Sejak menyampaikan pesan di facebook dan media sosial lainnya agar Ahok sebaiknya mundur
dalam pencalonan gubernur DKI Jakarta, saya melihat begitu banyak
respon dan sikap dari penggiat media sosial dan warga dunia maya
Ada yang berharap, oleh karena terzolimi, Ahok bisa menang satu putaran.
Ada yang kuatir kalau Ahok mundur keadaan Indonesia semakin dikuasai koruptor dan orang² jahat lainnya.
Ada yang siap mengadakan bentrokan bahkan pertumpahan darah dengan sesama saudara² sebangsa dan setanah air.
Tapi di sisi lain ada yang sama sekali tampaknya tidak peduli. Tidak
Mengetahui ada pesan agar Ahok mundur (apalagi disertai pernyataan
bahwa ini disampaikan atas nama suara Tuhan), reaksi pun beragam. Ada
yang masih memikirkan dan merenungkan. Ada yang wait and see. Ada juga
yang menerima meskipun masih terasa kurang rela.
Namun yang menarik
perhatian saya dan membuat saya memikirkan lebih jauh adalah adanya
orang² yang menghujat saya, yang menyerang dengan kata² kasar dan
merendahkan, yang menertawakan usulan atau pandangan saya ini, yang
intinya mem-bully saya oleh karena pandangan saya ini.
Sikap
yang keras pada saya ditunjukkan dengan pernyataan² semacam saya “jualan
agama”, “setan yang mengatasnamakan Tuhan”, “penakut tapi mengaku
beriman”, saya “meragukan kuasa Tuhan”, dan “Tuhan mana yang sudah
bicara pada kami”yang semuanya sebenarnya tuduhan (yang adalah sikap
menghakimi) bahwa saya menggunakan nama Tuhan untuk menutupi ketakutan,
kepanikan dan kekuatiran saya akan situasi politik sekarang ini.
Terus terang saya sangat menyesalkan sikap² semacam ini.
Tapi melalui ini setidaknya saya semakin mengetahui motif berbagai
pihak dalam mendukung Ahok untuk terus maju sebagai gubernur DKI.
Beberapa hal yang saya temukan antara lain:
1) Kebanyakan orang membaca hanya sekilas pesan² yang saya dan rekan²
saya sampaikan. Tidak mendalaminya. Tidak merenungkannya lebih lagi.
Apalagi mendoakannya di hadirat Tuhan. “Pokoknya inti pesannya itu
“mundur”maka jelas itu keliru karena banyak yang mendukung untuk maju.
Harus di bully beramai-ramai orang seperti ini”
Bagi saya inilah
pendukung² buta yang sangat berbahaya. Sama fanatik dan merusaknya
dengan massa yang tidak tahu permasalahn namun ikut demo, turut
merangsek, dan bersama-sama mengacungkan tangan dan berteriak menghujat
orang yang dibencinya.
2) Selagi menuduh saya memanfaatkan agama
dan menyalahgunakan nama Tuhan, sebagian mengklaim dirinya sebagai
orang² pemberani, penuh iman, sangat yakin akan kekuasaan Tuhan dan
sederet sebutan lainnya yang menunjukkan bahwa Tuhan pasti menolong dan
mengadakan mujizat bagi Ahok, orang pilihan-Nya.
Saya jadi ingin
bertanya, apakah itu tidak termasuk sebagai memanfaatkan Tuhan demi
memenuhi keinginan mereka yaitu melihat pemimpin idaman mereka menduduki
jabatannya?
3) Ada suatu kekacauan ukuran atau standard
misalnya semacam bahwa “maju tanda menang atau mundur pasti kalah” atau
“tidak maju atau tidak menyarankan maju berarti penakut dan yang
menyarankan manu pasti pemberani dan beriman” atau “kalau tidak
sekarang, kapan lagi karena tidak ada waktu lagi” atau “lebih baik adu
kekuatan saja dsripada menjadi pengecut dan lari meninggalkan
pertempuran”
Semuanya menunjukkan betapa banyaknya yang berpikir
naif namun merasa telah tepat menilai dengan benar. Pandangan serta
sikap yang picik semacam itu justru menunjukkan kondisis kebodohan dan
kesombongan yang menyatu menjadi kebebalan.
MEMANFAATKAN TUHAN ATAU MENGIKUTI KEHENDAK-NYA?
Yesus bukannya tidak percaya Allah Bapa tidak sanggup memakai cara yang
lain untuk menebus umat manusia. Dengan satu kata saja, Dia sanggup
memindahkan manusia ke sorga saat ini juga. Tetapi penebusan manusia
bukan berbicara mengenai kesanggupan atau kemahakuasaan Tuhan melainkan
cara yang dipilih-Nya untuk merebut jiwa² manusia dari kuasa kegelapan.
Cara yang dipilih-Nya adalah menyalibkan Anak-Nya. Dan, siapakah yang
senang dengan salib? Itu cara yang bodoh dan sangat menyakitkan. “Jika
Allah sanggup menggunakan cara yang mudah mengapa harus cara yang
berat?” Bukankah begitu pikiran manusia kita yang bodoh namun sok pintar
ini.
Tetapi cara itu pula yang ditetapkan-Nya bagi kita untuk
mengikut Dia, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
Karena barangsiapa mau
menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Matius
16:24-25).
Itu tidak berarti kita akan mati disalibkan seperti
Yesus tetapi jika kita mau mengikut Tuhan itu serupa dengan memikul
salib sepanjang via dolorosa (jalan kesengsaraan). Yaitu melalui suatu
cara yang berat secara daging, secara manusia duniawi kita, yang smaa
sekali tidak menyenangkan bahkan memalukan harga diri kita. Sesuatu yang
sama sekali jauh dari apa yang dipikirkan pada umumnya.
Yang
banyak kali saya tangkap dari berbagai respon, khususnya mereka yang
beriman Kristen atau Katholik, ialah kecenderungan yang kuat untuk
memilih jalan sendiri dengan menarik Tuhan menyertai dirinya lalu
menyuruh Tuhan membuka jalan (keberhasilan) akan setiap tujuan dan
keinginannya itu.
Sukar menemukan yang namanya mencari salib Tuhan
lalu memikulnya sambil dengan taat mengikuti Tuhan dari belakang
kemanapun Dia pergi.
Bagi saya itu adalah iman yang buta. Yang
mengklaim berkat dan kesuksesan duniawi bagi dirinya dengan
mengatasnamakan bahwa itu adalah janji Tuhan di Alkitab. Jika memang itu
benar, hari ini pasti bumi menjadi tempat yang super ajaib karena anak²
Tuhan atas dasar itu mengubah makanan sedikit menjadi cukup untuk
setahun, mengirim api dari langit atau menghentikan bencana badai, gempa
atau letusan gunung berapi. Tidak ada yang sakit atau cacat karena
mujizat terjadi setiap jam. Faktanya tidak pernah demikian.
Mujizat
Tuhan diberikan sesuai belas kasihan-Nya saat melihat iman kita. Ada
yang buta langsung melihat. Ada yang melihat samar² lalu semakin jelas.
Ada yang ditumpangi tangan. Ada yang langsung terbuka matanya setelah
mendengar perkataan Yesus. Ada yang diolesi dengan tanah liat baru
melihat. Tetapi masih ada banyak lagi yang buta dan tak tersembuhkan di
zaman Yesus ada.
Sesuai catatan Alkitab, kita akan ditolong-Nya
sesuai dengan cara yang dipilih-Nya. Bukan menuruti keinginan dan cara
kita. Saat kita memilih cara kita sendiri maka perkenan-Nya tak lagi ada
atas kita. Di situlah mujizat sukar terjadi.
Daniel ditolong
Tuhan pertama-tama saat ia taat mengikuti perintah Nabi Yeremia supaya
menyerahkan diri ditawan pasukan Babel dan dibawa ke Babel. Dia juga
ditolong BUKAN dengan musuh²nya mati mendadak, bukan karena intrik dan
permainan politiknya atau dengan belas kasihan raja. Daniel ditolong DI
SAAT ia dihukum masuk gua singa. Jelas sekali Daniel tidak dapat memilih
cara ia ditolong Tuhan. Ia hanya ikut saja pimpinan Tuhan dan percaya.
Banyak yang ingin Ahok diselamatkan secara ajaib seperti Daniel. Tetapi
apakah itu yang dipilih Tuhan sebagai cara menyelamatkan Ahok?
Sedangkan Daniel saja tidak pernah meminta Tuhan menyelamatkannya secara
ajaib?
Yesus berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin,
biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang
Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”
Keinginan
hati Yesus sebagai manusia ialah supaya penyaliban, sekiranya mungkin,
tidak menjadi cara yang Bapa pilih dan pakai demi keselamatan manusia.
Tapi walaupun hatinya sebagai manusia menginginkan itu, Dia tahu
hidup-Nya ialah untuk melakukan kehendak Bapa-Nya, apapun itu yang
diputuskan dan yang ditetapkan-Nya.
Jika kita ingin berhubungan
dan berjalan bersama Tuhan, penting bagi kita tahu kehendak-Nya. Sebab
segala keputusan atas dunia ini ada dalam kedaulatan-Nya. Dia yang
berkuasa atas segala sesuatu, tahu segala sesuatu dan bekerja atas
segala sesuatu. Kita domba, Dia Gembala kita. Kita umat, Dia Raja kita.
Kita ciptaan, Dia Pencipta dan Tuhan kita. Dia tahu yang terbaik bagi
kita. Itu sebabnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, dalam imannya yang
teguh, berkata, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami,
maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan
dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi SEANDAINYA TIDAK, hendaklah tuanku
mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak
akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu”(Daniel 3:17-18).
Ya, Tuhan sanggup mengadakan mujizat atas Sadrakh dkk tapi mereka tidak
memaksakan dirinya dan imannya dengan mengatur Allah pasti melakukan
ini dan itu bagi mereka. Mereka hidup untuk taat melakukan kehendak
Allah. Bukan sebaliknya, Allah yang harus taat pada kehendak mereka.
Di dalam melakukan kehendak-Nya ada berkat dan penyertaan-Nya. Di luar
itu, kita yang akan menanggung akibat² pilihan kita yang keliru. Hal itu
pasti akan sangat menyakitkan dan penuh kesedihan, meskipun Dia masih
akan menolong kita saat kita bertobat dan mencari kasih karunia-Nya.
Jadi, tinggalkanlah segala perdebatan, hinaan, cacian dan sikap membully.
Mari kita berdoa dan merenung bersama.
Mencari kehendak Tuhan atas kondisi bangsa kita tercinta ini.
Lalu sebaiknya kita menyelami isi hati-Nya.
Barulah dari sana kita semua akan menjadi lebih jelas bagaimana
seharusnya kita (dan juga Ahok) mengambil sikap atas situasi sekarang
ini.