Arsip Bulanan: Februari 2021

JALAN (THE PATH) – BAGIAN 16

Oleh : Rick Joyner
(Diterjemahkan dari buku “The Path: Fire on the Mountain”)

BAB TUJUH
KEHIDUPAN (2)

Aku sedang memikirkan bagaimana mungkin aku akan dimangsa oleh singa jika bukan karena Mary serta bertanya-tanya mengapa singa tidak menyerangku ketika aku melewati hutan belantara ini sendirian.
Elia, yang baru saja berdiri dan menonton seluruh acara, menoleh kepadaku dan berkata:
 “Hanya ada dua alasan mengapa singa tidak menyerangmu saat engkau sendirian.
Pertama, entah entah bagaimana kau dapat menyelinap melewati mereka tanpa diketahui karena mereka tidak menyangka ada seseorang yang datang ke sini sendirian, atau karena mereka melihatmu tetapi tidak mengira kau memiliki kesempatan untuk lolos, sehingga mereka tidak merasa perlu repot-repot menyerangmu. Kemungkinan besar mereka tidak akan membuat kesalahan itu lagi. Bagi mereka, yang berani menyerang kalian dalam kelompok seperti ini itu sebenarnya merupakan tanda keputusasaan mereka. Ini hal yang bagus. Mereka terancam oleh kalian, sebagaimana seharusnya memang begitu. Mulai sekarang, mereka akan mencari celah untuk menyerang.”  “

“Celah macam apa?  seseorang bertanya.
“Celah terbesar yang dimiliki singa adalah perpecahan di antara kamu. Siapapun yang mulai memisahkan diri dari kelompok akan menjadi mangsa empuk. Mereka tidak akan membuang waktu untuk menyerang orang-orang yang tersesat atau mereka yang pergi sendiri,” jawab Elia.
“Apakah aku membahayakan grup ini dengan berada bersama mereka?” aku bertanya pada Elia perlahan, sambil berpikir tentang betapa jelas singa ini mengejarku secara pribadi.

“Mereka akan berada dalam bahaya yang lebih besar tanpamu,” jawabnya. “Sekarang, lanjutkan dengan apa yang kalian lakukan sebelum penyerangan.  Kalian harus menghadapi serangan, tetapi jangan biarkan mereka mengalihkan kelian.  Jika singa tidak bisa memangsa seseorang dari kalian, maka mereka masih dapat menang jika mereka bisa menyimpangkan kita dari sesuatu yang penting yang harus kita lakukan. Karena mereka menyerang saat itu, dan dengan ganasnya, itu menunjukkan mereka melakukan sesuatu yang penting.”  
“Kami sedang berdiskusi tentang mengenal suara Tuhan dan harga dari menaati suara-Nya,” kata Maria muda. “Kami juga menikmati kehadiran Tuhan yang luar biasa.”  
“Waktu dan cara serangan musuh penting untuk dipahami. Sudah menjadi sifat singa untuk bersembunyi dan mengintai sampai ada celah. Sangat jarang seseorang menyerang secara terbuka seperti yang dilakukan singa itu. Ia putus asa, dan ia putus asa karena apa yang kalian lakukan adalah suatu ancaman bagi mereka,”lanjut nabi itu.  
“Tiga hal yang kalian lakukan adalah ancaman terbesar bagi musuh, dan itu seperti tali tiga untai yang dapat mengikat kalian bersama sehingga persatuan kalian tidak dapat dipatahkan. Inilah yang harus kalian miliki untuk mencapai gunung itu.”  
“Mengenali suara Tuhan, menaati-Nya, dan tinggal di hadirat-Nya,” William mengingatkan kembali 
“Meteraikan tiga hal ini di dalam hatimu,” jawab Elia.  Putuskanlah setiap hari untuk mengenali suara-Nya dengan lebih baik, untuk melakukan kehendak-Nya, dan tinggal di dalam-Nya. Ini akan menjagamu, dan itu akan menuntunmu pada kerajaan.”  
“Engkau datang duduk bersama kami, dan kemudian tiba-tiba menghilang sebelum penyerangan. Kau tahu bahwa akan ada serangan, bukan? ”  kata Mary yang lebih tua.
 “Ya.”  
“Mengapa engkau pergi sebelum serangan itu?” Mary bersikeras.
“Karena singa itu tidak akan menyerang saat aku bersama kalian.“ 
“Jadi engkau pergi sehingga mereka bisa menyerang kita?” Mary berkata dengan nada tidak percaya.
 “Ya.”  
“Mengapa?”  
“Agar kalian mempelajari semua yang baru saja kamu dengar.”  
“Tapi kita bisa saja terbunuh!”  
“Setiap hari saat kalian berada di jalan ini, kalian berada dalam bahaya.  Musuh terus-menerus berkeliaran di sekitar kalian mencari seseorang untuk ditelan. Kalian harus mempelajari ini, atau kalian tidak akan pernah berhasil, ”jawab Elia.
“Beberapa dari Anda sekarang berpikir tentang keamanan kapal mewah, bahkan merindukannya.  Anda akan segera mengetahui bahwa keamanan di kapal itu bahkan lebih tidak aman daripada berada di sini.  Kalian berada di dalam kehendak Tuhan, dan tidak ada tempat yang lebih aman selain berada di dalam kehendak-Nya. Singa yang menyertai kalian akan jauh lebih besar daripada mereka yang berusaha melahapmu.  Kalian harus melihat Singa yang ada di dalam kalian, dan di atas segalanya, kalian harus mengikuti Dia. Kalian tidak boleh takut pada singa yang berusaha menghancurkan kalian, tetapi kalian harus bertekad untuk membuat mereka takut pada kalian karena kalian tinggal dalam Dia. Itulah satu-satunya tempat aman yang kalian bisa berada.”  
“Apa maksudmu kita akan segera mengetahui bahwa kapal itu tidak seaman jika kami berada di sini?”  tanya Mary muda.
“Segala sesuatu yang bisa diguncang sedang diguncang. Hanya Kerajaan Allah yang tidak terguncangkan.  Mereka yang tidak mengejar kerajaan akan berada dalam bahaya yang semakin meningkat setiap hari. Saat ini kamu berada di tempat teraman di dunia ini, ”jawab Elia.
“Apa terjadi sesuatu pada kapal?”  Mary muda bertanya, lebih tegas lagi.
“Aku hanya bisa memberitahumu hal ini, Mary. Bahwa kamu telah mendapatkan kasih karunia dalam pemandangan Tuhan, dan Dia telah menunjukkan belas kasihan kepada orang tuamu dan orang yang kamu kasihi di kapal itu,” dan dengan itu Elia menyelinap ke dalam kegelapan hutan yang semakin gelap.
 Kami segera mendirikan kemah di tepi sungai. Setelah minum, memasang penjaga, dan menyalakan api, kami membentuk lingkaran besar untuk melanjutkan diskusi yang kami lakukan ketika serangan datang. Aku memulai:
 “Meskipun kita mungkin belum mencapai jarak yang jauh, aku pikir kita mungkin telah membuat lebih banyak kemajuan melalui alam liar ini hari ini daripada hari-hari lainnya.  Aku ingin berkumpul bersama setiap pagi untuk meninjau kembali bagaimana kita harus mengejar tiga hal ini dan kemudian lagi di malam hari untuk menceritakan bagaimana kita telah belajar atau tumbuh di dalamnya.”

“Saat kita berdiskusi, kebenaran apa pun yang diungkapkan oleh Tuhan adalah harta yang sangat berharga.¬  Setiap cerita tentang perburuan harta karun selalu dipenuhi dengan unsur bahaya dan ketegangan, jadi sepertinya kita berada di salah satunya sekarang. Kita sebenarnya berada dalam petualangan terbesar dan perburuan harta karun terbesar yang pernah ada dalam hidup ini. Aku belum mengenal kalian lama, tapi aku rasa aku telah mendapat kehormatan untuk berada dalam petualangan ini dengan beberapa petualang terhebat yang pernah aku kenal.”  
“Aku dulu pernah mengikuti beberapa pertemuan yang berdampak pada seluruh dunia,” sela William.  “Membandingkan dengan apa yang kita alami di sini, masa-masa itu semua tampak kecil dan tidak penting. Aku tidak pernah belajar banyak pelajaran mendalam dalam satu hari seperti yang aku alami hari ini.”  
“Ini sangat indah sekaligus sangat menakutkan pada saat yang sama.  Engkau serius ketika mengatakan bahwa kita harus menghitung setiap hari seolah-olah itu bisa menjadi yang terakhir karena memang itu bisa menjadi hari terakhir kita. Aku pikir engkau sedang bersikap dramatis, tapi aku yakin aku akan menanggapi semua yang kaukatakan dengan lebih serius sekarang,” kata seorang yang lain.
“Ya, tapi aku lebih suka tidak binasa di alam liar ini. Aku ingin melihat gunung. Jika aku mati, aku lebih baik mati dalam pertempuran di sana, jadi mari kita pelajari tiga pelajaran ini dan keluar melewati tempat ini,” balas yang lain.
“Generasi pertama yang meninggalkan Mesir semuanya binasa di padang gurun. Kisah mereka ditulis untuk kita supaya hal yang sama tidak harus terjadi pada kita. Perjalanan ini menang dimaksudkan untuk menjadi perjalanan yang sulit, dan ini dimaksudkan untuk menjadi berbahaya supaya mempersiapkan kita untuk menjadi sebagaimana kita dipanggil, tetapi kita tidak dipanggil untuk binasa di sini. Kita harus mengenal Tuhan, mengenal suara-Nya, dan menaati-Nya dalam segala hal supaya berhasil.
“Kita harus tetap dekat dengan-Nya sehingga Dia tidak pernah lepas dari pandangan kita. Kita harus belajar tinggal di hadirat Tuhan yang nyata. Jika kita pernah kehilangan hadirat itu, kita harus berhenti dan menemukan Dia. Kehadirannya bahkan lebih penting bagi kita daripada air ini,”  tambah yang lain.
“Itulah mengapa Dia mengizinkan singa-singa itu berkeliaran di sini.  Mereka untuk kepentingan kita — mereka mengantarkan kita kepada Tuhan,” kata Mary yang lebih tua.  “Aku tidak pernah merasakan Dia seperti yang kurasakan di sini, bahkan seperti yang aku rasakan sekarang.”  
“Aku pikir kita bisa belajar dalam satu hari di sini apa yang mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dipelajari di kapal itu,” tambah William.
“Seluruh dunia bergantung pada-Nya untuk adanya kehidupan,” yang lainnya menambahkan.  ‘Di dalam Dia kita hidup dan bergerak dan memiliki keberadaan kita,’ dan di sini itu menjadi nyata bagi kita. Kita tidak dapat bertahan hidup tanpa Dia.  Kita di sini untuk mempelajari ini. Seluruh dunia akan mempelajari ini, dan kita akan dikirim ke dunia dengan pesan tentang ini. Ini adalah Injil kerajaan yang harus diberitakan ke seluruh dunia. Pesan ini tidak akan disampaikan hanya dengan kata-kata, tetapi di dalam kuasa, kuasa dari mereka yang menghidupinya.”  
Yang bisa aku pikirkan saat itu hanyalah betapa aku menyukai tugasku ini.
(Bersambung ke BAB DELAPAN)
SERI THE PATH: FIRE ON THE MOUNTAIN BY RICK JOYNER

DEVOSI MENDENGAR

Oleh Oswald Chambers
(Diambil dari renungan “Pengabdianku untuk kemuliaanMu”)
Dan Samuel menjawab: ‘Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.’ — 1 Samuel 3:10
Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini? Atau, hanya pada saat-saat tertentu saja? Apa rahasianya? Apa yang menjadi kendala atau rintangannya? Chambers menekankan aspek devosi dalam mendengar (devotion of hearing). Devosi adalah tindakan kasih dengan pengorbanan waktu dan tenaga.
Devosi Mendengar
Hanya karena telah mendengarkan dengan cermat dan sungguh-sungguh kepada satu hal dari Allah bukan berarti bahwa saya mendengarkan semua hal yang diucapkan-Nya. Saya memperlihatkan kepada Allah kurangnya kasih dan hormat saya kepada-Nya dengan ketidakpekaan hati dan pikiran saya pada apa yang dikatakan oleh-Nya. Jika saya mengasihi sahabat saya, secara naluri saya akan memahami apa yang diinginkannya. Yesus berkata, “Kamu adalah sahabat-Ku…” (Yohanes 15:14).
Apakah saya tidak menuruti perintah Tuhan minggu ini? Jika saya menyadari bahwa itu perintah Yesus, saya tidak akan dengan sengaja tidak mengindahkannya. Akan tetapi, kebanyakan di antara kita sungguh menunjukkan rasa tidak hormat kepada Allah karena nyatanya kita sama sekali tidak mendengarkan Dia. Seolah-olah Dia tidak pernah berbicara kepada kita.
Sasaran dari kehidupan rohani saya adalah keserupaan (identifikasi) sedemikian rupa dengan Yesus Kristus sehingga saya selalu mau mendengarkan Allah dan mengetahui bahwa Allah selalu mendengarkan saya (lihat Yohanes 11:41).
Jika saya dipersatukan dengan Yesus Kristus, saya mendengarkan Allah sepanjang waktu melalui devosi mendengar (tindakan kasih dan pengorbanan dengan waktu dan tenaga untuk mendengar Allah). Sekuntum bunga, sebuah pohon atau seorang hamba Allah mungkin menyampaikan pesan Allah kepada saya.
Hal yang merintangi pendengaran saya adalah perhatian saya yang tertuju pada hal-hal lain. Bukannya saya tidak ingin mendengar Allah, tetapi saya tidak “devoted” dalam segi-segi yang tepat dari hidup saya. Saya memperhatikan hal-hal lain dan bahkan pada pelayanan dan keyakinan saya sendiri. Allah boleh jadi berbicara hal-hal yang dikehendaki-Nya, tetapi saya tidak mendengarkan Dia. Sikap seorang anak Allah seharusnya selalu, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar”.
Jika saya tidak mengembangkan dan memupuk devosi mendengar ini, saya hanya dapat mendengar suara Allah pada waktu tertentu saja. Pada saat yang lain saya menjadi tuli terhadap suara-Nya karena perhatian saya tertuju kepada hal-hal lain, yaitu hal-hal yang menurut pendapat saya harus saya lakukan.
Hal ini bukanlah kehidupan seorang anak Allah. Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini?

JALAN (THE PATH) – BAGIAN 15

Oleh : Rick Joyner
(Diterjemahkan dari buku “The Path: Fire on the Mountain”)

BAB TUJUH
KEHIDUPAN (1)

Aku tahu kami perlu bergerak untuk mencoba mencapai suatu tempat sebelum gelap, tetapi damai sejahtera Allah sangat nyata, dan setiap orang tampak berada dalam persekutuan dengan-Nya. Aku memutuskan ini lebih penting, dan ini bukan tempat yang buruk untuk berkemah, jadi aku memutuskan berhenti sebentar di situ.
 Saat aku duduk mengamati kelompok itu, aku tidak bisa tidak untuk terinspirasi. Mereka memiliki gairah yang begitu mendalam.  Mereka menjalani hidup tidak seperti kebanyakan orang. Sebelum ini, aku memasuki padang gurun sendirian karena aku tidak dapat menemukan siapa pun yang mau pergi dengan aku. Semua orang begitu fokus pada hal-hal di dunia ini sehingga mereka memiliki sedikit minat untuk pergi ke gunung yang kugambarkan. Aku jelas mencari di tempat yang salah. Siapa yang mengira bahwa kelompok seperti ini akan berada di kapal mewah itu?
 Ini telah membangun persekutuan yang kuat di sekitar visi mereka.  Kemudian mereka bertindak berdasarkan itu, tidak puas hanya dengan berbicara atau bermimpi saja. Aku sangat bersyukur bisa bersama mereka.
 Aku berbalik untuk melihat Elia duduk di sampingku. Seolah membaca pikiranku, dia mulai berbicara:
“Di masa-masa ini jarang ditemukan orang Kristen yang tertarik untuk mempelajari apa pun yang tidak terkait dengan diri mereka secara pribadi, yang dirasa tidak membawa manfaat mereka, atau yang tidak membahas tentang bagaimana menjadi makmur, dll. Penting untuk mengetahui hal-hal ini, tetapi hanya sedikit yang menjadi dewasa setelah ini. Fokus pada diri sendiri dan egois adalah sifat dari orang yang belum dewasa. Sulit untuk menemukan mereka yang peduli tentang hal-hal yang lebih dalam tentang Tuhan.  
Dari mereka yang peduli, sedikit yang mampu menolak gangguan-gangguan duniawi untuk benar-benar mengejar pengetahuan ini dan hubungan dengan Tuhan — supaya dapat diajar oleh-Nya. Mereka yang melakukan ini akan mengejar kota yang Dia bangun.”
“Sekali lagi terima kasih telah membawa aku kembali untuk membantu kelompok ini,” kataku.  Mereka memberi aku harapan lagi.”  
“Engkau harus kembali untuk mereka. Kau hampir jatuh pada apa yang menyebabkan aku tersandung di akhir perjalananku,” Elia mengingatkan aku. “Aku pikir aku adalah satu-satunya orang setia yang tersisa. Padahal selalu ada lebih dari itu.”  
“Apakah Tuhan akan menampakkan diri kepada kita di sini?” seseorang bertanya, ketika mereka melihat Elia duduk di sampingku.
“Dia ada di tengah-tengah kalian sekarang,” jawab nabi itu. “Ketika mata hatimu terbuka, kamu akan melihat Dia. Jangan terlalu fokus untuk melihat Dia dengan mata alamimu. Terlebih penting bagimu melihat dengan mata rohani.  Perjalanan ini akan membantu membuka matamu sehingga engkau bisa melihat.”
Aku terkesan bagaimana Elia mengatakan ini untuk menginspirasi, bukan untuk merendahkan. Aku bisa merasakan kasih sayang dalam dirinya tumbuh untuk grup ini. Aku mulai berpikir bahwa dia bisa menjadi pendeta yang sangat baik, ketika dia menoleh kepada aku, mengangkat sebelah alis, dan menatapku seolah-olah dia tahu sesuatu yang tidak aku ketahui. Aku mulai bertanya kepadanya apa yang dia pikirkan ketika dia kembali kepada orang-orang yang berkumpul di depan kami dan mulai berbicara kepada mereka.
 “Kalian akan pergi ke gunung Tuhan — yaitu, kerajaan-Nya, tetapi kerajaan itu sudah ada di tengah-tengah kalian. Yang dimaksud Kerajaan adalah wilayah kekuasan-Nya. Saat kalian belajar untuk hidup dalam wilayah kekuasaan-Nya, kalian akan merasa lebih suka tinggal di sana daripada di mana pun. Ketika kalian sampai di gunung, kalian akan pulang. Itu karena kerajaan adalah tempat Raja berada, dan Dia adalah rumah kalian sama seperti kalian adalah milik-Nya.”  
Aku berpikir tentang berapa kali aku telah mengajarkan ini, bahkan mungkin menggunakan kata-kata yang sama, tetapi mendengarkan Elia membagikannya seperti aku mendengarnya untuk pertama kalinya. Aku terpikat seperti orang lain. Kata-katanya tidak hanya mengajari Anda cara mengenal Tuhan, tetapi juga membuat Anda ingin mengenal-Nya lebih dari apa pun. Ketika aku melihat ke atas, dia menatapku seolah-olah dia mendengarkan pikiran aku lagi.
“Tolong bagikan apa yang kamu pikirkan,” kata Elia kepada aku.
“Aku berpikir tentang berapa kali aku telah mengatakan apa yang baru saja kaukatakan tadi. Tapi saat kau mengatakannya, ada kehidupan dan kekuatan yang mendorong serta menarikku untuk mencari Tuhan,” jawabku.
 
“Apa kau tahu kenapa?”  Elia bertanya.
“Aku pikir itu karena kau membagikan kata-kata yang adalah Roh dan kehidupan, karena itu adalah hidupmu sendiri,” jawabku.
“Kebenaran yang merupakan kehidupan adalah kebenaran yang dihidupi,” lanjutnya. “Sewaktu engkau melakukan atau mempraktekkan apa yang kaupelajari, perkataanmu akan memiliki kekuatan kehidupan.  Engkau tidak hanya akan mengajarkan kebenaran, tetapi kau akan menanamkan cinta akan kebenaran ketika kebenaran itu menjadi hidupmu.”
 “Ketika Yohanes Pembaptis berkhotbah, dia menarik seluruh Yudea kepadanya.  Mereka tidak datang menemuinya karena cara dia berpakaian, atau karena dia menggunakan kata-kata yang kuat dan indah.  Mereka tidak mendatanginya karena siapa dia, karena mereka tidak tahu siapa dia.  Mereka datang karena urapan.  Dia memiliki kata-kata kehidupan yang akan menuntun ke jalan kehidupan, jalan yang sama dengan yang kalian jalani sekarang.
Kalian di sini tidak hanya untuk mempelajari kebenaran, tetapi untuk hidup dalam kebenaran. Kemudian perkataan kalian  akan berdampak sama seperti kata-kata Yohanes — mendesak orang untuk mengikuti Tuhan. Beginilah cara kalian mempersiapkan jalan bagi Tuhan.”
 
“Ketika Tuhan memberi tahu para murid-Nya tentang tanda-tanda akhir zaman, Dia berkata, ‘Celakalah mereka yang merawat bayi pada masa itu.’ Dia berbicara secara harfiah, tetapi ketika Anda menafsirkan ini sebagai ‘Celakalah mereka yang membiarkan umatnya dalam ketidakdewasaan,’ ini juga benar.  Mereka masih belum dewasa saat mereka hanya ingin mempelajari hal-hal tentang diri mereka sendiri. Ada banyak pengajaran hari ini yang membuat orang lebih mementingkan diri sendiri daripada memusatkan diri pada Kristus. Hal ini membuat mereka tetap tidak dewasa.
 “Kalian semua harus mengenal suara Guru, terlepas dari bagaimana Dia berbicara atau melalui siapa Dia berbicara. Jelas, banyak dari kalian, setidaknya, mulai mempelajari ini.  Tapi ini baru permulaan. Kalian juga harus belajar untuk mematuhi-Nya.  Untuk taat kepada-Nya, hampir selalu membutuhkan risiko dan pengabaian terhadap kepentingan pribadi.
 “Kalian tidak akan berada di sini jika kalian tidak mempelajari ini, tetapi lebih dari berusaha mati untuk kepentingan kalian sendiri, kalian harus mencari kepentingan Kristus.  Maka kepentingan egois kalian sendiri akan mulai tampak sedemikian kecil dan sepele sebagaimana adanya.”  
Elia tiba-tiba berdiri, berjalan ke semak-semak, dan dengan cepat menghilang dari pandangan. Kami semua melihat ke arah dia pergi ketika raungan mengerikan datang dari pepohonan di dekatnya, membuat seluruh kelompok bergegas bersama, dan berteriak.
“Darimana itu datang?”  Aku bertanya.
 Mereka semua menunjuk ke arah yang sama.
“Berbaliklah dan hadapi itu. Tidak ada tempat untuk lari.”  Kelompok kami baru saja selesai menoleh ke arah raungan itu ketika seekor singa hitam besar melompat ke tempat terbuka di dekatnya.  Ia melihat ke arah kelompok itu seolah-olah hendak memilih korban.  Kemudian ia terpaku melihat mataku.  Ia mulai berjongkok seolah-olah hendak menerkam ketika Mary melangkah tepat di depannya, yang membuat kucing besar itu hampir jatuh ke belakang karena terkejut.
Sesaat kemudian ia menghilang ke pepohonan.
Rasa takut yang mengerikan mencengkeramku ketika singa itu menatap aku. Aku masih sulit bergerak ketika aku merasakan tangan di bahuku. Itu adalah Elia.  Kelompok itu sibuk memberi selamat kepada Mary,  yang terlihat terguncang juga. Setelah beberapa menit, mereka berbalik untuk melihat Elia berdiri bersamaku dan diam.  Dia mulai bicara :
 “Mary baru saja menyelamatkanmu dari tragedi besar. Singa itu ada di sini untuk membunuh dan bermaksud menyerang seseorang yang ada dalam pikirannya. Seperti yang aku katakan, jika kalian menghadapi singa dan melawannya, maka singa itu akan lari dari kalian.  
Jangan pernah lari dari singa atau dari serangan apapun. kalian semua melakukannya dengan baik setidaknya untuk menghadapinya.  Mary, kamu harus berjaga-jaga karena dapat menjadi target berikutnya. Tapi kau melakukannya dengan baik, dan engkau tidak perlu takut menjadi sasarannya. Saat kau menghadapi singa, dia akan melihat Singa yang hidup di dalam dirimu.”  
(Bersambung ke Bagian 16)
SERI THE PATH: FIRE ON THE MOUNTAIN BY RICK JOYNER

JALAN (THE PATH) – BAGIAN 14

Oleh : Rick Joyner
(Diterjemahkan dari buku “The Path: Fire on the Mountain”)

BAB ENAM
GURU (2)

“Engkau tidak akan berhasil jika menjadi kapten kapal kami,” kata seseorang.
“Aku yakin itu benar, tetapi bagiku menarik kau mengatakan itu.  Menurutmu mengapa demikian? ”  aku bertanya.
 “Dari ribuan orang di kapal kami, kami adalah satu-satunya yang memberikan perhatian untuk mencoba memahami waktu-waktu Tuhan, akan kerajaan yang akan datang, atau untuk mengejar disiplin yang mengarah pada kedewasaan.
 Semakin kami melakukan ini, semakin skeptis orang lain terhadap kami. Bahkan para tua-tua memperingatkan kami supaya jangan ‘bertindak terlalu jauh’. Apa yang kamu bicarakan tidak populer.”
  
“Yah, aku rasa itu adalah hal yang baik karena aku tidak pernah memiliki tujuan untuk menjadi populer.  Tujuanku adalah untuk mengenal Tuhan dan dikenal oleh-Nya. Aku tidak berpikir ada yang lebih buruk daripada menghabiskan hidup melayani Dia dan kemudian mendengar pada Hari Penghakiman yang agung bahwa Dia tidak pernah mengenal kita.”  

“Bagaimana mungkin Dia tidak mengenal kita? Aku tidak pernah mengerti itu, ”tanya Mary yang lebih tua.
 “Kata ‘mengenal’ dalam ayat itu tidak sama dengan kata mengenal seseorang sebagai kenalan. Ini menyiratkan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang satu sama lain seperti yang dimiliki suami dan istri tentang satu sama lain.
“Mary, apa saja pertanyaan terbesarmu?”  aku bertanya.
“Engkau tahu, aku pikir pertanyaan terbesarku telah terjawab,” kata Mary, saat aku melihat air mata mengalir di pipinya. “Mengetahui bahwa Dia cukup peduli untuk mengirim Elia hanya untuk memberi tahumu betapa pentingnya pertanyaanku membuatku merasakan kasih-Nya. Semua yang kaukatakan… membuatku benar-benar ingin mengenal Dia lebih dari sekedar pertanyaanku terjawab.  Pertanyaan-pertanyaan itu masih penting, tetapi tiba-tiba mereka sekarang menjadi suatu pencarian, dan bukan menjadi batu sandungan lagi bagiku.”
 “Aku sangat kecewa terhadap banyak orang,” Mary mengakui.  “Bahkan pria dan wanita yang dikenal sebagai hamba Tuhan akan tersinggung oleh pertanyaan-pertanyaanku. Mereka semua akan memberi tahuku hal yang sama, ‘Percaya saja kepada Tuhan.’ Aku memang ingin percaya, tetapi aku memiliki pertanyaan. Dan dengan hanya mengetahui bahwa Dia peduli pada pertanyaanku dan ingin menjawabnya, memberiku keyakinan yang lebih dari yang pernah aku rasakan sebelumnya. Itu membantuku lebih dari yang engkau ketahui.”  
“Apakah engkau ingin mengajukan pertanyaan sekarang?”  tanyaku, menghentikannya.
 “Tidak. Aku kira tidak. Kecemasan yang aku miliki tentang pertanyaanku hilang. Aku masih punya pertanyaan, tapi aku tidak keberatan untuk menunggu. Mengetahui bahwa Dia peduli padaku seperti ini sungguh luar biasa. Aku hanya ingin menikmati ini sebentar. Bisakah kita menunggu?”  
“Tentu saja,” jawabku. “Tetapi aku ingin mengatakan, adalah merupakan salah satu berkat terbesar memiliki begitu banyak guru yang hebat di zaman kita.  Namun, atas pertanyaan terbesar kita sendiri, masalah terdalam di hati kita sendiri, harus kita tanyakan kepada Tuhan daripada kepada manusia. Meskipun Dia biasanya akan mengajar kita melalui guru yang telah Dia berikan kepada umat-Nya, namun Dia ingin menjadi Guru kita.  Hanya ketika kita mengenal Dia sebagai Guru kita, kita akan menjadi sekuat yang kita butuhkan untuk apa saja yang kita hadapi.  Ini adalah Batu Karang yang Dia katakan akan Dia bangun di atas gereja-Nya — yaitu penyingkapan yang kita terima langsung dari Bapa.  Dari semua petualangan yang akan kita alami, inilah yang terbaik. ”  
“Karena mereka meminum Batu Karang rohani yang mengikuti mereka, dan Batu Karang itu adalah Kristus.”
(Bersambung ke BAB TUJUH)
SERI THE PATH: FIRE ON THE MOUNTAIN BY RICK JOYNER

HIKMAT DAN KUTIPAN


“Kita melawan kekuatiran dengan doa dan ucapan syukur kepada Tuhan.  Saat kita bersyukur kepada Tuhan, sukar bagi kita untuk menjadi takut atau cemas.
Kita diberitahu dalam Mazmur 100 bahwa kita masuk ke gerbang Tuhan dengan ucapan syukur, jadi untuk menjadi pribadi yang tak henti bersyukur berhubungan dengan bagaimana kita senantiasa tinggal di hadirat-Nya.”
~ Rick Joyner
Catatan dari Bp. Peter B, MA:
Jika kita suka tinggal dekat Tuhan maka kita melihat segala karakter-Nya yang agung dan mulia. Kita pun merasakan kasih yang besar melingkupi kita dan rasa aman yang tiada duanya karena Yang Mahakuasa itu mengasihi kita dan berkemurahan menerima kita di hadirat-Nya. Itulah sebabnya jika seseorang tinggal dekat Tuhan dan memandang kemuliaan-Nya, ia tidak mungkin bersungut-sungut maupun kuatir akan keadaan² di sekitarnya.
Hanya rasa syukur yang keluar dari mulut kita sebab Pribadi dan kekuatan terbesar di alam semesta berada bersama-sama dengan kita untuk menjaga, menolong dan memberkati kita, kekasih-kekasih-Nya. 
Dalam persekutuan dengan Tuhan, hidup kita penuh dengan sukacita dan syukur. Itulah kunci kebahagiaan yang membedakan anak² Tuhan dengan umat beragama lainnya.

KONDISI ROHANI UMAT TUHAN DI INDONESIA

Oleh Didit I. 
Beberapa hari ini Tuhan menyingkakan kondisi rohani umatNya di Indonesia seperti seorang prajurit dengan pakaian yang compang camping dimana kedua lensa mata tertutup selaput putih yang tebal (seperti katarak yang parah) sehingga lensa matanya tampak berwarna keabu²an dan telinganya tertutup oleh gumpalan daging yang tumbuh disekitar telinga (seperti/tumor ganas). Dalam kondisi demikian prajurit² yang memaksakan diri untuk maju berperang justru melukai teman² seperjuangannya daripada melawan musuhnya (karena sulit membedakan dan mengenali dengan tepat). 
Mata dan telinga yang tidak  berfungsi menggambarkan kondisi rohani umat Tuhan dibangsa ini yang sulit mendengar, mengerti, mengenali dengan tepat apa yang menjadi kerinduan, harapan, kehendak dan rencana Tuhan.
Penyebab utama dari katarak dan ketulian rohani adalah harapan, kehendak, keinginan, pengertian kita sendiri yang tidak sesuai dengan harapan, kehendak, kerinduan, rencana dan tujuan Tuhan.
Saat kita mengalami kesulitan dalam mengenali suara Tuhan (sebagaimana peran kita sebagai domba Kristus), tidak lagi menerima pimpinan Tuhan, tidak mengerti atau kehilangan arah dari tujuan/panggilan Tuhan maka langkah yang tepat bukanlah memperbanyak aktivitas pelayanan, menambah waktu ibadah, puasa, jam doa syafaat kita tetapi membatasi kesibukan untuk berdiam diri dalam hadiratNya, mengevaluasi diri dan mendengarkan dengan seksama apa maksud hati dan pikiranNya. Serukan dengan segenap hati, kerinduan untuk mendekat kepadaNya dan hati yang remuk, berseru dihadapan Tuhan, “Tuhan, selidikilah hati, pikiran dan hidupku. Aku mau berubah demi cintaku kepadaMu. Tunjukkanlah jalanMu dalam hidupku karena Aku bergantung pada pertolongan, pimpinan dan pemulihan dari Engkau, Allah yang senantiasa mengasihi, peduli dan memperhatikanku.”
Kehancuran hati, ketulusan, dan kejujuran kita dihadapan Tuhan serta kerelaan kita mengubah sikap hati, pola pikir, kebiasaan hidup kita membuat semua selaput, daging tumbuh (seperti tumor ganas, kanker) menjadi rontok. Bukan usaha kita yang merontonkkan. Bagian kita hanya mengatakan,  “ya Tuhan, aku mau melakukan apa pun yang Engkau kehendaki dalam hidupku.”
Kehancuran hati kita seharusnya sampai pada tindakan penyerahan seluruh hidup dan kepedulian yang sangat besar dalam hidup kita untuk melakukan bahkan menyelesaikan apa pun yang menjadi kehendak dan rencanaNya dalam hidup kita.

“Tetapi apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya.” ~ 2 Korintus 3:16