orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat.
Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: “Hari
ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu.”
menceriterakan kepada orang-oran Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan
dia. Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia
melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.” Tetapi Ia berkata kepada mereka:
“Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” (Yohanes 5:9-10,
15:17)
adalah salah seorang manusia yang paling banyak menerima kritikan. Ia dikritik dan
dicari kesalahanNya hampir dalam segala bidang kehidupan maupun dalam hal yang
dilakukannya. Dalam konteks kisah dari nats renungan kita sekarang, Yesus baru
saja dikritik oleh orang-orang Yahudi karena menyembuhkan seseorang pada hari
Sabat dimana akhirnya orang yang telah disembuhkan itu pulang, berjalan sambil
membawa tilamnya. Roh agamawi yang sedemikian kuat bekerja di antara
orang-orang Yahudi membuat mereka menjadi kejam. Bukannya bersyukur karena mujizat
terjadi di tengah-tengah mereka; bukannya mengucapkan pujian dan sorak sorai
bagi Tuhan; bukannya bersujud menyembah menyaksikan keajaiban Tuhan; tetapi
mereka menghujat dan membenci. Allah bersukacita melihat kebebasan, kelepasan
dan kesembuhan. Adalah kegembiraan yang luar biasa bagi surga mengetahui
seorang yang selama 38 tahun lumpuh tergeletak, pada hari itu bangun dan pulang
ke rumahnya sambil membawa tilamnya. Sungguh tidak dapat diterima logika ketika
orang-orang Yahudi menjadi marah dan melarang orang yang baru sembuh itu pulang
sambil mengangkat tilamnya. Di pemandangan orang-orang, mengangkat tilam adalah
pekerjaan dan itu melanggar Sabat. Di mata Tuhan, mengangkat tilam adalah
mujizat dan itu mempermuliakan namaNya.
mendapatkan tuduhan demikian, menjawab dengan jawaban yang sangat singkat.
Inilah jawaban yang akan menjadi pokok renungan kita mengenai penyembahan yang
sejati: “BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” Bagian
pertama dari pembahasan kita adalah dari kata bekerja. Penyembah sejati adalah orang-orang yang suka bekerja.
Mereka bekerja seperti Bapa. Mereka tidak malas tetapi giat. Mereka adalah
pekerja-pekerja. Lebih daripada itu, mereka mendalami makna asli dari kata bekerja yang dikatakan oleh Yesus karena
jika kita memeriksa lebih jauh, kita akan mengetahui dengan jelas bahwa arti
kata itu bukan hanya sekedar ‘bekerja’ atau ‘mengerjakan sesuatu’ melainkan bekerja keras, bersusah payah.
penyembah yang sejati akan mencerminkan suatu kehidupan yang dinamis. Kehidupan
mereka ditandai oleh semangat yang tidak kenal menyerah, optimis, penuh gairah
hidup, roh yang menyala-nyala. Para penyembah sejati hidup dengan
prinsip-prinsip terbaik dari Alkitab. Mereka “mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan
yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah” sebagai ibadah mereka yang
sejati. Dalam hidup sehari-hari dan bekerja, mereka penuh semangat karena
mereka diajar supaya “janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu
menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” Mereka “giat selalu dalam pekerjaan Tuhan”
karena mereka sungguh-sungguh mengerti bahwa “dalam persekutuan dengan Tuhan
jerih payahmu tidak sia-sia.” Tapi… apakah mereka tidak pernah lelah? Tidak
pernakah mereka menjadi capai dan malas untuk bekerja? Tentu saja mereka pernah
merasakannya tetapi itu bukan masalah. Penyembah sejati akan berdiam diri
menanti-nantikan Tuhan. Di sanalah mereka mendapatkan kekuatan baru. Mereka
akan “seperti rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari
dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
hal sifat rajin, mungkin tidak ada yang dapat menandingi semut-semut pekerja.
Salomo mengadakan sebuah penelitian kecil dan menyimpulkan: “biarpun tidak ada
pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, Ia menyediakan rotinya di musim
panas dan mengumpulkan panennya pada waktu panen.” Sungguh luar biasa!
Keistimewaan dari sifat semut-semut pekerja ini nyata dalam dua hal. Pertama, mereka tidak memiliki pemimpin,
pengatur, atau penguasa namun tetap bekerja dengan baik. Ini berarti tidak ada
yang menunjukkan kepada mereka bagaimana cara bekerja yang baik, tidak ada yang
mengawasi mereka untuk memperingatkan mereka, dan tidak ada seorang berkuasa
yang memerintah mereka. Semut-semut tidak memiliki buku petunjuk bekerja, tidak
dalam pengawasan, tidak seorangpun memerintah mereka… tetapi mereka tetap
bekerja! Dengan baik pula! Kedua,
dalam bekerja mereka bekerja keras tidak mengenal istirahat atau berhenti
sejenak. Di musim panas yang adalah musim terbaik untuk berlibur dan bermain,
mereka tetap menyediakan rotinya. Di musim panen dimana kebanyakan orang
berpesta panen, binatang-binatang kecil ini tetap mengumpulkan. Betapa
rajinnya!
memperingatkan supaya para pemalas belajar kepada semut dan menjadi bijak.
Siapakah para pemalas ini? Siapakah yang harus belajar kepada semut untuk
menjadi sedikit lebih pandai? Tergolongkan kita sebagai salah seorang pemalas
ini? Perlu diketahui dengan benar bahwa ukuran sifat rajin di pandangan mata
Tuhan adalah seperti kerajinan seekor semut. Jadi sebutan pemalas itu adalah
bagi siapa saja yang tidak dapat memenuhi standard sifat rajin Tuhan. Pemalas
adalah mereka yang memiliki prinsip dan etos kerja jauh di bawah semut-semut
itu. Jika kita baru bekerja setelah mendapatkan petunjuk sejelas-jelasnya
mengenai pekerjaan kita, kita adalah orang yang malas berpikir. Apabila kita
baru bekerja setelah ada yang mengawasi dan memperingatkan kita, kita masih
tergolong para pemalas. Seandainya kita baru bertindak untuk bekerja setelah
ada yang memerintah kita, sifat pemalas masih menjadi bagian kita. Bila kita
suka untuk berhenti dan beristirahat dalam melakukan sesuatu, orang-orang malas
masih merupakan sebutan yang layak untuk kita. Jadi itu bisa jadi saya atau
Anda, bukan?
karena itu, kita harus membuktikan bahwa kita adalah ciptaan Tuhan yang mulia.
Kita harus menunjukkan kita adalah para penyembahNya yang sejati, yang
mendedikasikan seluruh keberadaan hidup kita bagi kemuliaanNya (Bukankah tugas
yang diselesaikan memuliakan Dia? Lihatlah Yohanes 17:4). Kita harus hidup
sebagai hamba-hamba tebusan yang telah ditebus dengan darah yang mahal sehingga
satu-satunya ungkapan terima kasih kita yang terbaik adalah mengabdikan diri
sepenuh dan seumur hidup kita kepada Allah Penebus kita.
Tuan
Agung kita adalah pekerja keras. Bapa kita di surga suka melakukan banyak hal
dan menyibukkan diri. Ia masih bekerja hari ini dan tidak ada pengangguran di
surga. Sebagaimana Bapa bekerja demikianlah seharusnya kita. Yesus bekerja
karena melihat Bapa bekerja (Yohanes 5:19) maka demikian juga kita mesti
melakukannya. Sifat malas bukan dari Allah. Sifat malas adalah tipuan dari
Iblis. Betapa bodohnya orang yang hidup dalam kemalasan dan percaya bahwa
kemalasan itu tidak berbahaya. Iblis senang sekali dengan orang yang malas
karena tanpa susah payah mereka sudah lumpuh dengan sendirinya. Ketahuilah satu
hal: Iblis sendiri tidak pernah menjadi pemalas. Jadi, seorang pemalas lebih
rendah derajatnya daripada binatang bahkan setan sekalipun.
penutup bagian ini, simaklah pendapat jill Briscoe dalam artikelnya “Apa yang menghentikan Anda?”. Dalam
tulisan tersebut, ia menyatakan 5 hal yang menjadi penghalang utama bagi
hubungan intim kita dengan Tuhan. Kelima hal itu antara lain: sifat cuek/tidak
perduli, pikiran yang sempit dan kecil, ketakutan akan harga yang harus
dibayar, kesibukan dan kemalasan. Siapa yang hidup dalam kelima hal itu pasti
tidak akan memperoleh apa-apa, tidak akan pernah kemana-mana, tidak tahu apa-apa
mengenai Tuhan, tidak aka pernah mengerti bagaimana hidup yang berarti, dan
akhirnya tidak tahu mengapa ia kemudian mengalami penderitaan!
selalu tips Salomo ini: “Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi
kemalasan mengakibatkan kerja paksa.” Amin.
dari warta Worship Center edisi 46 – 22 November 2002)