BERPUASA, TIDAK SELALU MENGUNDANG PERKENAN TUHAN

Oleh : Peter B, MA


Di negeri yang bernafaskan agama dimana-mana,
tidak sedikit orang yang berpikir bahwa berpuasa adalah salah satu ibadah yang
paling menyenangkan hati Tuhan.
Dengan berpuasa, beberapa orang merasa telah
membawa dirinya pada tingkat kesucian tertentu, Dan logikanya, pastilah Tuhan
berkenan pada (ibadah) mereka. Ini berlangsung sejak dulu. Di negara manapun.
Tidak terkecuali di Israel pada zaman Yesus.
Sementara banyak yang beranggapan berpuasa
membawa perkenan Tuhan atas hidupnya, Yesus menyampaikan sesuatu yang berbeda.
Bukan sesuatu yang baru sebenarnya. Itu ada di kitab-kitab kuno mereka, yang
sekarang kita sebut Perjanjian Lama.
Yesus mengajar,
“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah
muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang
melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka
sudah mendapat upahnya.
Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu
dan cucilah mukamu,
supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau
sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.
Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
~ Matius 6:16-18 (TB)
Sesungguhnya Yesus sedang mengatakan bahwa
tidak semua puasa berkenan di mata Tuhan.
Ada puasa yang ditolak-Nya. Yang jika terus
dilakukan seperti itu di hadapan Tuhan, malahan justru membangkitkan
murka-Nya.Sebagaimana yang dikatakan Yesus, setidaknya, inilah beberapa
ciri-cirinya :
– muram mukanya, yaitu mengubah air mukanya
(supaya diketahui orang sebagai orang yang sedang berpuasa);
– hanya karena ingin dilihat orang;
– disebut sebagai kelakuan orang munafik :
mereka seperti melakukannya untuk Tuhan tetapi sesungguhnya mereka ingin
menarik perhatian dan pujian manusia bagi diri mereka saja.
Puasa demikian adalah puasa agamawi. Hanya
sekedar menjalankan aturan dan perintah agama. Yang semua dilakukan dengan
tujuan utama supaya mengesankan orang lain yang melihatnya.
“Semua pekerjaan yang mereka lakukan
HANYA DIMAKSUD SUPAYA DILIHAT ORANG”, demikian kesimpulan Yesus tentang
orang-orang Farisi bersama pengikut-pengikutnya (lihat Matius 23:5). Yang
sangat rajin menjalankan aturan taurat tetapi melakukannya supaya dipandang dan
dipuji manusia daripada oleh Tuhan.
Dan kita tahu betapa Yesus begitu geram sampai
mengutuki tokoh-tokoh agama Yahudi ini. Apa sebabnya?
Karena melalui pertunjukan agamawi yang mereka
tampilkan, mereka bukannya menarik perkenan Tuhan sehingga berkat Tuhan
diberikan. Melalui cara-cara mereka yang menyombongkan perbuatan-perbuatan yang
tampak saleh itu, mereka membenarkan diri sendiri dan sesungguhnya
“memaksa” Tuhan untuk menerima ibadah mereka yang bahkan tidak
ditujukan kepada Tuhan sendiri! Suatu bentuk penyembahan dan persembahan penuh
kepura-puraan -suatu usaha menipu Dia, yang tidak mungkin dikelabui siapapun.
Jika ini terus dipamerkan di hadapan Tuhan, MANA MUNGKIN TUHAN TIDAK AKAN
MURKA.
Dalam Yesaya 58:3, dituliskan tentang
orang-orang Israel yang bertanya kepada Tuhan : “Mengapa kami berpuasa
dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan
Engkau tidak mengindahkannya juga?”
Dan ini jawaban Tuhan di ayat yang sama dan
seterusnya :
Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih
tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu.
Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah
dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan
caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat
tinggi.
Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang
Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan
kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik
tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang
berkenan pada TUHAN?
Di hadapan Tuhan, ADA PUASA YANG MERUPAKAN
PELANGGARAN DAN DOSA (lihat Yesaya 58:1). Sebagaimana yang dinyatakan juga
dalam Zakharia 7:5-6,
“Katakanlah kepada seluruh rakyat negeri
dan kepada para imam, demikian: Ketika kamu berpuasa dan meratap dalam bulan
yang kelima dan yang ketujuh selama tujuh puluh tahun ini, adakah kamu
sungguh-sungguh berpuasa untuk Aku?
Dan ketika kamu makan dan ketika kamu minum,
bukankah kamu makan dan minum untuk dirimu sendiri?
Tuhan tidak berkenan dengan puasa yang
dilakukan SEOLAH-OLAH DILAKUKAN BAGI TUHAN PADAHAL ITU DEMI DIRI MEREKA
SENDIRI. Sesungguhnya ini berkaitan erat dengan motif hati kita.
Di hadapan Tuhan, ibadah kita tidak dinilai
dari tampilan-tampilan yang kasat mata, yang dilihat oleh orang atau manusia
lain pada umumnya. Nilai ibadah kita di hadapan Tuhan PERTAMA-TAMA DINILAI DARI
APA YANG ADA DI HATI KITA. Dia mencari apakah sungguh dalam hati kita ada kasih
bagi Dia, hasrat dan kerinduan tulus untuk dekat dan intim dengan Dia, untuk
mengenal Dia dan jalan-jalan-Nya, untuk hidup mengabdikan diri pada-Nya, untuk
menyukakan hati-Nya semata! Jika Ia mendapati itu ada di hati, maka ibadah
lahiriah kita akan menyenangkan hati-Nya dan Ia pun dengan sukacita mencurahkan
berkat-berkat-Nya. Namun, jika itu tidak didapatinya di hati kita, maka semua
peragaan ibadah lahiriah kita akan memuakkan Dia. Itu mungkin akan mempesona
manusia tetapi tidak dengan Diri-Nya. Itu bahkan dipandang-Nya sebagai usaha
untuk menipu Dia dengan memamerkan segala kesalehan melalui usaha dan kekuatan
sendiri. Persembahan terbaik sekalipun, jika tidak pas dengan yang diinginkan
hati Tuhan, tidak akan diterima-Nya. Itu serupa persembahan Kain, yang
membanggakan hasil pekerjaannya sendiri dan memaksa Tuhan menerimanya, padahal
ia tahu apa yang memperkenan hati Tuhan.
Jadi, motif hati kita dalam berpuasa atau
melakukan berbagai bentuk ibadah lainnya merupakan FAKTOR UTAMA DAN
MENENTUKAN! 
Tanpa motif yang tulus ingin memuliakan Tuhan dan hidup bagi-Nya,
maka semua ibadah kita PADA AKHIRNYA hanya demi memuaskan dan memenuhi
tujuan-tujuan kita, baik untuk meredam tuntutan-tuntutan moral di dalam batin
maupun demi menampilkan kesan yang baik di hadapan orang lain.
Ibadah yang tidak tertuju pertama-tama dan
utama kepada Tuhan adalah sia-sia.
 Tidak ada nilainya sekalipun tampak seperti
melakukan perintah dan firman Tuhan. Semuanya hanya menimbulkan kejijikan di
hadapan Tuhan. Perasaan yang muncul di hati Tuhan sama seperti ketika Anda
melihat seseorang yang mengaku orang baik-baik dan taat beragama tetapi Anda
tahu benar betapa keji dan jahatnya ia dalam kesehariannya, saat kebanyakan
orang tidak melihatnya. Ini serupa dengan melihat pimpinan KPK yang tertangkap
basah melakukan korupsi besar-besaran. Atau foto pasangan di media sosial yang
begitu mesra tetapi rumah tangga mereka sebenarnya dalam kehancuran! Merasa
ditipu. Itulah tepatnya yang Tuhan lihat. Dan itu cukup membuatnya murka. Dan
ketika Ia murka, tidak akan ada berkat diberi. Hanya ada kutuk dan hukuman.
Marilah kita memeriksa diri. Apakah puasa kita
mengundang berkat Tuhan atau sebaliknya? Apakah ibadah yang naik di hadapan
Tuhan akan memperkenan hati-Nya atau menggusarkan jiwa-Nya?
Jika ada di antara Anda yang menyadari telah
berlaku keliru di hadapan Tuhan, mari datang dalam pertobatan. Mintalah hati
yang baru, yang tulus mengasihi dan menghormati Tuhan sebagai penguasa
satu-satunya dan kekasih dalam hidup Anda. Lalu, mintalah Roh Kudus menolong
Anda hidup dalam ketulusan di hadapan Tuhan karena tanpa kuasa Roh-Nya, Anda
tetap tidak akan mencapai kemajuan yang berarti dalam nilai ibadah Anda. Hanya
dengan cara itu, semua penyembahan Anda selanjutnya akan dapat menyenangkan
hati-Nya.
Salam revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *