BERANI MENGAMBIL SIKAP YANG BENAR

Oleh: Peter B, MA
“DAN AKU BERKATA KEPADAMU, DAN KATA-KU INI BENAR…”
(Lukas 4:25)
Jika kita semua ditanya dan harus menjawab dengan jujur mengenai
apakah kita pernah berbohong atau tidak sepanjang kita hidup di dunia
ini, pastilah tidak ada satupun di antara kita yang menjawab “tidak
pernah”. Benar, setiap kita pasti pernah berkata tidak benar atau
berdusta. Bahkan orang Kristen yang paling saleh sekalipun pasti ia
pernah berdusta (tentunya sebelum ia mengenal Kristus). Kecuali Yesus
Kristus, Tuhan kita, semua manusia dilahirkan dengan sifat-sifat dosa
yang dinaungi setiap geraknya oleh bapa segala dusta itu. Sekali
lagi, tidak ada orang yang tidak pernah berdusta. Tetapi kabar
baiknya adalah: kita bisa lepas dari dusta dan kemudian sepenuhnya
hidup dalam “ya di atas ya” dan “tidak di atas tidak”
Meskipun demikian, harus disadari benar bahwa dunia yang kita diami
selama hidup kita dalam daging ini adalah dunia yang penuh dengan
kebohongan, terbiasa dengan dusta, diliputi kepura-puraan, subur
dengan kepalsuan serta dikuasai oleh ketidakbenaran. Bagi mereka yang
tidak mengenal Tuhan sehingga tidak pernah mengalami pertobatan
sejati, hidup dalam kebohongan adalah sesuatu yang biasa. Saya pernah
mendengar seorang yang begitu terheran-heran mendengar prinsip Firman
Tuhan bahwa setiap orang yang mengenal Tuhan tidak boleh berdusta.
Mereka tanpa malu berkata, “Bagaimana mungkin saya dapat hidup
tanpa berbohong? Berdusta adalah biasa dan wajar.” Memang
demikianlah pendapat mereka yang tidak pernah mengenal kebenaran.
Tidak demikian halnya dengan para pengikut Kristus para penyembah
sejati.
Yesus memberikan teladan yang luar biasa. Ia berkata dengan berani.
Dan Ia bertani karena Ia benar. Berbeda dengan kebanyakan orang yang
lebih suka menutupi kebenaran daripada mengumumkannya, Yesus tidak
terhalang untuk mengambil sikap, tindakan disertai perkataan yang
benar lagi tegas. “Aku berkata kepadamu, dan kataKu ini benar….”
Betapa luar biasa perkataan Kristus ini! Orang-orang pada akhirnya
menjadi semakin marah dan ingin membunuh Yesus (lihat Lukas 4:28-30).
Apakah ini berarti Yesus tidak becus dalam berkomunikasi? Tidak
pandai mencari dukungan orang? Atau mengambil pendekatan yang salah
dalam menjalin hubungan dengan orang lain? Tentu tidak demikian.
Sebagai Manusia Hamba yang hadir di muka bumi untuk menjalankan misi
Bapa, Yesus tidak pernah melakukan sesuatu di luar kehendak Bapa.
Saya yakin ADALAH KEHENDAK BAPA apabila Yesus menyampaikan kebenaran
secara berterus terang. Bagi kita, inilah suatu teladan bahwa setiap
penyembah sejati yang rindu menyenangkan hati Bapa, tidak perlu takut
untuk menyatakan kebenaran dalam segenap hidup mereka, khususnya
dalam mengatakan yang benar dan tidak berdusta.
Kata-kata kita yang keluar dari hati harus benar. Hati yang benar
akan mengeluarkan kata-kata yang benar pula. Dan hati yang benar
adalah hati yang mengikuti serta mengenal Allah yang benar itu! Allah
kita adalah SATU-SATUNYA Allah yang benar. Yesus sendiri mengatakan
dengan otoritas yang penuh bahwa Dialah jalan, KEBENARAN dan hidup.
NamaNya dalam Perjanjian Lama hingga sekarang tetap Yeshovah Tsidkenu
: Allah kebenaran kita (lihat Yeremia 23:5-6). Sesungguhnya tidak ada
seorang pun yang hendak menjumpai Dia dapat menghampiri terlebih lagi
mendekat serta bersekutu denganNya jika tangan mereka najis dan hidup
mereka yang jauh dari kebenaran: “….siapa yang boleh menumpang
dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu
dia yang BERLAKU TIDAK BERCELA, yang MELAKUKAN APA YANG ADIL dan yang
MENGATAKAN KEBENARAN dengan segenap hatinya..” (Mazmur 15:1-2).
Jelas di sini bahwa siapa yang hendak menyembah Dia harus hidup di
dalam kebenaran. Bagi kita yang hidup dalam Perjanjian Baru, itu
berarti kebenaran di dalam Kristus dimana setiap kita yang percaya
dibenarkanNya.
Setiap mereka yang mengaku sebagai penyembah sejati tidak dapat tidak
harus hidup di dalam kebenaran. Mereka berpikir dengan benar,
bertindak dengan benar, berkata-kata dengan benar. Ini bukan rumus
satu jenis kehidupan tertentu atau bentuk lain dari agama tertentu.
Ini karena setiap kita telah dipanggil untuk meninggalkan hidup lama
yaitu hidup di dalam dosa dimana di dalamnya tidak terdapat kebenaran
sama sekali. Kini kita masuk dalam kelahiran dan juga pembaharuan
illahi oleh Rohnya dan kita hidup dalam hidup yang baru. Yang lama –
yang jahat, penuh dusta, kebohongan, tidak ada kebenaran di dalamnya
telah berlalu, kini yang baru – yang kudus, yang mulia, yang baik,
penuh dengan kebenaran – telah terbit. Tanpa kelahiran yang baru
ini, tidak ada seorang manusiapun dapat hidup dalam kebenaran.
Mengapa? Karena hakikat mereka yang telah berdosa. Bagaimana mungkin
air yang kotor dipakai untuk mencuci baju? Bukankah baju itu akan
semakin bertambah kotor? Sama seperti air yang kotor tidak dapat
menghasilkan sesuatu yang bersih, demikianlah manusia lama yang
dibelenggu dosa tidak dapat melakukan sesuatu yang benar. Hanya
karena karya penebusan Tuhanlah kita diubahkan seluruhnya serta
diperbaharui secara terus menerus hingga sepenuhnya hidup kita
berjalan teguh di dalam kebenaran. Itulah seababnya kita disebut
sebagai hamba kebenaran dan anggota-anggota tubuh kita adalah
senjata-senjata kebenaran (Roma 6:13,19).
Adalah sesuatu yang mengherankan apabila kata-kata seorang percaya
yang mengakui dirinya sebagai penyembah yang benar tetapi hidup di
luar kebenaran. Sesungguhnya jika hidup kita jauh dari kebenaran kita
tidak dapat menyembah Dia. Lebih tepatnya, penyembahan kita adalah
palsu dan tidak dapat diterima. Karena “Allah itu roh dan
barangsiapa menyembah Dia harus menyembah di dalam roh dan
kebenaran”. Kita bukanlah penyembahNya jika hidup kita jauh dari
jalan-jalan kebenaran Tuhan. Kita bukanlah orang-orang yang dicari
dan dirindukanNya jika kita tidak menginginkan hidup sepenuhnya dalam
kebenaran. Dalam hal yang demikian, kita berlawanan arah dengan
Tuhan. Jika kita tidak berjalan dalam kebenaran, kita semakin jauh
dari Dia. Jarak itu semakin lama semakin renggang hingga puncaknya
menjadi suatu jurang yang tidak terseberangi : antara surga dan
neraka, terpisah selamanya dari Allah!
Mengatakan kebenaran adalah kesukaan bagi penyembah Tuhan
sejati. Daripada berkata-kata dusta dan bersikap munafik, mereka yang
mengasihi Tuhan hidup senantiasa untuk menyampaikan kebenaran dalam
setiap gerak langkah mereka. Kebohongan pada akhirnya hanya menimbun
risiko yang lebih besar. Kepura-puraan yang tersingkap akan
menghancurkan segala-galanya. Oleh karena itu, tidak ada cara lain
yang lebih baik selain menerima kebenaran itu sendiri,
mempraktekkannya dalam hidup sehari-harinya, mengekspresikannya dalam
seluruh keberadaan kita sehingga kemudian mempengaruhi banyak orang
untuk hidup dalam kebenaran pula. Dusta mencelakakan, tetapi
kebenaran menyelamatkan. Orang-orang yang tulus memperingatkan yang
lain dalam kebenaran seringkali disalahmengerti bahkan kemudian
dibenci. Tetapi Alkitab berpendapat sebaliknya: Menegur tidak selalu
berarti benci dan menghakimi. Menghajar bukan selalu memiliki niat
jahat. Adalah sifat manusia yang mencari kesenangan bagi tubuhnya
sehingga mereka membutakan dirinya akan kebenaran yang sejati.
Perhatikanlah perkataan-perkataan ini baik-baik dan jadilah
celik,Saudaraku:
Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti
seorang ayah kepada anak yang disayangi (Amsal 3:12)
Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang
tersembunyi. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang
lawan mencium secara berlimpah-limpah” (Amsal 27:5-6)
Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu
relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Wahyu 3:19)
Hidup dalam kebenaran adalah menjalani hidup dalam caranya yang
terbaik. Itulah hidup yang terbaik yang dapat dijalani seorang
manusia. Karena kebebalan serta kekerasan hatinya, manusia seringkali
hancur, babak belur bahkan mengalami penderitaan yang tidak terkira
sebelum menyadari betapa baik dan indahnya hidup di dalam kebenaran
itu. Seperti anak bungsu yang menyadari betapa jauh lebih baiknya
hidup dalam kebenaran di rumah Bapanya, seringkali dalam keadaan
demikianlah kita menyadari betapa sia-sianya hidup di luar kebenaran
itu. Dalam keadaan bagaimana? Dalam keadaan bangkrut terlunta-lunta
di dalam kandang babi! Janganlah mengalami yang demikian terlebih
dahulu bagu kemudian tersadar…. Karena seringkali tidak cukup
banyak orang punya keberanian atau kesempatan seperti anak yang
hilang itu. Mereka hilang dan tidak pernah kembali lagi. Sekaranglah
waktunya untuk kita berpikir, hidup dan berkata-kata yang benar.
Lebih daripada itu semua biarlah kita mengasihi kebenaran itu
sendiri. Ingatlah selalu akan hal ini:
Jalan orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi siapa
mengejar kebenaran, dikasihi-Nya.” (Amsal 15:9).
(Diambil dari warta Worship Center edisi 18 – 17 Mei 2002)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *