernah menyangka saat Yesus hadir di rumah cukai pada waktu
itu, menatap matanya, mengulurkan tanganNya dan memanggilnya menjadi muridNya.
Ia merasa sungguh-sungguh dikasihi. Kerinduan hati yang terpendam untuk
mengiring bisa Yesus terobati hari itu. Ia meninggalkan segalanya,
pekerjaannya, dunianya, masa lalunya dan menyerahkan hidup kepada kekasih
jiwanya.

Yesus mengasihi orang-orang berdosa. Itu tulus terpancar
dari kehidupanNya. Bukan mengasihi dan setuju dengan dosa-dosa yang mereka
perbuat tetapi Yesus peduli dengan jiwa mereka. Terhadap orang-orang yang
dianggap najis, Ia bersedia datang dan berkumpul supaya dapat memenangkan
mereka. Kepada mereka yang tertolak dan dibenci, Yesus menyatakan perhatianNya
secara khusus. Dengan begitu Ia menjangkau mereka, membuat mereka bertobat.

Sama seperti Yesus, para penyembah sejati dipanggil untuk
memiliki sikap dan semangat yang sama terhadap orang-orang terbuang, tertolak
atau tersisih dari antara masyarakat. Kita harus peduli, kita harus memberikan
perhatian bahkan hati kita kepada mereka. Tidak boleh ada penghalang di dalam
kita untuk kita mendekati mereka demi injil. Para perampok, pencoleng, pelacur,
pencuri, dan sebagainya seharusnya menjadi obyek kasih kita. Dengan pendekatan
yang tepat dan benar sesuai pimpinan Roh Kudus, kita akan berhasil membawa
mereka kepada Kristus.

Bangsa kita yang sedang terpuruk ini memiliki beban dosa
melebihi Matius. Para pemungut cukai seringkali menyadari diri mereka sebagai
orang berdosa dan dibenci masyarakat. Mereka sadar bahwa banyak di antara
perbuatan mereka seperti misalnya pemerasan dan mengambil untung itu jahat.
Namun kesadaran demikian rupanya tidak kita dapati di antara bangsa kita. Para
pemimpin, pejabat dan tokoh-tokoh bangsa kita tidak peduli dengan kenajisan
hidup mereka. Para koruptor masih merasa seperti orang suci dan para pencuri
uang rakyat tetap bangga berfoya-foya di atas uang haram. Betapa mengerikannya
dosa bangsa lain! Adakah kita berdiam diri dan tidak peduli? Apakah kita
sendiri turut larut dalam keramaian rumah cukai dan masuk dalam barisan
terdepan dari para pemeras? Marilah kita penuhi hati kita dengan keinginan
melihat orang-orang berdosa itu bertobat, mata kita dengan air mata belas
kasihan, tangan kita diulurkan untuk meraih mereka, supaya mereka memiliki
hidup yang baru dan menjadi ciptaan yang baru di dalam Tuhan. Pemulihan besar
harus terjadi atas bangsa ini. Yesus masih keluar masuk rumah cukai untuk
memanggil orang-orang dari sana. Adakah kita di sana bersama-sama dengan Dia?
Amin.

(Diambil dari warta Worship Center edisi 44 – 8 November
2002)