Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. …
Dan dalam keyakinan ini tahulah aku: aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman,
~ Paulus, rasul Kristus dalam suratnya pada jemaat Filipi
Dalam Alkitab ada dua tokoh yang disebutkan secara terang-terangan tidak mengalami penurunan kondisi fisik di masa tuanya (bahkan mungkin hingga hari matinya). Mereka adalah Musa dan Kaleb.
Tentang Musa dikatakan:
“Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang.”
~ Ulangan 34:7 (TB)
Lalu tentang Kaleb, dituliskan :
Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;
pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk.
Oleh sebab itu, berikanlah kepadaku pegunungan, yang dijanjikan TUHAN pada waktu itu, sebab engkau sendiri mendengar pada waktu itu, bahwa di sana ada orang Enak dengan kota-kota yang besar dan berkubu. Mungkin TUHAN menyertai aku, sehingga aku menghalau mereka, seperti yang difirmankan TUHAN.”
~ Yosua 14:10-12 (TB)
Catatan mengenai kedua orang ini dimaksudkan Tuhan untuk memberikan suatu gambaran atau contoh bagi kita mengenai keadaan akhir mereka yang menaruh kekuatan-Nya di dalam Tuhan. Berhentinya kemunduran jasmani mereka sebenarnya hanya sebagian dari seluruh keberadaan mereka yang dijajah dan diubahkan Tuhan, yang tampak menggenapi apa yang disampaikan hikmat Salomo bahwa “jalan hidup orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang hingga rembang (titik tertinggi) tengah hari” (Amsal 4:18). Tidak menurun, tapi justru bersinar sangat terang, menyalurkan panas kehangatan dan kekuatan yang besar. Sama seperti Musa yang menyelesaikan taurat dengan menuliskan kitab Ulangan sebagai buku pamungkas, yang merupakan pesan penutup yang dahsyat bagi segenap umat Tuhan di segala zaman atau Kaleb yang merebut kota terkuat di Kanaan dengan membantai para raksasa penguasa di dalamnya-demikianlah hidup kita dapat Tuhan pakai untuk mengadakan perkara-perkara besar dan luar biasa di mata-Nya, meninggalkan warisan, teladan, inspirasi dan kenangan-kenangan yang menguatkan hati untuk generasi-generasi setelah mereka. Itulah hidup yang berarti. Di hadapan manusia. Lebih-lebih di hadapan Tuhan. Suatu kehidupan yang Tuhan ingin kita jalani dan miliki, yang ingin diadakan dan dibentuk-Nya atas hidup kita. Dimana entah kita hidup lama (seperti Musa dan Kaleb) atau hanya singkat saja (seperti hidup Yesus), hidup kita mengalami perubahan dari hidup yang mengalami sentuhan ilahi menjadi suatu kehidupanan yang diubahkan secara terus menerus menjadi suatu kehidupan yang berdampak.
Tak ada masa-masa tenggelam, bagai matahari terbenam, bagi mereka yang berada dalam Tuhan. Itu telah disuratkan berkali-kali dalam kitab suci:
Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!
Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat.
Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion.
~ Mazmur84:6-8 (TB)
Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon;
mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita.
Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar,
untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya.
~ Mazmur 92:13-16 (TB)
Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;
tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
~ Mazmur 37:25-26 (TB)
POHON DAN BUAH
Diibaratkan seperti pohon (dalam Mazmur 92 digambarkan sebagai pohon korma dan pohon aras), orang yang membangun hidupnya di atas dasar hubungannya dengan Tuhan, makin kuat dan terus berbuah tahun demi tahun dan bertahan ratusan hingga ribuan tahun melewati segala musim dan iklim menghadapi berbagai tantangan alam.
Analogi ini tidak jauh dari gambaran Yesus mengenai hubungan-Nya dengan kita.
Ia berkata:
Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
~ Yohanes 15:5 (TB)
Kita serupa ranting-ranting pohon anggur yang melekat pada pokok anggurnya. Selama kita benar-benar melekat pada pokok anggur, maka kita pasti akan berbuah. Dari sekedar ranting biasa menjadi ranting yang menghasilkan buah secara tetap.
Kehidupan Yang Berbuah.
Berbuah itu berarti beruntung dan berhasil. Dari sebiji benih yang tampak tidak berarti dan kerapkali diabaikan dan dibuang sembarangan, ia telah berubah menjadi bakal tunas, bertunas, tumbuh berakar serta mengeluarkan daun dan ranting. Selanjutnya, ia semakin rimbun, kuat, dan mulai membawa manfaat bagi penanamnya. Daunnya bisa menjadi obat, kayunya menjadi bahan bakar, atau bahan mendirikan rumah dan berbagai perabotnya. Bunga-bunganya menjadi bahan makanan atau minuman. Keindahannya menjadi penghias pemandangan dan dekorasi. Rimbun daunnya menjadi tempat berteduh dan bernaung di kala panas maupun hujan. Namun melebihi semuanya, POHON YANG BERBUAH, lebih-lebih secara konsisten tahun demi tahun, menghasilkan keuntungan yang besar bagi lebih banyak orang lagi. Ketika dikonsumsi, buah-buahan dapat menjadi makanan dan obat. Jika dijual, buah-buahan menghasilkan uang yang berarti penghidupan dan kekayaan bagi yang mendapatkannya. Dari hasil alam yang ditumbuhkan oleh karunia Tuhan ini, manusia dapat menikmati berbagai kegembiraan, kesehatan, keuntungan dan kehidupan yang lebih kaya. Tak salah jika dikatakan jika keberhasilan sebuah pohon berperan penting bagi keberhasilan manusia.
Hidup yang mengeluarkan buah ialah kerinduan Bapa kita di sorga yang menjadi penanam dan pengusahanya. Ia merindukan hidup kita berhasil YAITU DENGAN MENJADI BERKAT BAGI SEBANYAK MUNGKIN JIWA-JIWA DI DUNIA. Bapa sorgawi tidak mencari keuntungan materi dari hidup kita. Alam semesta itu milik-Nya dan dapat diciptakan-Nya ribuan kali lagi. Yang diinginkan-Nya ialah dampak dari hidup kita, yang dapat dijadikan sebuah kesaksian bagi jiwa-jiwa yang dikasihi-Nya tetapi hingga kini masih jauh dari-Nya. Ia ingin membangkitkan cemburu di hati mereka yang menolak Dia dengan menunjukkan pada mereka betapa mulia, berarti dan tak sia-sianya hidup orang-orang yang terhubung dengan-Nya dan berjalan bersama Dia itu. Jauh melebihi kehidupan duniawi paling sukses sekalipun namun di luar Dia.
Berbuah itu menyenangkan hati. Siapakah yang dapat gembira hatinya jika setelah menanam dan merawat pohon bertahun-tahun ternyata tak kunjung memperoleh buah sesuai yang diharapkan? Adalah suatu kerugian mengusahakan tanam-tanaman yang tidak menghasilkan. Sebaliknya, merupakan suatu kesenangan dan kebanggaan melihat tumbuh-tumbuhan yang kita tanam menghasilkan dengan limpahnya.
Kehidupan yang berbuah akan menyenangkan hati Tuhan bahkan seisi dunia. Paulus menggambarkan betapa buah Roh yang dinyatakan melalui hidup kita (yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri) tidak akan mungkin ditolak atau ditentang oleh dunia : “Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Galatia 5:23). Dunia justru memerlukan semuanya itu. Dunia yang kelam dan pahit bagai lembah air mata ini mmbutuhkan sentuhan ilahi dan perlu dibawa pada sumber pemulihan. Dan itu dirasakan melalui buah-buah rohani anak-anak Tuhan yang menyenangkan dan manis di hati orang.
Berbuah berarti mencapai tujuan penciptaannya. Jika sebuah pohon menghasilkan buah, maka ia telah menggenapi takdirnya. Sebab pohon buah-buahan diciptakan untuk menghasilkan buah. Serupa dengan itulah manusia diumpamakan. Hidup yang berbuah sebagaimana Yesus maksudkan, ialah hidup kita yang sesuai dengan tujuan penciptaan dan keberadaan kita. Yaitu menjadi saluran berkat bagi banyak orang sesuai yang Tuhan kehendaki.
Ini tidak sama dengan doa atau harapan orang tua ketika ditanya keinginanya atas hidup sang anak yaitu “agar anaknya berguna bagi bangsa, negara dan Tuhan”. Ini bukan sesuatu yang klise dan umum. Ini merupakan sesuatu yang unik sesuai dengan kekhususan sifat dan keberadaan kita. Pohon anggur pasti menghasilkan buah anggur. Pohon mangga menghasilkan mangga. Dan seterusnya. Kita pun seharusnya menjadi dan menghasilkan dari hidup kita sesuai dengan keunikam npenciptaan kita. Menghasilkan sesuatu sesuai dengan tujuan penciptaan kita yang khusus inilah yang akan berkat dan sumbangan terbesar yang bisa kita berikan dari hidup kita.
Kehidupan Yang Tak Berbuat Apa-apa
Kebalikan dari kehidupan yang berbuah adalah kehidupan yang tidak berbuat apa-apa. Yesus berkata “… di LUAR AKU, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15: 5). Patut digarisbawahi bahwa Yesus mengatakan bahwa hidup yang tidak dapat berbuat apa-apa itu bukan suatu kehidupan tertentu yang gagal dan dipandang rendah oleh dunia. Yesus menyebutkan bahwa SEMUA bentuk kehidupan keluar Dia adalah hidup yang tidak melakukan apa-apa. Itu artinya semua pencapaian manusia di luar Kristus dipandang kosong saja dan tidak bernilai apapun di hadapan Tuhan.
Tidakkah ini terlalu keras kedengarannya?
Tentu saja ini tidak mungkin dipandang dari sudut pandang duniawi. Segala pencapaian manusia mungkin saja dihargai sangat tinggi oleh dunia dan dicatat dalam sejarah peradaban manusia. Tetapi jangan lupa. Ada sudut pandang yang lain. Sudut pandang surgawi. Yang dilihat dan diukur dari mata dan hati Tuhan. Yang takarannya tidak mungkin keliru. Pasti tepat. Dan bertahan sampai kekal. Dari sudut pandang inilah, yaitu perspektif kekekalan, setiap pekerjaan kita sebagai manusia diuji dan diukur bobot dan nilainya.
Pada akhirnya, yang berarti ialah semua yang kita lakukan di dalam, oleh karena dan bagi Kristus lah yang akan diperhitungkan sebagai sesuatu yang bernilai atau berharga di mata Tuhan. Sebab apa yang kita kerjakan di luar ketaatan dan pengabdian pada Tuhan hanya akan bertahan selagi dunia ini masih berputar. Namun ketika semuanya berlalu, yang bertahan dan akan selalu diingat adalah perbuatan-perbuatan kita bagi kemuliaan Tuhan di mana kita mengambil bagian dalam rencana dan pekerjaan-Nya di muka bumi.
Ambil saja contoh sederhana.
Seorang ayah yang menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga dengan penuh tanggung jawab memberikan nafkah dan didikan pada anak-anaknya mungkin saja akan membawa pengaruh positif bagi kehidupan anaknya kelak di waktu dewasa. Tetapi hanya sampai di sana saja.
Lain halnya dengan seorang ayah yang mendidik anak-anaknya di dalam Tuhan. Memperkenalkan jalan-jalan Tuhan dan memberikan teladan hidup bersama Tuhan. Ayah yang demikian akan membawa anak-anaknya jalan keselamatan bahkan lebih dari itu. Keturunannya akan mengenal Tuhan dan menjadi umat Tuhan. Menjadi suatu kaum yang akan membentuk komunitas-komunitas yang takut akan Tuhan, yang menarik kemuliaan-Nya turun ke atas dunia sehingga banyak orang akan kembali kepada Tuhan.
Dengan demikian, apa yang dilakukan seorang ayah yang takut akan Tuhan akan berdampak besar serta kekal, jauh tak ternilai dibandingkan seorang ayah hanya mencukupi kebutuhan akan keluarganya semata
Itulah sebabnya sehebat-hebatnya hidup di luar Kristus, tidak akan dapat melampaui kehormatan, keindahan serta kemuliaan hidup di dalam Tuhan, sebab ukuran yang digunakan bukan dari hidup singkat manusia atau keberadaan bumi yang akan berlalu ini, melainkan ukuran ilahi yang abadi.
KESIMPULAN
Manusia diciptakan untuk hidup dalam suatu kehidupan yang jauh lebih bermanfaat dan membawa kemuliaan bagi Tuhan dibandingkan semua ciptaan yang lain. Tetapi itu hanya mungkin dilakukan di dalam hubungan yang terjalin erat antara manusia dan Yesus Kristus Tuhan. Di dalam Dialah kita diubahkan makin hari makin indah sebagai pribadi-pribadi yang menyinarkan kemuliaan Tuhan. Menjadi terang bagi dunia yang gelap dan menjadi kesenangan dan kesayangan Tuhan.
Hanya di dalam Yesus, hidup kita tidak sia-sia dan tanpa penyesalan. Sebaliknya, air mata sukacita akan mengalir di wajah kita, saat kita kembali ke rumah Bapa yang telah menciptakan kita. Oleh karena kita telah hidup sebagaimana yang dirindukan-Nya.
Jangan hidup dalam suatu kehidupan yang akan menurun dan mengecewakan di ujung perjalanan Anda. Tuhan menjanjikan hidup yang tak pernah redup ataupun padam. Bersama Dia dan di dalam Dia, kita akan diubahkan menjadi lebih baik dan lebih mulia, semakin serupa dengan gambaran Anak-Nya.
Seperti hidup Yesus dan hamba-hamba sejati Tuhan sejati lainnya, hidup kita akan terus menjadi berkat, bersinar terang, menjadi petunjuk jalan bagi orang-orang menemukan keselamatan dan kehidupan berkelimpahan dalam Kristus.
Rindukah Anda mempunyai hidup yang demikian?
Kudatang ya Bapa
Dalam kerinduan
Memandang keindahan-Mu
Kuberikan s’galanya
Semuanya yang ada
Ku ingin menyenangkan hati-Mu oh Tuhan
Jadikan aku indah
Yang Kau pandang mulia
Seturut karya-Mu didalam hidupku
Ajarku berharap hanya kepada-Mu
Taat dan setia kepada-Mu, Tuhan
~ Dari Pujian Giving My Best “Jadikan Aku Indah”
(Bersambung)