Ada fenomena aneh yang sejatinya sudah
lama belangsung sejak peradaban manusia. Namun kali ini semunya
terpampang dengan sangat jelas di depan mata setiap orang Indonesia.
Baru-baru ini ada seorang muda yang dianggap sebagai pemimpin
agama. Ia menjadi pemberitaan secara luas oleh karena kasus
penghinaan kepada kepala negara. Yang menjadi semakin mengherankan
ialah yang diduga sebagai penghinaan itu dilakukan pada saat ia
melakukan ceramah agama. Kasus ini juga menjadi perbincangan luas di
media sosial karena latar belakangnya yang konon merupakan keturunan
nabi.
Yang menjadi pertanyaan di benak publik antara lain
:
Demikiankah kelakuan dan tutur kata seorang pemimpin
agama,yang seolah tanpa segan melontarkan kata-kata kotor, sumpah
serapah, mengutuk dan merendahkan seorang pemimin bangsa?
Bagaimana
mungkin seseorang yang belajar agama, yang notabene adalah hal-hal
yang berhubungan dengan Tuhan, hal-hal yang dianggap mulia dan suci,
yang bertujuan menata serta mengubah perilaku manusia menjadi
makhluk-makhluk bermoral dan memiliki adab yang baik namun dalam
kenyataannya justru bersikap dan berkata-kata dengan cara yang lebih
buruk dari mereka yang tidak tahu ilmu agama?
Dalam
perkembangannya, yang bersangkutan bahkan menolak minta maaf atas
kata-kata yang tidak layak ditujukan pada pemimpin negara tersebut.
Kembali muncul pertanyaan, mengapa ia tidak merasa bersalah? Apakah
dengan belajar agama, seseorang menjadi semakin tidak peka akan
kesalahan, ketidapatutan dan dosa? Mengapa justru hatinya terlihat
semakin keras dan sombong, mengingat ia sesungguhnya manusia biasa
yang tidak mungkin luput dari kekhilafan?
Jika kita mau
menyelidik lebih dalam, kita dapat menemukan suatu anomali
(keganjilan, sesuatu yang di luar yang sewajarnya dan seharusnya)
terkait apa yang disebut sebagai agama.
Anomali serupa
digambarkan Yesus dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik
hati (Lukas 10:25-37). Dalam kisah tersebut, pribadi-pribadi yang
tampak saleh, suka beribadah, yang rajin melakukan
ketentuan-ketentuan agama, yang sehari-hari dipandang melayani Tuhan
(yaitu orang Lewi) dan juga seorang pemimpin agama (yaitu imam)
justru menjadi orang-orang yang apatis, tidak punya kepedulian, minim
belas kasihan, tidak menunjukkan perbuatan-perbuatan kasih
sebagaimana yang seharusnya ia pelajari saat mendalami kitab suci
dan ajaran-ajaran Tuhan.
Dan mungkin tidak ada yang lebih
mewakili hal ini seperti kelompok yang paling dikecam Yesus, yaitu
kelompok orang Farisi dan ali-ahli taurat. Yesus sampai-sampai
memberikan peringatan khusus secara berkali-kali supaya orang
menjauhkan diri dari orang-orang semacam ini :
[Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu
mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu
pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.]
~ Matius 23:14 (TB)
Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: “Hati-hatilah
terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah
panjang dan suka menerima penghormatan di pasar,
yang suka duduk
di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam
perjamuan,
yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka
mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang.
Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”
~
Markus 12:38-40 (TB)
“Waspadalah terhadap ahli-ahli
Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka
menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di
rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan,
yang menelan
rumah janda-janda dan yang mengelabui mata orang dengan doa
yang panjang-panjang. Mereka itu pasti akan menerima
hukuman yang lebih berat.”
~ Lukas 20:46-47 (TB)
Yesus
berkata kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap
ragi orang Farisi dan Saduki.”
Ketika itu barulah mereka
mengerti bahwa bukan maksud-Nya supaya mereka waspada terhadap ragi
roti, melainkan terhadap ajaran orang Farisi dan Saduki.
~
Matius 16:6, 12 (TB)
Sementara itu beribu-ribu orang
banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus
mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:
“Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang
Farisi.
Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak
akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak
akan diketahui.
~ Lukas 12:1-2 (TB)
Yesus
menyampaikan dengan tegas bahwa orang-orang Farisi penuh tipuan.
Mereka suka mengelabui orang banyak. Dengan apa? dengan
tampilan-tampilan rohani dan agamis. Tampil bak orang-orang saleh dan
dekat dengan Tuhan namun dalam prakteknya mereka orang-orang yang
jahat dan serakah, yang penuh dengan perbuatan-perbuatan yang keji,
yang pada dasarnya melawan Tuhan dan firman-Nya. Lebih celaka lagi,
mereka bagaikan ragi. Pengajaran mereka menyebar dengan cepat.
Pengajaran apakah itu? Pengajaran bahwa yang penting adalah tampilan
rohani, rajinnya orang dalam beribadah, taat menjalankan hukum yang
tampak di depan orang TETAPI dalam kenyatannya mereka menggunakan
ajaran-ajaran firman untuk menutupi dan membenarkan
perbuatan-perbuatan mereka yang jahat dan tak berbelas kasihan,
sekalgus menggunakan pengetahuan mereka akan agama untuk menghakimi
dan menghukum orang yang tidak mengikuti pandangan mereka.
Di
mata Tuhan, merekalah orang-orang yang paling celaka (Matius
23:13,14,15,16,23,25,27,29).
Tetap pertanyaan di ataa belum
terjawab, mengapa seseorang belajar kitab suci, aturan-aturan agama
dan berbagai firman petunjuk Tuhan namun malah berubah menjadi
pribadi-pribadi yang jahat, munafik dan keji pada sesama?
Jawaban
awalnya dapat kita telisik pada ajaran Kristus dan para
rasul-Nya.
Yesus berkata orang harus mengalami kelahiran
kembali. Dilahirkan sebagai manusia yang baru.
Yesus
menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika
seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan
Allah.”
Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk
ke dalam Kerajaan Allah.Apa yang dilahirkan dari
daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah
roh.
Janganlah engkau heran, karena Aku berkata
kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.
~
Yohanes 3:3, 5-7 (TB)
Dilahirkan kembali berarti menjadi
ciptaan yang baru, menjadi manusia baru, yang rohnya dibangkitkan,
disertai, didiami, dipimpin dan diberi kuasa oleh Roh Allah untuk
hidup secara berbeda, yang dimampukan meneladani Kristus, menampilkan
karakter (asli) yang baru dan berbuah-buah sehingga hidup tak lagi
menjadi batu sandungan dan alat kerusakan bagi sesama namun suatu
peragaan kasih pada sesama dan lebih-lebih kepada Tuhan.
Jadi
siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama
sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.
~ 2 Korintus
5:17 (TB)
Efesus 4:22-24 (TB) yaitu bahwa kamu,
berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan
manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang
menyesatkan,
supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,
dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.
Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah,
geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari
mulutmu.
Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah
menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,
dan telah
mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui
untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;
~
Kolose 3:8-10 (TB)
Hanya dengan diubahkan menjadi
manusia baru dengan memiliki hati yang baru untuk hidup dalam tujuan
yang barulah maka seseorang diubahkan dan dimampukan tulus ikhlas
taat ada kehendak Tuhan. Bukan ketika dilihat menusia saja namun
siap dan rela sepenuhnya menunaikan kehendak Tuhan sejak dalam hati
dan pikiran, memiliki kemampuan untuk mengasihi Tuhan dengan SEGENAP
hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Termasuk mempraktekkan kasih yang
tidak pura-pura namun yang agape, yang tulus dan tidak mencari
kepentingan diri.
Di luar Tuhan, kita tidak dapat berbuat
apa-apa (Yohanes 15:5c). Tidak akan ada kebaikan dan kesalehan
sejati melalui ketaatan pada aturan-aturan agama. Selagi seseorang
mendalami agama sebagai “manusia lama”, ia hanya akan
sampai pada pengetahuan. Dan dengan semakin banyak pengetahuan agama,
sementara masih dikendalikan sifatnya yang egois dan mementingkan
diri, ia berpotensi memanfaatkan pengetahuan agama itu untuk
tujuan-tujuannya sendiri. Bahkan tanpa segan mengatasnamakan Tuhan
atas setiap yang dikatakan dan dilakukannya oleh karena merasa
dirinya seorang yang taat beragama. Itulah sebabnya orang-orang
beragama semacam ini memiliki kesamaan dalam perilakunya : menjadi
tinggi hati dan suka menjatuhkan penghukuman pada orang lain.
Tanpa
Tuhan yang berdiam dan bekerja dalam kita, kita hanya terhubung pada
hukum-hukum yang membuat hati kita justru semakin keras, angkuh dan
menolak pengenalan jalan-jalan Tuhan karena telah merasa benar dan
tidak perlu dinasihati lagi.
Hanya pribadi-pribadi yang
tersambung dengan Dia yang adalah kasih, yang akan dimampukan
mengasihi dalam tingkatan tertinggi. Mengasihi dalam kasih yang tak
bersyarat, yang tulus dan tak mencari bagi diri sendiri sebagaimana
Tuhan mengasihi.
Akhir kata, berhati-hatilah dalam belajar
agama. Karena jika agama tidak membawa Anda pada Tuhan, hidup Anda
adalah anomali dan ironi. Tersesat dan semakin terhilang tanpa merasa
demikian.
Carilah Tuhan, miliki dan pelihara persekutuan
dengan Dia setiap hari.
Roh-Nya akan mengubahkan Anda menjadi
pribadi-pribadi yang memancarkan karakter Allah, bukan
tanpilan-tampilan yang agamis.
Ada dampak buruk saat Anda
mempelajari agama. Tapi hanya ada dampak kebaikan,