Oleh: Peter B, MA
1 Raja-raja 17:17-24
“Sesudah itu anak dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai tidak ada nafasnya lagi.
Kata perempuan itu kepada Elia: “Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?”
Kata Elia kepadanya: “Berikanlah anakmu itu kepadaku.” Elia mengambilnya dari pangkuan perempuan itu dan membawanya naik ke kamarnya di atas, dan membaringkan anak itu di tempat tidurnya.
Sesudah itu ia berseru kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, Allahku! Apakah Engkau menimpakan kemalangan ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang, dengan membunuh anaknya?”
Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.”
TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali.
Elia mengambil anak itu; ia membawanya turun dari kamar atas ke dalam rumah dan memberikannya kepada ibunya. Kata Elia: “Ini anakmu, ia sudah hidup!”
Kemudian kata perempuan itu kepada Elia: “Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar.””
Ini merupakan bagian akhir dari kisah Elia dengan janda Sarfat. Elia telah datang sebagai hamba Tuhan kepada janda itu. Dan ia pun sudah merasakan betapa dahsyat Tuhan yang dilayani sang nabi itu. Dalam musim kelaparan yang hebat, sedikit tepung dan minyak yang ia miliki ternyata tidak pernah habis melainkan terus ada sehingga mereka terpelihara secara mujizat.
Namun apa yang terjadi ketika anaknya sakit dan meninggal? Janda itu menyalahkan Elia (yang juga merupakan bentuk protes kepada Tuhannya Elia).
Baru ketika ada mujizat kebangkitan atas anaknya iu, maka pengakuan baru muncul bahwa Elia seorang hamba Tuhan sejati.
Sebenarnya janda dari Sarfat itu adalah janda yang sudah memiliki benih² iman. Tuhan telah memilihnya untuk menjadi saluran berkat bagi hamba-Nya. Yesus sendiri yang mengatakannya:
Lukas 4:25-26
“Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri.
Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon.”
Dan kisah mengenai kematian anak janda tsb serta kebangkitannya menggambarkan bagaimana sang janda mengalami pertumbuhan dari iman kepada iman.
Pada awal kisah, janda Sarfat ini percaya akan perkataan Elia bahwa akan ada mujizat dari roti dan tepung itu. Ia pun menerima kenyataan dari mujizat itu. Tapi imannya belumlah diteguhkan. Baru ketika suatu krisis besar terjadi dalam hidupnya, imannya dimantapkan ketika ia sekali lagi memilih percaya pada Elia dan Tuhannya.
Seperti janda Sarfat, kita cenderung mengecilkan suatu kondisi yang baik dalam kehidupan kita. Kita percaya namun terkadang memandangnya sebagai sesuatu yang wajar saja serta layak kita terima. Kita berhenti di sana dan menikmati kondisi itu tanpa perlu memandang ada tingkat iman dan pengalaman yang baru yang Tuhan rindukan kita miliki.
Itu tampak ketika hidup kita dipenuhi hal-hal yang baik, kelancaran dan kemudahan. Kita sekedar menikmatinya dan tidak mencari lebih jauh kehendak dan rencana Tuhan dalam hidup kita. Akibatnya, ketika sesuatu yang buruk terjadi di hidup kita, kita mengalami krisis iman. Kita bertanya, “Di manakah Tuhan? Mengapa Ia sepertinya begitu jahat padaku? Benarkah Dia ada dan berkuasa? Mengapa dan untuk apakah semua ini terjadi dalam hidupku?”
Inilah pertanyaan² yang muncul di hati janda Sarfat dan di hati kita semua ketika kemalangan menimpa. Pertanyaan² yang tidak pernah timbul di pikiran kita saat kita sibuk menikmati segala kesenangan dan kemudahan hidup.
Dari sini seharusnya kita memahami mengapa Tuhan seringkali mengijinkan krisis terjadi di hidup kita. Sesungguhnya melalui berbagai krisis itulah kita akhirnya mendongak ke atas, datang ke hadapan hadirat-Nya, DAN BERTANYA kepada-Nya apakah yang hendak Ia kerjakan dalam hidup kita dan melalui kita ketika peristiwa yang buruk itu terjadi.
Tuhan ingin memantapkan iman janda dari Sarfat itu. Juga Ia ingin menjadikan kisah perempuan miskin itu sebagai kesaksian segala zaman. Juga sebagai pelajaran bagi kita bahwa iman kita seharusnya bertumbuh.
Tuhan merindukan iman kita tidak sekedar mempercayai terpenuhinya kebutuhan² hidup kita dan kelancaran bisnis² kita. Ia ingin kita percaya bahwa masih ada yang lebih tinggi lagi. Tingkat yang baru. Bukan sekedar iman untuk menerima berkat. Namun untuk menjadi berkat. Yaitu ketika kita tetap percaya dan mencari tahu rencana-Nya di saat-saat yang buruk atau bahkan yang terburuk di hidup kita.
Tuhan menginginkan iman kita teguh di waktu-waktu yang mudah maupun di waktu-waktu yang sukar dalam hidup kita. Saat kita tetap percaya dan setia kepada-Nya, pertolongan dan kuasa Tuhan bekerja lebih dahsyat dalam hidup kita. Iman kita dikuatkan. Mujizat yang lebih besar kita terima. Dan kita dimampukan menjadi saksi yang lebih kuat dan bersinar terang bagi kemuliaan Tuhan.
Jauh lebih baik jika kita belajar tanpa melalui krisis. Namun jika krisis tetap terjadi, kita harus belajar dengan sepenuh hati untuk lulus dengan nilai yang baik.
Mulailah dengan mengatakan, “Apapun yang terjadi, Tuhan baik dan akan menolong aku melewati krisis hidupku sehingga sekali lagi aku akan tampil sebagai pemenang bagi kemuliaan Tuhan.”
Semoga menjadi perenungan dan makanan yang menguatkan rohani kita.
Salam revival. Tuhan memberkati kita semua.