Sebelum kita belajar memahami apa sesungguhnya yang dimaksud TINGGAL DALAM KRISTUS itu, akan lebih baik apabila kita terlebih dahulu menguji apa yang acapkali dianggap sebagian orang Kristen sebagai ukuran bahwa mereka telah berada dalam posisi TINGGAL DALAM KRISTUS. Ini penting, sebab “setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati” (Amsal 21:2).
Lebih lagi jika kita masih tinggal dalam kebebalan dimana kita dikuasai pikiran-pikiran yang jauh dari hikmat Tuhan dimana Amsal Salomo memperingatkan kita bahwa “jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak” (Amsal 12:15).
Untuk benar-benar mengenali apakah selama ini kita telah tinggal dalam Kristus, maka seharusnya kita mengidentifikasi mana konsep-konsep pemikiran yang ternyata terbukti keliru, padahal telah kita yakini selama ini. Lalu dengan HATI JUJUR DAN TERBUKA mengakui semuanya di hadapan Tuhan sehingga kita dipulihkan untuk sungguh-sungguh kemudian TINGGAL DALAM KRISTUS dalam pengertian dan kondisi sebagaimana Tuhan kehendaki.
Itu sebabnya selagi membaca tulisan berseri ini, saya meminta Anda membuka hati di hadapan Tuhan supaya Ia menguji kita -jika kita sungguh-sungguh mau menggenapi kerinduan Tuhan untuk memiliki kehidupan yang berarti di hadapan-Nya.
MEMELUK AGAMA KRISTEN BUKAN BUKAN BERARTI SUDAH TINGGAL DALAM KRISTUS
Sebutan Kristen pada masa kini dikenal sebagai salah satu (dari sekian ribu) sistem kepercayaan atau keyakinan yang dianut manusia di bumi. Singkatnya itu disebut sebagai agama. Itu artinya, dari sudut pandang umum, Kristen disandingkan secara sejajar agama-agama lain, atau bahkan paham-paham keyakinan manusia yang tak meyakini campur tangan atau bahkan keberadaan Tuhan. Menjadi seorang Kristen, pada zaman ini, lebih pada sekedar sebuah pilihan identitas diri belaka. Jarang lebih dari itu, namun bisa jadi banyak yang sangat kurang dari itu.
Maksudnya, orang dapat menjadi dan menyatakan dirinya Kristen bahkan tanpa sedikit saja memahami ajaran Kristen. Tidak perlu ada pembuktian atau pengujian apapun, kecuali bagi mereka yang pindah agama harus menunjukkan surat baptis sebagai bukti perpindahan keyakinannya tersebut. Seseorang dapat menjadi Kristen karena itu merupakan agama keluarga. Atau bahkan agama warisan turun temurun beberapa generasi dari suatu suku atau wilayah tertentu di suatu negara. Ada pula yang menjadi Kristen karena ingin menikah secara seiman dan demi kemudahan itu, jalur formalitas gerejawi pun dijalani. Ada pula alasan-alasan lain yang mungkin saja bersifat sangat personal. Mungkin saja itu karena pergaulan, keperluan bisnis, memperoleh pamor di mata atasan yang Kristen, atau sekedar karena tidak suka dengan praktek-praktek dari agama lain hingga sakit hati oleh perbuatan jahat dari agama tertentu.
Pada abad ke-4, saat Kaisar Konstantin Agung berkuasa di Kekaisaran Romawi, umat Kristen diberikan semacam kemudahan dalam beribadah, jauh melampaui kaisar-kaisar pendahulunya yang kerapkali memperlakukan pengikut-pengikut Kristus dengan keras melalui berbagai penganiayaan. Konstantin yang menyatakan diri telah menganut keyakinan Kristen justru memberikan ancaman dan hukuman bagi mereka yang menganiaya orang-orang Kristen. Akhirnya, di masa dimana pembenci-pembenci kekristenan menjadi underdog, maka pilihan menjadi Kristen dimana keamanan dan kenyamanan hidup lebih dijamin menjadi pilihan yang semakin digemari. Tidak mengherankan jika kemudian berbondong-bondong orang-orang segera menyatakan dirinya sebagai Kristen -tanpa perlu memahami secara benar dan mengamalkan sungguh-sungguh ajaran Kristen itu sendiri. Yang penting memenuhi syarat-syarat formal gerejawi dan sekedar melakukan pengakuan di depan umum telah meyakini ketuhanan Yesus Kristus, mereka telah menjadi Kristen. Pengakuan-pengakuan semacam ini tampak baik dan sudah memenuhi syarat. Namun jika direnungkan, mengaku sebagai pengikut Kristus di tengah-tengah sistem politik yang mendukung kekristenan pada dasarnya sangatlah mungkin didorong motif-motif yang bersifat mencari keuntungan pribadi, mencari rasa aman dan perbaikan posisi tawar di masyarakat.
Hal ini jauh berbeda dengan masa jemaat mula-mula dimana sebutan Kristen mengacu pada suatu cara hidup yang dikenali sebagai berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Dimana pada waktu itu, mereka hidup dengan mendasarkan pikiran, perkataan dan perbuatannya pada ajaran-ajaran seorang nabi bernama Yesus yang diakui sebagai Tuhan dalam kehidupan mereka. Mereka hidup jujur, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang gemar, tidak melanggar hukum, menjaga kesalehan hidup dan yang terutama ialah kasih tampak begitu nyata fipancarkan dari keseharian mereka. Orang-orang tak pernah menemui yang semacam itu sebelumnya di tengah-tengah sistem yang mengagungkan keduniawian meskipun beribadah pada berhala-berhala.
“Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.”
~ Kisah Para Rasul 11:26 (TB)
Dan julukan itu berasal dari sejumlah besar orang yang berhasil ditarik menjadi pengikut Kristus oleh karena kesaksian anggota-anggota jemaat mula-mula yang tersebar di wilayah tersebut :
Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja.
Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan.
Dan tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan.
~ Kisah Para Rasul 11:19-21 (TB)
Barnabas yang diutus pergi ke sana untuk menguatkan jemaat, membawa pengaruh yang tidak kalah dengan jemaat-jemaat pendatang yang telah memenangkan banyak jiwa di sana :
Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan,
karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan.
~ Kisah Para Rasul 11:23-24 (TB)
Jelas sekali, pada masa itu, sebutan Kristen bukan merupakan suatu pilihan identitas yang didasarkan karena harapan-harapan egois yang duniawi. Iman yang timbul dari kesaksian hidup serta pemberitaan firmanlah yang membuat banyak jiwa menerima Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan. Apalagi mengetahui bahwa yang memberitakan Injil pada mereka merupakan “orang-orang susah” yang dituduh sebagai aliran sesat, lalu menjadi sasaran penangkapan, penganiayaan dan penyiksaan besar-besaran. Menjadi Kristen pada saat itu serupa orang yang memilih jalan yang sukar dan tak dikenal dengan risiko penolakan dan penganiayaan di depan mata.
Mengingat pergeseran makna dan pengertian yang telah demikian jauh beserta berbagai motif serta kepentingan yang tiada berhubungan dengan komitmen pada Kristus dan ajaran-Nya, maka kini menjadi Kristen tidak berarti merupakan suatu keadaan yang dimaksud sebagai TINGGAL DALAM KRISTUS.
Bisa jadi Kristen-kristen KTP hari ini jauh lebih banyak daripada Kristen sejati. Craig Groeschel, pendeta salah satu gereja termaju di Amerika bahkan pernah berkata ada Kristen-kristen atheis, dimana mereka bertuhankan Kristus namun hidup mereka lebih menyerupai kehidupan orang-orang tak bertuhan (atheis) daripada menyerupai Yesus. Dan ini dapat mengambil berbagai format apa saja yang mungkin terpikirkan. Mengaku Kristen tapi percaya pada kuasa kegelapan, mencari pertolongan pada pelayan-pelayan roh-roh jahat. Ditanya mengenai imannya menjawab Kristen, namun tak paham apapun mengenai kekristenan apalagi mengenal pribadi Kristus . Masih pula didapati mereka yang telah menyatakan diri sebagai Kristen namun lebih yakin pada adat istiadat, tradisi budaya serta ajaran leluhur daripada ajaran firman Allah sebagaimana dinyatakan dalam kitab suci.
KRISTEN YANG TIDAK MEMBANGGAKAN TUHAN
Cukup mengejutkan saya mengetahui bahwa seorang wartawan senior yang juga dikenal sebagai pengamat kuliner terkenal, yang meninggal dunia baru-baru ini ternyata seorang Kristen. Almarhum sebenarnya orang Jawa tulen namun kemudian menikah dengan perempuan berkebangsaan Belanda.
Pada awalnya saya merasa berbesar hati jika ternyata beliau seorang saudara seiman. Namun dalam beberapa tulisan yang saya temukan, yang ditulis beberapa orang di media sosial untuk mengenang beliau, saya menemukan sesuatu yang membalikkan perasaan senang tadi menjadi kekecewaan. Apa sebab? Ternyata sepanjang 67 tahun kehidupannya, tak tampak sedikitpun kesaksian dari kehidupan Kristennya. Banyak malah yang tidak tahu bahwa beliau seorang Kristen. Salah satunya disebabkan pernah menulis sebuah cerpen mengenai keindahan kehidupan beragama dari kepercayaan yang lain. Lebih lanjut, dalam tulisan tersebut (saya menganggapnya sebagai tulisan yang jujur dan bukan hoax) saya semakin terheran-heran menemukan konsep yang diyakini beliau mengenai kematian. Ia takut mati. Di usianya yang ke-55, ia dihantui kematian di usia tersebut karena kedua orang tuanya meninggal di usia itu. Ketika usia tersebut dilewatinya, ketakutan itu perlahan sirna. Namun yang lebih aneh, baginya kematian adalah akhir dari segalanya. Tak ada lagi sesuatu setelah itu.
Dan saya semakin bertanya-tanya, orang Kristen seperti apakah yang sama sekali tidak mengenal konsep kematian sesuai ajaran Alkitab? Dan bagaimana bisa ketakutan akan kematian bisa datang menghampiri seorang yang mengaku pengikut Kristus? Yang ketakutan itu kemudian hilang dengan sendirinya tanpa suatu kesaksian bahwa Tuhan yang telah menghilangkan ketakutannya itu?
Saya tidak bermaksud menghakimi siapapun. Saya hanya bertanya-tanya, jika itu benar memang demikian, bukankah itu merupakan fakta bahwa seseorang bisa menjadi Kristen tanpa pernah benar-benar meyakini ajaran Tuhan dari orang-orang Kristen itu sendiri? Dan bahwa menjadi Kristen bukan berarti mengenal Kristus, apalagi tinggal dalam persekutuan dengan Dia?
Kita perlu menarik garis tegas.
Beragama Kristen bukan berarti sudah TINGGAL DALAM KRISTUS.
Wilayah atau daerah yang diklaim sebagai tanah Kristen bukanlah pasti merupakan milik Kristus.
Identitas Kristen ialah identitas sosial keagamaan. Yang atasnya, tidak bisa dijadikan ukuran seseorang telah memiliki persekutuan dengan Kristus dan TINGGAL DALAM KRISTUS.
Hanya dengan menjadi seorang Kristen, tidak akan pernah menghasilkan buah seperti yang Tuhan rindukan. Tidak mengherankan jika banyak di antara orang-orang yang mengaku Kristen melakukan perbuatan yang lebih buruk dari mereka yang bukan Kristen. Menjadi batu sandungan daripada menjadi saluran berkat-berkat Tuhan. Berubah lebih jahat daripada berbuah lebat.
Kiranya kita termasuk dalam golongan orang yang layak disebut CHRIST-IAN.
Orang-orangnya Kristus.
Salam revival.
INDONESIA PENUH KEMULIAAN TUHAN!
Baca juga artikel sebelumnya:
BERUBAH DAN BERBUAH