BENARKAH RASUL PAULUS MELAYANI SAMBIL BERBISNIS?

Oleh Peter B, MA
 
 
Apa yang disampaikan oleh rasul Petrus dalam suratnya
yang kedua tentang rekan sekerjanya di ladang Tuhan, Pauus rupanya
masih menjadi kenyataan hingga kini. Mengenai rasul yang dipanggil
paling belakangan dari rasul-rasul lainnya itu, Petrus menuliskan :

…seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah
menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya.
Hal
itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang
perkara-perkara ini.
Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal
yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan
yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan
mereka sendiri,
sama seperti yang juga mereka buat dengan
tulisan-tulisan yang lain.
~ 2 Petrus 3:15-16

Dengan
kata lain, tidaklah mudah memahami tulisan rasul Kristus yang paling
giat dalam pekerjaan Tuhan itu. Apa yang ditulisnya terkadang sukar
dipahami. Sampai-sampai yang membacanya berkali-kali pun tetap tidak
memahaminya. Dan jika ada di antara mereka tidak teguh imannya, maka
mereka akan memutarbalikkan tulisan dan pengajarannya itu menjadi
sesuatu yang membinasakan mereka sendiri. Maksudnya, oleh sebab
salah menafsirkan dan gagal menangkap maksud Paulus, beberapa orang
menjadi sesat dan mengambil langkah yang salah, yang bukan tidak
mungkin berujung pada hilangnya kesempatan terbaik untuk hidup bagi
Tuhan bahkan merisikokan kepastian tempat mereka di sorga.

Atas
peringatan ini, kita perlu benar-benar memperhatikannya. Perlu suatu
sikap penuh kehati-hatian saat membaca surat-surat Paulus,
lebih-lebih dalam menafsirkannya dan menyampaikan pengajaran yang
bersumber tulisan-tulisan sang rasul.

Menjadi
Tukang Tenda

Salah satu perdebatan yang berasal dari
berbagai tafsiran mengenai kehidupan Paulus sebagaimana yang
dituangkan dalam surat-suratnya adalah mengenai apakah sang rasul
melayani sambil bekerja secara sekuler? Apakah hamba Tuhan ini juga
menjalankan bisnis? Atau apakah sebagai rasul, penginjil dan guru
bisakah ia dikatakan memiliki usaha di bidang perdagangan kemah
sebagaimana dituliskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul 18:3?

Ini
menjadi penting karena dari apa yang dipahami dan diyakini sebagai
suatu kebenaran akan dibangun suatu sikap hati, cara pandang, bahkan
praktek-praktek nyata sehari-hari mengenai bagaimana seseorang
memandang pekerjaan Tuhan dan kehidupan seorang pelayan Tuhan
termasuk sejauh mana pekerjaan sekuler boleh atau tidak dilakukan
seorang yang menyebut dirinya sebagai hamba Tuhan yang melayani
sepenuh waktu.

Sebagian orang dan hamba-hamba Tuhan
berpendapat bahwa seperti teladan rasul Paulus yang juga bekerja
dengan tangannya sendiri mencukupi kebutuhannya, maka seorang hamba
Tuhan boleh bekerja juga. Boleh berbisnis juga layaknya yang bukan
hamba Tuhan. Boleh menjalankan usaha sambil melayani atau memimpin
jemaat. Dan ini terus berkembang sampai pada berbagai kesimpulan
semacam pendeta bisa jadi pengusaha dan pengusaha pun bisa bergelar
pendeta. Tidak perlu ada batas pelayan Tuhan sepenuh waktu dengan
pekerjaan atau profesi sekuler untuk mencari nafkah. Ini sah dan
tidak perlu dimasalahkan karena Rasul Paulus memberikan teladan
semacam itu.

Sayangnya, sebagian yang lain tidak
sepandangan. Bagi kelompok ini, melayani sepenuh waktu adalah
panggilan khusus. Mereka memang diciptakan, dipanggil dan ditetapkan
untuk menyediakan seluruh waktunya melayani dan mengurus pekerjaan
Tuhan sehingga tidak boleh mengerjakan pekerjaan sekuler apapun.
Seperti orang Lewi, mereka tidak boleh mengerjakan tanah atau ladang
maupun menghidupi profesi lainnya. Hidup mereka dijamin dan dicukupi
melalui persembahan persepuluhan yang diberikan sebelas suku lainnya,
yang tidak ditetapkan secara khusus untuk melayani Tuhan di bait-Nya.
Pendapat ini, lebih-lebih di zaman sekarang, ditantang dengan kuat
ketika diperhadapkan dengan kenyataan Paulus beserta rekan-rekan
pelayanannya yang lain ternyata bekerja secara sekuler dengan menjadi
tukang kemah (lihat Kisah 18:3; 20:34).

Jelas bagi kita dan
tidak mungkin disangkal -sebab disuratkan dalam Kitab Suci- bahwa
Paulus memang menjadi pembuat tenda. Para penafsir Alkitab menduga
bahwa itu dilakukannya selama melayani di Korintus (Kisah 18:3), di
Efesus (Kisah 20:34) dan kemungkinan juga di Tesalonika (2 Tesalonika
3:8-9).

Pertanyaannya, cukupkah itu menjadi dasar untuk
menyatakan bahwa seorang hamba Tuhan boleh juga menjalankan usaha,
berbisnis atau memiliki profesi / pekerjaan sekuler lainnya yang
menghasilkan nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya?

Mari
kita meneliti lebih jauh.

Fakta-fakta lain
dalam Alkitab terkait pelayanan sepenuh waktu dan/atau pekerjaan
sekuler


Penafsiran kita terhadap ayat-ayat
dalam Alkitab tidak bisa didasarkan pada satu dua ayat atau satu
bagian kisah maupun pernyataan di dalamnya. Menafsir dan memahami
Alkitab kita bukan pekerjaan sambil lalu, bukan pengamatan sekilas
pandang, bukan sekedar mengumpulkan ayat-ayat yang senada yang lalu
dengan cepat mengambil kesimpulan serta mengklaimnya sebagai suatu
kebenaran.

Perlu suatu penelitian yang seksama. Yang dipimpin
oleh Roh Kudus. Didasari hati yang mau belajar dan terbuka untuk
diajar. Tidak segera puas dengan data yang diperoleh. Setiap orang
yang hendak menafsir firman perlu menyelidiki lebih lagi di dalam
hadirat Tuhan dan menerima penyingkapan-penyingkapan dari Tuhan
sendiri, yang sesuai dengan hati-Nya dan selaras dengan
pikiran-pikiran-Nya, yang juga diteguhkan oleh banyak bagian dalam
Alkitab maupun dari teladan kehidupan Kristus dan hamba-hamba-Nya
dari segala zaman. Dengan demikian, lalu dengan rendah hati kita
dapat menyampaikan apa yang Tuhan kehendaki sebagai hasil perenungan
terhadap suatu topik kehidupan itu.

Untuk mencari tahu lebih
lanjut apakah rasul Paulus memberikan teladan bagi semua pelayan
Tuhan bahwa seorang hamba Tuhan dibolehkan juga berbisnis secara
sekuler kita perlu memperhatikan fakta-fakta Alkitab berikut ini:

1- Teladan Yesus Kristus: Ia mungkin pernah bekerja secara
sekuler namun setelah usia 30 tahun mulai melayani, Ia tidak per­nah
lagi mengerjakan pekerjaan apapun selain melayani secara rohani

Dari
Injil, kita tahu bahwa Yesus hidup dalam asuhan serta tinggal bersama
orang tuanya sampai usia 30 tahun (lihat Lukas 2:51). Dan sewaktu Ia
mulai dikenal secara luas, orang-orang pun mengenal-Nya sebagai anak
si tukang kayu (Matius 13:55; Markus 6:3). Dari sini kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa Yesus mungkin turut membantu bisnis orang
tuanya sehingga menjadi tukang kayu yang dikenal luas. Sekalipun
begitu, di usia-Nya yang ke-30 tahun, Ia melepaskan semua pekerjaan
atau tanggung jawab sekulernya untuk sepenuhnya melayani banyak orang
secara rohani. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Yesus tidak pernah
berprofesi ganda pada saat Ia menjalani panggilan-Nya sebagai hamba
Tuhan.

2- Teladan rasul-rasul Kristus lainnya : tidak
satupun yang disebutkan memiliki pekerjaan sampingan atau berbisnis
sekuler

Bahkan menurut penuturan Paulus, rasul-rasul hidup
dengan cara menerima persembahan dari jemaat dan dibebaskan dari
melakukan pekerjaan tangan (baca 1 Korintus 9:4-11).

3-
Ajaran Yesus sendiri yang melatih murid-murid-Nya untuk hidup dengan
iman, tidak membawa bekal dalam perjalanan memberitakan kabar baik,
menerima penghidupan dari dukungan orang-orang yang dilayani dan
selalu percaya Tuhan akan memelihara dan mencukupi kebutuhan pribadi
maupun pelayanannya

Sangat jelas dikatakan dalam Matius
10:9-11 :

Janganlah kamu membawa emas atau perak atau
tembaga dalam ikat pinggangmu._
Janganlah kamu membawa bekal dalam
perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau
tongkat,
sebab seorang pekerja patut mendapat
upahnya.

Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di
situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu
berangkat.

Dari sini sungguh sukar mengambil kesimpulan
bahwa Tuhan menghendaki hamba-hamba-Nya mengusahakan sendiri
keperluannya dengan melakukan pekerjaan sampingan lainnya sedangkan
Ia sendiri melatih murid-murid-Nya melayani untuk hidup dengan iman,
bukan mencukupi dirinya melalui membuka usaha atau berbisnis.

4-
Ajaran Paulus sendiri: yang memberitakan Injil hidup dari pemberitaan
injil itu

Adalah menarik menemukan fakta bahwa di kota
dimana Paulus bekerja sebagai tukang tenda, ia ternyata menuliskan
hal ini:

Jadi, jika kami telah menaburkan benih
rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil
duniawi dari pada kamu?

Kalau orang lain mempunyai hak
untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai
hak yang lebih besar?…
Tidak tahukah kamu, bahwa
mereka
yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat
kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian
mereka dari mezbah itu?
Demikian pula Tuhan telah menetapkan,
bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan
Injil itu.

~ 1 Korintus 9:11-14 (TB)

Dengan
kata lain, meskipun Paulus bekerja sebagai tukang kemah, prinsip
rohani yang dipegangnya ialah seperti yang Yesus ajarkan : hidup
dengan iman dan dari hasil pemberitaan Injil itu sendiri. Tidak
mengusahakan penghasilan sendiri tetapi menerima dukungan dari
orang-orang yang mereka layani.

5- Kesesuaian dengan
aturan taurat : ada suku Lewi, satu suku yang dikhususkan hanya untuk
melakukan pekerjaan pelayanan kepada Tuhan dan tidak boleh
mengerjakan ladangnya yang adalah gambaran dua kelompok umat di
hadapan Tuhan : umat yang dipanggil hidup semata-mata melayani Tuhan
dan umat yang masih mengerjakan pekerjaan sehari-hari seperti pada
umumnya

Sebab itu suku Lewi tidak mempunyai bagian
milik pusaka bersama-sama dengan saudara-saudaranya; TUHANlah milik
pusakanya, seperti yang difirmankan kepadanya oleh TUHAN, Allahmu.
~
Ulangan 10:9

maka orang Lewi, karena ia tidak mendapat
bagian milik pusaka bersama-sama

engkau, dan orang asing, anak yatim
dan janda yang di dalam tempatmu, akan datang makan dan menjadi
kenyang, supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau di dalam segala
usaha yang dikerjakan tanganmu.
~ Ulangan 14:29

Hanya
kepada suku Lewi tidak diberikan milik pusaka: yang menjadi milik
pusakanya ialah TUHAN, Allah Israel, seperti yang dijanjikan-Nya
kepada mereka.
~ Yosua 13:14

Sebab orang Lewi tidak
mendapat bagian di tengah-tengah kamu, karena jabatan sebagai imam
TUHAN ialah milik pusaka mereka…”
~ Yosua 18:7

Suku
Lewi tidak mendapat bagian milik pusaka berupa bagian tanah di
Kanaan. Tanah merupakan gambaran dari dunia kasat mata sekarang ini.
Tidak memperoleh tanah berarti tidak mendapat bagian untuk
mengerjakannya dan menikmati hasil-hasilnya. Sama seperti kehidupan
hamba-hamba Tuhan yang dipanggil secara khusus hanya untuk
melayani-Nya, demikian pula orang-orang Lewi dipanggil dan ditetapkan
untuk mengerjakan pekerjaan yang Tuhan bebankan saja, tidak seperti
orang-orang lain pada umumnya yang bekerja dan mencari nafkah
sehari-hari. Dan sama seperti orang-orang Lewi tidak mendapatkan
hasil dari pekerjaan-pekerjaan lain selain hanya dari melayani Tuhan,
demikian pula hamba-hamba Tuhan seharusnya tidak memperoleh
sumber-sumber lain (selain dari pekerjaan Tuhan sendiri) sebagai
penopang kehidupannya.

6- Mereka yang dipanggil secara
khusus untuk melayani seperti Kristus melayani (yaitu dengan sepenuh
waktunya) harus meninggalkan semua pekerjaannya semula lalu
mengabdikan hidup untuk pekerjaan Tuhan

Banyak yang
melihat Yesus melayani. Sebagian menjadi simpatisan yang
mengikuti-Nya kemana Ia pergi. Sebagian lagi memilih mendekat dan
menjadi kumpulan 70 murid-murid-Nya (Lukas 10:1). Tetapi ada 12 orang
yang dipanggil dan dipilih-Nya secara khusus untuk menjadi
murid-murid inti-Nya dan dimuridkan langsung oleh Yesus. Mereka ini
diperintahkan untuk mendampingi Dia kemanapun Ia pergi, menjadi murid
dan tim utama pelayanan-Nya, hidup bersama Dia, mengamati dan
meneladani-Nya.

Akan halnya 12 orang ini, semua dari mereka
melepaskan pekerjaan lamanya -sama seperti Yesus – untuk memasuki
babak kehidupan baru yaitu melayani Tuhan dan banyak orang.

Yesus
berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan
Kujadikan penjala manusia.”
Lalu
mereka pun segera
meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.

Dan setelah
Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu
Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka,
Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil
mereka
dan
mereka segera meninggalkan perahu serta
ayahnya, lalu mengikuti Dia.

~ Matius
4:19-22

Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia
melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di
rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!”
Maka
berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia.

~
Lukas 5:27-28

Sepanjang kehidupan serta pelayanan Yesus,
murid-murid hidup sama seperti Yesus. Tidak bekerja. Hidup dengan
iman. Menerima dukungan dana dari orang-orang yang mereka layani
(Lukas 8:1-3; Lukas 10:38-39; Matius 10:40-42). Murid-murid mulai
berpikir kembali ke pekerjaan lama mereka setelah Yesus tidak ada
lagi bersama-sama dengan mereka (Yohanes 21:1-3)

7-
Nabi-nabi yang dipanggil secara khusus menyampaikan pesan Tuhan tidak
pernah tercatat memiliki profesi atau pekerjaan sekuler lainnya.
Mereka semula memiliki profesi tertentu namun begitu Tuhan memanggil,
mereka hidup sebagai pelayan-pelayan Tuhan semata.

Hal ini
tergambar jelas dari kehidupan Elia yang hidup di tepi sungai Kerit
dan dengan iman menerima pemeliharaan dari Tuhan melalui
burung-burung gagak atau menumpang makan dan tinggal di rumah seorang
janda miskin di Kota Sarfat. Penggantinya, Elisa pun melakukan hal
yang sama. Ketika ia dipanggil menjadi murid Elia, ia meninggalkan
pekerjaan dan keluarganya sama sekali untuk hidup sepenuhnya melayani
Tuhan.
Di zaman Elia pula, ada 100 orang nabi-nabi yang
dikumpulkan dalam gua, diberi makan oleh Obaja, bendahara raja Ahab
(1 Raja-raja 18:13) yang menyiratkan bahwa para nabi di zaman itu
dikenali dari pekerjaan mereka murni sebagai nabi, tanpa embel-embel
profesi lainnya. Sebab jika tidak demikian mereka tidak perlu
bersembunyi atau disembunyikan karena adanya ancaman pembunuhan oleh
penguasa pada waktu itu.

Cara hidup yang sama ditunjukkan
pula oleh nabi-nabi lainnya:

Jawab Amos kepada Amazia:
“Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi,
melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara
hutan.
Tetapi TUHAN mengambil aku dari pekerjaan
menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku: Pergilah,
bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.

~ Amos
7:14-15


8- Kenyataan bahwa hingga kini “tuaian
banyak namun pekerja sedikit”

Injil mencatat salah
satu momen dari pelayanan Yesus seperti ini :

Melihat orang
banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka,
karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak
bergembala.
Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “
Tuaian
memang banyak, tetapi pekerja sedikit.

Karena itu
mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan
pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”
~ Matius 9:36-38

Sejak
zaman Yesus hingga kini, pekerja-pekerja utisan sorga sangatlah
sedikit. Tuaian di bumi memerlukan lebih banyak lagi pekerja.
Lebih-lebih mendekati tuaian raya yang terakhir. Bapa terus memanggil
dan berkehendak mengirimkan pekerja-pekerja itu. Jadi mungkinkah
pekerjaan yang banyak ini dikerjakan oleh pekerja-pekerja yang
memiliki pekerjaan sambilan dan tidak fokus sepenuhnya melakukan
pekerjaan Bapa?

Apabila pekerjaan sekuler dan berorientasi
duniawi saja, yang pekerja-pekerjanya banyak dan selalu ada menuntut
porsi sepenuh waktu (yang oleh karenanya kadangkala menghalangi orang
menyediakan sedikit waktu saja melayani Tuhan), mungkinkah Tuhan puas
pekerjaan-Nya dikerjakan oleh orang-orang panggilan-Nya yang hanya
mengerjakan tugas-tugas dari-Nya dengan separuh waktu saja bagi Dia?

Kita seharusnya sudah dapat mengetahui jawabannya.

9-
Prinsip Tuan atau Majikan yang Baik : bahwa Tuhan sebagai yang
empunya pekerjaan dan memanggil para pekerja-Nya untuk melaksanakan
tugas-tugas dari-Nya adalah Tuan yang Baik, yang pasti akan
bertanggung jawab memelihara hidup pekerja-pekerja-Nya.

Allah,
Dialah Tuan dari segala tuan. Tidak ada majikan yang lebih baik
daripada Dia. Dan jikalau setiap majikan atau pemberi kerja di dunia
ini ada yang begitu memperhatikan pekerja-pekerjanya, maka Tuhan
tentu lebih lagi. Jika ada tuan yang berusaha sekuat tenaga memenuhi
kewajibannya membayar gaji karyawan-karyawannya supaya mereka tidak
kekurangan dan dapat hidup sejahtera, betapa lebihnya Tuhan kita!
Mustahil Dia tidak memelihara dan mencukupi hamba-hamba yang
dipanggil-Nya mengabdikan seluruh waktu, tenaga dan hidup bagi-Nya.
Ia pasti akan bertanggung jawab atas setiap hamba-hamba-Nya. Tidak
akan membiarkan mereka kekurangan dan terlunta-lunta sehingga
nama-Nya dipermalukan. Pun Ia tidak akan membiarkan setiap
pekerja-Nya harus mengais rejeki sendiri, mengusahakan dengan segala
susah payah sambil melakukan tugas-tugas pelayanan yang ditanggungkan
atas mereka. Ia punya seribu satu macam cara untuk memelihara hidup
hanba-hamba-Nya termasuk mengirimkan makanan melalui burung gagak,
menumbuhkan pohon jarak untuk berteduh atau memunculkan uang dari
mulut ikan. Jika dengan lima potong roti dan dua ekor ikan, lima ribu
orang diberi makan sampai kenyang dan ratusan ribu orang Israel
diberi makan minum di padang gurun, jelaslah Tuhan sanggup memenuhi
makan minum setiap orang yang menyerahkan hidup mengerjakan
panggilan-Nya.

Apabila setiap hamba Tuhan yang yakin Tuhan
memanggilnya untuk memikul tugas pelayanan ternyata masih harus
dituntut memikirkan bagaimana mencukupi penghidupannya sehari-hari
pastilah Tuhan merupakan Tuan yang lalim, suatu hal yang tak boleh
sedikitpun terlintas di pikiran kita tentang Allah kita yang baik dan
sempurna itu. Dia yang memanggil orang menjadi hamba-Nya sudah pasti
akan memenuhi dan mencukupi penghidupan hamba-hamba-Nya itu.

10-
Terakhir, terkait Paulus, sebenarnya tidak selalu sang rasul
menghidupi diri dan pelayanannya dengan bekerja sebagai tukang kemah.
Ia juga menerima dukungan keuangan dari jemaat dalam berbagai
kesempatan.

Meskipun ada ayat-ayat yang menunjukkan
bagaimana Paulus bekerja dengan tangannya sendiri untuk kebutuhan
hidupnya namun ada pula ayat-ayat yang menyatakan bahwa ia pun
dicukupi oleh bantuan berupa persembahan kasih dari jemaat :

Namun
baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam
kesusahanku.
Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada
waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari
Makedonia, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan
hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.
Karena di
Tesalonika pun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan
kepadaku.
Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan
buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.
Kini aku telah
menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu.
Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari
Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai
dan yang berkenan kepada Allah.
~ Filipi 4:14-18

Jemaat-jemaat
lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku
dapat melayani kamu!
Dan ketika aku dalam kekurangan di
tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun, sebab apa yang
kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari
Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi
beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus
11:8-9

Dengan kata lain, tidak selalu Paulus memenuhi
kebutuhannya sehari-hari dengan bekerja secara sekuler (di luar
kegiatan melayani Tuhan). Ia melakukannya

hanya karena alasan-alasan dan
kondisi-kondisi khusus.

PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN
PAULUS MEMUTUSKAN MENGAMBIL PEKERJAAN SEBAGAI PEMBUAT KEMAH

(Yang
sama sekali jauh dari yang mungkin selama ini pernah kita pikirkan
dan sama sekali berbeda dengan motif banyak pekerja Tuhan yang juga
berkecimpung di dunia sekuler)

Jika kita telah tahu bahwa
prinsip yang diyakini Paulus dan yang telah ditunjukkannya sepanjang
pelayanannya sebagai hamba Tuhan adalah suatu kehidupan yang
didasarkan iman pada Tuhan yang sanggup memelihara hamba-hamba-Nya,
sesungguhnya kita harus memahami sebenar-benarnya bahwa ketika sang
rasul memutuskan untuk bekerja sebagai pembuat kemah, ia tidak
melakukannya atas dasar pertimbangan-pertimbangan atau motif-motif
yang seringkali disamarkan dan diatasnamakan mengembangkan pekerjaan
Tuhan padahal ingin hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, atau untuk
memperkaya diri maupun supaya dapat membangun suatu pusat pelayanan
yang megah dengan fasilitas lengkap, yang tentunya memerlukan dana
yang besar dan mahal.

Alasan rasul Paulus dapat kita telisik
dari pernyataannya sendiri.

Mari kita mengamatinya dan
membiarkan Roh-Nya sendiri yang akan berbicara kepada kita.

Seperti
telah kita ketahui sebelumnya, Paulus menyatakan bahwa ia menghidupi
dirinya, bekerja dengan tangannya sendiri di tiga kota. Di Korintus.
Di Efesus. Dan di Tesalonika.

Di
Korintus

Di kota inilah pertama kalinya kita mengetahui
bahwa Paulus bekerja sebagai tukang kemah sebagaimana disebutkan
dalalm Kisah Para Rasul 18:3. Ini kemudian diteguhkan dengan
pernyataannya yang mengejutkan secara panjang lebar dalam 1 Korintus
9 saat ia menceritakan dirinya memilih memberitakan injil tanpa upah
(sekalipun ia berhak menerimanya).

Jika demikian, mengapa
Paulus memutuskan untuk melayani sambil bekerja mencari penghidupan
sebagai tukang kemah? Dan apa alasannya ia memilih mencukupi
kebutuhannya sendiri dan tidak mau menerima persembahan jemaat?

Ada
beberapa dugaan yang mungkin menjadi penyebab :

1) Adanya
perpecahan di jemaat Korintus dan Paulus tidak ingin memihak kelompok
manapun

Jika kita membaca surat pertama Paulus kepada jemaat
Korintus, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu masalah besar yang
sedang terjadi pada jemaat di kota itu adalah perpecahan
gereja.

Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di
antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu
menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara
manusiawi?
Karena jika yang seorang berkata: “Aku dari
golongan Paulus,” dan yang lain berkata: “Aku dari golongan
Apolos,” bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia
duniawi yang bukan rohani?
Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus?
Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya,
masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.
~ 1
Korintus 3:3-5

Di masa rasul-rasul Kristus hidup, adalah
sesuatu yang tidak wajar (dan seharusnya sekarang pun harus dipandang
demikian) apabila di antara jemaat Tuhan di dalam satu kota muncul
berbagai kelompok dan golongan. Lebih-lebih apabila itu didasarkan
atas pilihan hamba Tuhan mana yang lebih difavoritkan atau disukai.

Paulus menilai bahwa mereka yang mendasarkan kehidupan
berjemaatnya dengan mengikuti figur hamba Tuhan, sebaik apapun hamba
Tuhan itu, sejatinya menunjukkan kualitas kerohanian mereka yang
disebutnya sebagai “manusia duniawi” dan masih “hidup
secara manusiawi” (yang artinya belum benar-benar mengalami
kelahiran baru dan menjadi manusia baru dalam Kristus).
Menggunakan
ukuran ini, sebenarnya cukup mengerikan jika mengetahui kondisi
gereja hari ini yang masih dihantui perpecahan saat mayoritas jemaat
yang beribadah seringkali berpaut serta bergantung pada figur
pemimpin rohani daripada (tertuju dan mencari) Tuhan secara pribadi.
Ini ciri-ciri jemaat yang kanak-kanak rohani. Hanya bisa minum susu
atau makanan lunak saja. Tidak bisa menikmati makanan keras rohani
yang menyehatkan dan menguatkan lebih lagi (lihat 2 Korintus
3:1-2).

Saya berkeyakinan bahwa karena hal ini pula Paulus
membatasi diri menerima persembahan dari jemaat Korintus. Ia tidak
ingin dipandang berpihak dengan menerima persembahan dari kelompok
atau golongan jemaat tertentu dalam jemaat, yang selanjutnya bisa
berimbas perpecahan yang semakin luas karena dipicu persaingan untuk
memperoleh pengakuan dari hamba Tuhan yang difavoritkan tersebut
sehingga pemujaan kepada seorang hamba Tuhan menjadi semakin besar
daripada kepada Tuhan sendiri.

Bagi Paulus (yang melihat
sebagaimana Tuhan melihat), jemaat Korintus adalah satu di hadapan
Tuhan. Tidak ada satu golongan yang lebih disayangi dan
diperhatikannya dibandingkan kelompok yang lain. Yang tidak
memberikan persembahan kepadanya, tetap adalah jemaat Tuhan yang
harus dilayaninya dengan sepenuh hati. Sama dengan kelompok jemaat
yang bermaksud memberikannya dukungan keuangan kepadanya. Karena ia
tidak mau membuat pembedaan, ia memutuskan “melayani tanpa
upah”. Inilah suatu kualitas kehambaan sejati. Sama seperti yang
diperagakan Elisa saat menolak menerima persembahan Naaman, panglima
Aram yang disembuhkan dari kusta setelah dilayaninya (2 Raja-raja
5:15-16). Seorang hamba sejati -bahkan saat menerima berkat yang
sebenarnya menjadi haknya- tunduk kepada pengaturan Tuannya. Jika
tuannya memerintahkannya tidak menerima persembahan, meskipun itu
adalah haknya, maka ia harus taat dan ikut.
Sungguh berbeda
dengan kelakuan mereka yang hari ini mengaku sebagai hamba Tuhan
namun menuntut, mendesak dan menarget dengan berbagai cara supaya
jemaat memenuhi kebutuhannya dan membayarkan haknya itu!

2)
Adanya rasul-rasul palsu yaitu pekerja-pekerja curang yang menyamar
sebagai rasul Kristus sehingga Paulus harus menunjukkan perbedaan
yang tegas antara hamba sejati dan yang bukan

Dalam
suratnya yang kedua, Paulus menuliskan hal-hal yang lebih mendalam
terkait pelayanan dan jabatan pelayanannya sebagai seorang rasul.
Rupanya di waktu-waktu selanjutnya ada orang-orang yang mengklaim
diri mereka sebagai hamba-hamba Tuhan bahkan mengaku sebagai
rasul-rasul Tuhan. Merekapun menuntut hak mereka untuk diakui,
dihormati, dilayani dan ditanggung penghidupannya oleh jemaat (lihat
2 Korintus 10:12-18; 11). Di sinilah Paulus kembali menegaskan bahwa
kehambaan dan kerasulannya nyata dari hidup dan
pelayanannya.

Semuanya dinyatakan begitu rinci dalam 2
Korintus 11, lebih-lebih ketika ia menegaskan sebagai berikut :

Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk
meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu
dengan cuma-cuma?
Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan
menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu!
Dan
ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak
menyusahkan seorang pun,
sebab apa yang kurang padaku,
dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia.
Dalam
segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu
,
dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus 11:7-9

Rasul
Kristus sejati, hamba Tuhan yang murni dan utusan Tuhan sendiri ialah
ia yang tidak ingin menjadi beban bagi jemaat. Bahkan ketika mereka
menerima persembahan kasih jemaat, di dasar hati mereka sungguh tidak
rela karena itu mungkin bisa menjadi beban bagi jemaat. Ini merupakan
kebalikan dari hamba-hamba palsu yang justru memperalat dan membebani
jemaat dengan tuntutan dan tanggung jawab yang mengatasnamakan visi
dan kehendak Tuhan (padahal semuanya jika diuji dan didalami lebih
lanjut seringkali merupakan proyek-proyek ambisi manusiawi
saja!).

Tujuan Paulus bekerja mencukupi kebutuhannya sendiri
tampak semakin terang ketika ia menegaskan alasannya lebih lanjut :

Tetapi apa yang kulakukan, akan tetap kulakukan untuk
mencegah mereka yang mencari kesempatan guna menyatakan, bahwa mereka
sama dengan kami dalam hal yang dapat dimegahkan.

Sebab
orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang,
yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.

Paulus
bermaksud membuat perbedaan. Ia ingin menunjukkan ciri-ciri pembeda
antara hamba Tuhan sejati dan yang sekedar mengaku-ngaku sebagai
pelayan Tuhan. Paulus ingin bermegah dalam hal-hal yang mencerminkan
kualitas seorang pekerja Tuhan dengan motif-motif yang paling murni :
hamba-hamba Tuhan yang hanya rindu mengabdi, melayani, menjadi berkat
(bahkan sebesar-besarnya berkat) bagi jemaat Tuhan, menjadi teladan
kehidupan rohani yang seharusnya seturut ukuran Tuhan.

Ini
merupakan kontras atau kebalikan dari mereka yang menyatakan diri
sebagai hamba Tuhan namun alih-alih berjerih lelah bagi jemaat,
mereka memanipulasi jemaat dengan tampilan-tampilan rohani dan
agamawi serta kepandaian berkata-kata (2 Korintus 11:6) yang
mempesona termasuk dengan membawa berbagai ajaran yang tampaknya
berasal dari Tuhan tetapi membawa pesan dan roh yang lain daripada
injil yang benar (2 Korintus 11:4)

Di Korintus, alasan Paulus
tidak mungkin lebih jelas lagi.
Ia -yang bisa jadi kemungkinan
besar digerakkan oleh Roh Tuhan untuk tidak menerima persembahan dari
jemaat- memilih menjalani suatu kehidupan yang sukar (lebih sukar
bahkan dibandingkan hamba-hamba Tuhan lain pada umumnya) demi menjadi
teladan kehambaan sejati.

Tentu muncul pertanyaan, apakah ini
tidak bertentangan dengan teladan Kristus yang meninggalkan
seluruhnya pekerjaan sekulernya untuk kemudian sepenuhnya masuk di
ladang pelayanan?
Saya yakin di sini Paulus mendapat kasih
karunia Tuhan sebagai hamba Tuhan yang bekerja keras di ladang Tuhan
(sebagaimana yang dinyatakannya dalam 1 Korintus 15:10). Ia
dimampukan (bukan karena kemampuan dan kehebatannya sendiri) untuk
melayani Tuhan sekaligus masih mengerjakan pekerjaan untuk
penghidupannya sendiri.

Dari sini pun kita mengetahui bahwa
Tuhan yang kita layani adalah Allah yang fleksibel dalam menerapkan
prinsip-prinsip kebenaran asalkan itu didasari hati yang murni dan
tulus untuk SEMATA-MATA memuliakan Dia.
Pendapat saya

pribadi, saya berkeyakinan bahwa Tuhan
mengijinkan Paulus untuk bekerja dengan tangannya sendiri untuk
mencukupi kebutuhannya sehari-hari sekaligus membantu keperluan
jemaat adalah karena ia tidak menikah seumur hidupnya. Dengan waktu
yang lebih luang, Paulus memaksimalkan waktunya untuk hidup dalam
tingkatan kehambaan yang sangat tinggi, yang sulit disamai oleh
kebanyakan hamba-hamba Tuhan yang lain. Di sini lagi-lagi kita dapat
melihat dan merasakan betapa Paulus benar-benar habis-habisan dalam
melayani dan mengerjakan panggilan Tuhan dalam hidupnya, menjadi
hamba sejati yang menunaikan tugas dari Bapa hingga saat terakhir.
Sesuatu yang seharusnya menjadikan kita malu mengingat jauhnya
perbedaan hal tersebut dengan kebanyakan gaya hidup hamba-hamba Tuhan
di gereja modern hari ini.

Di Efesus
Kita
mengetahui mengenai hal ini bukan dari suratnya kepada jemaat Efesus,
melainkan saat Paulus mengucapkannya ketika mengadakan perpisahan
dengan penatua gereja Efesus di Miletus (lihat Kisah Rasul 20). Dalam
kata-kata perpisahannya yang cukup panjang, pada bagian akhir ia
menyampaikan salah satu pernyataan yang paing banyak dikutip di
antara anak-anak Tuhan hari ini yaitu “lebih berbahagia memberi
daripada menerima”:

Perak atau emas atau pakaian
tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga.
Kamu sendiri tahu,
bahwa
dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk
memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.

Dalam
segala sesuatu telah
kuberikan contoh kepada kamu, bahwa
dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah
dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah
mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima
.”
~
Kisah Para Rasul 20:33-35

Perhatikanlah perkataan Paulus
itu. Kepada penatua jemaat Efesus, ia bersaksi dan itu bukan
kesaksian dusta. Bahwa ia tidak pernah menginginkan perak, emas atau
pakaian apapun juga dari jemaat. Yang ia lakukan adalah
sebaliknya.
Ia memenuhi sendiri keperluannya dan keperluan sesama
hamba Tuhan yang bersama dengan dia. Inilah alasan pertama ia bekerja
dengan tangannya sendiri : UNTUK MEMENUHI KEPERLUANNYA SEHARI-HARI
SELAGI MELAYANI TUHAN. Hanya untuk memenuhi keperluan sehari-harinya,
BUKAN UNTUK MEMILIKI HIDUP YANG NYAMAN DAN TERJAMIN APALAGI
BERMEWAH-MEWAH, JUGA BUKAN UNTUK MENAIKKAN STATUS SOSIAL DI MATA
MASYARAKAT.

Paulus yang dalam didikan Yahudi memang diajarkan
memiliki keterampilan sejak muda, memilih menjadi tukang tenda alias
pembuat tenda. Hasil pekerjaannya kemudian digunakan hanya sebagai
penutup kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ia BUKAN PENGUSAHA tenda yang
melebarkan sayap bisnisnya untuk menangguk profit yang semakin besar
atau mendirikan suatu badan usaha yang dikembangkan untuk memenangkan
pasar dan persaingan bisnis tenda.
Ia semata-mata bekerja dengan
tangannya untuk menunjukkan bahwa ia tidak ingin menjadi beban atau
menginginkan harta jemaat sedikitpun dengan mencukupi kebutuhannya
sendiri. Dan itu baru alasan pertama, bukan satu-satunya.

Alasan
yang kedua disebutkan dalam ayat 35. Ia hendak memberikan teladan
hidup dan pelayanan
. Lagi-lagi alasan ini, yang serupa dengan
alasannya melakukan pekerjaan sekuler di Korintus. Ya, Paulus ingin
memberikan contoh terbaik. Ia tahu ia adalah rasul pionir dalam
pekerjaan Tuhan yang akan dan sedang meluas ke seluruh penjuru dunia.
Ia terpanggil menetapkan standar dan itu adalah standar kehambaan
yang sejati.

Masih ada alasan ketiga. Ia ingin membantu
orang-orang lemah
. Yang dimaksud di sini adalah mereka yang
sedang tidak berdaya, perlu mendapatkan pertolongan oleh karena
kondisi ekonomi mereka yang rendah, yang sedang sakit dan terdesak
kebutuhan hidupnya. Terhadap mereka, Paulus terbeban. Bisa jadi
beberapa orang jemaat di sana sedang dalam kondisi demikian sehingga
Paulus memutuskan untuk tidak membebani mereka dengan menanggung
penghidupannya, Sebaliknya, IA BEKERJA DENGAN TANGANNYA AGAR DAPAT
MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA MEREKA. Sekali lagi, tujuannya untuk
memberikan dukungan kepada yang membutuhkan. Bukan untuk
kepentingannya sendiri, apalagi untuk membiayai gaya hidup yang
nyaman dan santai.

Dan jika ini bisa disebut alasan, inilah
alasan keempat Paulus. Ia INGIN MENGHIDUPI GAYA HIDUP KRISTUS. Gaya
hidup yang seperti apa? Yang sederhana. Yang tidak banyak
mengumpulkan untuk kepentingan pribadi. Yang menggunakan apa yang ada
pada-Nya bagi kepentingan pekerjaan Bapa. Yang menyerahkan semua yang
dimiliki-Nya sebagai persembahan untuk menggenapi tugas dan panggilan
yang dipercayakan kepada-Nya. Yang di atas semuanya itu, Yesus
menunjukkan suatu gaya hidup tertinggi dari manusia yang menyatakan
bahwa LEBIH BERBAHAGIA MEMBERI DARIPADA MENERIMA. Inilah alasan utama
Paulus memilih masih mengerjakan pekerjaan sekuler sebagai sampingan
yaitu supaya ia bisa memberi, bukan demi menerima dan mengumpulkan
harta bagi dirinya sendiri.

Bagi Paulus, pelayanan bukan
ajang aktualisasi diri, menaikkan martabat atau pengaruh sosial, atau
sekedar kesenangan emosi dan sensasi karena melakukan berbagai
kegiatan kerohanian. Menjadi hamba Tuhan dengan panggilan sebagai
rasul, penginjil dan guru adalah panggilan yang bukan main-main, yang
harus dikerjakan dengan segala kesungguhan, sesuai kehendak Tuhan dan
dalam standar dari Allah sendiri.

Dari apa yang
disampaikannya pada penatua Efesus, kita tahu Paulus adalah hamba
sejati. Yang menyerahkan setiap hak yang ada pada dirinya semata-mata
demi mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan, termasuk
hak-haknya untuk menerima dukungan persembahan jemaat. Di sinilah
kita harus menyadari bahwa kita harus memahami hati dan jiwa seorang
Paulus sebagai hamba Tuhan sebelum menggunakan teladannya sebagai
alasan melampiaskan hasrat dan keinginan kita yang ingin melayani
namun dengan hati yang menyimpang kepada hal-hal lain yang
menguntungkan diri sendiri.

Di Tesalonika

Pernyataan eksplisit Paulus yang terakhir terkait
pilihannya melakukan pekerjaan sekuler selagi menjadi seorang hamba
Tuhan disampaikan pada jemaat Tesalonika.

Sebab kamu
sendiri tahu, bagaimana
kamu harus mengikuti teladan kami,
karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu,
dan tidak makan
roti orang dengan percuma, tetapi
kami berusaha dan
berjerih payah siang malam
, supaya jangan menjadi beban
bagi siapa pun di antara kamu.
Bukan karena kami tidak berhak
untuk itu, melainkan karena
kami mau menjadikan diri kami
teladan
bagi kamu, supaya kamu
ikuti.
Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu,
kami
memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja,
janganlah ia makan.

Kami katakan ini karena kami
dengar, bahwa
ada orang yang tidak tertib hidupnya dan
tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak
berguna.

Orang-orang yang demikian kami peringati dan
nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang
melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya
sendiri.
2 Tesalonika 3:7-12

Dalam bagian ini, ayat
10 seringkali disalahpahami oleh orang-orang percaya. Banyak yang
berpendapat bahwa adalah merupakan tugas semua orang untuk bekerja
mencari nafkah untuk mendapatkan makanannya karena di situ dikatakan
“jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan”, Di
sinilah kesesatan tafsir kerap terjadi. Karena pengertian yang sempit
dengan yang dimaksud sebagai “bekerja” maka banyak orang
merasa melayani Tuhan adalah sambilan dalam hidup (bukan pekerjaan
yang sesungguhnya), sedangkan yang utama yang semestinya harus
dikerjakan selama hidup adalah mencari nafkah.
Pandangan ini
tidak saja keliru namun sesat karena tidak memahami jalan-jalan
Tuhan. Faktanya, Yesus sendiri melepaskan pekerjaan-Nya sebagai
tukang kayu untuk hidup melayani sepenuh waktu. Ia pun memanggil
murid-murid-Nya untuk meninggalkan pekerjaan (sekuler) mereka untuk
kemudian hidup melayani sepenuhnya serta berjalan dengan iman.
Bagaimana mungkin rasul Paulus, yang sangat menghayati dan menghidupi
ajaran Kristus bisa mengharuskan orang Kristen menghabiskan hidup
dengan hanya mencari nafkah? Lagi-lagi kebodohan dan kecenderungan
hati kita yang mengikuti pola-pola duniawi membuat kita salah
memahami maksud Tuhan.

Sebab itu perhatikanlah dengan seksama
ayat-ayat di atas.
Sesungguhnya kita akan melihat pola pikir yang
sama dengan perkataan Paulus sebelumnya.

Paulus bekerja keras
sambil melayani karena ia ingin menjadi teladan kehidupan dari
seorang hamba Tuhan. Sesuatu yang ia ulangi dan ulangi lagi.
Dari
Paulus kita dapat melihat motivasi seorang hamba Tuhan yang
melepaskan hak-hakmya demi menjadi teladan itu : ia tidak ingin
menjadi beban bagi siapapun di bagi siapapun di antara jemaat (ayat
8). Ini karena jemaat pada saat itu bukan jemaat yang sudah mapan
melainkan jemaat yang terdiri dari jiwa-jiwa baru yang membutuhkan
contoh nyata kehidupan yang mengabdi kepada Kristus, yang hendak
menyatakan bahwa kehidupan yang demikian adalah kehidupan yang tidak
mengutamakan diri sendiri, yang tidak fokus pada pemuasan kebutuhan
diri sendiri melainkan dengan segala sukacita berbagi segala sesuatu
dengan anggota keluarga Allah lainnya,

Namun masih ada
tujuan lain, Paulus memutuskan tidak menerima persembahan jemaat di
sana dan memilih mencari nafkah bagi dirinya sendiri oleh karena ada
beberapa praktek dalam jemaat Tesalonika yang hendak ditentangnya.

Ayat 11 memberitahukan kita bahwa Paulus mendapati ada
orang-orang (yang merupakan anggota jemaat) “yang tidak tertib
hidupnya”, “yang tidak bekerja” (maksudnya sehari-hari
tidak melakukan apapun baik mencari nafkah maupun giat berkarya bagi
Tuhan), tetapi “yang sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna”.
Di ayat sebelumnya pun (ayat 6) Paulus juga telah mengungkapkan
siapa mereka ini :

Tetapi kami berpesan… supaya
kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan
pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima
dari kami.

~ 2 Tesalonika 3:6

Paulus
menyebut mereka “tidak

melakukan pekerjaan mereka” dan
“tidak menurut ajaran yang telah mereka terima” selama ini
dari Paulus

Jika meneliti lebih jauh, tampaknya ini
berhubungan dengan pesan Paulus kepada Timotius. Dalam 1 Timotius
6:3-5, Paulus menyampaikan sebagai berikut :

Jika
seorang
mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut
perkataan sehat

yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus — dan
tidak
menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita,

ia
adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa.
Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang
menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,
percekcokan antara
orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan
kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber
keuntungan.

Ia menggunakan istilah yang sama dalam
surat yang dituliskannya pada jemaat Tesalonika yaitu “orang-orang
yang tidak menurut ajaran … kita” . Dan dari situ kita tahu
bahwa yang dimaksud itu ialah orang-orang yang berlagak tahu (padahal
tidak tahu apa-apa), yang suka bersilat kata dan mencari-cari
persoalan (tentunya yang berhubungan dengan hal-hal rohani), yang
perkataannya menyebabkan dengki, curiga dan fitnah di antara saudara
dalam Tuhan. Juga… YANG MENGIRA IBADAH ITU ADALAH SUMBER
KEUNTUNGAN.

Apa sesungguhnya yang dimaksud Paulus mengenai
orang-orang ini?
1 Timotius 6:6 menegaskan bahwa Paulus tidak
menolak ada berkat yang besar dalam ibadah kita pada Tuhan tetapi
motif hati kita semestinya BUKANLAH UNTUK MENDAPATKAN KEUNTUNGAN ATAU
BERKAT-BERKAT ITU!

Orang-orang yang berpikir bahwa kalau ia
rajin ibadah maka ia akan dapat banyak berkat inilah orang-orang yang
sesat imannya di pandangan Paulus. Mereka menyimpang dari ajaran yang
sejati. Apalagi jika dihubungkan dengan praktek di Tesalonika.

Beberapa orang di Tesalonika rajin beribadah dan terlihat
sibuk secara rohani sambil berpikir mereka melakukan itu supaya
mereka diberkati secara luar biasa dan… TIDAK PERLU MELAKUKAN
APA-APA DALAM HIDUP MEREKA SEHARI-HARI!
Pokoknya rajin
sembahyang. Aktif ke gereja. Tidak pernah absen acara-acara doa. Ikut
program-program gereja yang ada sudah cukup supaya berkat-berkat
jasmani dicurahkan -padahal ada lebih banyak hal yang mereka dapat
lakukan untuk menjadi berkat daripada sekedar menunggu untuk menerima
berkat!

Orang-orang malas yang menyalahgunakan perkara-perkara
rohani untuk mendapatkan keuntungan jasmani inilah yang ditentang
oleh Paulus. Bagi Paulus, hidup harus bekerja dan berkarya -SESUAI
KEHENDAK TUHAN. Jangan sibuk berdebat, berselisih paham akan hal-hal
rohani, banyak mengikuti ibadah tapi tidak banyak berkat dan
buah-buah rohani tampak dan dihasilkan dari hidupnya.

Terhadap
orang-orang sedemikian Paulus ingin menunjukkan bahwa meski ia
seorang hamba Tuhan yang berhak disokong penghidupannya oleh jemaat,
ia memilih bekerja keras SIANG DAN MALAM, untuk menunjukkan betapa
hidup seorang yang melayani, mengabdi dan menghamba kepada Tuhan itu
PRODUKTIF. Hidup mereka menjadi berkat (dan bukannya beban) dimanapun
mereka berada. Tidak mencari keuntungan dari pekerjaan Tuhan
melainkan justru memberikan keuntungan bagi kemajuan pekerjaan Tuhan.
Mereka tidak menggantungkan hidup dari apa yang disebut sebagai
pelayanan pekerjaan Tuhan namun justru pekerjaan Tuhan turut
ditentukan kemajuannya oleh sebab keberadaannya.

Pendeknya,
Paulus ingin menunjukkan bahwa hidup mengabdi pada Tuhan itu bukan
hidup yang tampak sibuk secara rohani namun tanpa kemajuan yang nyata
sambil mengharapkan jemaat mencukupkan kebutuhan mereka. Hamba sejati
tidak menjadi beban atau mencari keuntungan materi. mereka memberikan
dan menggunakan yang ada pada mereka untuk sepenuh-penuhnya dan
sebesar-besarnya memajukan pekerjaan Tuhan!

Melalui teladannya
di Tesalonika, Paulus sepertinya ingin menyampaikan kepada jemaat,
“Hai jemaat, inilah hidup mengikuti Kristus itu. Bukan untuk
mencari keuntungan diri tapi dengan mengorbankan diri sebagai
persembahan bagi kemuliaan Tuhan. Bukan dengan motivasi mencari
keuntungan bagi diri melainkan dengan motif mencari dan memberikan
keuntungan bagi Kerajaan Sorga!”

Jelaslah bagi kita
bahwa motif di hati kita sangat penting di hadapan Tuhan. Dengan
itulah dibedakan antara hamba sejati dan hamba palsu. Hamba sejati
tidak mencari keuntungan dari pelayanannya; ia justru melakukan
pengorbanan demi pengorbanan demi pekerjaan Tuhan.

Berapa
banyakkah hamba Tuhan hari ini yang melayani justru demi mencari
keuntungan diri? Entah itu keuntungan materi atau untuk mencari
pujian dan nama bagi diri mereka sendiri, supaya mereka dikagumi dan
dipuji orang melalui dunia pelayanan?
Bukankah berkali-kali kita
lihat orang-orang yang mengaku sebagai pelayan bagi Tuhan namun
kesehariannya memamerkan gaya hidup yang mewah (dengan alasan supaya
nama Tuhan dimuliakan), padahal semua itu kemudian hanya untuk
menunjukkan betapa terpandangnya mereka melebihi yang lain baik
secara jasmani maupun rohani?
Betapa berbedanya ini dengan Paulus
yang bekerja untuk sekedar memenuhi kebutuhan diri dan tidak menjadi
beban jemaat, tetapi demi menjadi teladan hidup yang dipersembahkan
seluruhnya bagi Tuhan serta membawa kemajuan bagi pekerjaan
Tuhan?

KESIMPULAN
Dalam
kehidupannya yang sudah disibukkan dengan pelayanan pekerjaan Tuhan,
Paulus masih “membebani” diri dengan melakukan pekerjaan
mencari nafkah demi menghidupi dirinya sendiri. Bukan berarti ia
tidak pernah menerima persembahan jemaat, namum ia membatasi dirinya
supaya tidak menjadi beban terlalu besar bagi jemaat.

Setiap
orang yang dipanggil sepenuh waktu untuk melayani Tuhan namun masih
tidak mau melepaskan pekerjaan sekulernya karena alasan-alasan egois,
sejatinya TIDAK BOLEH DAN TIDAK DAPAT menjadikan pekerjaan Paulus
sebagai alasan pembenar dan contoh alkitabiah agar mereka bisa
menginjakkan kaki di dunia rohani maupun sekuler apalagi dengan
maksud memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri dari kedua
dunia itu. Jika ia ingin bekerja sekaligus melayani Tuhan, ia harus
memiliki alasan yang sama, hati yang serupa, maupun jiwa, kerinduan
serta cara hidup Paulus sebagai hamba Tuhan.

Bisa jadi
tafsiran ini berbeda dengan tafsiran lainnya tetapi setiap kita
memiliki kewajiban meneliti segala sesuatunya di dalam pimpinan Roh
Kudus yang berdiam di dalam kita. Sebab hanya yang dipimpin Roh yang
akan beroleh pengertian akan pikiran Kristus (1 Korintus
2:11-13,15-16)

Sebab jika setiap orang yang mengikut Kristus
dipanggil untuk mencari harta sorgawi, betapa lebih lagi itu bagi
mereka yang dipanggil melayani Tuhan sepenuh waktunya -tidak
selayaknya mereka mengejar harta atau keuntungan-keuntungan duniawi.

HAMBA-HAMBA SEJATI KRISTUS MEMANG MEMPEROLEH JAMINAN DAN
KEUNTUNGAN DARI TUHAN DALAM PENGABDIAN KEPADA TUHAN NAMUN MEREKA
TIDAK MELAYANI TUHAN KARENA INGIN MENDAPATKAN KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN
ITU. MEREKA MENYERAHKAN DIRI MEREKA MENGERJAKAN PANGGILAN TUHAN DEMI
KESEMPATAN UNTUK MEMULIAKAN TUHAN YANG SANGAT MEREKA KASIHI.

MEREKA
TAHU BAGAIMANA MENYEMBUNYIKAN DIRI DARI PENGAGUMAN DAN PUJIAN MANUSIA
SEBAB MEREKA HIDUP HANYA UNTUK MENCARI PERKENAN TUHAN.

HIDUP
MEREKA HANYA UNTUK SATU TUJUAN SAJA : MENINGGIKAN DAN MEMULIAKAN
YESUS KRISTUS DI ATAS SEGALANYA.

BAGI MEREKA, MEMPEROLEH
PENGAKUAN DAN PENGHARGAAN MANUSIA TIDAK ADA ARTINYA KARENA YESUS
KRISTUSLAH HARUS SEMAKIN BESAR SEDANGKAN MEREKA DENGAN SENANG HATI
MENJADI SEMAKIN KECIL! (Yohanes 3:30)

Salam
Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan

One thought on “BENARKAH RASUL PAULUS MELAYANI SAMBIL BERBISNIS?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *