Olehh: Peter B, MA
Hidup yang baik itu ialah hidup yang berbuah. Namun hidup terbaik yang dapat dijalani manusia dimana kita dipanggil menghidupinya ialah hidup yang berbuah bagi Tuhan. Adalah kerinduan utama Tuhan, kita berbuah banyak bagi Dia.
“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
“Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”
“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” (Yoh. 15:4-5, 8, 16)
Kehidupan yang berbuah berarti bermanfaat bagi yang lain dimana sebanyak mungkin orang beroleh berkat darinya. Seperti hidup Yesus.
Kehidupan yang berbuah bukan sekedar beragama Kristen, rajin beribadah, aktif melayani atau menampilkan diri dengan atribut-atribut Kristen. Bahkan kehidupan yang berbuah bagi Tuhan, itu berarti bukan hanya baik di hadapan manusia namun juga hidup yang membawa kesukaan dan kesenangan bagi Tuhan. Itulah suatu kehidupan yang tidak saja tampak baik dan benar di hadapan banyak orang namun juga suci dan lurus di mata Tuhan.
Lagi-lagi, seperti hidup Yesus sendiri.
Tampaknya memang sangat sulit bahkan hampir mustahil. Namun sesungguhnya bagian yang harus kita kerjakan tidaklah seberapa.
Roma 7:4 memberitahukan kita, “Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus, supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita BERBUAH BAGI ALLAH.”
Langkah pertama, sebagaimana disebutkan dalam Roma 7:4 di atas ialah kita harus menyerahkan diri menjadi MILIK KRISTUS.
Menjadi percaya adalah pintu gerbang kita terhubung dengan Kristus tetapi langkah selanjutnya ialah kita harus menjadi milik-Nya. Hanya dengan cara demikian, Tuhan bekerja dalam hidup kita untuk mengubah kita makin serupa gambar Kristus yang adalah teladan kehidupan yang berbuah.
Langkah selanjutnya, sebagaimana disebutkan dalam Yohanes 15:4-5, ialah KITA HARUS TINGGAL DI DALAM KRISTUS. Itu berarti kita harus menjaga persekutuan kita dengan Dia. Jika kita telah terhubung dengan Yesus, itulah hubungan yang harus kita pertahankan lebih daripada hubungan manapun di dunia ini. Melemah dan hilangnya hubungan itu akan berpengaruh dalam hidup kita. Bukan saja semakin jauh dari Tuhan namun kita tak lagi akan dapat menjalani hidup yang Tuhan kehendaki. Kita akan berhenti berbuah. Tanpa sadar jalan kita berubah haluan menuju kembali pada jalan kebinasaan :
“… , sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” (Yohanes 15:5-6)
Bagian kita ialah memastikan selama-lamanya kita menjadi milik Kristus dan oleh pertolongan kasih karunia-Nya, tak pernah terpisahkan dengan Dia. Hari demi hari, ikatan kita dengan Dia harus semakin kuat. Hanya Yesuslah yang seharusnya kita inginkan. Dan hanya Dia saja, bukan yang lain. Semakin dekat dengan Dia dan mengenal Dia harus menjadi tujuan hidup kita. Jangan pernah kita dialihkan untuk mengarahkan diri kepada yang lain. Hati kita hanya kita sediakan bagi Dia. Kita jaga dengan segala kewaspadaan supaya kekaguman dan kesetiaan kita pada Yesus tetap di sana.
Hanya dengan cara demikian, pribadi Tuhan menjadi nyata kehidupan kita sehari-hari. Sampai dengan yakin kita bersaksi seperti Paulus :
“namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal. 2:20)
Menurut ukuran inilah, kita menilai diri dan sesama, untuk mengetahui apakah hidup kita telah berbuah bagi Tuhan.