Oleh : Peter B
Sekarang kita akan mempelajari ciri ke-4 dari perhambaan uang.
Perhambaan atau perbudakan merupakan suatu hubungan yang ikatannya kuat. Entah yang satu menguasai dan menindas yang diperbudak. Atau, yang menjadi budak dengan sukarela bersedia menjadi hamba atau budak dari yang memperbudaknya.
Dalam perhambaan pada uang, seseorang begitu terikat pada uang. Ia mengasihi uang sebagai suatu hal yang menguasai hidupnya. Ia mencintainya dan tak bisa lepas daripadanya. Walau seseorang terlihat sebagai yang mempunyai atau mengatur uang, namun orang yang diperbudak hartanya sesungguhnya diikat dan dikendalikan hidupnya oleh hartanya itu.
Dalam pengertian cinta akan uang yang menjadikan seseorang kemudian sebagai hamba uang, terkandung suatu sifat atau karakter manusia yang menunjukkan bagaimana ia dperhamba uang
Ciri ke-4 dari seorang hamba uang adalah adalah sifat PELIT atau Kikir.
Kamus Besar bahasa Indonesia menerjemahkan “kikir” sebagai tindakan “terlalu hemat menggunakan harta bendanya”
Kamus Vine menggunakan kata “miserly” dan “stinting” sebagai pengertian yang terkandung dalam kata “avarice” (keserakahan akan uang) yang bermakna : “tidak suka atau benci menggunakan uang” atau “memakai sedikit sekali dalam menggunakan, memberikan atau mengeluarkan uang”
Ya. Orang yang begitu mencintai uang TIDAK RELA kehilangan uangnya. Ia ingin menyimpannya, mengumpulkannya, dan memilikinya sebanyak-banyaknya. Jika ia harus mengeluarkan uang, ia berhitung lebih dahulu, berpikir dua, tiga hingga sepuluh kaki, bahkan setelah semua itu masih terasa berat hati menggunakan uangnya. Melepaskan kepemilikannya akan uang jelas merupakan sesuatu yang sukar bagi orang kikir.
Memahami sikap seperti ini, jelaslah bagi kita bahwa tidak selalu seorang yang banyak hartanya yang menjadi hamba uang. Yang tidak memiliki banyak uang pun, masih dapat terjerat menjadi pecinta uang. Dan seperti yang telah kita ketahui, menjadi pecinta uang dapat melahirkan berbagai hal yang jahat karena cinta uang adalah akar dari segala kejahatan.
Mereka yang kikir atau pelit dapat melakukan hal-hal yang jahat yang diatas namakan sebagai ‘berhemat’ atau sedang ‘melakukan pengaturan keuangan’ padahal mereka sebenarnya sangat mencintai uang dan bermaksud memuaskan keinginan-keinginan mereka sendiri. Misalnya saja, orang-orang yang tidak mudah mengeluarkan uang acap membatasi pembelanjaan mereka bahkan terhadap hal-hal yang perlu dan mendasar bagi hidup sehari-hari seperti untuk membeli makanan dan minuman yang layak maupun untuk pendidikan anak-anak mereka. Padahal di sisi lain, demi kesenangan dan kenikmatan pribadi, entah disadari maupun tidak, mereka cenderung memboroskan uang mereka. Contoh untuk ini adalah para pria atau suami yang berpandangan misalnya “lebih baik tidak makan daripada tidak merokok.” Belum lagi pengeluaran yang besar untuk membiayai hobby mereka maupun hidup dalam kebiasaan-kebiasaan buruk seperti berjudi atau minum minuman keras.
Dalam bentuk lain, ada juga pengusaha-pengusaha yang dengan segala akal menyiasati bagaimana supaya dapat mengurangi gaji para pekerjanya. Dengan cara demikian mereka menahan sesuatu yang baik bagi orang yang seharusnya menerimanya (lihat Amsal 3:27) sedangkan untuk kepentingan pencitraan atau profit yang lebih besar mereka tidak segan-segan mengeluarkan dana yang tidak sedikit seperti untuk acara-acara pencitraan, untuk menyuap pejabat atau untuk melobi rekan-rekan bisnis mereka. Suatu sikap yang sama sekali tidak mencerminkan keadilan , yang dengan cara demikian orang-orang seperti ini telah melakukan kekejian di hadapan Tuhan.
Hal yang serupa juga masih terjadi di antara jemaat Tuhan hari-hari ini. Berkebalikan dengan suasana jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul, jemaat hari ini hampir-hampir tidak memiliki kejelasan dan kejernihan dalam menggunakan hartanya.
Jemaat termotivasi oleh janji-janji berkat materi dari pengkhotbah-pengkhotbah Injil kemakmuran, tergerak oleh pesan “investasi rohani” ini lalu berbondong-bondong menyumbangkan hartanya mendukung ambisi pembangunan fasilitas fisik berupa gedung-gedung gereja megah dengan fasilitas lengkap (yang sebenarnya demi kenyamanan dan kesenangan mereka sendiri dalam ibadah namun yang kini kenyataannya menjadi tampak semakin kurang bermakna ketika situasi pandemi memaksa setiap orang tidak dapat beribadah di tempat-tempat megah tersebut) sedangkan di sisi lain, jemaat tidak termotivasi bahkan sama sekali tidak tergerak memberikan dukungan keuangan kepada hamba-hamba Tuhan yang benar-benar hidup sebagai hamba Tuhan dan mengerjakan visi serta program dari Tuhan yaitu pembangunan manusia rohani dan murid-murid sejati. Dalam hal-hal seperti ini, banyak anak Tuhqn, tanpa sadar, ternyata lebih diperhamba Mamon daripada Tuhan sendiri.
TUHAN MENCARI KEMURAHAN HATI
Sifat pelit atau enggan memberi bukan berasal dari Tuhan
Allah kita penuh dengan kemurahan dan kasih karunia. Itu berarti Dia suka mengaruniakan berbagai hal. Dan itu diberikan-Nya dengan murah dan limpahnya. Jauh melampaui yang bisa kita duga, kita banyak menerima dari Tuhan melebihi batas-batas yang kita butuhkan. Itu sebabnya sering kita jumpai dalam Alkitab, istlah-istilah seperti “mencurahkan atau dicurahkan” atau “berkelimpahan.”
Allah kita suka membagi-bagikan. Dan itu tercermin dari setiap ciptaan-Nya. Baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan memberikan sumbangan atau kemanfaatan dari diri mereka kepada makhluk yang lainnya. Bahkan bintang, bulan, dan matahari memiliki berbagai fungsi yang sangat berguna bagi keberadaan manusia. Dan alam masih terus memberikan hasil-hasilnya bahkan dari bagian bumi terdalam sekalipun.
Allah yang suka memberi, merancang ciptaan-ciptaan yang suka memberi pula. Seharusnya demikian dengan manusia, yang diciptakan seturut rupa dan gambar Allah sendiri. Manusia seharusnya menjadi makhluk dengan manfaat paling besar dan banyak bagi bumi sekaligus pencipta mereka. Ketika manusia mencerminkan sifat dari Allah sebagaimana anak seharusnya menggambarkan sifat ayahnya, maka Allah Bapa akan sangat disenangkan hatinya melihat kesemuanya itu. Sayangnya, kenyataan yang demikian tampaknya belum benar-benar dikerjakan manusia bahkan sejak mereka diciptakan pertama kalinya.
Kejatuhan Adam dan Hawa, manusia-manusia pertama dalam dosa, merusak sifat Allah dalam diri mereka. Mereka tak lagi berpusat pada Tuhan dan ciptaan yang lain, untuk mengasihi mereka dan membaktikan hidupnya sebagai berkat. Dosa manusia justru melepaskan kutuk atas bumi dan isinya. Termasuk kepada keturunan-keturunan mereka sendiri. Alih-alih mereka mengasihi Tuhan dan sesama, mereka berubah hanya memusatkan hidup bagi diri mereka sendiri. Mereka ingin memiliki sebanyak-banyaknya. Untuk diri mereka sendiri. Jika perlu, tidak masalah jika mereka harus mengorbankan pihak lain demi keuntungan mereka.
Dalam hal kecintaan akan uang, alih-alih menggunakan uang untuk memberkati dan menolong manusia lain, orang-orang yang dikuasai oleh uang siap mengorbankan sesamanya demi memperoleh lebih banyak uang.
Tuhan sendiri menyebutkan bahwa mereka yang MURAH HATINYA akan berbahagia, tergolong sebagai orang yang diberkati (blessed) :
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
~ Matius 5:7
Dan sesungguhnya Roh Kudus dalam kita mengerjakan kasih di dalam hati yang terlihat nyata dalam karakter mulia yang disebut Paulus sebagai buah roh. Salah satu elemen dari buah Roh itu disebut : “kemurahan”
Tetapi buah Roh ialah: kasih,… kemurahan,..
~ Galatia 5:22
Oleh sebab itu, tidak mengherankan ketika kita membaca dalam Alkitab bahwa pada saat Roh Kudus turun, melawat, memenuhi dan bekerja dengan kuat di tengah-tengah jemaat mula-mula maka anak-anak Tuhan pada waktu itu menjadi pribadi-pribadi yang suka memberi, senang berbagi sampai-sampai milik mereka masing-masing seperti menjadi kepunyaan bersama :
Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
~ Kisah Para Rasul 2:44-45
Dan sepanjang Perjanjian Baru, kita dapat menemukan dalam Alkitab begitu banyak kisah-kisah jemaat dari berbagai kalangan bahkan di antara jemaat-jemaat yang terbatas hartanya, pada kenyataannya memberi melampaui batasan mereka :
Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia.
Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.
Aku bersaksi, bahwa
Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.
Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.
~ 2 Korintus 8:1-5
Tak terkecuali, pengajaran rasul-rasul selalu menekankan supaya jemaat rajin memberi, menjadi pribadi-pribadi murah hati sebagaimana teladan Kristus sendiri yang seluruh hidup-Nya menunjukkan bahwa “Lebih berbahagia memberi daripada menerima” (Kisah Rasul 20:35).
Alih-alih didorong memberikan harta miliknya demi menerima janji menerima berkat keuangan lebih besar lagi, orang-orang percaya di masa rasul-rasul baik jemaat Yahudi maupun bukan Yahudi diajar dan didorong menjadi orang-orang yang murah hati termasuk di pasal yang sama dengan nats utam kita di Ibrani 13:5, misalnya dalam Ibrani 13:2 dan 16 :
Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.
Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.
Inilah kehidupan orang-orang yang di zamannya menggoncang serta menjungkirbalikkan dunia. Di tengah-tengah keadaan yang sukar, dianiaya, dibenci, dan disebut sebagai sekte sesat, dibatasi serta dilarang dalam berbagai aktivitasnya, mereka tetap menjadi komunitas yang bukan saja menampilkan suatu karakter dan roh berbeda tapi hidup dengan penuh kuasa oleh karena Roh Tuhan bekerja di dalam mereka.
Penyembahan mereka kepada Tuhan terlihat dari pengabdian mereka meneladani Yesus Kristus, Tuhan mereka. Melalui suatu cara hidup yang murah hati, murid-murid Kristus menunjukkan mereka bukanlah hamba-hamba uang.
Kita akan tahu apakah kita menghamba kepada Tuhan atau menghamba pada uang dengan melihat seperti apa kita memutuskan menggunakan uang kita : mengikuti ketakutan dan berusaha memuaskan keinginan-keinginan kita sendiri ATAUKAH menyerahkan pengaturan pemakaian keuangan kita pada Tuhan sebagai pemberi petunjuk dan pemegang keputusan akhir dari setiap penggunaannya.
Ingatlah selalu, orang yang menghamba kepada Tuhan itu MURAH HATINYA.
(Bersambung)
SERIAL PENGAJARAN TERKAIT HAMBA UANG: