CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 1

Oleh: Bpk. Peter B. K.

 Ada satu bagian pengajaran Yesus yang sering disebut-sebut dalam
berbagai kesempatan, diajarkan sebagai contoh sikap kita hidup di
tengah-tengah dunia yang tidak mengenal Kristus ini. Itu adalah :
Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab
itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat.
10:16). 

“Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti
merpati”
. Oleh sebab bagian itu acapkali dibahas, maka penafsiran
mengenai hal ini pun beragam. Sampai-sampai beberapa waktu yang lalu,
seorang penulis media sosial terkenal yang non kristiani sempat mencoba
menafsirkan ayat ini demi mendorong umat Kristen sebagai saudara
sebangsa lebih aktif dan lebih com menentang sikap intoleran yang terus
menguat belakangan ini.

Sebaik-baiknya tafsiran atas kitab suci
kita, sudah seharusnya kita sebagai murid-murid Kristus sendirilah yang
seharusnya lebih dan paling memahami apa yang dimaksud oleh Yesus dalam
pengajaran-Nya ini. Itulah sebabnya kita perlu mendalami pesan ini dan
dalam terang Roh Kudus, kita meminta supaya diterangi pikiran kita
sehingga kita mengenal Dia dengan benar

Mari mempelajari beberapa pendahuluan yang penting mengenai Matius 10, pasal dimana Yesus menyampaikan frasa tersebut.

KONTEKS
Matius 10 dibuka dengan kisah Yesus memanggil dan memilih kedua belas
murid-Nya lalu memberi mereka KUASA untuk mengusir roh-roh jahat, untuk
melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Ayat 5-15 menceritakan
pengutusan mereka beserta bagaimana mereka melaksanakan tugas ilahi itu.
Bagian ketiga (ayat 16-33) menekankan pesan dan peringatan Yesus bahwa
selagi mereka menyatakan diri dan menunaikan tugas sebagai utusan-utusan
Kristus, mereka harus siap untuk mengalami PENGANIAYAAN yang bahkan
sampai mengancam nyawa mereka. Pada bagian inilah perintah supaya
hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”
diberikan. Pasal 10 kitab Matius ini ditutup dengan penegasan Yesus
bahwa prioritas utama apabila kita ingin mengikut Dia adalah bahwa kita
harus siap menghadapi pertentangan-pertentangan bahkan
pemisahan-pemisahan dalam hidupnya. Bisa jadi timbul perpecahan dalam
keluarga atau kehidupan sosialnya.

sebagai catatn singkat, bukankah
menarik untuk diketahui dan direnungkan bahwa Yesus sendiri dengan
tegas membawa pedang yang merupakan perlambang pemisah segala sesuatu
(Ibrani 4:12)?
Dan jika demikian, apakah Yesus sumber perpecahan dan
pemisahan? Tentu saja tidak. Kehendak Tuhan ialah supaya kita semua
dipersatukan dalam Kristus. Tetapi oleh karena kekerasan hati manusialah
maka pemisahan terjadi. Tidak semua orang mau menerima apalagi hidup
dalam kehendak Tuhan. Tidak semua hati terbuka demi memahami jalan-jalan
Tuhan. Di sanalah lambat laun pemisahan atau perpecahan terjadi.
Pemisahan yang gelap dari yang terang. Yang benar dari yang keliru. Yang
rohani dari yang duniawi. Yang ilahi dari yang manusiawi atau yang
setani. Itu sebabnya kita perlu MENGENAL Dia dan jalan-jalan-Nya lalu
MENGUJI SEGALA SESUATU supaya tidak sesat mengambil jalan kita sendiri,
mengklaimnya sebagai kebenaran dan memisahkan diri dari kumpulan
murid-murid sejati.
Menghadapi berbagai kesukaran dalam mengikut
Yesus, bagian akhir Matius 10 memberitahukan kita bahwa kasih kepada
Yesus Kristus, Tuhan kita HARUS di atas segala-galanya jika benar-benar
ingin diakui di sorga (ayat 32-33). Bahwa supaya kita layak menjadi
murid-Nya yang sejati maka kita harus mengasihi Dia lebih dari keluarga
kita sendiri bahkan nyawa kita sendiri. Tidak hanya itu. Kita harus
memikul salib lalu mengikut Dia kemana Dia pergi sampai harus siap dan
rela kehilangan nyawa kita bagi Dia (ayat 37-39).
Berdasarkan konteks di atas kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting dari pengajaran Yesus di Matius 10 ini.

MENGIKUT YESUS ADALAH SESUATU YANG AKTIF, BUKAN PASIF DAN SEKEDAR MENERIMA BERKAT-BERKAT SEMATA

Perhatikan. Dua belas orang dipanggil dan dipilih. Untuk apa? Untuk
diberi kuasa dan diutus. Untuk apa diutus dalam kuasa dan kemampuan yang
ajaib itu? Untuk mengalahkan setan dan menghalau penyakit dan berbagai
kelemahan.

Yang intinya, bukan supaya mereka sekedar duduk manis
menikmati segala kemudahan dan kelimpahan berkat-berkat jasmani semata.
Mereka dipanggil untuk bangkit, bergerak dari tempat mereka, keluar dari
rumah dan keluarga mereka yaitu zona-zona nyaman mereka demi
mendatangkan pemerintahan Allah dan menghancurkan dominasi pekerjaan
kuasa-kuasa gelap.

Bahkan lebih dari itu. Mereka harus hidup dengan
iman dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan untuk melaksanakan tugas suci
itu. Mereka tidak boleh meminta uang atau mencoba menghasilkan uang
dari pelayanan mereka itu. Mereka tidak diperkenanman membawa harta
benda, bekal makanan atau baju yang banyak. Mereka harus merendahkan
diri sehingga seakan-akan bergantung penghidupannya pada orang lain yang
akan digerakkan Tuhan memberkati makan dan minum mereka. Mereka tidak
boleh takut dan lemah hati. Mereka pun tidak disarankan berkawan atau
mengkompromikan diri dengan orang-orang yang menolak mereka supaya
dimudahkan pelayanannya. Mereka harus bersikap tegas dan mengebaskan
debu para penolak itu dari kaki mereka (lambang pemutusan hubungan dan
lepasnya tanggung jawab rohani atas mereka).

Itu masih belum
selesai. Mereka harus siap menghadapi pertentangan dan penganiayaan yang
bisa jsdi sangat hebat. Mengapa? Karena mereka bukan domba yang diam di
dalam kandang saja. Atau serupa domba-domba yang hanya berkumpul dalam
pengawasan gembala di padang rumput saja (dimana itu tetap perlu).
Tetapi mereka kini bagai domba-domba yang “dikirim dan ditempatkan” di
tengah-tengah serigala-serigala yang jelas merupakan binatang buas.

Dari sini kita tahu bahwa mengikut Yesus bukan kehidupan santai yang
dimanjakan pelayanan-pelayanan malaikat saja. Mengikut Yesus berarti
DIPANGGIL dan DIPILIH MENUNAIKAN SUATU TUGAS. Untuk memberitakan
kerajaan Allah dan menyatakan keberatan kuasa-Nya. Untuk MENGUBAH
KEADAAN-KEADAAN YANG LEMAH DAN RUSAK akibat pekerjaan iblis atasnya.
Bukan berdiam diri dan menunggu perubahan terjadi dengan sendirinya
dengan alasan Tuhan yang mengendalikan segala sesuatu atau segala
sesuatu pasti terjadi atas kehendak Tuhan.
Bahkan di Kisah Para Rasul
pasal pertama, sebelum Kristus terangkat ke sorga, Dia memberikan amanat
agung-Nya supaya kita bangkit dan bergerak menjadi saksi-Nya. Di
Yerusalem, Yudea, Samaria. Hingga ke ujung bumi.

Tidak akan ada
perubahan dengan berbaring cantik di rumah sambil sesekali menaikkan doa
untuk keselamatan bangsa. Tidak akan ada lawatan Tuhan dengan hanya
mengangkat tangan dan menyanyikan pujian penyembahan secukupnya di satu
dua hari ibadah gereja kita. Perubahan atas sekitar kita terjadi saat
kita berfungsi sebagaimana panggilan dan takdir kita. SEBAGAI GARAM DAN
TERANG BAGI DUNIA (yaitu lingkungan dimana kita hidup). Tanpa kita
bangkit dan bergerak bersama Roh Tuhan yang selalu bergerak, maka kita
tidak akan melihat keluarga, komunitas masyarakat di sekitar kita, kota
kita apalagi negeri kita mengalami perubahan dan pemulihan.

Paulus berkata dalam Roma 10:13-15,
“Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.
Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak
percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika
mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang
Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?

Dan bagaimana mereka
dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis:
“Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”

Tuhan memang memegang kendali atas segala sesuatu. Meski demikian, Dia
tidak bekerja secara otomatis begitu saja. Dia menanti Anda dan saya
bergerak karena Dia telah menetapkan kita menjadi saluran bagi berkat
dan kuasa-Nya bagi dunia. Dan sebagai alat dan saluran, kita harus
memastikan bahwa berkat dan kuasa itu tidak terhalang oleh kita. Karena
kebodohan, kemalasan, kebebalan dan egoisme kita sendiri.

Pertanyaan yang penting bagi kita ialah :

  • Apakah kita sadar bahwa kita orang-orang yang dipanggil?
  • Tahukah kita bahwa Tuhan hendak mengutus kita?
  • Apakah kita mengerti bahwa Injil perlu diberitakan oleh setiap kita?
  • Dan jika kita telah tahu itu semua, sudahkah kita menyambut panggilan-Nya dan hidup di dalamnya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *