Arsip Bulanan: Desember 2018

RENUNGAN HARIAN DARI SPURGEON


Aku teringat kepadamu – Yeremia 2:
2 (KJV)

Ketahuilah, Kristus itu suka
berpikir akan Gereja-Nya serta memandangi keindahannya. Sebagaimana
burung kerap kembali ke sarangnya, dan pejalan kaki yang bergegas ke
rumahnya, demikian pula pikiran pun terus menerus akan tertuju pada
obyek yang dipilihnya untuk dipikirkannya. Kita tidak akan pernah
dapat merasa terlalu sering melihat wajah orang yang kita cintai; pun
kita akan pasti selalu ingin meletakkan barang-barang berharga di
pemandangan kita.
Demikian juga dengan Tuhan kita, Yesus Kristus.
Dari segala sesuatu yang kekal “kesenangannya adalah kepada
putra-putra manusia;” pikiran-Nya bergulir jauh ke depan kepada
waktunya ketika umat pilihan-Nya dinyatakan di dunia ini; Dia melihat
mereka di cermin kemahatahuan-Nya. “Di dalam kitabmu,” kata Daud,
“semua anggota-anggota tubuhku dituliskan, yang kemudian itu semua
dibentuk, meski belum ada satupun dari mereka” (Mazmur 139:16,
KJV).

Ketika dunia didirikan di atas pilar-pilarnya, Dia ada
di sana, dan Ia membagi-bagi orang-orang di bumi sesuai dengan jumlah
anak-anak Israel. Jauh sebelum inkarnasi-Nya, Ia turun ke bumi, yang
lebih rendah ini, dalam rupa seorang manusia; di dataran Mamre (Kej.
18), di tepi sungai Yabok (Kej. 32: 24-30), di tembok bawah Yerikho
(Yos 5:13), dan di perapian Babel (Dan 3:19,25), Anak Manusia
mengunjungi umat-Nya.

Karena jiwa-Nya bersuka atas mereka, Ia
tidak bisa sedikitpun berhenti memikirkan mereka, karena hati-Nya
merindukan mereka. Mereka tak pernah tak ada di dalam hati-Nya,
karena Ia telah menulis nama mereka di tangan-Nya, dan mengukir
mereka mereka di diri-Nya. Karena penutup dada yang memuat nama-nama
suku Israel adalah perhiasan paling cemerlang yang dikenakan oleh
imam besar, maka nama-nama umat pilihan Kristus adalah perhiasan-Nya
yang paling berharga, dan yang berkilauan dalam hati-Nya.

Kita
mungkin sering lupa merenungkan kesempurnaan Tuhan kita, tetapi Dia
tidak pernah berhenti mengingat kita.


Marilah kita mengoreksi
diri kita sendiri karena sikap-sikap yang melupakan Tuhan di
waktu-waktu yang lalu, dan berdoa supaya kasih karunia-Nya diberikan
lebih lagi bagi kita agar kita senantiasa memiliki ingat-ingatan yang
penuh cinta akan Dia.

Tuhan, lukislah gambar anak-Mu di biji
mata jiwaku!


Diterjemahkan sendiri secara bebas dari
renungan Morning and Evening Charles Spurgeon 17 Desember

TENTANG KEBANGKITAN DAN KERAJAAN SERIBU TAHUN

Oleh Rick Joyner


Dalam Wahyu 20: 4 dikatakan
:

Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang
duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi.
Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya
karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak
menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima
tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan
memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu
tahun.

         Mereka
yang setia melayani Tuhan dalam kehidupan ini, dan mereka yang
membayar harga sebagai martir, akan memerintah bersama-Nya di bumi
dalam kerajaan seribu tahun. Ini adalah kehormatan besar, tetapi itu
juga merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan. Kita memerintah
bersama-sama dengan Dia bukan hanya agar kita dihormati, tetapi demi
pemulihan bumi menjadi firdaus sebagaimana pada mulanya diciptakan,
seperti yang kita lihat dalam Yesaya 11 dan di ayat-ayat Alkitab
lainnya. Jadi bagaimana kita akan memerintah?

         Ajaran
Tuhan tentang hal ini jelas di beberapa bagian Alkitab. Dia
mengatakan bahwa kedua belas rasulnya akan memerintah atas dua belas
suku Israel. Dia mengajarkan dalam perumpamaan-perumpamaanNya tentang
bagaimana mereka yang setia dengan apa yang Dia percayakan kepada
mereka akan diberikan sejumlah kota untuk dipimpin dan diperintah di
dalam kerajaan-Nya sesuai dengan kemampuan mereka. Ini menunjukkan
bahwa hidup ini adalah “pelatihan untuk memerintah”
(training for reigning) di zaman yang akan datang.

         Ketika
saya pertama kali menganggap bahwa upah kami atas kepatuhan dalam
kehidupan ini akan memerintah kota-kota di masa depan, saya mengaku
tidak terlalu senang tentang hal itu. Pernah duduk di rapat dewan
kota dan kabupaten, saya tidak dapat memikirkan pekerjaan yang lebih
membosankan dari itu. Namun, cara kita melihat kota-kita dan cara
Tuhan melihatnya bisa sangat berbeda. Kita cenderung melihat
bangunan, jalan, dan kereta bawah tanah, tetapi Tuhan melihat
orang-orang. Perencanaan kota untuk hal-hal seperti bangunan dan
jalan diperlukan untuk melayani orang-orang, tetapi membangun kota di
masa kerajaan seribu tahun akan lebih banyak mengenai membangun orang
daripada benda.

Persekutuan yang diciptakan Tuhan untuk
dimiliki dengan-Nya, dan kemudian dengan satu sama lain, adalah
pengalaman yang paling memuaskan dan mencapai pemenuhan yang dapat
kita miliki. Kata Yunani untuk persekutuan ini adalah koinonia.. Ini
adalah ikatan yang begitu kuat sehingga seperti ikatan anggota tubuh
kita ke seluruh tubuh. Karena ikatan inilah darah, yang merupakan
kehidupan, dapat mengalir ke semua bagian. Inilah sebabnya mengapa
kita diberitahu dalam I Yohanes 1: 7,

Tetapi jika kita
hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita
beroleh persekutuan (koinonia) seorang dengan yang lain, dan darah
Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala
dosa.

         Darah
membersihkan tubuh dengan membawa kotoran atau racun dari
bagian-bagiannya. Itu juga membawa makanan dan nutrisi ke setiap
bagian tubuh. Demikian pula, itu adalah hubungan kita dengan anggota
tubuh-Nya yang lain melalui mana darah-Nya mengalir dan melakukan hal
yang sama bagi kita. Hubungan mendalam seperti ini dengan anggota
tubuh-Nya adalah salah satu pengalaman yang memuaskan dan membawa
kepenuhan yang dapat kita miliki di bumi ini, pengalaman kedua
tertinggi setelah persekutuan kita dengan Tuhan sendiri. Memiliki ini
adalah salah satu cara kita membawa kerajaan ke bumi ini dan
mempersiapkan bumi untuk kerajaan seribu tahun.

Pesan
nubuatan-nubuatan pertama bagi saya yang saya dengar sebagai orang
percaya baru bagi saya adalah sesuatu yang ajaib, melampaui yang
pernah saya alami. Saya tahu bahwa orang-orang yang menyampaikannya
tidak mungkin tahu hal-hal tentang saya saat menyampaikan pesan itu
pada saya — saya mendengar langsung dari Tuhan melalui mereka. Saya
membubung tinggi atas pengalaman itu selama berhari-hari, dan
menganggapnya sebagai pengalaman terbesar yang pernah saya miliki
sampai saya terbiasa berbicara dengan orang lain dengan cara yang
sama (yaitu menyampaikan pesan-pesan nubuatan kepada mereka). Itu
bahkan lebih baik, begitu luar biasa sehingga ambisi utama saya
menjadi digunakan oleh Allah untuk berbicara kepada
umat-Nya.

Mengapa ini begitu luar biasa? Karena saya
melihat orang-orang berubah. Saya melihat hidup mereka dijamah untuk
selamanya. Saya yakin itu akan menjadi hal yang sangat memuaskan saat
merancang sebuah bangunan besar dan kemudian melihatnya dibangun,
tetapi saya tidak berpikir itu dapat dibandingkan dengan membangun
orang, yaitu melihat orang berubah dan menjadi sebagaimama yang Tuhan
rancangkan.

Satu orang lebih berharga daripada banyak
bangunan. Orang mungkin tinggal di gedung, tetapi Tuhan berdiam di
dalam manusia. Ketika kita membantu membangun manusia, kita sedang
membangun tempat tinggal Allah.

Ini adalah alasan utama
bagi gereja — ini adalah tempat di mana kita belajar untuk
membangun, yang berarti “membangun,” satu sama lain.

Sebab
itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan
yang berguna untuk saling membangun. (Roma 14:19).
 

Karena
kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan
Allah.
Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan
kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah
meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi
tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di
atasnya (I Korintus 3: 9-10).

Demikianlah kamu
bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari
orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,
yang
dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus
sebagai batu penjuru.
Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi
tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.
Di dalam
Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di
dalam Roh. (Efesus 2: 19-22).

Sekarang kita sampai
pada Wahyu 20: 5-6:

Tetapi orang-orang mati yang lain tidak
bangkit sebelum berakhir masa yang seribu tahun itu. Inilah
kebangkitan pertama.
Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat
bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak
berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah
dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama
dengan Dia, seribu tahun lamanya.
~ Wahyu 20:5-6 (TB)

Di
sini kita melihat bahwa ada dua kebangkitan. Nats sebelumnya adalah
mengenai “kebangkitan pertama,” yang sekali lagi disebutkan di
sini sebagai orang-orang yang terhadapnya kematian kedua tidak
memiliki kuasa atasnya dan yang merupakan imam-imam Allah yang
memerintah bersama Kristus selama milenium. Ini hanyalah awal dari
kehidupan kekal mereka. Jadi kita memiliki dua kebangkitan dan dua
kematian yang dibahas di sini.

Surat Ibrani menyebutkan
orang-orang yang merupakan bagian dari “kebangkitan yang lebih
baik.” Ini dikuatkan dalam bagian Kitab Suci lainnya, yang
meneguhkan bahwa ada tingkat-tingkat dalam kebangkitan. Apa yang
membuat kita memenuhi syarat untuk masuk kebangkitan yang satu atau
yang lain disebutkan di sini bahwa mereka yang akan menjadi bagian
dari kebangkitan pertama adalah para pemenang dan martir, atau mereka
yang menjalani kehidupan dalam salib dan pengorbanan untuk tujuan
Allah. Ini sepertinya menyimpulkan bahwa mereka yang percaya
kepada Kristus untuk pendamaian atas dosa-dosa mereka tetapi terus
hidup untuk diri mereka sendiri daripada bagi Tuhan tidak akan
menjadi bagian dari kebangkitan pertama, tetapi lebih pada yang
kedua.


Kita harus selalu ingat bahwa jika ada sesuatu yang
tidak jelas dalam Alkitab, memang demikianlah yang hendak dimaksudkan
Tuhan. Mencoba membuatnya lebih spesifik dan lebih jelas daripada
yang dimaksud Tuhan akan menjadi suatu asumsi yang berbahaya. Banyak
bidah (ajaran sesat) adalah hasil dari manusia yang mencoba membuat
kesimpulan logis atas apa yang hanya disingkapkan sebagian saja oleh
Allah. Untuk sesuatu menjadi doktrin gereja, itu harus jelas
dinyatakan dalam Kitab Suci, dan apa pun yang lain harus kita
masukkan ke dalam kategori suatu pandangan, seperti yang Rasul Paulus
lakukan dalam beberapa hal yang ia tulis. Jadi, berikut ini adalah
pendapat saya, yang berasal dari studi saya tentang apa yang telah
ditulis orang lain tentang hal ini, yang saya rasa dapat diterima
karena alasan yang kuat tetapi tidak cukup untuk memberinya posisi
doktrin gereja yang tinggi.

Saya juga akan menambahkan di sini
bahwa ada generalisasi yang dibuat oleh banyak pengajar yang
mengambil beberapa bagian Kitab Suci dan mencoba menerapkannya
terlalu luas. Bahwa ada kebangkitan surgawi terhadap “sifat
ilahi” telah sering diterapkan kepada semua orang, padahal yang
dimaksud itu adalah “kebangkitan yang lebih baik” yang
hanya dicapai oleh para pemenang.

Tampaknya orang-orang lain
yang mencapai kehidupan kekal dengan iman mereka dalam kurban
penebusan Yesus untuk dosa-dosa mereka akan dibangkitkan di bumi
sebagai manusia kembali. Para sarjana berasumsi bahwa ini adalah
orang-orang yang kemudian menjadi sebagian besar populasi bumi selama
masa kerajaan seribu tahun.

Beberapa pengajar menghubungkan
mereka yang dibangkitkan di bumi manusia ini sebagai “anak-anak
dara / gadis-gadis bodoh” yang sebelumnya menunggu Mempelai Pria,
tetapi tanpa semangat dan hikmat yang dari pada Tuhan. Mereka
mencapai kehidupan abadi, tetapi tidak satu angkatan dengan para
pemenang. Beberapa guru yang lain membuat perbedaan antara mereka
yang diundang ke pesta pernikahan dan mereka yang telah mencapai
menjadi bagian dari pengantin wanita. Kita juga mencatat bahwa ada
(perbedaan antara) “kelompok yang besar” yang berdiri di
hadapan takhta dalam Wahyu 7, dan para pemenang dalam Wahyu 3:21 yang
duduk

bersama Tuhan di tahtaNya.

Semua
perbedaan ini dalam Alkitab menjelaskan bahwa ada tingkat kebangkitan
yang lebih tinggi daripada yang lain. Kita mungkin hanya berspekulasi
tentang apa itu, tetapi fakta bahwa ada imbalan yang lebih besar
untuk pengabdian dan pelayanan yang lebih besar dalam kehidupan ini
jelas dalam Alkitab. Upah yang pasti adalah menjadi bagian dari
keluarga kerajaan Allah sebagai ahli waris bersama Yesus, bagi mereka
yang akan menjadi rakyat di kerajaan seribu tahun.

Untuk
memperoleh posisi terendah dalam kerajaan di masa yang akan datang
akan lebih baik daripada kehidupan terbaik yang bisa kita miliki di
dunia sekarang ini, tetapi tingkat yang lebih tinggi ada di luar apa
yang bahkan dapat kita pahami. Meski begitu, mengejar “kebangkitan
yang lebih baik” jauh lebih penting daripada apa pun yang bisa
kita capai dengan pengejaran kita dalam kehidupan ini.
Ini jelas apa
maksud Rasul Paulus di Filipi 3 ketika dia menulis bahwa dia tidak
berpikir bahwa dia belum mencapai. Dia jelas tidak berbicara tentang
keselamatan ketika ia mencapai kehidupan kekal pada saat ia percaya
pada penebusan. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa dia melupakan
apa yang mungkin dia banggakan sebelumnya untuk mencari “panggilan
Tuhan yang tinggi di dalam Kristus Yesus.”

         Mereka
yang mencapai “panggilan yang tinggi di dalam Kristus” jelas akan
tetap memerintah bersama Kristus di atas bumi selama masa se: ibu
tahun, tetapi sebagai mereka yang memiliki sifat ilahi-Nya. Apa yang
terjadi setelah itu, kita hanya bisa berspekulasi tentangnya, tetapi
kita tahu itu akan luar biasa untuk semua. Bumi yang dipulihkan akan
luar biasa, dan dibangkitkan kembali menjadi manusia tanpa dosa dan
penyakit juga merupakan sesuatu yang luar biasa. Kita juga tahu bahwa
Allah sendiri akan tinggal di bumi di antara
manusia.

         Kemudian
kita diberitahu tentang suatu waktu di bumi ketika tampaknya seluruh
alam semesta secara fisik digulung seperti gulungan kertas. Kita tahu
dari sains bahwa akan ada waktu ketika bahkan bintang-bintang
terbesar akan mengkonsumsi semua bahan bakar mereka, dan alam semesta
fisik akan menjadi gelap. Karena semua orang yang percaya pada
penebusan Yesus memiliki hidup yang kekal, tampaknya akan ada waktu
yang jauh di masa depan ketika semua orang di dalam Kristus diberikan
tubuh rohani.

Diterjemahkan dan disesuaikan secara bebas dari
:


BENARKAH RASUL PAULUS MELAYANI SAMBIL BERBISNIS?

Oleh Peter B, MA
 
 
Apa yang disampaikan oleh rasul Petrus dalam suratnya
yang kedua tentang rekan sekerjanya di ladang Tuhan, Pauus rupanya
masih menjadi kenyataan hingga kini. Mengenai rasul yang dipanggil
paling belakangan dari rasul-rasul lainnya itu, Petrus menuliskan :

…seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah
menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya.
Hal
itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang
perkara-perkara ini.
Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal
yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan
yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan
mereka sendiri,
sama seperti yang juga mereka buat dengan
tulisan-tulisan yang lain.
~ 2 Petrus 3:15-16

Dengan
kata lain, tidaklah mudah memahami tulisan rasul Kristus yang paling
giat dalam pekerjaan Tuhan itu. Apa yang ditulisnya terkadang sukar
dipahami. Sampai-sampai yang membacanya berkali-kali pun tetap tidak
memahaminya. Dan jika ada di antara mereka tidak teguh imannya, maka
mereka akan memutarbalikkan tulisan dan pengajarannya itu menjadi
sesuatu yang membinasakan mereka sendiri. Maksudnya, oleh sebab
salah menafsirkan dan gagal menangkap maksud Paulus, beberapa orang
menjadi sesat dan mengambil langkah yang salah, yang bukan tidak
mungkin berujung pada hilangnya kesempatan terbaik untuk hidup bagi
Tuhan bahkan merisikokan kepastian tempat mereka di sorga.

Atas
peringatan ini, kita perlu benar-benar memperhatikannya. Perlu suatu
sikap penuh kehati-hatian saat membaca surat-surat Paulus,
lebih-lebih dalam menafsirkannya dan menyampaikan pengajaran yang
bersumber tulisan-tulisan sang rasul.

Menjadi
Tukang Tenda

Salah satu perdebatan yang berasal dari
berbagai tafsiran mengenai kehidupan Paulus sebagaimana yang
dituangkan dalam surat-suratnya adalah mengenai apakah sang rasul
melayani sambil bekerja secara sekuler? Apakah hamba Tuhan ini juga
menjalankan bisnis? Atau apakah sebagai rasul, penginjil dan guru
bisakah ia dikatakan memiliki usaha di bidang perdagangan kemah
sebagaimana dituliskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul 18:3?

Ini
menjadi penting karena dari apa yang dipahami dan diyakini sebagai
suatu kebenaran akan dibangun suatu sikap hati, cara pandang, bahkan
praktek-praktek nyata sehari-hari mengenai bagaimana seseorang
memandang pekerjaan Tuhan dan kehidupan seorang pelayan Tuhan
termasuk sejauh mana pekerjaan sekuler boleh atau tidak dilakukan
seorang yang menyebut dirinya sebagai hamba Tuhan yang melayani
sepenuh waktu.

Sebagian orang dan hamba-hamba Tuhan
berpendapat bahwa seperti teladan rasul Paulus yang juga bekerja
dengan tangannya sendiri mencukupi kebutuhannya, maka seorang hamba
Tuhan boleh bekerja juga. Boleh berbisnis juga layaknya yang bukan
hamba Tuhan. Boleh menjalankan usaha sambil melayani atau memimpin
jemaat. Dan ini terus berkembang sampai pada berbagai kesimpulan
semacam pendeta bisa jadi pengusaha dan pengusaha pun bisa bergelar
pendeta. Tidak perlu ada batas pelayan Tuhan sepenuh waktu dengan
pekerjaan atau profesi sekuler untuk mencari nafkah. Ini sah dan
tidak perlu dimasalahkan karena Rasul Paulus memberikan teladan
semacam itu.

Sayangnya, sebagian yang lain tidak
sepandangan. Bagi kelompok ini, melayani sepenuh waktu adalah
panggilan khusus. Mereka memang diciptakan, dipanggil dan ditetapkan
untuk menyediakan seluruh waktunya melayani dan mengurus pekerjaan
Tuhan sehingga tidak boleh mengerjakan pekerjaan sekuler apapun.
Seperti orang Lewi, mereka tidak boleh mengerjakan tanah atau ladang
maupun menghidupi profesi lainnya. Hidup mereka dijamin dan dicukupi
melalui persembahan persepuluhan yang diberikan sebelas suku lainnya,
yang tidak ditetapkan secara khusus untuk melayani Tuhan di bait-Nya.
Pendapat ini, lebih-lebih di zaman sekarang, ditantang dengan kuat
ketika diperhadapkan dengan kenyataan Paulus beserta rekan-rekan
pelayanannya yang lain ternyata bekerja secara sekuler dengan menjadi
tukang kemah (lihat Kisah 18:3; 20:34).

Jelas bagi kita dan
tidak mungkin disangkal -sebab disuratkan dalam Kitab Suci- bahwa
Paulus memang menjadi pembuat tenda. Para penafsir Alkitab menduga
bahwa itu dilakukannya selama melayani di Korintus (Kisah 18:3), di
Efesus (Kisah 20:34) dan kemungkinan juga di Tesalonika (2 Tesalonika
3:8-9).

Pertanyaannya, cukupkah itu menjadi dasar untuk
menyatakan bahwa seorang hamba Tuhan boleh juga menjalankan usaha,
berbisnis atau memiliki profesi / pekerjaan sekuler lainnya yang
menghasilkan nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya?

Mari
kita meneliti lebih jauh.

Fakta-fakta lain
dalam Alkitab terkait pelayanan sepenuh waktu dan/atau pekerjaan
sekuler


Penafsiran kita terhadap ayat-ayat
dalam Alkitab tidak bisa didasarkan pada satu dua ayat atau satu
bagian kisah maupun pernyataan di dalamnya. Menafsir dan memahami
Alkitab kita bukan pekerjaan sambil lalu, bukan pengamatan sekilas
pandang, bukan sekedar mengumpulkan ayat-ayat yang senada yang lalu
dengan cepat mengambil kesimpulan serta mengklaimnya sebagai suatu
kebenaran.

Perlu suatu penelitian yang seksama. Yang dipimpin
oleh Roh Kudus. Didasari hati yang mau belajar dan terbuka untuk
diajar. Tidak segera puas dengan data yang diperoleh. Setiap orang
yang hendak menafsir firman perlu menyelidiki lebih lagi di dalam
hadirat Tuhan dan menerima penyingkapan-penyingkapan dari Tuhan
sendiri, yang sesuai dengan hati-Nya dan selaras dengan
pikiran-pikiran-Nya, yang juga diteguhkan oleh banyak bagian dalam
Alkitab maupun dari teladan kehidupan Kristus dan hamba-hamba-Nya
dari segala zaman. Dengan demikian, lalu dengan rendah hati kita
dapat menyampaikan apa yang Tuhan kehendaki sebagai hasil perenungan
terhadap suatu topik kehidupan itu.

Untuk mencari tahu lebih
lanjut apakah rasul Paulus memberikan teladan bagi semua pelayan
Tuhan bahwa seorang hamba Tuhan dibolehkan juga berbisnis secara
sekuler kita perlu memperhatikan fakta-fakta Alkitab berikut ini:

1- Teladan Yesus Kristus: Ia mungkin pernah bekerja secara
sekuler namun setelah usia 30 tahun mulai melayani, Ia tidak per­nah
lagi mengerjakan pekerjaan apapun selain melayani secara rohani

Dari
Injil, kita tahu bahwa Yesus hidup dalam asuhan serta tinggal bersama
orang tuanya sampai usia 30 tahun (lihat Lukas 2:51). Dan sewaktu Ia
mulai dikenal secara luas, orang-orang pun mengenal-Nya sebagai anak
si tukang kayu (Matius 13:55; Markus 6:3). Dari sini kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa Yesus mungkin turut membantu bisnis orang
tuanya sehingga menjadi tukang kayu yang dikenal luas. Sekalipun
begitu, di usia-Nya yang ke-30 tahun, Ia melepaskan semua pekerjaan
atau tanggung jawab sekulernya untuk sepenuhnya melayani banyak orang
secara rohani. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Yesus tidak pernah
berprofesi ganda pada saat Ia menjalani panggilan-Nya sebagai hamba
Tuhan.

2- Teladan rasul-rasul Kristus lainnya : tidak
satupun yang disebutkan memiliki pekerjaan sampingan atau berbisnis
sekuler

Bahkan menurut penuturan Paulus, rasul-rasul hidup
dengan cara menerima persembahan dari jemaat dan dibebaskan dari
melakukan pekerjaan tangan (baca 1 Korintus 9:4-11).

3-
Ajaran Yesus sendiri yang melatih murid-murid-Nya untuk hidup dengan
iman, tidak membawa bekal dalam perjalanan memberitakan kabar baik,
menerima penghidupan dari dukungan orang-orang yang dilayani dan
selalu percaya Tuhan akan memelihara dan mencukupi kebutuhan pribadi
maupun pelayanannya

Sangat jelas dikatakan dalam Matius
10:9-11 :

Janganlah kamu membawa emas atau perak atau
tembaga dalam ikat pinggangmu._
Janganlah kamu membawa bekal dalam
perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau
tongkat,
sebab seorang pekerja patut mendapat
upahnya.

Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di
situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu
berangkat.

Dari sini sungguh sukar mengambil kesimpulan
bahwa Tuhan menghendaki hamba-hamba-Nya mengusahakan sendiri
keperluannya dengan melakukan pekerjaan sampingan lainnya sedangkan
Ia sendiri melatih murid-murid-Nya melayani untuk hidup dengan iman,
bukan mencukupi dirinya melalui membuka usaha atau berbisnis.

4-
Ajaran Paulus sendiri: yang memberitakan Injil hidup dari pemberitaan
injil itu

Adalah menarik menemukan fakta bahwa di kota
dimana Paulus bekerja sebagai tukang tenda, ia ternyata menuliskan
hal ini:

Jadi, jika kami telah menaburkan benih
rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil
duniawi dari pada kamu?

Kalau orang lain mempunyai hak
untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai
hak yang lebih besar?…
Tidak tahukah kamu, bahwa
mereka
yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat
kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian
mereka dari mezbah itu?
Demikian pula Tuhan telah menetapkan,
bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan
Injil itu.

~ 1 Korintus 9:11-14 (TB)

Dengan
kata lain, meskipun Paulus bekerja sebagai tukang kemah, prinsip
rohani yang dipegangnya ialah seperti yang Yesus ajarkan : hidup
dengan iman dan dari hasil pemberitaan Injil itu sendiri. Tidak
mengusahakan penghasilan sendiri tetapi menerima dukungan dari
orang-orang yang mereka layani.

5- Kesesuaian dengan
aturan taurat : ada suku Lewi, satu suku yang dikhususkan hanya untuk
melakukan pekerjaan pelayanan kepada Tuhan dan tidak boleh
mengerjakan ladangnya yang adalah gambaran dua kelompok umat di
hadapan Tuhan : umat yang dipanggil hidup semata-mata melayani Tuhan
dan umat yang masih mengerjakan pekerjaan sehari-hari seperti pada
umumnya

Sebab itu suku Lewi tidak mempunyai bagian
milik pusaka bersama-sama dengan saudara-saudaranya; TUHANlah milik
pusakanya, seperti yang difirmankan kepadanya oleh TUHAN, Allahmu.
~
Ulangan 10:9

maka orang Lewi, karena ia tidak mendapat
bagian milik pusaka bersama-sama

engkau, dan orang asing, anak yatim
dan janda yang di dalam tempatmu, akan datang makan dan menjadi
kenyang, supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau di dalam segala
usaha yang dikerjakan tanganmu.
~ Ulangan 14:29

Hanya
kepada suku Lewi tidak diberikan milik pusaka: yang menjadi milik
pusakanya ialah TUHAN, Allah Israel, seperti yang dijanjikan-Nya
kepada mereka.
~ Yosua 13:14

Sebab orang Lewi tidak
mendapat bagian di tengah-tengah kamu, karena jabatan sebagai imam
TUHAN ialah milik pusaka mereka…”
~ Yosua 18:7

Suku
Lewi tidak mendapat bagian milik pusaka berupa bagian tanah di
Kanaan. Tanah merupakan gambaran dari dunia kasat mata sekarang ini.
Tidak memperoleh tanah berarti tidak mendapat bagian untuk
mengerjakannya dan menikmati hasil-hasilnya. Sama seperti kehidupan
hamba-hamba Tuhan yang dipanggil secara khusus hanya untuk
melayani-Nya, demikian pula orang-orang Lewi dipanggil dan ditetapkan
untuk mengerjakan pekerjaan yang Tuhan bebankan saja, tidak seperti
orang-orang lain pada umumnya yang bekerja dan mencari nafkah
sehari-hari. Dan sama seperti orang-orang Lewi tidak mendapatkan
hasil dari pekerjaan-pekerjaan lain selain hanya dari melayani Tuhan,
demikian pula hamba-hamba Tuhan seharusnya tidak memperoleh
sumber-sumber lain (selain dari pekerjaan Tuhan sendiri) sebagai
penopang kehidupannya.

6- Mereka yang dipanggil secara
khusus untuk melayani seperti Kristus melayani (yaitu dengan sepenuh
waktunya) harus meninggalkan semua pekerjaannya semula lalu
mengabdikan hidup untuk pekerjaan Tuhan

Banyak yang
melihat Yesus melayani. Sebagian menjadi simpatisan yang
mengikuti-Nya kemana Ia pergi. Sebagian lagi memilih mendekat dan
menjadi kumpulan 70 murid-murid-Nya (Lukas 10:1). Tetapi ada 12 orang
yang dipanggil dan dipilih-Nya secara khusus untuk menjadi
murid-murid inti-Nya dan dimuridkan langsung oleh Yesus. Mereka ini
diperintahkan untuk mendampingi Dia kemanapun Ia pergi, menjadi murid
dan tim utama pelayanan-Nya, hidup bersama Dia, mengamati dan
meneladani-Nya.

Akan halnya 12 orang ini, semua dari mereka
melepaskan pekerjaan lamanya -sama seperti Yesus – untuk memasuki
babak kehidupan baru yaitu melayani Tuhan dan banyak orang.

Yesus
berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan
Kujadikan penjala manusia.”
Lalu
mereka pun segera
meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.

Dan setelah
Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu
Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka,
Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil
mereka
dan
mereka segera meninggalkan perahu serta
ayahnya, lalu mengikuti Dia.

~ Matius
4:19-22

Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia
melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di
rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!”
Maka
berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia.

~
Lukas 5:27-28

Sepanjang kehidupan serta pelayanan Yesus,
murid-murid hidup sama seperti Yesus. Tidak bekerja. Hidup dengan
iman. Menerima dukungan dana dari orang-orang yang mereka layani
(Lukas 8:1-3; Lukas 10:38-39; Matius 10:40-42). Murid-murid mulai
berpikir kembali ke pekerjaan lama mereka setelah Yesus tidak ada
lagi bersama-sama dengan mereka (Yohanes 21:1-3)

7-
Nabi-nabi yang dipanggil secara khusus menyampaikan pesan Tuhan tidak
pernah tercatat memiliki profesi atau pekerjaan sekuler lainnya.
Mereka semula memiliki profesi tertentu namun begitu Tuhan memanggil,
mereka hidup sebagai pelayan-pelayan Tuhan semata.

Hal ini
tergambar jelas dari kehidupan Elia yang hidup di tepi sungai Kerit
dan dengan iman menerima pemeliharaan dari Tuhan melalui
burung-burung gagak atau menumpang makan dan tinggal di rumah seorang
janda miskin di Kota Sarfat. Penggantinya, Elisa pun melakukan hal
yang sama. Ketika ia dipanggil menjadi murid Elia, ia meninggalkan
pekerjaan dan keluarganya sama sekali untuk hidup sepenuhnya melayani
Tuhan.
Di zaman Elia pula, ada 100 orang nabi-nabi yang
dikumpulkan dalam gua, diberi makan oleh Obaja, bendahara raja Ahab
(1 Raja-raja 18:13) yang menyiratkan bahwa para nabi di zaman itu
dikenali dari pekerjaan mereka murni sebagai nabi, tanpa embel-embel
profesi lainnya. Sebab jika tidak demikian mereka tidak perlu
bersembunyi atau disembunyikan karena adanya ancaman pembunuhan oleh
penguasa pada waktu itu.

Cara hidup yang sama ditunjukkan
pula oleh nabi-nabi lainnya:

Jawab Amos kepada Amazia:
“Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi,
melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara
hutan.
Tetapi TUHAN mengambil aku dari pekerjaan
menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku: Pergilah,
bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.

~ Amos
7:14-15


8- Kenyataan bahwa hingga kini “tuaian
banyak namun pekerja sedikit”

Injil mencatat salah
satu momen dari pelayanan Yesus seperti ini :

Melihat orang
banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka,
karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak
bergembala.
Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “
Tuaian
memang banyak, tetapi pekerja sedikit.

Karena itu
mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan
pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”
~ Matius 9:36-38

Sejak
zaman Yesus hingga kini, pekerja-pekerja utisan sorga sangatlah
sedikit. Tuaian di bumi memerlukan lebih banyak lagi pekerja.
Lebih-lebih mendekati tuaian raya yang terakhir. Bapa terus memanggil
dan berkehendak mengirimkan pekerja-pekerja itu. Jadi mungkinkah
pekerjaan yang banyak ini dikerjakan oleh pekerja-pekerja yang
memiliki pekerjaan sambilan dan tidak fokus sepenuhnya melakukan
pekerjaan Bapa?

Apabila pekerjaan sekuler dan berorientasi
duniawi saja, yang pekerja-pekerjanya banyak dan selalu ada menuntut
porsi sepenuh waktu (yang oleh karenanya kadangkala menghalangi orang
menyediakan sedikit waktu saja melayani Tuhan), mungkinkah Tuhan puas
pekerjaan-Nya dikerjakan oleh orang-orang panggilan-Nya yang hanya
mengerjakan tugas-tugas dari-Nya dengan separuh waktu saja bagi Dia?

Kita seharusnya sudah dapat mengetahui jawabannya.

9-
Prinsip Tuan atau Majikan yang Baik : bahwa Tuhan sebagai yang
empunya pekerjaan dan memanggil para pekerja-Nya untuk melaksanakan
tugas-tugas dari-Nya adalah Tuan yang Baik, yang pasti akan
bertanggung jawab memelihara hidup pekerja-pekerja-Nya.

Allah,
Dialah Tuan dari segala tuan. Tidak ada majikan yang lebih baik
daripada Dia. Dan jikalau setiap majikan atau pemberi kerja di dunia
ini ada yang begitu memperhatikan pekerja-pekerjanya, maka Tuhan
tentu lebih lagi. Jika ada tuan yang berusaha sekuat tenaga memenuhi
kewajibannya membayar gaji karyawan-karyawannya supaya mereka tidak
kekurangan dan dapat hidup sejahtera, betapa lebihnya Tuhan kita!
Mustahil Dia tidak memelihara dan mencukupi hamba-hamba yang
dipanggil-Nya mengabdikan seluruh waktu, tenaga dan hidup bagi-Nya.
Ia pasti akan bertanggung jawab atas setiap hamba-hamba-Nya. Tidak
akan membiarkan mereka kekurangan dan terlunta-lunta sehingga
nama-Nya dipermalukan. Pun Ia tidak akan membiarkan setiap
pekerja-Nya harus mengais rejeki sendiri, mengusahakan dengan segala
susah payah sambil melakukan tugas-tugas pelayanan yang ditanggungkan
atas mereka. Ia punya seribu satu macam cara untuk memelihara hidup
hanba-hamba-Nya termasuk mengirimkan makanan melalui burung gagak,
menumbuhkan pohon jarak untuk berteduh atau memunculkan uang dari
mulut ikan. Jika dengan lima potong roti dan dua ekor ikan, lima ribu
orang diberi makan sampai kenyang dan ratusan ribu orang Israel
diberi makan minum di padang gurun, jelaslah Tuhan sanggup memenuhi
makan minum setiap orang yang menyerahkan hidup mengerjakan
panggilan-Nya.

Apabila setiap hamba Tuhan yang yakin Tuhan
memanggilnya untuk memikul tugas pelayanan ternyata masih harus
dituntut memikirkan bagaimana mencukupi penghidupannya sehari-hari
pastilah Tuhan merupakan Tuan yang lalim, suatu hal yang tak boleh
sedikitpun terlintas di pikiran kita tentang Allah kita yang baik dan
sempurna itu. Dia yang memanggil orang menjadi hamba-Nya sudah pasti
akan memenuhi dan mencukupi penghidupan hamba-hamba-Nya itu.

10-
Terakhir, terkait Paulus, sebenarnya tidak selalu sang rasul
menghidupi diri dan pelayanannya dengan bekerja sebagai tukang kemah.
Ia juga menerima dukungan keuangan dari jemaat dalam berbagai
kesempatan.

Meskipun ada ayat-ayat yang menunjukkan
bagaimana Paulus bekerja dengan tangannya sendiri untuk kebutuhan
hidupnya namun ada pula ayat-ayat yang menyatakan bahwa ia pun
dicukupi oleh bantuan berupa persembahan kasih dari jemaat :

Namun
baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam
kesusahanku.
Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada
waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari
Makedonia, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan
hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.
Karena di
Tesalonika pun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan
kepadaku.
Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan
buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.
Kini aku telah
menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu.
Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari
Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai
dan yang berkenan kepada Allah.
~ Filipi 4:14-18

Jemaat-jemaat
lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku
dapat melayani kamu!
Dan ketika aku dalam kekurangan di
tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun, sebab apa yang
kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari
Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi
beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus
11:8-9

Dengan kata lain, tidak selalu Paulus memenuhi
kebutuhannya sehari-hari dengan bekerja secara sekuler (di luar
kegiatan melayani Tuhan). Ia melakukannya

hanya karena alasan-alasan dan
kondisi-kondisi khusus.

PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN
PAULUS MEMUTUSKAN MENGAMBIL PEKERJAAN SEBAGAI PEMBUAT KEMAH

(Yang
sama sekali jauh dari yang mungkin selama ini pernah kita pikirkan
dan sama sekali berbeda dengan motif banyak pekerja Tuhan yang juga
berkecimpung di dunia sekuler)

Jika kita telah tahu bahwa
prinsip yang diyakini Paulus dan yang telah ditunjukkannya sepanjang
pelayanannya sebagai hamba Tuhan adalah suatu kehidupan yang
didasarkan iman pada Tuhan yang sanggup memelihara hamba-hamba-Nya,
sesungguhnya kita harus memahami sebenar-benarnya bahwa ketika sang
rasul memutuskan untuk bekerja sebagai pembuat kemah, ia tidak
melakukannya atas dasar pertimbangan-pertimbangan atau motif-motif
yang seringkali disamarkan dan diatasnamakan mengembangkan pekerjaan
Tuhan padahal ingin hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, atau untuk
memperkaya diri maupun supaya dapat membangun suatu pusat pelayanan
yang megah dengan fasilitas lengkap, yang tentunya memerlukan dana
yang besar dan mahal.

Alasan rasul Paulus dapat kita telisik
dari pernyataannya sendiri.

Mari kita mengamatinya dan
membiarkan Roh-Nya sendiri yang akan berbicara kepada kita.

Seperti
telah kita ketahui sebelumnya, Paulus menyatakan bahwa ia menghidupi
dirinya, bekerja dengan tangannya sendiri di tiga kota. Di Korintus.
Di Efesus. Dan di Tesalonika.

Di
Korintus

Di kota inilah pertama kalinya kita mengetahui
bahwa Paulus bekerja sebagai tukang kemah sebagaimana disebutkan
dalalm Kisah Para Rasul 18:3. Ini kemudian diteguhkan dengan
pernyataannya yang mengejutkan secara panjang lebar dalam 1 Korintus
9 saat ia menceritakan dirinya memilih memberitakan injil tanpa upah
(sekalipun ia berhak menerimanya).

Jika demikian, mengapa
Paulus memutuskan untuk melayani sambil bekerja mencari penghidupan
sebagai tukang kemah? Dan apa alasannya ia memilih mencukupi
kebutuhannya sendiri dan tidak mau menerima persembahan jemaat?

Ada
beberapa dugaan yang mungkin menjadi penyebab :

1) Adanya
perpecahan di jemaat Korintus dan Paulus tidak ingin memihak kelompok
manapun

Jika kita membaca surat pertama Paulus kepada jemaat
Korintus, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu masalah besar yang
sedang terjadi pada jemaat di kota itu adalah perpecahan
gereja.

Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di
antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu
menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara
manusiawi?
Karena jika yang seorang berkata: “Aku dari
golongan Paulus,” dan yang lain berkata: “Aku dari golongan
Apolos,” bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia
duniawi yang bukan rohani?
Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus?
Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya,
masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.
~ 1
Korintus 3:3-5

Di masa rasul-rasul Kristus hidup, adalah
sesuatu yang tidak wajar (dan seharusnya sekarang pun harus dipandang
demikian) apabila di antara jemaat Tuhan di dalam satu kota muncul
berbagai kelompok dan golongan. Lebih-lebih apabila itu didasarkan
atas pilihan hamba Tuhan mana yang lebih difavoritkan atau disukai.

Paulus menilai bahwa mereka yang mendasarkan kehidupan
berjemaatnya dengan mengikuti figur hamba Tuhan, sebaik apapun hamba
Tuhan itu, sejatinya menunjukkan kualitas kerohanian mereka yang
disebutnya sebagai “manusia duniawi” dan masih “hidup
secara manusiawi” (yang artinya belum benar-benar mengalami
kelahiran baru dan menjadi manusia baru dalam Kristus).
Menggunakan
ukuran ini, sebenarnya cukup mengerikan jika mengetahui kondisi
gereja hari ini yang masih dihantui perpecahan saat mayoritas jemaat
yang beribadah seringkali berpaut serta bergantung pada figur
pemimpin rohani daripada (tertuju dan mencari) Tuhan secara pribadi.
Ini ciri-ciri jemaat yang kanak-kanak rohani. Hanya bisa minum susu
atau makanan lunak saja. Tidak bisa menikmati makanan keras rohani
yang menyehatkan dan menguatkan lebih lagi (lihat 2 Korintus
3:1-2).

Saya berkeyakinan bahwa karena hal ini pula Paulus
membatasi diri menerima persembahan dari jemaat Korintus. Ia tidak
ingin dipandang berpihak dengan menerima persembahan dari kelompok
atau golongan jemaat tertentu dalam jemaat, yang selanjutnya bisa
berimbas perpecahan yang semakin luas karena dipicu persaingan untuk
memperoleh pengakuan dari hamba Tuhan yang difavoritkan tersebut
sehingga pemujaan kepada seorang hamba Tuhan menjadi semakin besar
daripada kepada Tuhan sendiri.

Bagi Paulus (yang melihat
sebagaimana Tuhan melihat), jemaat Korintus adalah satu di hadapan
Tuhan. Tidak ada satu golongan yang lebih disayangi dan
diperhatikannya dibandingkan kelompok yang lain. Yang tidak
memberikan persembahan kepadanya, tetap adalah jemaat Tuhan yang
harus dilayaninya dengan sepenuh hati. Sama dengan kelompok jemaat
yang bermaksud memberikannya dukungan keuangan kepadanya. Karena ia
tidak mau membuat pembedaan, ia memutuskan “melayani tanpa
upah”. Inilah suatu kualitas kehambaan sejati. Sama seperti yang
diperagakan Elisa saat menolak menerima persembahan Naaman, panglima
Aram yang disembuhkan dari kusta setelah dilayaninya (2 Raja-raja
5:15-16). Seorang hamba sejati -bahkan saat menerima berkat yang
sebenarnya menjadi haknya- tunduk kepada pengaturan Tuannya. Jika
tuannya memerintahkannya tidak menerima persembahan, meskipun itu
adalah haknya, maka ia harus taat dan ikut.
Sungguh berbeda
dengan kelakuan mereka yang hari ini mengaku sebagai hamba Tuhan
namun menuntut, mendesak dan menarget dengan berbagai cara supaya
jemaat memenuhi kebutuhannya dan membayarkan haknya itu!

2)
Adanya rasul-rasul palsu yaitu pekerja-pekerja curang yang menyamar
sebagai rasul Kristus sehingga Paulus harus menunjukkan perbedaan
yang tegas antara hamba sejati dan yang bukan

Dalam
suratnya yang kedua, Paulus menuliskan hal-hal yang lebih mendalam
terkait pelayanan dan jabatan pelayanannya sebagai seorang rasul.
Rupanya di waktu-waktu selanjutnya ada orang-orang yang mengklaim
diri mereka sebagai hamba-hamba Tuhan bahkan mengaku sebagai
rasul-rasul Tuhan. Merekapun menuntut hak mereka untuk diakui,
dihormati, dilayani dan ditanggung penghidupannya oleh jemaat (lihat
2 Korintus 10:12-18; 11). Di sinilah Paulus kembali menegaskan bahwa
kehambaan dan kerasulannya nyata dari hidup dan
pelayanannya.

Semuanya dinyatakan begitu rinci dalam 2
Korintus 11, lebih-lebih ketika ia menegaskan sebagai berikut :

Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk
meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu
dengan cuma-cuma?
Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan
menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu!
Dan
ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak
menyusahkan seorang pun,
sebab apa yang kurang padaku,
dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia.
Dalam
segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu
,
dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus 11:7-9

Rasul
Kristus sejati, hamba Tuhan yang murni dan utusan Tuhan sendiri ialah
ia yang tidak ingin menjadi beban bagi jemaat. Bahkan ketika mereka
menerima persembahan kasih jemaat, di dasar hati mereka sungguh tidak
rela karena itu mungkin bisa menjadi beban bagi jemaat. Ini merupakan
kebalikan dari hamba-hamba palsu yang justru memperalat dan membebani
jemaat dengan tuntutan dan tanggung jawab yang mengatasnamakan visi
dan kehendak Tuhan (padahal semuanya jika diuji dan didalami lebih
lanjut seringkali merupakan proyek-proyek ambisi manusiawi
saja!).

Tujuan Paulus bekerja mencukupi kebutuhannya sendiri
tampak semakin terang ketika ia menegaskan alasannya lebih lanjut :

Tetapi apa yang kulakukan, akan tetap kulakukan untuk
mencegah mereka yang mencari kesempatan guna menyatakan, bahwa mereka
sama dengan kami dalam hal yang dapat dimegahkan.

Sebab
orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang,
yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.

Paulus
bermaksud membuat perbedaan. Ia ingin menunjukkan ciri-ciri pembeda
antara hamba Tuhan sejati dan yang sekedar mengaku-ngaku sebagai
pelayan Tuhan. Paulus ingin bermegah dalam hal-hal yang mencerminkan
kualitas seorang pekerja Tuhan dengan motif-motif yang paling murni :
hamba-hamba Tuhan yang hanya rindu mengabdi, melayani, menjadi berkat
(bahkan sebesar-besarnya berkat) bagi jemaat Tuhan, menjadi teladan
kehidupan rohani yang seharusnya seturut ukuran Tuhan.

Ini
merupakan kontras atau kebalikan dari mereka yang menyatakan diri
sebagai hamba Tuhan namun alih-alih berjerih lelah bagi jemaat,
mereka memanipulasi jemaat dengan tampilan-tampilan rohani dan
agamawi serta kepandaian berkata-kata (2 Korintus 11:6) yang
mempesona termasuk dengan membawa berbagai ajaran yang tampaknya
berasal dari Tuhan tetapi membawa pesan dan roh yang lain daripada
injil yang benar (2 Korintus 11:4)

Di Korintus, alasan Paulus
tidak mungkin lebih jelas lagi.
Ia -yang bisa jadi kemungkinan
besar digerakkan oleh Roh Tuhan untuk tidak menerima persembahan dari
jemaat- memilih menjalani suatu kehidupan yang sukar (lebih sukar
bahkan dibandingkan hamba-hamba Tuhan lain pada umumnya) demi menjadi
teladan kehambaan sejati.

Tentu muncul pertanyaan, apakah ini
tidak bertentangan dengan teladan Kristus yang meninggalkan
seluruhnya pekerjaan sekulernya untuk kemudian sepenuhnya masuk di
ladang pelayanan?
Saya yakin di sini Paulus mendapat kasih
karunia Tuhan sebagai hamba Tuhan yang bekerja keras di ladang Tuhan
(sebagaimana yang dinyatakannya dalam 1 Korintus 15:10). Ia
dimampukan (bukan karena kemampuan dan kehebatannya sendiri) untuk
melayani Tuhan sekaligus masih mengerjakan pekerjaan untuk
penghidupannya sendiri.

Dari sini pun kita mengetahui bahwa
Tuhan yang kita layani adalah Allah yang fleksibel dalam menerapkan
prinsip-prinsip kebenaran asalkan itu didasari hati yang murni dan
tulus untuk SEMATA-MATA memuliakan Dia.
Pendapat saya

pribadi, saya berkeyakinan bahwa Tuhan
mengijinkan Paulus untuk bekerja dengan tangannya sendiri untuk
mencukupi kebutuhannya sehari-hari sekaligus membantu keperluan
jemaat adalah karena ia tidak menikah seumur hidupnya. Dengan waktu
yang lebih luang, Paulus memaksimalkan waktunya untuk hidup dalam
tingkatan kehambaan yang sangat tinggi, yang sulit disamai oleh
kebanyakan hamba-hamba Tuhan yang lain. Di sini lagi-lagi kita dapat
melihat dan merasakan betapa Paulus benar-benar habis-habisan dalam
melayani dan mengerjakan panggilan Tuhan dalam hidupnya, menjadi
hamba sejati yang menunaikan tugas dari Bapa hingga saat terakhir.
Sesuatu yang seharusnya menjadikan kita malu mengingat jauhnya
perbedaan hal tersebut dengan kebanyakan gaya hidup hamba-hamba Tuhan
di gereja modern hari ini.

Di Efesus
Kita
mengetahui mengenai hal ini bukan dari suratnya kepada jemaat Efesus,
melainkan saat Paulus mengucapkannya ketika mengadakan perpisahan
dengan penatua gereja Efesus di Miletus (lihat Kisah Rasul 20). Dalam
kata-kata perpisahannya yang cukup panjang, pada bagian akhir ia
menyampaikan salah satu pernyataan yang paing banyak dikutip di
antara anak-anak Tuhan hari ini yaitu “lebih berbahagia memberi
daripada menerima”:

Perak atau emas atau pakaian
tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga.
Kamu sendiri tahu,
bahwa
dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk
memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.

Dalam
segala sesuatu telah
kuberikan contoh kepada kamu, bahwa
dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah
dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah
mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima
.”
~
Kisah Para Rasul 20:33-35

Perhatikanlah perkataan Paulus
itu. Kepada penatua jemaat Efesus, ia bersaksi dan itu bukan
kesaksian dusta. Bahwa ia tidak pernah menginginkan perak, emas atau
pakaian apapun juga dari jemaat. Yang ia lakukan adalah
sebaliknya.
Ia memenuhi sendiri keperluannya dan keperluan sesama
hamba Tuhan yang bersama dengan dia. Inilah alasan pertama ia bekerja
dengan tangannya sendiri : UNTUK MEMENUHI KEPERLUANNYA SEHARI-HARI
SELAGI MELAYANI TUHAN. Hanya untuk memenuhi keperluan sehari-harinya,
BUKAN UNTUK MEMILIKI HIDUP YANG NYAMAN DAN TERJAMIN APALAGI
BERMEWAH-MEWAH, JUGA BUKAN UNTUK MENAIKKAN STATUS SOSIAL DI MATA
MASYARAKAT.

Paulus yang dalam didikan Yahudi memang diajarkan
memiliki keterampilan sejak muda, memilih menjadi tukang tenda alias
pembuat tenda. Hasil pekerjaannya kemudian digunakan hanya sebagai
penutup kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ia BUKAN PENGUSAHA tenda yang
melebarkan sayap bisnisnya untuk menangguk profit yang semakin besar
atau mendirikan suatu badan usaha yang dikembangkan untuk memenangkan
pasar dan persaingan bisnis tenda.
Ia semata-mata bekerja dengan
tangannya untuk menunjukkan bahwa ia tidak ingin menjadi beban atau
menginginkan harta jemaat sedikitpun dengan mencukupi kebutuhannya
sendiri. Dan itu baru alasan pertama, bukan satu-satunya.

Alasan
yang kedua disebutkan dalam ayat 35. Ia hendak memberikan teladan
hidup dan pelayanan
. Lagi-lagi alasan ini, yang serupa dengan
alasannya melakukan pekerjaan sekuler di Korintus. Ya, Paulus ingin
memberikan contoh terbaik. Ia tahu ia adalah rasul pionir dalam
pekerjaan Tuhan yang akan dan sedang meluas ke seluruh penjuru dunia.
Ia terpanggil menetapkan standar dan itu adalah standar kehambaan
yang sejati.

Masih ada alasan ketiga. Ia ingin membantu
orang-orang lemah
. Yang dimaksud di sini adalah mereka yang
sedang tidak berdaya, perlu mendapatkan pertolongan oleh karena
kondisi ekonomi mereka yang rendah, yang sedang sakit dan terdesak
kebutuhan hidupnya. Terhadap mereka, Paulus terbeban. Bisa jadi
beberapa orang jemaat di sana sedang dalam kondisi demikian sehingga
Paulus memutuskan untuk tidak membebani mereka dengan menanggung
penghidupannya, Sebaliknya, IA BEKERJA DENGAN TANGANNYA AGAR DAPAT
MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA MEREKA. Sekali lagi, tujuannya untuk
memberikan dukungan kepada yang membutuhkan. Bukan untuk
kepentingannya sendiri, apalagi untuk membiayai gaya hidup yang
nyaman dan santai.

Dan jika ini bisa disebut alasan, inilah
alasan keempat Paulus. Ia INGIN MENGHIDUPI GAYA HIDUP KRISTUS. Gaya
hidup yang seperti apa? Yang sederhana. Yang tidak banyak
mengumpulkan untuk kepentingan pribadi. Yang menggunakan apa yang ada
pada-Nya bagi kepentingan pekerjaan Bapa. Yang menyerahkan semua yang
dimiliki-Nya sebagai persembahan untuk menggenapi tugas dan panggilan
yang dipercayakan kepada-Nya. Yang di atas semuanya itu, Yesus
menunjukkan suatu gaya hidup tertinggi dari manusia yang menyatakan
bahwa LEBIH BERBAHAGIA MEMBERI DARIPADA MENERIMA. Inilah alasan utama
Paulus memilih masih mengerjakan pekerjaan sekuler sebagai sampingan
yaitu supaya ia bisa memberi, bukan demi menerima dan mengumpulkan
harta bagi dirinya sendiri.

Bagi Paulus, pelayanan bukan
ajang aktualisasi diri, menaikkan martabat atau pengaruh sosial, atau
sekedar kesenangan emosi dan sensasi karena melakukan berbagai
kegiatan kerohanian. Menjadi hamba Tuhan dengan panggilan sebagai
rasul, penginjil dan guru adalah panggilan yang bukan main-main, yang
harus dikerjakan dengan segala kesungguhan, sesuai kehendak Tuhan dan
dalam standar dari Allah sendiri.

Dari apa yang
disampaikannya pada penatua Efesus, kita tahu Paulus adalah hamba
sejati. Yang menyerahkan setiap hak yang ada pada dirinya semata-mata
demi mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan, termasuk
hak-haknya untuk menerima dukungan persembahan jemaat. Di sinilah
kita harus menyadari bahwa kita harus memahami hati dan jiwa seorang
Paulus sebagai hamba Tuhan sebelum menggunakan teladannya sebagai
alasan melampiaskan hasrat dan keinginan kita yang ingin melayani
namun dengan hati yang menyimpang kepada hal-hal lain yang
menguntungkan diri sendiri.

Di Tesalonika

Pernyataan eksplisit Paulus yang terakhir terkait
pilihannya melakukan pekerjaan sekuler selagi menjadi seorang hamba
Tuhan disampaikan pada jemaat Tesalonika.

Sebab kamu
sendiri tahu, bagaimana
kamu harus mengikuti teladan kami,
karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu,
dan tidak makan
roti orang dengan percuma, tetapi
kami berusaha dan
berjerih payah siang malam
, supaya jangan menjadi beban
bagi siapa pun di antara kamu.
Bukan karena kami tidak berhak
untuk itu, melainkan karena
kami mau menjadikan diri kami
teladan
bagi kamu, supaya kamu
ikuti.
Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu,
kami
memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja,
janganlah ia makan.

Kami katakan ini karena kami
dengar, bahwa
ada orang yang tidak tertib hidupnya dan
tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak
berguna.

Orang-orang yang demikian kami peringati dan
nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang
melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya
sendiri.
2 Tesalonika 3:7-12

Dalam bagian ini, ayat
10 seringkali disalahpahami oleh orang-orang percaya. Banyak yang
berpendapat bahwa adalah merupakan tugas semua orang untuk bekerja
mencari nafkah untuk mendapatkan makanannya karena di situ dikatakan
“jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan”, Di
sinilah kesesatan tafsir kerap terjadi. Karena pengertian yang sempit
dengan yang dimaksud sebagai “bekerja” maka banyak orang
merasa melayani Tuhan adalah sambilan dalam hidup (bukan pekerjaan
yang sesungguhnya), sedangkan yang utama yang semestinya harus
dikerjakan selama hidup adalah mencari nafkah.
Pandangan ini
tidak saja keliru namun sesat karena tidak memahami jalan-jalan
Tuhan. Faktanya, Yesus sendiri melepaskan pekerjaan-Nya sebagai
tukang kayu untuk hidup melayani sepenuh waktu. Ia pun memanggil
murid-murid-Nya untuk meninggalkan pekerjaan (sekuler) mereka untuk
kemudian hidup melayani sepenuhnya serta berjalan dengan iman.
Bagaimana mungkin rasul Paulus, yang sangat menghayati dan menghidupi
ajaran Kristus bisa mengharuskan orang Kristen menghabiskan hidup
dengan hanya mencari nafkah? Lagi-lagi kebodohan dan kecenderungan
hati kita yang mengikuti pola-pola duniawi membuat kita salah
memahami maksud Tuhan.

Sebab itu perhatikanlah dengan seksama
ayat-ayat di atas.
Sesungguhnya kita akan melihat pola pikir yang
sama dengan perkataan Paulus sebelumnya.

Paulus bekerja keras
sambil melayani karena ia ingin menjadi teladan kehidupan dari
seorang hamba Tuhan. Sesuatu yang ia ulangi dan ulangi lagi.
Dari
Paulus kita dapat melihat motivasi seorang hamba Tuhan yang
melepaskan hak-hakmya demi menjadi teladan itu : ia tidak ingin
menjadi beban bagi siapapun di bagi siapapun di antara jemaat (ayat
8). Ini karena jemaat pada saat itu bukan jemaat yang sudah mapan
melainkan jemaat yang terdiri dari jiwa-jiwa baru yang membutuhkan
contoh nyata kehidupan yang mengabdi kepada Kristus, yang hendak
menyatakan bahwa kehidupan yang demikian adalah kehidupan yang tidak
mengutamakan diri sendiri, yang tidak fokus pada pemuasan kebutuhan
diri sendiri melainkan dengan segala sukacita berbagi segala sesuatu
dengan anggota keluarga Allah lainnya,

Namun masih ada
tujuan lain, Paulus memutuskan tidak menerima persembahan jemaat di
sana dan memilih mencari nafkah bagi dirinya sendiri oleh karena ada
beberapa praktek dalam jemaat Tesalonika yang hendak ditentangnya.

Ayat 11 memberitahukan kita bahwa Paulus mendapati ada
orang-orang (yang merupakan anggota jemaat) “yang tidak tertib
hidupnya”, “yang tidak bekerja” (maksudnya sehari-hari
tidak melakukan apapun baik mencari nafkah maupun giat berkarya bagi
Tuhan), tetapi “yang sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna”.
Di ayat sebelumnya pun (ayat 6) Paulus juga telah mengungkapkan
siapa mereka ini :

Tetapi kami berpesan… supaya
kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan
pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima
dari kami.

~ 2 Tesalonika 3:6

Paulus
menyebut mereka “tidak

melakukan pekerjaan mereka” dan
“tidak menurut ajaran yang telah mereka terima” selama ini
dari Paulus

Jika meneliti lebih jauh, tampaknya ini
berhubungan dengan pesan Paulus kepada Timotius. Dalam 1 Timotius
6:3-5, Paulus menyampaikan sebagai berikut :

Jika
seorang
mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut
perkataan sehat

yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus — dan
tidak
menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita,

ia
adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa.
Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang
menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,
percekcokan antara
orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan
kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber
keuntungan.

Ia menggunakan istilah yang sama dalam
surat yang dituliskannya pada jemaat Tesalonika yaitu “orang-orang
yang tidak menurut ajaran … kita” . Dan dari situ kita tahu
bahwa yang dimaksud itu ialah orang-orang yang berlagak tahu (padahal
tidak tahu apa-apa), yang suka bersilat kata dan mencari-cari
persoalan (tentunya yang berhubungan dengan hal-hal rohani), yang
perkataannya menyebabkan dengki, curiga dan fitnah di antara saudara
dalam Tuhan. Juga… YANG MENGIRA IBADAH ITU ADALAH SUMBER
KEUNTUNGAN.

Apa sesungguhnya yang dimaksud Paulus mengenai
orang-orang ini?
1 Timotius 6:6 menegaskan bahwa Paulus tidak
menolak ada berkat yang besar dalam ibadah kita pada Tuhan tetapi
motif hati kita semestinya BUKANLAH UNTUK MENDAPATKAN KEUNTUNGAN ATAU
BERKAT-BERKAT ITU!

Orang-orang yang berpikir bahwa kalau ia
rajin ibadah maka ia akan dapat banyak berkat inilah orang-orang yang
sesat imannya di pandangan Paulus. Mereka menyimpang dari ajaran yang
sejati. Apalagi jika dihubungkan dengan praktek di Tesalonika.

Beberapa orang di Tesalonika rajin beribadah dan terlihat
sibuk secara rohani sambil berpikir mereka melakukan itu supaya
mereka diberkati secara luar biasa dan… TIDAK PERLU MELAKUKAN
APA-APA DALAM HIDUP MEREKA SEHARI-HARI!
Pokoknya rajin
sembahyang. Aktif ke gereja. Tidak pernah absen acara-acara doa. Ikut
program-program gereja yang ada sudah cukup supaya berkat-berkat
jasmani dicurahkan -padahal ada lebih banyak hal yang mereka dapat
lakukan untuk menjadi berkat daripada sekedar menunggu untuk menerima
berkat!

Orang-orang malas yang menyalahgunakan perkara-perkara
rohani untuk mendapatkan keuntungan jasmani inilah yang ditentang
oleh Paulus. Bagi Paulus, hidup harus bekerja dan berkarya -SESUAI
KEHENDAK TUHAN. Jangan sibuk berdebat, berselisih paham akan hal-hal
rohani, banyak mengikuti ibadah tapi tidak banyak berkat dan
buah-buah rohani tampak dan dihasilkan dari hidupnya.

Terhadap
orang-orang sedemikian Paulus ingin menunjukkan bahwa meski ia
seorang hamba Tuhan yang berhak disokong penghidupannya oleh jemaat,
ia memilih bekerja keras SIANG DAN MALAM, untuk menunjukkan betapa
hidup seorang yang melayani, mengabdi dan menghamba kepada Tuhan itu
PRODUKTIF. Hidup mereka menjadi berkat (dan bukannya beban) dimanapun
mereka berada. Tidak mencari keuntungan dari pekerjaan Tuhan
melainkan justru memberikan keuntungan bagi kemajuan pekerjaan Tuhan.
Mereka tidak menggantungkan hidup dari apa yang disebut sebagai
pelayanan pekerjaan Tuhan namun justru pekerjaan Tuhan turut
ditentukan kemajuannya oleh sebab keberadaannya.

Pendeknya,
Paulus ingin menunjukkan bahwa hidup mengabdi pada Tuhan itu bukan
hidup yang tampak sibuk secara rohani namun tanpa kemajuan yang nyata
sambil mengharapkan jemaat mencukupkan kebutuhan mereka. Hamba sejati
tidak menjadi beban atau mencari keuntungan materi. mereka memberikan
dan menggunakan yang ada pada mereka untuk sepenuh-penuhnya dan
sebesar-besarnya memajukan pekerjaan Tuhan!

Melalui teladannya
di Tesalonika, Paulus sepertinya ingin menyampaikan kepada jemaat,
“Hai jemaat, inilah hidup mengikuti Kristus itu. Bukan untuk
mencari keuntungan diri tapi dengan mengorbankan diri sebagai
persembahan bagi kemuliaan Tuhan. Bukan dengan motivasi mencari
keuntungan bagi diri melainkan dengan motif mencari dan memberikan
keuntungan bagi Kerajaan Sorga!”

Jelaslah bagi kita
bahwa motif di hati kita sangat penting di hadapan Tuhan. Dengan
itulah dibedakan antara hamba sejati dan hamba palsu. Hamba sejati
tidak mencari keuntungan dari pelayanannya; ia justru melakukan
pengorbanan demi pengorbanan demi pekerjaan Tuhan.

Berapa
banyakkah hamba Tuhan hari ini yang melayani justru demi mencari
keuntungan diri? Entah itu keuntungan materi atau untuk mencari
pujian dan nama bagi diri mereka sendiri, supaya mereka dikagumi dan
dipuji orang melalui dunia pelayanan?
Bukankah berkali-kali kita
lihat orang-orang yang mengaku sebagai pelayan bagi Tuhan namun
kesehariannya memamerkan gaya hidup yang mewah (dengan alasan supaya
nama Tuhan dimuliakan), padahal semua itu kemudian hanya untuk
menunjukkan betapa terpandangnya mereka melebihi yang lain baik
secara jasmani maupun rohani?
Betapa berbedanya ini dengan Paulus
yang bekerja untuk sekedar memenuhi kebutuhan diri dan tidak menjadi
beban jemaat, tetapi demi menjadi teladan hidup yang dipersembahkan
seluruhnya bagi Tuhan serta membawa kemajuan bagi pekerjaan
Tuhan?

KESIMPULAN
Dalam
kehidupannya yang sudah disibukkan dengan pelayanan pekerjaan Tuhan,
Paulus masih “membebani” diri dengan melakukan pekerjaan
mencari nafkah demi menghidupi dirinya sendiri. Bukan berarti ia
tidak pernah menerima persembahan jemaat, namum ia membatasi dirinya
supaya tidak menjadi beban terlalu besar bagi jemaat.

Setiap
orang yang dipanggil sepenuh waktu untuk melayani Tuhan namun masih
tidak mau melepaskan pekerjaan sekulernya karena alasan-alasan egois,
sejatinya TIDAK BOLEH DAN TIDAK DAPAT menjadikan pekerjaan Paulus
sebagai alasan pembenar dan contoh alkitabiah agar mereka bisa
menginjakkan kaki di dunia rohani maupun sekuler apalagi dengan
maksud memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri dari kedua
dunia itu. Jika ia ingin bekerja sekaligus melayani Tuhan, ia harus
memiliki alasan yang sama, hati yang serupa, maupun jiwa, kerinduan
serta cara hidup Paulus sebagai hamba Tuhan.

Bisa jadi
tafsiran ini berbeda dengan tafsiran lainnya tetapi setiap kita
memiliki kewajiban meneliti segala sesuatunya di dalam pimpinan Roh
Kudus yang berdiam di dalam kita. Sebab hanya yang dipimpin Roh yang
akan beroleh pengertian akan pikiran Kristus (1 Korintus
2:11-13,15-16)

Sebab jika setiap orang yang mengikut Kristus
dipanggil untuk mencari harta sorgawi, betapa lebih lagi itu bagi
mereka yang dipanggil melayani Tuhan sepenuh waktunya -tidak
selayaknya mereka mengejar harta atau keuntungan-keuntungan duniawi.

HAMBA-HAMBA SEJATI KRISTUS MEMANG MEMPEROLEH JAMINAN DAN
KEUNTUNGAN DARI TUHAN DALAM PENGABDIAN KEPADA TUHAN NAMUN MEREKA
TIDAK MELAYANI TUHAN KARENA INGIN MENDAPATKAN KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN
ITU. MEREKA MENYERAHKAN DIRI MEREKA MENGERJAKAN PANGGILAN TUHAN DEMI
KESEMPATAN UNTUK MEMULIAKAN TUHAN YANG SANGAT MEREKA KASIHI.

MEREKA
TAHU BAGAIMANA MENYEMBUNYIKAN DIRI DARI PENGAGUMAN DAN PUJIAN MANUSIA
SEBAB MEREKA HIDUP HANYA UNTUK MENCARI PERKENAN TUHAN.

HIDUP
MEREKA HANYA UNTUK SATU TUJUAN SAJA : MENINGGIKAN DAN MEMULIAKAN
YESUS KRISTUS DI ATAS SEGALANYA.

BAGI MEREKA, MEMPEROLEH
PENGAKUAN DAN PENGHARGAAN MANUSIA TIDAK ADA ARTINYA KARENA YESUS
KRISTUSLAH HARUS SEMAKIN BESAR SEDANGKAN MEREKA DENGAN SENANG HATI
MENJADI SEMAKIN KECIL! (Yohanes 3:30)

Salam
Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan

TENTANG RASA AMAN DALAM HIDUP (Bagian 2)


Selagi kita belajar
bahwa kekayaan bendawi tidak pernah dapat menjadi jaminan bagi kita,
kita perlu berhati-hati dan waspada supaya jangan sampai kita
mengadopsi pemikiran yang ekstrim akibat salah menafsirkan maksud
Tuhan dalam firman-Nya.

Menjadikan Tuhan sebagai rasa aman
BUKAN BERARTI melakukan hal-hal seperti yang disebutkan berikut ini
:

– Tidak lagi bekerja keras dan mencari nafkah untuk hidup
sehari-hari lalu mengisi keseharian mayoritas dengan menghadiri
acara-acara rohani, mengisi waktu sepanjang hari hanya dengan
menaikkan doa-doa dan bernyanyi-nyanyi memuji Tuhan maupun menjari
sibuk dalam kegiatan-kegiatan pelayanan dalam sebagian besar waktu
yang ada. Jika memang Tuhan menghendaki demikian yaitu supaya kita
fokus melayani Tuhan, itu baik dan tepat namun tidak berarti cara
hidup yang demikian yang harus dijalani oleh semua orang percaya


Menolak setiap dukungan atau pemikiran mengenai keuangan sebagai
sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Tuhan tidak ingin
kita fokus pada kekayaan materi, tetapi bukan mengabaikan dan
menolaknya sama sekali untuk lalu menjalani hidup sebagai orang-orang
miskin dan pertapa-pertapa

– Melarang penarikan persembahan
keuangan dari jemaat atau bersikap menolak pemberian materi yang
tulus dari jemaat untuk kepentingan pelayanan. Justru sebaliknya,
karena tidak fokus kepada pencarian akan harta benda, hamba-hamba
Tuhan harus hidup sewajarnya (bukan bermewah-mewahan) karena mereka
hidup dari dukungan jemaat yang tentunya telah berkorban merelakan
sebagian nafkahnya untuk memberkati pekerjaan Tuhan

Pada
sisi lain, tidak fokus pada pencarian kekayaan demi memperoleh rasa
aman darinya itu ditunjukkan dalam sikap
dan perilaku
:

1) Tidak menjadi serakah atau tamak,
sehingga mengerahkan seluruh yang ada padanya demi memperoleh
keuntungan materi sebanyak-banyaknya, apalagi dengan menghalalkan
segala cara

2) Menjadikan pencarian akam perkenan dan
kehendak Tuhan sebagai hal yang paling utama
dalam hidup,
termasuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari sewaktu berkecimpung
di dunia bisnis sekluer yang berkaitan dengan keuntungan-keuntungan
materi. Di setiap langkah dan keputusan bisnis, yang tidak fokus pada
kekayaan materi akan selalu mengarahkan dan membuka hatinya terhadap
pimpinan Tuhan yang pasti menuntun pada jalan yang terbaik

3)
Dalam gereja dan pelayanan pekerjaan Tuhan, tidak berulang kali
menggemakan pesan-pesan yang berkesan meminta dukungan keuangan dari
jemaat sebagai salah satu pesan utama, yang kerapkali disampaikan
dengan berbagai cara.
Pesan-pesan tersebut tampak rohani namun
kemudian terbukti manipulatif seperti misalnya menyampaikan
pengajaran berulang kali dengan penekanan pada pesan-pesan perpuluhan
dan persembahan, mengulas dan mendoakan berkali-kali janji-janji
Tuhan khususnya berkat-berkat jasmani dan ganjaran bagi yang suka
memberi, mengajarkan supaya memberikan dukungan materi secara
besar-besaran dengan alasan memberikan yang terbaik bagi Tuhan, yang
nyatanya tidak seimbang dengan pesan-pesan mengenai membayar harga
ketaatan dan persembahan hidup kepada Tuhan.

4) Tidak
terikat pada kekayaan materi namun hatinya tertambat serta tertuju
pada Tuhan dan kehendak-Nya dalam hidup.
Ini sedikit banyak
digambarkan dalam ayat berikut ini :

Peringatkanlah agar
mereka itu (yaitu orang-orang kaya sebagaimana disebutkan di ayat
sebelumnya:)
berbuat baik
menjadi kaya dalam kebajikan,
suka
memberi dan membagi
dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta
sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk
mencapai hidup yang sebenarnya.

Orang-orang kaya
seharusnya menggunakan kelimpahan harta duniawinya untuk
mempersiapkan dan mengumpulkan harta yang kekal di sorga alih-alih
menghabiskan tahun-tahun hidupnya menimbun kekayaan yang bisa jadi ia
sendiri tidak pernah menggunakannya.

5) Tidak berpikir dan
bertindak seolah-olah pekerjaan Tuhan hanya dapat diadakan dengan
biaya yang besar.
Benar bahwa pekerjaan Tuhan membutuhkan dana
namun penekanan bahwa hanya oleh karena ada dana yang disediakan dan
ada yang menyandang dana saja maka pekerjaan Tuhan dapat
dilangsungkan merupakan pikiran yang lebih fokus pada harta ketimbang
pada kuasa Tuhan.

Saya ingin menutup semua ini dengan kisah
Naaman, seorang panglima kerajaan Aram yang terkena kusta. Dalam 2
Raja-raja 5 disebutkan bahwa ia seorang yang terpandang, kesayangan
dan kepercayaan rajanya. Tentang kekayaan tidaklah diragukan lagi.
Singkat cerita, demi menyembuhkan sakitnya Naaman datang kepada Nabi
Elisa dan sama seperti kebanyakan orang kaya atau orang-orang yang
status sosialnya tinggi, ia merasa terhina saat sang nabi tidak mau
menemuinya secara langsung dan hanya memberikan perintah melalui
seorang suruhan untuk mandi di sungai Yordan tujuh kali. Atas nasihat
pegawai-pegawainya (yang ternyata lebih bijak daripada sang tuan
karena hati mereka tidak seangkuh Naaman) maka Naaman pun bersedia
mandi di sungai Yordan. Ia pun mengalami mujizat dan sembuh sama
sekali.

Selanjutnya adalah bagian yang berkaitan dengan
pembahasan kita. Naaman sebelumnya sudah menyediakan suatu upah yaitu
sejumlah harta benda yang besar bagi Elisa. Tidak main-main. Sepuluh
talenta perak, 6000 syikal emas, dan 10 potong pakaian. Semuanya
hendak diberikan pada Elisa. Namun Elisa tidak mau menerimanya
sedikitpun. Bukan karena Elisa selalu bersikap demikian tetapi, saya
sangat yakin, ini karena Tuhan yang memerintahkan demikian demi
tujuan menguji motif bujang Elisa (lebih-lebih setelah belakangan
diketahui bahwa bujang Elisa, Gehazi ternyata tergiur dengan harta
pemberian itu sehingga memilih Naaman).

Di sini kita
melihat :
1- Harta yang banyak tidak mampu menolong
ketika seseorang sampai pada suatu situasi kehidupan dimana harta
seberapapun banyaknya tak mampu berbuat apa-apa.
Naaman dengan
segala jabatan, kehormatan, kedudukan dan kekayaannya harus mencari
Tuhan sebagai solusi bagi problem hidupnya yang tak mampu diatasi
oleh kelimpahan kekayaannya.

2- Orang yang celik mata
rohaninya akan memuliakan Tuhan lebih daripada harta.
Baginya
memiliki Tuhan jauh lebih berharga daripada memiliki segala harta.
Yang terbuka mata hatinya akan menyadari bahwa tidak ada yang lebih
berharga selain dimiliki Tuhan, mengenal Dia dan menyembah Dia seumur
hidupnya.

3- Hamba Tuhan sejati (seperti Elisa) dapat
dikenali dari sikapnya terhadap harta benda. Ia tidak silau oleh
harta, tidak mencari dukungan materi, namun mengutamakan mencari
tahu kehendak Tuhan lebih daripada apapun juga
. Bahkan ketika
kehendak Tuhan itu tidak memberikannya keuntungan secara materi. Ini
berbeda dengan hamba Tuhan palsu dengan motif-motif tidak murni
seperti yang ditunjukkan oleh Gehazi. Mengatasnamakan Elisa, para
nabi, dan pekerjaan Tuhan bujang Elisa itu menipu Naaman demi
memperoleh sebagian harta yang dibawa Naaman dan yang sebelumnya
ditolak Elisa itu (lihat 2 Raja-raja 5:22-23).

4) Rasa aman
sejati ialah dengan tinggal di dalam Tuhan dan kehendak-Nya
.
Bukan di dalam keadaan limpah keuangan dan harta benda. Hidup Elisa
yang semula kaya raya namun kemudian dijalani dengan sederhana
sebagai hamba Tuhan (bukan sebaliknya yang semula sederhana lalu
menjadi mewah setelah menjadi hamba Tuhan!) menggambarkan betapa
hidup Elisa meskipun tidak berlimpah harta namun Tuhan senantiasa
menjadi pertolongan, perlindungan, dan solusi secara ajaib bagi orang
yang mau hidup mengabdi dengan tulus kepada-Nya.

Akhir kata
dari semuanya, biarlah fokus kita bukan pada apa yang kelihatan namun
yang tidak terlihat. Bukan pada yang di bumi tapi yang di sorga.

Bukan pada yang sementara namun yang kekal. Bukan pada yang dapat
hilang dan rusak tetapi pada yang tak dapat dirusakkan atau
berkurang.

Biarlah fokus kita tertuju pada harta yang rohani
dan sorgawi jauh melebihi keterikatan dan cinta pada yang duniawi.


Oh betapa rindunya kita berjumpa Tuhan dan diam di rumah
Tuhan sepanjang masa jika seluruh harta kita tersimpan di sana.
Tapi,
betapa celakanya orang yang terikat pada hartanya di bumi
sampai-sampai ia terjerat pada perkara-perkara di dunia, tak berminat
akan sorga dan Tuhan. Seperti istri Lot, ia menjadi tiang garam dan
binasa.

Biarlah harta kita berlimpah ruah di sorga.
Sebab
dimana harta kita berada, di sana pula hati kita berada!

Dalam
terang firman-Nya

Peter B
Hamba sahaya di Ladang Tuhan

TENTANG RASA AMAN DALAM HIDUP (Bagian 1)

Amsal 18:11 mengatakan :

Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok
yang tinggi menurut anggapannya

Dan dari membaca uraian
terjemahan Alkitab versi yang lain, maknanya menjadi jelas bagi kita
:

– Orang yang kaya menyangka atau memandang bahwa harta
bedanya itu seperti benteng dan pagar tembok yang tinggi (untuk
melindunginya dari berbagai bahaya) :

Bahwa pada sangka
orang kaya harta bendanya baginya akan kota benteng dan akan pagar
tembok yang tinggi (versi TL)

Kota
benteng bagi orang kaya adalah hartanya, dan seperti tembok yang
tinggi menurut sangkaannya (versi SB2010)
Orang
kaya menganggap kekayaan sebagai benteng yang tangguh, sebuah tembok
tinggi yang aman (versi FAYH)

– Orang kaya percaya
hartanya akan melindunginya sehingga ia merasa aman karenanya :

Orang kaya menganggap hartanya akan melindunginya. Mereka
menganggapnya seperti benteng yang kuat (versi VMD)

Tetapi
orang kaya menyangka hartanyalah yang melindungi dia seperti tembok
tinggi dan kuat di sekeliling kota (vsi BIMK)

Ini persis
serupa dengan yang disampaikan oleh Yesus dalam perumpamaannya
tentang orang kaya yang bodoh dalam Lukas 12:16-19 :

Kemudian
Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: “Ada
seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
Ia bertanya
dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak
mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
Lalu
katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak
lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku
akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah
itu
aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada
padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya;
beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!

Jelas
sekali. Orang-orang yang berharta banyak (juga mereka yang berhasrat
mengumpulkan harta) memiliki pola pikir yang sama. Harta berupa
materi yang dilihat dan dirasakan oleh indera jasmani -dalam pikiran
banyak orang yang kaya dan ingin kaya- merupakan suatu jaminan dan
perlindungan, yang membawa rasa tenang dan aman dalam hidup
mereka.
Itu bagai sebuah benteng.Tempat berlindung dari banyak
tekanan dan bahaya yang mengancam. Juga seperti tembok yang tinggi
yang menghalangi masuk segala yang hendak mengincar dan menyerang
mereka.

Tidak sepenuhnya salah. Memang ada benarnya. Harta
benda dapat menjadi perlindungan. Orang-orang yang berharta bertahan
lebih lama menghadapi berbagai tantangan dan problema kehidupan
daripada mereka yang miskin dan kekurangan. Dengan kekayaan materi
yang mereka miliki, mereka dapat mengusahakan berbagai cara untuk
bertahan hidup atau mencapai tujuan-tujuan mereka.

Sangat
mungkin karena alasan di ataslah, banyak orang berpikir keadaan
orang-orang berharta akan lebih baik daripada tidak kaya. Dan oleh
sebab itu, sangat banyak orang menjadikan pengejaran, pengumpulan dan
penimbunan harta sebagai tujuan hidup mereka selama di dunia ini.
Semata-mata hanya supaya dapat merasa aman dan tenang menjalani
tahun-tahun hidupnya.

Pertanyaan yang patut direnungkan adalah
: seberapa kuatkah benteng harta kekayaan yang bersifat materi itu
mejadi tempat pelarian dan persembunyian? Dapatkah itu selalu
diandalkan dalam segala situasi kehidupan?

Mari kita
meneliti lebih dalam.

DAMPAK MENGANDALKAN HARTA UNTUK
DEMI MERASA AMAN DALAM HIDUP

Demi memiliki ketenangan dan
kenyamanan hidup, manusia seringkali fokus pada pengejaran materi
selama hidupnya. Ada yang berhasil mencapai level tinggi dan menjadi
kaya raya secara luar biasa. Ada yang berhasil mengumpulkan harta
untuk hidup yang lebih dari cukup, Namun, ada pula yang seumur
hidupnya tak pernah berhenti berjuang demi sesuap nasi, tanpa pernah
berkesempatan mengumpulkan harta yang banyak itu.

Apapun yang
diperoleh manusia dalam perjuangannya mengumpulkan harta,
sesungguhnyaada bahaya yang kerap kali tidak disadari dalam
mengusahakan harta benda selama hidupnya.

Pertama, entah
karena sibuk bekerja mengumpulkan materi atau karena kelimpahan
materi sehingga ia berusaha menikmatinya selama hidup, orang yang
hidupnya fokus untuk mengumpulkan harta cenderung LUPA AKAN JIWANYA.
Urusan sehari-harinya adalah urusan materi. Kebendaan. Yang berkutat
dengan hal-hal yang berlangsung di dunia ini belaka. Yang berkaitan
dengan kebutuhan, keinginan dan kenyamanan jasmani semata. Yang
jarang bersinggungan dengan kebutuhan rohani dan sorgawi yang
sebenarnya lebih sifatnya kekal. Mereka yang mengejar kekayaan materi
tak jarang lupa akan perkara rohani, akan kesementaraan hidup di
dunia, akan adanya kekekalan setelah waktunya di dunia ini telah
habis.

Selanjutnya, fokus manusia pada harta benda membuat ia
TIDAK PEDULI AKAN TUHAN DAN JALAN-JALAN-NYA. Yang mereka ketahui
hanyalah apakah mereka akan untung atau rugi secara materi. Baik dan
buruk diukur dari seberapa kaya dan terpandang seseorang di
hadapannya. Benar atau salah dinilai dari seberapa banyak kekayaan
yang dimiliki orang. Hubungan-hubungan dijalin berdasarkan level
keuntungan materi yang bisa diperoleh atau yang nanti diperkirakan
akan diperoleh di waktu-waktu mendatang. Di sisi lain, kebenaran
firman diabaikan. Ukuran-ukuran yang dikehendaki Tuhan dinafikan.
Cara dan jalan Tuhan tak dipedulikan atau diperhatikan apalagi
dipertimbangkan sebagai pegangan hidup namun sebaliknya, dipandang
remeh dan hina oleh karena kerap kali dipandang sebagai penghalang
tujuan mereka untuk menjadi orang-orang kaya.

Satu hal lagi.
Dengan bertambahnya harta, hati manusia semakin meninggi. Mereka yang
belum kaya namun berlagak kaya saja (Amsal 13:7) telah menampilkan
suatu gaya hidup yang pongah. Dan meski tidak semua orang yang kaya
sombong kelakuannya, jauh di dalam hatinya banyak orang kaya
memandang dirinya lebih tinggi daripada manusia lain pada umumnya,
yang sering nyata melalui gaya hidupnya maupun caranya memandang
hidup. Kesombongan inilah yang sesungguhnya diperingatkan Tuhan atas
orang-orang kaya akan menjadi penghalang mereka masuk ke dalam
Kerajaan Sorga. Sebab hanya dengan merendahkan diri saja orang dapat
datang dan meminta kasih karunia untuk terhubung dengan Tuhan.
Kekayaan membuat orang kuat dan mampu sehingga ia tidak merasa
memerlukan Tuhan.

Dalam Alkitab ada kisah seorang kaya raya
bernama Nabal (lihat 1 Samuel 25). Ketika Daud bermaksud meminta
sekedar bantuan dari belas kasihan Nabal kepada dia dan
orang-orangnya yang sudah kerap kali membantu menjaga ternak-ternak
Nabal yang banyak itu, tanggapan Nabal sangat menyakitkan hati :

Tetapi Nabal menjawab anak buah Daud itu, katanya:
“Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini
ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya.
Masakan aku
mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi
orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang
aku tidak tahu dari mana mereka datang?”
~ 1 Samuel
25:10-11

Dengan tanpa sungkan, Nabal mengaku tidak kenal
siapa Daud. Dia menuduh dan menghakimi Daud sebagai kacung
pemberontak yang suka melawan tuannya. Dia pun memandang orang-orang
Daud sebagai orang-orang tidak jelas dan tidak layak menerima
bantuannya. Suatu penolakan yang kasar dan jahat dari seorang yang
seharusnya merupakan orang terhormat dan terpandang oleh karena
kekayaannya.

Jawaban atau tanggapan Nabal adalah jawaban
tipikal orang-orang kaya pada umumnya. Mereka tidak mau menguji dan
menilai dengan benar dan seksama. Mereka menilai orang dari jabatan,
kedudukan, kekayaan, reputasi dan apa yang membawa keuntungan bagi
mereka. Bagi Nabal, membantu atau memberikan dukungan kepada Daud
hanya merugikan dirinya saja. Ia lebh berminat mengadakan hubungan
dengan Saul, jika itu mungkin, daripada dengan Daud. Itu karena Daud
orang pelarian, musuh kerajaan, buron utama di seluruh negeri. Jika
tindakannya membantu Daud itu kedengaran oleh sang raja yang memusuhi
Daud, sudah pasti bisnisnya akan terancam dan ia akan hidup di bawah
tekanan penguasa kerajaan. Rasa aman dalam bisa-bisa tak dimilikinya
lagi. Maka pikirnya, lebih baik aku mengusir orang rendahan ini.
Kesombongan hatinya membuatnya memandang rendah orang lain, tanpa
tahu bahwa yang dihinanya itu seorang yang disebut Tuhan seorang yang
berkenan di hati-Nya.

Tidakkah Anda perhatikan? Inilah sikap
banyak orang-orang yang berharta banyak. Mudah menghakimi dan
merendahkan orang. Lebih-lebih yang status sosialnya di bawah mereka.
Tidak tahu membedakan mana orang yang baik dan lurus, mana yang jahat
dan busuk. Tidak pernah mengerti mana yang merupakan hamba-hamba
pilihan Tuhan dan mana yang palsu. Tidak pernah mau repot mencari
tahu mana pemimpin atau hamba Tuhan yang sungguh-sungguh disertai
Tuhan dan mana yang sudah ditinggalkan Tuhan. Mereka melihat,
menilai, dan memutuskan berdasarkan untung atau rugi bagi bisnis
mereka, apakah menguntungkan dan prospek baik bagi usaha mereka.

Inilah gambaran orang yang fokus pada pengumpulan kekayaan
dalam hidupnya, Yang sangkanya dengan kekayaannya yang banyak itu, ia
akan hidup terjamin, aman dan tenang sampai akhir hayatnya.

Kelanjutan hingga akhir kisah hidup Nabal sesungguhnya
merupakan pertanda atau perlambang dari Tuhan, suatu wanti-wanti bagi
kita semua untuk tidak fokus pada pengejaran harta benda sehingga
melupakan Tuhan dan jalan-jalan-Nya.

Bacalah lanjutan
kisahnya. Bukankah tak lama setelah penolakan Nabal, Daud bergegas
mengadakan perhitungan dengan maksud memusnahkan Nabal? (Bukankah
demikian yang terjadi terhadap beberapa orang kaya bermulut tajam
yang kemudian berakhir menjadi korban pelampiasan kemarahan
orang-orang yang sakit hati kepadanya?)
Dan kita pun membaca tak
lama setelah amarah Daud ditenangkan oleh Abigail, istri Nabal, sang
juragan itu akhirmya membatu selama sepuluh hari (diduga ia mengalami
serangan stroke) persis setelah berakhirnya pesta

pengguntingan
bulu domba, yang sebenarnya serupa pesta panen bagi mereka yang
berbisnis ternak. Harta kekayaannya yang berlimpah itu, yang disimpan
dan dikumpulkan bagi dirinya sendiri, nyatanya tak berguna
memberikannya kesehatan atau bahkan menyelamatkan nyawanya sendiri.
Sangat menyedihkan ujung nasib mereka yang mengandalkan kekayaannya
sebagai perlindungan dalam hidupnya.

RASA AMAN SEJATI :
BUKAN PADA BANYAKNYA KEKAYAAN

Daud lahir dari kalangan kelas
menengah. Ayahnya, Isai, cukup dikenal di Bethlehem. Perjalanan hidup
Daud pun naik turun. Semula ia gembala kambing domba. Lalu menjadi
pahlawan bangsa sehingga ia lalu didapuk menjadi panglima tentara
Israel. Namun proses Tuhan membuatnya harus mengambiil jalan sukar di
tempat yang paling bawah. Ia terlunta-ounta bagai gelandangan yang
hidup dari gua ke gua. Jauh dari kaya, ia sering harus mengemis dan
bekerja seperti segerombolan preman menjaga keamanan. Tetapi Daud
kemudian menjadi kaya raya setelah menjadi raja Israel. Meski begitu,
Tawarikh mencatat Daud menggunakan simpanan kekayaannya itu sebagai
modal pembangunan bait suci yang akan dibangun Salomo, anaknya.

Jadi
Daud mengalami saat-saat kekurangan dan masa-masa kelimpahan. Daud
merasakan saat-saat miskin maupun kaya. Namun di atas semuanya, ia
tidak pernah menjadikan pencarian kekayaan sebagai tujuan hidupnya.
Pun, ketika kaya, ia tidak menyandarkan rasa amannya pada
kekayaannya. Daud telah memiliki kota benteng lain. Yang telah
dipercayainya sejak ia muda. Dan ia tidak pernah kecewa dengan
perlindungannya (atau tepatnya Pelindungnya) itu!

Ya
TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku,
gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk
keselamatanku, kota bentengku!
Ketika aku dalam kesesakan, aku
berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong.
Ia
mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya
sampai ke telinga-Nya.
Ia menjangkau dari tempat tinggi,
mengambil aku, menarik aku dari banjir.
Ia melepaskan aku dari
musuhku yang gagah dan dari orang-orang yang membenci aku, karena
mereka terlalu kuat bagiku.
Mereka menghadang aku pada hari
sialku, tetapi
TUHAN menjadi sandaran bagiku;_

Ia membawa aku ke luar ke tempat lapang, Ia menyelamatkan aku,
karena Ia berkenan kepadaku.
~ Mazmur 18:3, 7, 17-20

TUHAN
menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;

apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN
menopang tangannya.
Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua,
tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak
cucunya meminta-minta roti;
tiap hari ia menaruh belas kasihan
dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
~ Mazmur
37:23-26

Betapa berbeda jalan hidup mereka yang
mengandalkan Tuhan, yang menjadikan Tuhan sebagai kota benteng
mereka!

Mereka ditolong secara ajaib oleh Tuhan. Mereka
diselamatkan dan dibawa dalam jalan keberuntungan meski melalui
bahaya dan maut. Sepanjang hidupnya, mereka tidak menjadi angkuh
tetapi menaruh belas kasihan selagi anak cucu mereka berkecukupan
dalam pemeliharaan Tuhan bahkan menjadi berkat bagi sekeliling
mereka!


Mari dengar dan perhatikanlah kata firman Tuhan.
Itulah kebenaran yang semestinya kita rangkul, yakini dan hidupi.
Mereka yang menjadikan Tuhan kubu pertahanan mereka akan tinggal aman
hingga anak cucu. Suatu janji Tuhan yang teguh, yang diucapkan oleh
lidah bibir yang tidak mungkin berdusta.

Sayangnya kepastian
yang sama tak didapati bagi mereka yang mengandalkan harta
benda.

Rasul Paulus mengatakan bahwa orang-orang kaya itu tinggi
hati selagi mereka berharap pada sesuatu yang TAK TENTU yaitu
kekayaan materi (lihat 1 Timotius 6:17). Jelas dalam pandangan Tuhan,
kekayaan bukan kepastian. Tuhanlah yang perlu menjadi tempat
pengharapan sejati (1 Timotius 6:17b).


Rasul Yakobus lebih
keras lagi. Dalam suratnya (Yakobus 1:10-11), ia berkata sesungguhnya
orang-orang kaya itu kedudukannya rendah di mata Tuhan. Ia akan
segera lenyap seperti bunga rumput. Di tengah-tengah segala jerih
payah mereka, mereka lenyap begitu saja (maksudnya binasa jiwanya
selama-lamanya). Dan itu masih permulaannya. Dalam bagian akhir
suratnya (Yakobus 5:1-6) kembali ia memperingatkan orang-orang kaya
supaya mereka rajin-rajin menangis dan meratap (alih-alih berpesta
pora dan berhura-hura) karena ada sengsara yang akan menimpa mereka.
Kekayaan mereka yang dapat rusak akan menjadi kesaksian yang melawan
mereka betapa mereka telah mengutamakan sesuatu yang keliru dalam
hidup. Tuhan akan menghakimi orang-orang kaya yang hidupnya aman dan
nyaman di dalam kekayaannya itu, yang oleh karena kenyamanannya itu
mereka melupakan orang-orang yang kecil, hak pekerja-pekerja mereka
dan memilih bersikap kejam terhadap orang-orang benar. Ya, mereka
yang berfoya-foya dan memuaskan hasrat keinginannya selama hidupnya
di bumi akan berhadap-hadapan dengan Tuhan untuk
mempertanggungjawabkan hidup mereka yang tak mempedulikan Tuhan dan
kehendak-Nya.

Dalam beberapa terjemahan Alkitab seperti versi
ENDE (bahasa Indonesia) maupun hampir semua versi bahasa Inggris
menyebutkan bahwa orang kaya dalam Amsal 18:11 sesungguhnya BERKHAYAL
dan TERMAKAN IMAJINASINYA SENDIRI dengan menyangka bahwa kekayaan
kebendaan dapat menjadi sandaran mereka.


Oleh sebab itu
pilihlah hari ini : apakah Anda mencari rasa aman pada Mamon atau
pada TUHAN sendiri? Apakah Anda akan berlindung pada uang yang adalah
ciptaan manusia atau kepada Tuhan, sang pencipta manusia dan segala
yang ada? Apakah kota benteng Anda berasal dari dunia yang fana ini
atau yang berasal dari kekekalan?

Pilihan Anda menentukan
apakah kekecewaan atau kebahagiaan yang akan Anda rasakan di
keabadian.

Dalam terang firman-Nya
Peter B
Hamba
sahaya di Ladang Tuhan

NGENGAT,BELATUNG DAN SINGA BUAS


Banyak yang kita sebenarnya tidak tahu
tentang isi Alkitab. Dan jika kita tidak banyak tahu isinya, bunyi
ayat-ayat di dalamnya, maupun berbagai detail mengenai berbagai
catatan dan peristiwa yang tercatat di dalamnya, ada kemungkinan kita
hanya sedikit saja mengenal jalan-jalan Tuhan.

Itu artinya,
besar kemungkinan pengetahuan rohani yang kita miliki hanya berasal
dari “kata orang”,”menurut pendeta”, “yang
sering dikhotbahkan begitu”, “dengarnya ya seperti itu”
dan “pokoknya yang saya tahu seperti itu karena semua orang
tahunya itu”
Banyak orang Kristen sebenarnya hanya tahunya
pesan-pesan rohani yang diulang-ulang kepada mereka, yang diterima
berkali-kali secara viral, yang disampaikan pendeta-pendeta terkenal
atau pembawa pesan² profetik tertentu, yang karena reputasi mereka
segera dipandang sebagai suatu kebenaran. Intinya, banyak anak-anak
Tuhan yang hanya tahu pengajaran-pengajaran yang populer, khususnya
yang disampaikan oleh pemimpin-pemimpin rohani yang dikenal secara
luas.

Kenyataannya, dalam Alkitab tersimpan pengetahuan yang
lebih luas, lebih dalam, lebih mendetail dan lebih banyak mengenai
Tuhan dan jalan-jalan-Nya LEBIH DARIPADA yang acapkali kita dengar
dari mimbar-mimbar gereja kita seminggu sekali.

Amati
saja satu ayat yang unik berikut ini :

Sebab itu Aku
ini akan seperti ngengat
bagi Efraim dan
seperti belatung
bagi kaum Yehuda.
Sebab Aku
ini
seperti singa bagi Efraim , dan seperti
singa muda bagi kaum Yehuda
. Aku, Aku ini akan
menerkam, lalu pergi, Aku akan membawa lari dan tidak ada yang
melepaskan.

~ Hosea 5:12,14

Tuhan sebagai
gembala yang baik -semua tahu. Sebagai Pokok Anggur Sejati -siapa
yang tidak tahu. Sebagai Penolong, Pelindung, Gunung Batu, Tanduk
Keselamatan -banyak yang tahu. Lebih-lebih sebagai Juruselamat dan
Penebus manusia dari dosa dan maut.

Tapi Tuhan sebagai
ngengat (rayap)? Sebagai belatung yang menjijikkan itu? Atau sebagai
singa yang buas, menerkam dan memangsa? Siapakah yang pernah
membacanya? Berapa banyak di antara Anda yang tahu akan ini? Dan jika
Anda telah tahu, pahamkah Anda apa maksud Allah mengumpamakan dirinya
sebagai binatang-binatang yang merugikan manusia itu? Pahamkah Anda
bahwa Tuhan yang Anda dengar dan ketahui selama ini rupanya bisa
bertindak terhadap umat-Nya sendiri seperti ngengat, belatung atau
singa buas???

Jika Anda baru mengetahuinya dan terkejut,
sadarilah bahwa ayat itu telah ada di Alkitab kita sejak ratusan
tahun yang lalu. Ribuan tahun bahkan, karena itu ditulis dan
dibukukan oleh para nabi di masa Perjanjian Lama yang berlangsung
sejak beberapa milenium lampau.

Ayat itu selama ini ada di
sana. Tidak kemana-mana atau baru dimunculkan hari-hari ini. Tapi,
berapa banyakkah yang mengetahui ada agar yang demikian? Seberapa
sering Anda mendengar itu disampaikan di mimbar gereja Anda atau
dikhotbahkan dalam berbagai kesempatan persekutuan atau kelompok sel
Anda, bahwa Allah bisa menyatakan diri seperti belatung-belatung atau
bersikap bagai binatang buas terhadap umat-Nya sendiri???

Ketidaktahuan (atau lebih
tepatnya kebodohan) di antara umat Tuhan atau bahkan di antara
pemberita-pemberita firman telah menyebabkan umat Tuhan menerima
pesan yang tidak seimbang, yang tidak menggambarkan keseluruhan
pribadi dan maksud Allah.
Semuanya itu pada akhirnya akam
membawa banyak orang berpandangan yang sempit, memiliki pengertian
yang terbatas, tidak mampu menangkap maksud-maksud hati Tuhan, tidak
mengenal karakter-Nya secara utuh maupun cara-cara-Nya bekerja yang
sering dikerjakan secara berbeda-beda. Celakanya, dengan pengenalan
yang terbatas itu, iblis berhasil menipu anak-anak Tuhan dan membuat
mereka menjadi sombong secara rohani. Banyak yang kemudian merasa
sudah mengenal Tuhan dan dengan gampangnya menilai orang lain yang
menyampaikan pesan yang berbeda (khususnya pesan-pesan rohani yang
jarang disampaikan di tengah-tengah jemaat, yang biasanya merupakan
pesan-pesan keras, menegur dan mengingatkan agar orang bertobat)
sebagai pesan-pesan yang keliru, sesat dan tidak alkitabiah.


Tidak
ada jalan lain untuk belajar akan jalan-jalan Tuhan selain
menyediakan hati yang terbuka, yang bersedia diajar dan rindu untuk
belajar. Hanya murid yang rindu pembukaan dan pengungkapan
rahasia-rahasia firman Tuhan yang akan beroleh pengenalan yang benar
akan Tuhan, kehendak dan rencana-Nya. Bukan yang sekedar
mengulang-ulang pesan-pesan yang populer, yang itu-itu saja,
lebih-lebih yang memberikan penekanan pada satu sisi pengajaran saja
yaitu menggambarkan Tuhan sebagai Pribadi maha pemurah, yang selalu
siap mengabulkan doa-doa umat-Nya, menolong dan membebaskan mereka
dari masalah dan yang hanya akan memberkati mereka dengan membuat
nyaman hidup mereka dan menuruti keinginan-keinginan mereka namun
lalai bahwa Dia Allah yang membimbing, memproses, mendidik,
meluruskan, memperingatkan, menegur dan menghajar!

Maka,
jadilah pembelajar firman yang tekun hari ini. Biarlah
hati Anda dibulatkan untuk sungguh-sungguh rindu mengenal jalan-jalan
Tuhan. Menjadi lapar dan haus akan kebenaran sejati. Yang tidak puas
dengan pesan-pesan yang melenakan hati dan melemahkan otot-otot
rohani sehingga enggan untuk melangkah lebih lanjut menjadi
penyembah, prajurit, dan hamba sejati Kristus.

Tinggalkanlah
puas diri rohani Anda, apalagi kesombongan rohani. Jadilah murid
sejati yang merasa telah memahami rencana Tuhan sebelum Anda jelas
dengan semuanya itu dan hidup di dalamnya. Masih banyak rahasia ilahi
yang tersimpan dan hendak disingkapkan Roh hikmat dan wahyu bagi Anda
sampai Anda berjalan dalam kepenuhan kehendak-Nya.

Dan
jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air
susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan
beroleh keselamatan,
~ 1 Petrus 2:2

Hancur jiwaku
karena rindu kepada hukum-hukum-Mu setiap waktu.

Buatlah aku
mengerti petunjuk titah-titah-Mu, supaya aku merenungkan
perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib.

Perlihatkanlah kepadaku, ya
TUHAN, petunjuk ketetapan-ketetapan-Mu, aku hendak memegangnya sampai
saat terakhir.

Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang
Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.

~
Mazmur 119:20, 27, 33-34

Dalam terang firman-Nya

Peter B
Hamba sahaya di Ladang Tuhan

PERSATUAN SEJATI


Tidak sedikit yang mengklaim acara bernuansa
religi pada tanggal 2 Desember kemarin merupakan suatu bukti
persatuan.
Tidak sepenuhnya keliru pandangan tersebut.
Faktanya,
manusia bisa disatukan melalui banyak kesamaan. Melalui visi atau
tujuan yang sama. Hobby. Kebiasaan. Perasaan senasib. Profesi.
Kesempatan. Kebangsaan. Pengalaman. Agama.
Ada bermacam-macam hal
yang merekatkan manusia.

Menara Babel adalah salah satu
contohnya (lihat Kejadian 11). Dengan kekuatan kebersamaan yang
besar, mereka membangun menara. Dengan tujuan dan hasrat yang sama.
Mencari nama bagi diri mereka.

Juga kata mereka: “Marilah
kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang
puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita
jangan terserak ke seluruh bumi.”
~ Kejadian 11:4

Meski
demikian, Alkitab menunjukkan betapa rapuhnya persatuan mereka. Hanya
dengan mengubah bahasa mereka, Tuhan membuyarkan persatuan yang
semula tampak luar biasa itu. Sungguh, perbedaan antara manusia yang
tak mampu diatasi akan berujung pada perpecahan dan perceraian.

Persatuan yang diciptakan oleh ambisi salam diri manusia,
sejatinya sangatlah rentan. Setiap waktu, dalam apapun yang dinamai
oleh manusia sebagai persatuan, dapat muncul sifat mementingkan diri
manusia yang akan memicu perbedaan, yang seiring berjalannya waktu
akan bertumbuh menjadi konflik yang berbuah kekacauan dan perpecahan.
Saat manusia tak lagi “satu bahasa” maka tercerai berailah
mereka.

Persatuan sejati itu sesungguhnya amatlah langka. Apa
yang seringkali terlihat di depan orang sebenarnya hanyalah kesan
atau image dari persatuan. Bukan persatuan yang sebenarnya.

Kenyataan sebenarnya jarang seperti yang ditampakkan. Di balik
terlihat kompaknya orang berkumpul dalam tampilan dan busana yang
senada, tersimpan bara yang tak kunjung padam untuk mengejar
kepentingan-kepentingan sendiri atau golongannya. Di balik senyum dan
tangan-tangan yang berangkulan saat berfoto bersama terselip hati
yang hendak mencari jalan dan keuntungan sendiri.

Persatuan
yang diciptakan manusia dari sifat dirinya yang belum diubahkan rapuh
dan riskan untuk retak dan hancur. Semua karena pada akhirnya akan
tampak betapa orang memanfaatkan orang lain demi melayani kepentingan
dan tujuan pribadinya. Persatuan, perkumpulan, perhimpunan,
paguyuban, partai, apapun namanya, pada prakteknya kerap kali lebih
banyak dipakai sebagai ajang pemenuhan tujuan pribadi alihyalih
mengusahakan tujuan bersama yang lebih besar.

Hanya
manusia-manusia yang telah diubahkan (oleh karya Tuhan dalam
hidupnya) yang mampu bersatu dalam persatuan sejati. Yang
mengusahakan kepentingan orang lain, bekerja sama meraih tujuan
bersama, bersukacita dalam kesehatian dan kebahagiaan yang tulus
murni di dalam Tuhan.

Itu pernah diperagakan di muka bumi.
Dan akan dinyatakan kembali sebelum kedatangan Yesus Kristus kedua
kalinya. Persatuan seperti yang ditunjukkan oleh gereja mula-mula
sebagaimana digambarkan dalam Kisah Para Rasul.

Persatuan
gereja mula-mula itu sejati karena dibangun oleh ciptaan-ciptaan
baru, manusia-manusia yang telah diubahkan menjadi baru seluruhnya.
Melalui kelahiran baru, mereka menjadi pribadi-pribadi yang penuh
kasih, tidak egois, tidak mencari keuntungan diri, yang rela
berkorban karena kasih bagi saudara-saudaranya ketimbang mengorbankan
saudara-saudaranya, yang mencari kemuliaan Tuhan dan bukan peninggian
diri.

Hanya manusia baru yang mampu bersatu dalam persatuan
sejati. Persis seperti yang rasul Paulus katakan sebagai kunci dari
setiap persatuan sejati:

Jadi karena dalam Kristus ada
nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada
kasih mesra dan belas kasihan,

karena itu
sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu
sehati
sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,

dengan
tidak mencari kepentingan sendiri atau
puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah
dengan
rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada
dirinya sendiri;

dan janganlah tiap-tiap orang hanya
memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain
juga.
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama,
menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

~
Filipi 2:1-5

Sehati, sepikir, satu jiwa, satu tujuan hanya
mungkin karena dua hal : adanya KASIH dan KERENDAHAN HATI. Yang bukan
sekedar ekspresi-ekspresi yang umum yang ditemui di antara manusia.
Namun yang serupa dengan PIKIRAN dan PERASAAN Kristus sendiri!


Mustahil karakter yang demikian dicapai dengan usaha manusia.
Hanya oleh Roh-Nya yang bekerja dalam kita, yang juga bekerja di
antara kita yang akan menyatukan masing-masing pribadi dengan seluruh
umat-Nya, gereja-Nya. Dalam persatuan yang sejati yang berasal dari
pekerjaan Roh Tuhan, yang akan menjadi kekuatan paling dahsyat di
muka bumi, maka tujuan-tujuan ilahi akan diwujudkan dan digenapi
sebelum kesudahan segala zaman.

Jika Tuhan sendiri berkata
(dalam Kejadian 11:6) bahwa melalui persatuan tidak ada yang tidak
akan dapat dicapai manusia (yang berarti banyak hal yang dapat
dicapai manusia melalui persatuan) maka BETAPA LUAR BIASA YANG DAPAT
DICAPAI OLEH MANUSIA-MANUSIA YANG BERSATU DEMI TUJUAN-TUJUAN YANG
DIKEHENDAKI DAN DIRINDUKAN TUHAN!

PASTI SETIAP RENCANA DAN
TUJUAN TUHAN AKAN TERLAKSANA melalui gereja-Nya, yaitu orang-orang
yang telah disatukan oleh kasih-Nya dan hidup dalam kerendahan hati
seperti diri-Nya.

Jangan lagi silau dan kagum dengan
persatuan manusiawi yang semu. Usahakan dan kejarlah persatuan
sejati.
Dengan berjalan dalam kasih dan terus merendahkan diri
menjadi hamba-hamba sejati Tuhan.

Semoga bagi kita diberikan
kesempatan untuk setidaknya mengecap persatuan sejati yang manis itu!

Dalam terang firman-Nya
Peter B
Hamba sahaya di
Ladang Tuhan

DAMPAK BURUK MENDALAMI AGAMA

Ada fenomena aneh yang sejatinya sudah
lama belangsung sejak peradaban manusia. Namun kali ini semunya
terpampang dengan sangat jelas di depan mata setiap orang Indonesia.

Baru-baru ini ada seorang muda yang dianggap sebagai pemimpin
agama. Ia menjadi pemberitaan secara luas oleh karena kasus
penghinaan kepada kepala negara. Yang menjadi semakin mengherankan
ialah yang diduga sebagai penghinaan itu dilakukan pada saat ia
melakukan ceramah agama. Kasus ini juga menjadi perbincangan luas di
media sosial karena latar belakangnya yang konon merupakan keturunan
nabi.

Yang menjadi pertanyaan di benak publik antara lain
:

Demikiankah kelakuan dan tutur kata seorang pemimpin
agama,yang seolah tanpa segan melontarkan kata-kata kotor, sumpah
serapah, mengutuk dan merendahkan seorang pemimin bangsa?

Bagaimana
mungkin seseorang yang belajar agama, yang notabene adalah hal-hal
yang berhubungan dengan Tuhan, hal-hal yang dianggap mulia dan suci,
yang bertujuan menata serta mengubah perilaku manusia menjadi
makhluk-makhluk bermoral dan memiliki adab yang baik namun dalam
kenyataannya justru bersikap dan berkata-kata dengan cara yang lebih
buruk dari mereka yang tidak tahu ilmu agama?

Dalam
perkembangannya, yang bersangkutan bahkan menolak minta maaf atas
kata-kata yang tidak layak ditujukan pada pemimpin negara tersebut.
Kembali muncul pertanyaan, mengapa ia tidak merasa bersalah? Apakah
dengan belajar agama, seseorang menjadi semakin tidak peka akan
kesalahan, ketidapatutan dan dosa? Mengapa justru hatinya terlihat
semakin keras dan sombong, mengingat ia sesungguhnya manusia biasa
yang tidak mungkin luput dari kekhilafan?

Jika kita mau
menyelidik lebih dalam, kita dapat menemukan suatu anomali
(keganjilan, sesuatu yang di luar yang sewajarnya dan seharusnya)
terkait apa yang disebut sebagai agama.

Anomali serupa
digambarkan Yesus dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik
hati (Lukas 10:25-37). Dalam kisah tersebut, pribadi-pribadi yang
tampak saleh, suka beribadah, yang rajin melakukan
ketentuan-ketentuan agama, yang sehari-hari dipandang melayani Tuhan
(yaitu orang Lewi) dan juga seorang pemimpin agama (yaitu imam)
justru menjadi orang-orang yang apatis, tidak punya kepedulian, minim
belas kasihan, tidak menunjukkan perbuatan-perbuatan kasih
sebagaimana yang seharusnya ia pelajari saat mendalami kitab suci
dan ajaran-ajaran Tuhan.

Dan mungkin tidak ada yang lebih
mewakili hal ini seperti kelompok yang paling dikecam Yesus, yaitu
kelompok orang Farisi dan ali-ahli taurat. Yesus sampai-sampai
memberikan peringatan khusus secara berkali-kali supaya orang
menjauhkan diri dari orang-orang semacam ini :

[Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu
mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu
pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.]
~ Matius 23:14 (TB)

Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: “Hati-hatilah
terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah
panjang dan suka menerima penghormatan di pasar,
yang suka duduk
di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam
perjamuan,
yang menelan rumah janda-janda,
sedang mereka
mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang
.
Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”
~
Markus 12:38-40 (TB)

“Waspadalah terhadap ahli-ahli
Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka
menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di
rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan,
yang menelan
rumah janda-janda dan
yang mengelabui mata orang dengan doa
yang panjang-panjang.
Mereka itu pasti akan menerima
hukuman yang lebih berat.”
~ Lukas 20:46-47 (TB)

Yesus
berkata kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap
ragi orang Farisi dan Saduki.”
Ketika itu barulah mereka
mengerti bahwa bukan maksud-Nya supaya mereka waspada terhadap ragi
roti, melainkan terhadap
ajaran orang Farisi dan Saduki.
~
Matius 16:6, 12 (TB)

Sementara itu beribu-ribu orang
banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus
mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:
“Waspadalah terhadap ragi,
yaitu kemunafikan orang
Farisi.

Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak
akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak
akan diketahui.
~ Lukas 12:1-2 (TB)

Yesus
menyampaikan dengan tegas bahwa orang-orang Farisi penuh tipuan.
Mereka suka mengelabui orang banyak. Dengan apa? dengan
tampilan-tampilan rohani dan agamis. Tampil bak orang-orang saleh dan
dekat dengan Tuhan namun dalam prakteknya mereka orang-orang yang
jahat dan serakah, yang penuh dengan perbuatan-perbuatan yang keji,
yang pada dasarnya melawan Tuhan dan firman-Nya. Lebih celaka lagi,
mereka bagaikan ragi. Pengajaran mereka menyebar dengan cepat.
Pengajaran apakah itu? Pengajaran bahwa yang penting adalah tampilan
rohani, rajinnya orang dalam beribadah, taat menjalankan hukum yang
tampak di depan orang TETAPI dalam kenyatannya mereka menggunakan
ajaran-ajaran firman untuk menutupi dan membenarkan
perbuatan-perbuatan mereka yang jahat dan tak berbelas kasihan,
sekalgus menggunakan pengetahuan mereka akan agama untuk menghakimi
dan menghukum orang yang tidak mengikuti pandangan mereka.

Di
mata Tuhan, merekalah orang-orang yang paling celaka (Matius
23:13,14,15,16,23,25,27,29).

Tetap pertanyaan di ataa belum
terjawab, mengapa seseorang belajar kitab suci, aturan-aturan agama
dan berbagai firman petunjuk Tuhan namun malah berubah menjadi
pribadi-pribadi yang jahat, munafik dan keji pada sesama?

Jawaban
awalnya dapat kita telisik pada ajaran Kristus dan para
rasul-Nya.

Yesus berkata orang harus mengalami kelahiran
kembali. Dilahirkan sebagai manusia yang baru.

Yesus
menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika
seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan
Allah.”
Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk
ke dalam Kerajaan Allah.
Apa yang dilahirkan dari
daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah
roh.

Janganlah engkau heran, karena Aku berkata
kepadamu:
Kamu harus dilahirkan kembali.
~
Yohanes 3:3, 5-7 (TB)

Dilahirkan kembali berarti menjadi
ciptaan yang baru, menjadi manusia baru, yang rohnya dibangkitkan,
disertai, didiami, dipimpin dan diberi kuasa oleh Roh Allah untuk
hidup secara berbeda, yang dimampukan meneladani Kristus, menampilkan
karakter (asli) yang baru dan berbuah-buah sehingga hidup tak lagi
menjadi batu sandungan dan alat kerusakan bagi sesama namun suatu
peragaan kasih pada sesama dan lebih-lebih kepada Tuhan.

Jadi
siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama
sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.
~ 2 Korintus
5:17 (TB)

Efesus 4:22-24 (TB) yaitu bahwa kamu,
berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan
manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang
menyesatkan,
supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,

dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah,
geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari
mulutmu.
Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah
menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,

dan telah
mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui

untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;
~
Kolose 3:8-10 (TB)

Hanya dengan diubahkan menjadi
manusia baru dengan memiliki hati yang baru untuk hidup dalam tujuan
yang barulah maka seseorang diubahkan dan dimampukan tulus ikhlas
taat ada kehendak Tuhan. Bukan ketika dilihat menusia saja namun
siap dan rela sepenuhnya menunaikan kehendak Tuhan sejak dalam hati
dan pikiran, memiliki kemampuan untuk mengasihi Tuhan dengan SEGENAP
hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Termasuk mempraktekkan kasih yang
tidak pura-pura namun yang agape, yang tulus dan tidak mencari
kepentingan diri.

Di luar Tuhan, kita tidak dapat berbuat
apa-apa (Yohanes 15:5c). Tidak akan ada kebaikan dan kesalehan
sejati melalui ketaatan pada aturan-aturan agama. Selagi seseorang
mendalami agama sebagai “manusia lama”, ia hanya akan
sampai pada pengetahuan. Dan dengan semakin banyak pengetahuan agama,
sementara masih dikendalikan sifatnya yang egois dan mementingkan
diri, ia berpotensi memanfaatkan pengetahuan agama itu untuk
tujuan-tujuannya sendiri. Bahkan tanpa segan mengatasnamakan Tuhan
atas setiap yang dikatakan dan dilakukannya oleh karena merasa
dirinya seorang yang taat beragama. Itulah sebabnya orang-orang
beragama semacam ini memiliki kesamaan dalam perilakunya : menjadi
tinggi hati dan suka menjatuhkan penghukuman pada orang lain.

Tanpa
Tuhan yang berdiam dan bekerja dalam kita, kita hanya terhubung pada
hukum-hukum yang membuat hati kita justru semakin keras, angkuh dan
menolak pengenalan jalan-jalan Tuhan karena telah merasa benar dan
tidak perlu dinasihati lagi.

Hanya pribadi-pribadi yang
tersambung dengan Dia yang adalah kasih, yang akan dimampukan
mengasihi dalam tingkatan tertinggi. Mengasihi dalam kasih yang tak
bersyarat, yang tulus dan tak mencari bagi diri sendiri sebagaimana
Tuhan mengasihi.

Akhir kata, berhati-hatilah dalam belajar
agama. Karena jika agama tidak membawa Anda pada Tuhan, hidup Anda
adalah anomali dan ironi. Tersesat dan semakin terhilang tanpa merasa
demikian.

Carilah Tuhan, miliki dan pelihara persekutuan
dengan Dia setiap hari.
Roh-Nya akan mengubahkan Anda menjadi
pribadi-pribadi yang memancarkan karakter Allah, bukan
tanpilan-tampilan yang agamis.

Ada dampak buruk saat Anda
mempelajari agama. Tapi hanya ada dampak kebaikan,

kekudusan, serta
kemuliaan saat Anda bergaul dan berjalan bersama Tuhan.

Sebab
itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana,
supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.
Dan janganlah kamu
menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai
senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai
orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan
serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi
senjata-senjata kebenaran.
~ Roma 6:12-13 (TB)

Dalam
terang firman-Nya

Peter B
Hamba sahaya di Ladang Tuhan