AWAS SAKIT HATI!

Oleh: Peter B, MA

Nats : Kejadian 37:1-11

Membaca kisah Yusuf dalam kejadian pasal 37, kita dapat menemukan sesuatu yang menarik mengenai sikap keluarga Yusuf kepada anak muda ini. Di satu sisi, Yusuf sangat disayangi dan diperhatikan oleh ayahnya, Yakub. Namun di sisi yang lain, tiga kali banyaknya disebutkan bahwa saudara-saudaranya kian hari kian benci kepada Yusuf (ayat 4,5,8). Puncaknya, pekerjaan saudara-saudara Yusuf ditambah dengan rasa dengki atau iri yang amat sangat kepadanya (ayat 11).

Bagaimana bisa Yusuf disayangi sekaligus dibenci?
Mengapa ada yang menyayangi Yusuf namun ada pula yang sangat membencinya?

Dari kisah di pasal tersebut kita tahu bahwa Yusuf bukanlah pribadi yang jahat, yang gemar berbuat yang buruk terhadal saudara-saudaranya sehingga menimbulkan sakit hati yang besar dalam diri mereka. Justru yang terjadi adalah kebalikannya. Saudara-saudara Yusuf bukan saudara-saudara yang baik maupun pribadi-pribadi yang hidup dalam kebenaran.

Setidaknya kita tahu ada tiga kemungkinan sebab mengapa Yusuf dibenci oleh saudara-saudaranya:

1) Karena Yusuf menceritakan kejahatan saudara-saudaranya (ayat 2)
2) Karena Yakub, ayah mereka lebih mengasihi Yusuf dari semua anaknya yang lain, (ayat 4)
3) Karena Yusuf menceritakan mimpinya yang terkesan merendahkan saudara-saudaranya (ayat 5,8)

Dari ketiga sebab tersebut, meski terkesan Yusuf sebagai pribadi yang mencari muka pada ayahnya dan suka meninggikan diri di antara saudara-saudaranya (yang semuanya masih dapat dimaklumi karena usia Yusuf yang muda), ketiga sebab tersebut bukanlah karena Yusuf melakukan kesalahan yang fatal dan dengan sengaja menyakiti hati saudara-saudaranya.

Jadi dapatlah dikatakan bahwa saudara-saudara Yusuflah yang menjadi sakit hati karena mereka tidak hidup dalam kasih dan kebenaran.

Pelajaran apakah yang dapat kita tarik mengenai rasa sakit hati dan benci di hati kita saudara Yusuf ini?

1 – Kita dapat sakit hati dan menuding orang lain yang menjadi kepahitan hati kita padahal sesungguhnya kitalah yang tidak dapat menguasai diri atau tidak mau memilih untuk mengampuni atau mengasihi orang lain

2 – Sakit hati juga dapat masuk dalam hati kita dan melahirkan kebencian di dalamnya oleh karena kita merasa dirugikan dan diganggu kepentingannya oleh orang lain sekalipun orang itu tidak bermaksud melakukannya dengan sengaja kepada kita. Inilah sakit hati yang lahir dari sifat egois, dari perasaan tidak terima karena merasa tidak mendapat yang kita inginkan lalu mencari kambing hitam dari kondisi kita itu.
Ini merupakan sikap yang buruk oleh karena pada dasarnya kita menolak bertanggung jawab atas kegagalan dan kesalahan kita, lalu mengalihkan rasa sakit kita dengan menyalahkan dan menuduh orang lain hingga berkembang suatu rasa benci yang sebenarnya tidak berdasar kepada orang-orang tertentu

3 – Kebencian dapat menguasai hati kita ketika kita gagal melihat kebaikan dan sisi positif dari orang lain tetapi memilih untuk mengasihani diri dan merangkul iri hati dan dengki sebagai respon utama kita. Kita harus menjaga hati dari sikap ”senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang” sebab jika kita memelihara sikap demikian sesungguhnya takkan lama sebelum kita kemudian jatuh dalam kebencian demi kebencian pada seseorang atau suatu hal.

4 – Kepahitan dapat merasuk di dalam jiwa kita jika kita terus-menerus membiasakan diri kita memiliki pola pikir dan sudut pandang yang negatif di dalam segala sesuatu. Sesungguhnya, tidak sedikit di antara kita yang terlatih untuk berpikir, bahwa orang lain lebih beruntung dari kita dan bahwa Tuhan telah bersikap tidak adil terhadap kita.
Rasa benci dan dendam tidak perlu menunggu adanya orang yang menyakiti kita secara terang-terangan sebab dengan hanya kerap berpikir secara negatif beserta absennya kasih di dalam hati kita, sudah cukup untuk kuasa kegelapan menaburkan benih-benih yang jahat atas kita yang kemudian tak memerlukan waktu lama untuk menuai tumbuh-tumbuhan kebencian, sakit hati, kemarahan, kegeraman dan kepahitan dari hidup kita.

5 – Dan jika tanpa perlakuan buruk, kita dapat menjadi pahit di dalam hati, betapa kita harus lebih lagi berjaga-jaga apabila ada sikap, perkataan atau perbuatan yang buruk yang kita alami dari siapapun juga. Kita harus benar-benar menjaga hati kita supaya akar pahit tidak tumbuh di dalamnya. dan kita untuk ini kita perlu bergantung kepada Tuhan dan kasih karunia-Nya yang memampukan kita hidup di dalam kasih sepanjang hari-hari Kita di dunia sekarang ini.

Tanpa kita sadari, dalam kelicikannya, iblis menggunakan kelemahan dan kelengahan kita menjaga hati, dengan menanamkan pikiran negatif di benak kita. Juga jika hidup kita tidak dipenuhi dan digerakkan oleh kasih Tuhan, cepat atau lambat, saat menghadapi berbagai situasi dalam hidup sehari-hari maupun sikap-sikap orang yang berhubungan dengan kita, pastilah kita akan dengan cepat dan mudah bahkan seringkali tanpa kita sadari benar, kita telah tersandung oleh rasa kecewa, marah dan tidak terima dengan apa yang kita alami. Ini belum ditambah dengan pengaruh-pengaruh hasutan dari ajaran-ajaran sesat (meskipun kelihatannya baik dan berdasarkan agama) serta kabar-kabar hoax yang membangkitkan emosi dan kemarahan, yang dapat mempengaruhi pikiran kita sehingga menanamkan dan membenarkan rasa sakit di hati kita.

KESIMPULAN
Mengetahui betapa rentan dan rapuhnya kita, sesungguhnya kita perlu terus terhubung dengan Tuhan untuk tinggal di dalam kasih, menerima aliran kasih-Nya terus menerus dan hidup senantiasa menikmati kasih-Nya di hati kita setiap hari. Setiap jam seharusnya kita lalui di dalam kasih-Nya yang tak pernah habis dan berkesudahan itu. Pikiran kita harus selalu dipenuhi dengan kebenaran bahwa kita ini dikasihi tuhan dan bahwa dia senantiasa berlaku adil kepada kita. Apapun yang kita terima dalam hidup kita, jika kita percaya dan telah menyerahkan diri kepada-Nya, semuanya harus diyakini sebagai bagian kita yang terbaik dalam kehidupan yang disediakan dan diberikan Tuhan kepada kita.

Jangan biarkan hari-hari kita dijalani dalam kebencian dan kebencian yang semakin dalam. Bersama Yesus Kristus, kita dapat menjalani hidup kita dalam kasih yang semakin besar setiap hari.

Seperti Yusuf yang mengembangkan kasih sepanjang hidupnya, ia terbukti baik menjadi berkat, bagi saudara-saudara dan keluarganya bahkan dimampukan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.

Tidakkah Anda rindu hidup Anda dijadikan Tuhan seperti demikian?

Salam Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *