Oleh: Peter B, MA
Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud oleh Yesus saat Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia mengutus mereka “seperti domba di tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” itu?
Sebelum melangkah lebih jauh, ingat selalu bahwa konteks perintah ini ialah dalam hal menjalankan misi Kerajaan Allah di hidup kita sebagai pengikut-pengikut Kristus. Sebagai duta-duta ilahi maka inilah salah satu cara hidup yang harus kita latih dan biasakan untuk kita jalani. Melalui cara seperti inilah, hidup kita akan senantiasa menjadi kesaksian yang efektif bagi mereka yang belum mengenal Tuhan. Kehidupan serupa ini pula yang akan menyatakan kasih dan hikmat Tuhan kepada dunia. Suatu peragaan betapa dahsyat Allah yang telah menebus, bekerja dan berdiam di dalam hidup orang-orang yang percaya kepada Kristus.
Perumpamaan dalam perintah Yesus yang menggunakan berbagai jenis binatang (domba, serial, ular dan merpati) merupakan perlambang masing-masing karakter hewan yang dapat kita pelajari dalam hubungannya dengan kehidupan kita. Ada sifat-sifat mereka yang dapat kita pelajari lebih mendalam untuk mengenali maksud Tuhan bagi kita.
SEPERTI DOMBA DI TENGAH-TENGAH SERIGALA
Pengikut-pengikut Kristus sejati diserupakan dengan domba. Mereka yang di luar Kristus diumpamakan seperti serigala. Ini sama sekali bukan merupakan penghinaan atau pelecehan terhadap mereka yang bukan pengikut Kristus. Yesus menyampaikan ini sebagai peringatan dan penegasan akan ciri-ciri pengikut-Nya. Pengikut-pengikutnya haruslah memiliki karakter seperti domba, bukan serigala. Yang mengaku pengikut-Nya namun perbuatannya serupa binatang buas dan licik seperti serigala bukanlah pengikut-Nya.
Domba merupakan hewan yang lemah dan penurut. Mereka tidak memiliki pertahanan diri yang kuat juga tidak mempunyai kecenderungan menyerang makhluk yang lain. Sebaliknya, domba mudah menjadi sasaran binatang buas. Itu sebabnya mereka memerlukan gembala untuk menuntun dan melindungi mereka. Yang juga akan mencari dan membawa mereka pulang jika mereka tersesat jalan.
Seperti itulah karakter yang Tuhan bentuk sekaligus rindukan dalam kita saat Kristus mengubah kita menjadi manusia baru. Lemah lembut dan taat karena mengenal suara gembalanya (Yoh. 10:4-5). Bergantung dan berserah pada perlindungan kuasa Tuhan dalam menjalani kehidupan. Di mata dunia, sifat semacam ini terkesan lemah tetapi di hadapan Tuhan sangatlah berharga. Mereka yang merasa tidak berdaya, yang merasa miskin dan tak memiliki apapun yang dibanggakan di hadapan Tuhan, akan terus menerus mengandalkan Tuhan. Bergantung pada-Nya setiap waktu dan tidak berani mengambil jalan mereka sendiri.
Berbeda dengan mereka yang di luar Kristus. Mereka serupa serigala-serigala yang buas. Serigala ialah lambang dari binatang yang buas, gemar menyerang dan memangsa (Kej 49:27; Yes 11:6; 65:25; Yeh 22:27; Hab 1:8). Alkitab mencatat serigala bersama-sama dengan anjing hutan. Hewan yang liar, hidup bebas, mengikuti nalurinya sendiri untuk bertahan hidup. Karakter seperti ini sesungguhnya sifat-sifat kita semua sebelum bertemu Kristus. Hati kita jahat dan keras, mengikuti hawa nafsu kita sendiri. Suka menyerang dan menyakiti yang lain. Jumlah serigala yang banyak, yang disebutkan oleh Yesus dalam perumpamaan ini, menunjukkan perbandingan jumlah anak-anak Tuhan dengan mereka yang duniawi. Dalam beberapa kasus, tidak jarang yang serupa domba seringkali sebenarnya adalah serigala. Ketidakseimbangan jumlah ini seharusnya menyadarkan kita bahwa tidak mampu berjalan dengan kekuatan dan cara kita sendiri menjadi utusan-utusan Kristus di dunia.
Sebagaimana domba di tengah-tengah serigala, demikianlah kita di tengah-tengah dunia ini. Artinya kita yang lemah ditempatkan di tengah-tengah yang buas. Yang tidak mampu melawan ditaruh di tengah-tengah para penyerang. Yang jinak dihadapkan yang ganas. Yang tidak berdaya harus bertahan terhadap yang terbiasa melakukan penyergapan dan pembinasaan. Mengetahui ini, bagaimanakah domba akan bertahan dan selamat? Mungkinkah kita sebagai domba akan mampu mengatasi serangan dan serbuan mereka yang tak segan-segan berbuat keji dan jahat, sedangkan kita tak diperlengkapi untuk melakukan yang sama selain untuk berlindung pada gembala kita?
Dari latar belakang kondisi seperti inilah kita diperintahkan untuk cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Sesuatu yang harus kita pahami supaya sebagai domba-domba Kristus, kita akan membalikkan keadaan dimana serigala-serigala akan dikalahkan oleh kuasa Tuhan yang bekerja melalui domba-domba-Nya. Yang lemah akan mempermalukan yang kuat. Yang sepertinya tidak berdaya justru akan berjaya, menjadi kesaksian yang indah bahwa gembala dan Tuhan kita kuat dan setia.
CERDIK SEPERTI ULAR
Ular disebutkan dalam Alkitab sebagai binatang yang paling cerdik daripada segala binatang (Kej. 3:1). Kecerdikan ular digunakan oleh iblis untuk menipu Hawa yang kemudian juga menyeret Adam jatuh dalam dosa. Fakta bahwa ular mendekati Hawa menunjukkan bahwa iblis telah mempelajari bahwa Hawa lebih lemah dari Adam dan bahwa Adam lebih mudah dijatuhkan melalui Hawa.
Cerdik yang dimaksud, dalam bahasa Ibraninya bisa berarti “licik”, “memiliki kemampuan menyembunyikan tujuan atau maksudnya”, “pandai menipu”. Pada bentuk yang lain, cerdik juga bermakna “ahli”, “penuh kehati-hatian” dan “bijak dalam urusan sehari-hari”. Intinya, kemampuan untuk menggunakan pengetahuan demi mencapai suatu tujuan. Tidak bodoh tetapi mampu menggunakan pengetahuannya dengan baik untuk mencapai hasil.
Dalam bahasa Yunani, “cerdik” dalam Matius 10:16 mengandung pengertian “memiliki kemampuan untuk memahami ide-ide dan situasi-situasi yang sulit untuk membuat keputusan yang baik”, “memiliki persepsi yang tajam dan melihat jauh ke depan”, “penuh kehati-hatian dalam berkata-kata serta bertindak melihat situasi dan kondisi yang ada”.
Menyatukan semuanya, “cerdik seperti ular” berarti tidak menjadi bodoh tetapi penuh kehati-hatian dan bijak menyikapi segala sesuatu. Tidak sembrono tapi penuh perhitungan. Memikirkan setiap langkah dan keputusan yang diambil. Menjaga perkataan dan tingkah laku. Tidak sembarangan dalam bertindak tetapi tahu melihat dan memperkirakan situasi yang ada lalu mengambil langkah terbaik untuk dilakukan. Itu sebabnya, untuk hidup sebagai anak-anak Tuhan yang ingin menyampaikan kesaksian dan memperagakan kasih serta kuasa Tuhan, kita harus menjadi pribadi-pribadi yang bijak dan penuh dengan hikmat. Tidak sembarangan bertingkah laku namun menjaga dan memperhitungkan setiap tindakan dan perkataan kita sebab satu kecerobohan dapat menjadi dasar orang-orang menyerang keyakinan kita pada Kristus dan menjadikan kesaksian kita ternoda.
TULUS SEPERTI MERPATI
Pengertian sebenarnya dari “tulus” dalam bahasa aslinya berarti “tak tercampur”, dan terkait dengan pikiran itu berarti “tak tercampuri yang jahat, bersih dari kelicikan”, “tak bersalah”, “sederhana”. semuanya mengacu pada tiadanya niat-niat yang jahat dan licik. Istilah lain untuk tulus adalah “tidak berbahaya”, “tidak membahayakan”, “tiada maksud menyerang atau melukai”. Ini sama dengan sifat merpati yang merupakan burung yang jinak, tidak berbahaya bagi siapapun, dimana tidak ada rasa takut diserang atau disakiti bagi yang di sekitarnya.
Dari pengertian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud Yesus ialah kita harus menjaga hati kita tetap bersih, tidak memiliki niat jahat untuk menjatuhkan, melukai atau sebaliknya yaitu memperalat dan memanipulasi orang lain. Bahwa maksud hati kita semata-mata untuk menyatakan kasih dan kelemahlembutan seperti Kristus. Sebagaimana Yesus sendiri, yang kerapkali menyampaikan tegoran bahkan menghardik kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat dengan sangat keras, tapi setiap orang yang melihat dan menilai dengan jujur akan melihat bahwa Yesus tidak memiliki maksud-maksud menipu seperti pencitraan, mencari dukungan politik dan pribadi, atau merendahkan pemimpin-pemimpin waktu itu.
Berikut ini merupakan salah satu catatan mengenai sikap Kristus itu:
“Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ.
Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.
Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.”
MAKA TERINGATLAH MURID-MURID-NYA, bahwa ada tertulis: “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku” (Yohanes 2:14-17)
Sebagai pembawa pesan-pesan dari sorga, Yesus menunjukkan bagaimana Ia penuh dengan hikmat. Dengan cerdik, Ia tak dapat dilawan oleh pertanyaan, tuduhan hingga situasi-situasi yang digunakan untuk menjebak Dia. Di sisi lain, Ia menunjukkan ketulusan dan kesederhanaan seorang manusia yang penuh kasih. Lemah lembut dan disukai. Oleh anak-anak maupun orang tua, dapat berkomunikasi dengan seorang perempuan sundal atau pemuka agama, dengan pemungut cukai atau pemimpin rohani – dalam semuanya itu, Yesus tak pernah memiliki niat jahat atau bermuslihat demi mempermalukan atau mengambil keuntungan dari orang lain, demi kepentingan-Nya sendiri.
CERDIK DAN TULUS -DALAM PRAKTEK
Yesus tidak membiarkan murid-murid-Nya dalam kebingungan saat mendengarkan pengajaran-Nya. Dialah Sang Guru Agung. Setiap pengkhotbah dan pengajar harus belajar dari Yesus untuk menyampaikan pesan-pesan yang murni tetapi jelas dan terang dari sorga. Saat Yesus memerintahkan supaya murid-murid bertindak “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” maka Ia tidak membiarkan mereka meraba-raba atau menafsirkan menurut pikiran mereka masing-meaisng mengenai pelaksanaannya. Yesus memberikan petunjuk-petunjuk. Yang juga berlaku bagi kita jika kita hendak mengemban tanggung jawab secara aktif sebagai duta-duta kerajaan Allah di dunia.
Jika kita mengikuti petunjuk-petunjuk yang Yesus berikan, maka Tuhan akan memimpin langkah kita dan memberikan kita kemenangan serta terobosan dalam pelayanan kita. Kita akan dijauhkan dari masalah-masalah yang tidak perlu akibat kebodohan dan kecerobohan kita. Meskipun penolakan dan penganiayaan tidak dapat dihindari karena sesuai dengan yang Tuhan ijinkan terjadi, namun kita dipanggil untuk tidak mencari-cari penderitaan yang semestinya tidak perlu kita tanggung. Pekerjaan Tuhan seringkali terhambat bahkan menjadi batu sandungan, banyak kali, karena memang dua hal di atas tidak kita perhatikan. Yaitu kita berlaku sembrono dan tidak memikirkan akibat-akibat yang bisa terjadi (baik melalui perkataan maupun tindakan kita) atau karena kita tidak tulus dalam melayani (ada maksud-maksud tersembunyi yang mementingkan diri daripada melihat kemuliaan Tuhan turun dan dinyatakan). Dan betapa banyaknya pelayanan atau gereja yang kemudian berjalan atau bahkan berakhir tak ubahnya seperti perkumpulan-perkumpulan sosial belaka tanpa lawatan Tuhan yang mengubah kehidupan maupun terlihatnya pertumbuhan rohani setelah berpuluh-puluh tahun ada. Sesuatu yang seharusnya memalukan jika dibandingkan dengan kuasa yang diperagakan Yesus dalam pelayanan-Nya yang singkat maupun apa yang dilakukan rasul-rasul pada masa gereja mula-mula yang menggoncang dunia.
PETUNJUK YESUS TENTANG “CERDIK SEPERTI ULAR”
Dari Matius 10 kita dapat menelisik dan menemukan apa yang dimaksudkan Yesus dengan bertindak cerdik itu:
(1) SELALU WASPADA DENGAN KEADAAN YANG ADA
Yesus berfirman, “Tetapi WASPADALAH TERHADAP SEMUA ORANG; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah.” (Matius 10:17-18)
Waspada berarti berhati-hati, memberikan cukup perhatian dan selalu membawa suatu perkara itu dalam pikiran kita. Itu berarti tidak lengah menyikapi orang-orang di sekeliling kita. Kita memang diajarkan untuk mengasihi dan tidak berburuk sangka atau menghakimi orang lain. Meski demikian, selalu ada orang-orang yang tetap memiliki maksud jahat terhadap diri kita terkait kesaksian hidup kita sebagai pengikut Kristus. Entah karena iri hati, dengki atau takut mendengar nama Kristus, orang dapat menggunakan segala cara untuk menyakiti kita. Melalui tuduhan palsu, fitnah atau penyerangan secara fisik. Ada suatu roh antikristus yang terus bekerja semakin nyata hingga kelak muncul secara terang-terangan di akhir dari segala zaman. Roh itulah yang membawa pengaruh dalam pikiran dan hati orang-orang yang telah tertutup mata hatinya bagi kebenaran.
Adalah tugas kita meminta Roh Kudus melawat mereka yang menentang berita Injil. Tuhan kita berkuasa menolong dan melindungi kita dari segala bahaya. Meski demikian, kita tidak boleh mencobai Tuhan. Pekerjaan Tuhan tidak seharusnya dikerjakan dengan serampangan berdasarkan dorongan semangat yang tak terkontrol atau emosi yang membabi buta. Jika kita bertindak ceroboh, sekalipun atas nama Tuhan kita datang dan melayani, maka risiko yang terjadi itu akibat kebodohan kita dan untuk itu Tuhan tidak memberikan janji-Nya untuk menjadi penyelamat muka kita. Oleh belas kasihan-Nya, Dia akan membela kita. Bukan karena kita telah berjasa melakukan ini dan itu bagi Dia.
Untuk menjadi waspada, kita perlu mengenal berbagai karakter manusia. Pengetahuan kita mengenai tipe-tipe orang seharusnya bertambah seiring berjalannya waktu. Ini dikembangkan dalam dunia bisnis dan kepemimpinan demi mencapai hasil yang lebih lagi, sudah semestinya ini juga dipelajari oleh murid-murid Tuhan demi dampak serta terobosan dalam pekerjaan Tuhan.
Kita pun perlu membawa diri dengan baik di tengah-tengah masyarakat dimana kita berada. Jika dunia memiliki pepatah, “Masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang ayam berkokok, masuk kandang kerbau menguak” supaya kita menyadari bahwa kita harus menyesuaikan dan membawa diri sesuai keadaan sekeliling kita, betapa lebih lagi seharusnya kita sebagai perwakilan Kerajaan Allah yang rindu melihat Kristus dimuliakan. Perkataan kita semestinya lebih santun dan berisi daripada mereka yang belum mengenal Tuhan namun yang mampu menjaga dengan baik tutur katanya. Betapa sikap kita harus lebih penuh penghargaan kepada sesama ketimbang mereka yang belum dijamah kasih Kristus namun memiliki sikap yang baik dan ramah pada orang lain. Kesaksian hidup kita yang ada di depan orang maupun yang diceritakan orang setelah mengenal kita seharusnya mencerminkan sifat-sifat Kristus, bukan menjadi batu sandungan yang membuat orang lain pahit, kecewa dan sinis.
Bersikap waspada juga berarti memikirkan segala sesuatu dengan bijak. Kita harus berhikmat dalam berkomunikasi, berhubungan dengan orang lain (khususnya mereka yang belum mengenal Kristus maupun jiwa-jiwa baru yang belum banyak tahu jalan-jalan Tuhan), maupun dalam bertingkah laku sehari-hari. Benarlah yang dikatakan jika “kitalah mungkin satu-satunya Alkitab yang dibaca mereka yang belum mengenal Yesus”. Selagi kita memiliki Kitab Suci untuk mengetahui firman dan pikiran Tuhan, mereka yang belum percaya pada Kristus tidak memiliki Alkitab yang dapat mereka baca maupun mereka pelajari karena tidak ada yang menuntunnya. Kitalah kitab-kitab Allah yang terbuka di depan orang. Melalui sikap-sikap kitalah orang mengenal ajaran Kristus bahkan melihat figur Kristus sendiri.
Pikiran kita seharusnya senantiasa terang untuk dapat membedakan kepada siapa kita berbagi informasi atau menyampaikan pesan-pesan yang sensitif, yang dapat menyinggung atau mengarah pada pemahaman yang keliru mengenai ajaran kita. Kita perlu memilah dan memilih apa dan mana sebaiknya yang perlu kita sampaikan di depan umum, di kelompok yang terbatas, di dalam komunitas kita sendiri atau hal-hal yang hanya bisa dipercayakan kepada sedikit orang yang teruji dan sehati sepikiran dengan kita. Juga kita seharusnya melihat kondisi sosial masyarakat yang ada untuk menyesuaikan diri dalam pendekatan yang tepat dan memudahkan kita menjalin hubungan dengan sekitar kita.
Jika Yesus saja akhirnya dijatuhi hukuman mati dengan tuduhan mengajarkan sesuatu yang sesat dan menghujat ajaran taurat padahal Dia tidak pernah bersalah dalam perkataan-Nya dan orang-oranglah yang salah memahami perkataan-Nya, maka pastilah lebih dahsyat lagi tuduhan dan serangan pemuka agama maupun orang banyak itu jika Yesus sembrono dalam bersikap dan berkata-kata! Dan itulah yang akan terjadi apabila kita tak berhikmat dalam perkataan dan perbuatan kita.
Sebagai contoh, adalah kurang bijaksana jika memaksakan suatu gereja berdiri di suatu wilayah apabila mendapat penentangan dari warga atau kelompok tertentu yang juga didukung oleh pemerintah setempat. Kengototan orang-orang Kristen dalam hal ini justru menjadi semacam bahan bakar yang terus memicu kebencian dan permusuhan dengan kelompok lainnya. Kita harus mewaspadai munculnya suatu gerakan-gerakan yang lebih besar yang kontraproduktif terhadap kaum kristiani, yang seharusnya tidak perlu terjadi jika kita menggunakan cara-cara berbeda. Bukankah ibadah bukan sekedar tempat melainkan kehidupan? Dan mengapakah kita memperjuangkan suatu tempat ibadah permanen sedangkan jemaat gereja mula-mula tak surut walau beribadah di katakombe-katakombe (jalan dan lorong di bawah tanah yang sering digunakan sebagai tempat pemakaman dan persembunyian) di abad-abad pertama?
(2) SELALU TERHUBUNG DENGAN ROH KUDUS UNTUK MENERIMA HIKMAT TUHAN
Yesus menyampaikan supaya “apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. KARENA BUKAN KAMU YANG BERKATA-KATA, MELAINKAN ROH BAPA-MU; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” (Matius 10:19-20)
Bahkan sebelum Yesus bangkit dan naik ke sorga, Yesus menekankan bahwa murid-murid-Nya tidak akan pernah ditinggalkan-Nya sendiri. Ia mengutus Roh Kudus untuk menyertai dan menolong kita sebagai anak-anak Tuhan yang rindu mengikuti jejak Kristus. Dan jika sempat terpikir bahwa kita sendirian, sejatinya tidak pernah demikian. Roh Kudus menolong kita dalam segala sesuatu yang berguna supaya kita bertahan sampai kesudahannya. Ia akan menjadi kekuatan dan penghiburan kita. Dalam hal menolong kita sebagai utusan-utusan sorgawi, Roh Kudus akan MENGARUNIAKAN HIKMAT pada kita.
Harus diakui, mustahil seekor domba dapat bertahan di tengah kepungan kekuatan ganas di luar dirinya. Hanya dengan kekuatan yang lebih besar di luar dirinya, seekor domba dapat mengatasi serangan-serangan buas serigala. Demikian pula dengan kita. Kita harus menjadi saksi-saksi Kristus dengan kuasa dari atas. Dalam pergaulan dan hubungan dengan dunia, kita memerlukan HIKMAT ILAHI. Ada waktunya penginjilan merupakan peragaan kuasa dan tanda-tanda ajaib. Tetapi dalam hidup sehari-hari, di hadapan dunia yang menyaksikan kita, hidup anak-anak Tuhan adalah demonstrasi dari hikmat yang dari atas.
Tuhan menjanjikan hikmat saat kita menghadapi berbagai-bagai kondisi yang sulit. Dia bukan hanya akan menguatkan kita tapi menjanjikan suatu pengertian akan jalan-jalan-Nya. Termasuk jalan keluar dari situasi-situasi sulit yang kita hadapi.
“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan… Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, — yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit —, maka hal itu akan diberikan kepadanya.” (Yakobus 1:2-3, 5)
Itulah sebabnya Tuhan tidak berkenan kepada kebodohan. Mereka yang bodoh tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul, malah seringkali terjerat dalam kebodohan-kebodohan yang lebih besar. Tuhan rindu mencurahkan hikmat-Nya pada kita. Khususnya dalam hal menghadapi jebakan dan fitnah yang tanpa ragu diarahkan pada pengikut-pengikut Kristus sejati.
Yesus adalah contoh sempurna tentang hal ini. Selama pelayanan-Nya, kita diberitahu bahwa Ia tidak setiap hari memperagakan kuasa dan mengadakan mujizat namun tiap-tiap hari sudah pasti Ia memancarkan hikmat Allah. Baik dalam hal mengajar di depan banyak orang maupun di depan murid-murid-Nya. Baik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ahli-ahli Taurat yang penuh jebakan atau menyikapi pandangan dan pendapat para pendengarnya. Hikmat Yesus tak tertandingi. Lebih dari hikmat Salomo. Oleh hikmatlah, pelayanan Yesus yang sederhana, dengan memuridkan beberapa orang saja, berdampak demikian dahsyat hingga ribuan tahun kemudian. Yesus tidak tertarik membangun gedung, membentuk balatentara yang besar atau menjadi pemimpin yang penuh kebesaran. Oleh kuasa Roh Kudus, ajaran-Nya tak pernah pudar atau terbukti tak relevan lagi bagi manusia terkini sekalipun. Yang kerap mempertanyakan ajaran-ajaran Yesus terbukti hanya membangun argumennya dari data-data yang perlu dipertanyakan atau dari penolakan untuk membuka hati bagi penjelasan dan penafsiran yang sehat. Pemikiran, perkataan dan catatan hidup Yesus merupakan pernyataan hikmat yang gamblang dan tak terbantahkan mengenai bagaimana seharusnya pengikut-pengikut-Nya hidup dan melayani Bapa.
Bagaimana kita beroleh hikmat sebagai saksi-saksi Kristus?
Pertama-tama, kita harus merindukan hikmat itu menjadi milik kita. Lalu kita mendoakan dan memintanya setiap hari supaya itu diberikan bagi kita. Yang lebih utama dari semuanya, kita harus belajar hidup dalam hikmat Allah. Dengan cara apa? Dengan mengikuti prinsip-prinsip firman yang Tuhan tunjukkan pada kita tiap-tiap hari supaya kita lakukan. Kita harus memiliki hati yang mau belajar dan rela dituntun oleh Tuhan. Telinga rohani kita dipasang untuk menerima nasihat dan arahan ilahi. Kita tidak boleh mengeraskan hati atau berdalih-dalih saat kebenaran disampaikan pada kita. Kita harus jujur pada diri kita sendiri dan mengakui kesalahan kita jika ternyata kita sudah menyimpang dari perintah Tuhan. Hidup dalam ketaatan pada Roh Kudus yang menuntun kita waktu demi waktu ialah hidup berjalan dalam hikmat Tuhan. Saat kita terlatih melakukannya, Roh Kudus yang dijanjikan Tuhan akan mengaruniakan apa yang perlu kita sampaikan sewaktu menghadapi saat-saat yang sukar akibat tekanan kuasa kegelapan yang bekerja lewat orang-orang yang dikendalikannya.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa ada bahaya besar jika kita bermaksud menunaikan amanat ilahi TANPA bergantung serta menggunakan hikmat Tuhan yang lahir dari hubungan yang hidup dengan Roh Kudus itu.
Yang terjadi ialah kita akan jatuh dalam satu atau beberapa kesalahan di bawah ini:
1- Kita menggunakan hikmat duniawi dengan mulai mengadopsi cara-cara sekuler (seperti misalnya teknik-teknik dan strategi-strategi yang dipakai di dunia bisnis) untuk memberitakan pesan-pesan sorgawi dan lalai menjalankan pendekatan Tuhan;
2- Kita memakai pemikiran dan cara yang kita pikir baik dan benar untuk melayani Tuhan (yang seringkali didasarkan dan dicari padanannya dalam ayat-ayat Alkitab sebagai pembenar ide-ide pribadi kita) yang tampak acapkali paling nyata dalam hal pengumpulan dana bagi pelayanan;
3- Kita menghadapi jalan buntu, berhenti menjadi penyampai-penyampai pesan-pesan dari Kerajaan Sorga dan berakhir menjadi suatu pelayanan rutinitas yang melakukan dan mempertahankan cara-cara lama yang mandul dan tak menghasilkan buah bagi Tuhan;
4- Kita melangkah secara emosi dengan menghadapi berbagai tantangan secara apa adanya tanpa dilatarbelakangi dan didasari petunjuk dari Tuhan. Sesuatu yang saat ini umum terjadi dimana seringkali respon sebagian besar dari kita saat menghadapi tekanan sosial dan politik seringkali disikapi dengan seruan untuk berdoa saja.
Kecerdikan yang membawa kemenangan dan terobosan sehingga sinar kemuliaan Tuhan dipancarkan melalui hidup dan pelayanan kita HANYA DAPAT KITA PEROLEH SAAT KITA HIDUP DALAM HIKMAT TUHAN melalui persekutuan kita berjalan bersama Roh Kudus setiap hari. Dialah Sang Hikmat yang berjanji menuntun kita dengan cara-cara-Nya yang tak terselami pikiran siapapun juga!
“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!” (Roma 11:33)
(3) BUKAN MENGADAKAN PERLAWANAN NAMUN PERGI MENCARI TEMPAT YANG LEBIH AMAN
Yesus memberikan perhatian khusus atas penganiyaan yang sangat mungkin menimpa pengikut-pengikut-Nya. Pertanyaan-pertanyaan ini barangkali pernah muncul dan membayangi pikiran kita. “Bolehkah kita mengadakan perlawanan secara fisik jika ada serangan kepada kita? Apakah kita diijinkan membentuk pasukan untuk mengadakan serangan balik atau memerangi orang-orang kejam yang siap membunuh dan menyiksa kita?”
Terhadap ini, Yesus memberikan petunjuk, “Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang” (Matius 10:23)
Bentrokan fisik bukanlah cara Tuhan. Yesus yang mengajarkan untuk memberikan pipi kanan jika pipi kiri kita ditampar tidak pernah mengajarkan pembalasan atau menyarankan untuk beradu fisik. Saat penganiayaan menimpa, tidak seharusnya kita mengangkat senjata. Ketika orang-orang yang membenci kita menyerang, kita tak diijinkan mengadakan perang. Itu sebabnya kita harus jeli melihat situasi dan pada waktu yang tepat kita dapat menghindar dari keadaan-keadaan yang sukar. Itulah yang dilakukan jemaat mula-mula saat penganiayaan mulai terjadi atas mereka.
“Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Mereka semua, kecuali rasul-rasul, tersebar ke seluruh daerah Yudea dan Samaria. Mereka yang tersebar itu menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil.” (Kisah Para Rasul 8:1b, 4)
Alih-alih mereka mempersenjatai diri dan melawan, mereka melarikan diri sehingga tersebar ke berbagai kota. Namun justru tersebarnya mereka membuat berita keselamatan makin didengar dan dikenal di berbagai-bagai tempat lainnya.
Melalui strategi ini, Yesus ingin menyampaikan bahwa pengikut-pengikut Kristus adalah mereka yang mengamalkan ajaran Kristus yaitu mengasihi Tuhan dan sesama. Tidak pernah menginginkan kehancuran atau kebiasaan sesamanya namun untuk menyalurkan belas kasih dan pengampunan bagi yang sudah melakukan yang jahat pada kita. Dengan demikian, melalui tindakan ini, mereka yang belum mengenal kasih akan mulai mengenal kasih Kristus dan merasakan jamahan kasih itu.
“Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Roma 12:17-21)
Pemberitaan kabar baik menurut cara Tuhan tidak pernah disampaikan melalui paksaan, peperangan apalagi penaklukan. Semua berdasarkan kerelaan hati para pendengarnya. Penolakan, penentangan atau penyerangan terhadap pembawa-pembawa pesan Kerajaan Sorga harus disikapi dengan kasih. Kita mengampuni dan tetap mendoakan para penganiaya kita itu, lalu pergi meninggalkannya untuk berurusan sendiri sebagaimana perintah Kristus sewaktu pengutusan murid-murid-Nya itu:
“Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu.”( Mat. 10:14-15)
Yang lebih menarik di sini ialah bahwa ini bukan merupakan cara yang baru tetapi memang demikianlah yang Tuhan kehendaki saat hamba-hamba-Nya menghadapi penganiayaan di depan mata. Melalui mimpi, Yusuf dan Maria diperintahkan malaikat supaya pergi ke Mesir supaya tidak diburu oleh Herodes yang ingin membunuh bayi Yesus (Mat. 2:13). Lebih dari itu, cara yang sama berkali kali dilakukan oleh Yesus sendiri dalam pelayanan-Nya. Injil mencatat bagaimana Yesus selalu mengundurkan diri dan menyingkir untuk menghindari penangkapan dan penganiayaan atas-Nya sebelum waktu penyaliban diri-Nya tiba.
“Tetapi waktu Yesus mendengar, bahwa Yohanes telah ditangkap, MENYINGKIRLAH Ia ke Galilea” (Mat. 4:12)
“Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia. Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu MENYINGKIR dari sana.” (Mat. 12:14-15)
“Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.Tetapi Ia BERJALAN LEWATdari tengah-tengah mereka, lalu PERGI.” (Luk. 4:28-30)
“Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia TIDAK MAU TETAP TINGGAL di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya.” (Yoh.7:1)
“Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia LUPUT dari tangan mereka. Kemudian Yesus PERGI LAGI ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ.” (Yoh. 10:39-40)
“Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia. Karena itu Yesus TIDAK TAMPIL LAGI DI MUKA UMUM di antara orang-orang Yahudi, Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.” (Yoh. 11:53-54)
Dari sini kita dapat melihat bahwa Tuhan bekerja dengan berbagai cara. Bukan hanya satu cara saja seperti yang seringkali kita inginkan yaitu pertunjukan kuasa. Yesus yang diurapi dan penuh dengan kuasa tidak pernah menggunakan kuasa dari Bapa-Nya dengan cara dan keinginan-Nya pribadi. Meski Ia sanggup melakukan sesuatu yang mengherankan atau membuat takut para pembenci-Nya, Yesus kerapkali menyingkir dari keadaan-keadaan yang mengancam diri-Nya. Yesus mengikuti pimpinan Bapa selagi menunaikan tugas pelayanan-Nya. Ia tidak mendengarkan dua orang murid-Nya yang mengusulkan supaya api diturunkan dari langit untuk menghanguskan orang-orang sedesa yang mereka menolak Yesus (Luk. 9:51-56). Yesus bahkan kemudian memarahi dua murid-Nya itu dan memilih melewati desa yang lain. Di sisi lain, Yesus juga bukan pribadi yang mencari-cari penderitaan yang tidak perlu dengan menyerahkan diri-Nya menerima penganiayaan untuk menarik perhatian, belas kasihan atau simpati orang banyak. Aniaya memang sesuatu keniscayaan yang akan dialami pengikut Kristus, tetapi jika mengancam nyawa dan tubuh kita maka -di luar aniaya yang memang kita harus tanggung sesuai kehendak Tuhan seperti halnya yang harus ditanggung Yesus dalam penyaliban atau seperti yang harus dialami Stefanus yang dirajam sampai mati- kita diperintahkan untuk menghindar dan mencari tempat yang lebih aman untuk menyampaikan kesaksian kita.
Perintah untuk menghindari penganiayaan bukan merupakan sikap pengecut melainkan pengikut Kristus wajib mengalah dan memberikan teladan sebagai pembawa-pembawa damai di dunia. Bahwa iman mereka disandarkan pada Kristus yang pengasih, pendamai, penuh kasih karunia dan mengandalkan kuasa Tuhan daripada kekuatan manusia dalam menyampaikan pesan-pesan ilahi. Meski demikian, ada waktu dimana penganiayaan tak dapat ditolak. Pada saat demikian, Tuhan akan memberikan kasih karunia dan kekuatan-Nya untuk menanggung semua itu. Dia tidak akan pernah membiarkan anak-anak-Nya menanggung semua itu sendirian. Dia yang tidak membiarkan sehelai rambut pun jatuh tanpa seijin-Nya akan menyertai dan menguatkan kita semua menghadapi saat-saat penuh kengerian yang menimpa kita. Sebelum waktunya kita pulang, tanpa seijin Tuhan, tak seorangpun dapat menyakiti dan melemahkan kita.
Corrie ten Boom, seorang rasul wanita yang dipanggil di usianya yang ke-52 tahun menjadi saksi betapa Tuhan memegang kendali atas segala sesuatu. Corrie yang ditangkap Nazi Jerman bersama kakaknya Betsie, harus mengalami berbulan-bulan menderita di kamp konsentrasi khusus perempuan di Ravensbruck. Selama di sana, sang kakak, Betsie menjadi yang lebih tabah dan kuat daripada Corrie yang kerap mengeluh dan mengasihani diri sendiri. Betsie menjadi pembimbing dan penasihat Corrie menghadapi saat-saat tergelap di hidup mereka. Sampai menjelang akhir penahanannya Betsie menjadi sakit dan meninggal hanya empat belas hari sebelum Corrie dibebaskan. Saat itulah Corrie menyadari bahwa Tuhan sedang menyiapkan dirinya melayani dunia melalui Betsie. Tiga puluh tahun lebih kemudian, Corrie akhirnya berkeliling ke seluruh dunia menyampaikan pesan pembebasan dan pengampunan di dalam Kristus. Tuhanlah yang mengendalikan semuanya sebab belakangan diketahui bahwa pembebasan Corrie sebenarnya merupakan kesalahan administrasi di kamp tersebut, terbukti dimana beberapa minggu kemudian tahanan-tahanan wanita seusia Corrie dieksekusi di kamar-kamar gas.
Perhatikanlah. Yang satu dipanggilnya lebih awal, sedangkan yang lain diberi-Nya umur panjang bahkan berkesempatan melayani secara internasional di enam puluh negara hingga suntuk usianya. Betapa indahnya hidup kita di tangan-Nya. Asalkan kita menyerahkan diri selalu pada-Nya, Tuhan pasti mengaturkan yang terbaik supaya kita menjalani hidup yang berarti dan dimampukan menjadi saluran berkat-Nya.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 4 (2)dimampukan menjadi saluran berkat-Nya.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 4 (2)
Bagian 1 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)
Bagian 2 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)
Bagian 3 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10)
Bagian 4 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 4 (1) – Selesai
Bagian 5 :
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB – MATIUS 10) Bagian 4 (2) – Selesai
Amin Tuhan Isa memberkati
Sangat membangun iman percaya kita pada Tuhan dan mengajari kita cara hidup di dunia ini yang penuh dengan serigala terima kasih
Trimakasih kpd TY dan penulis…bhw suatu pelajaran berharga tuk melayani di ladang Tuhan. TY b'kti