“ENGKAU AKAN DIPANGGIL PETRUS”

Oleh:
Peter B,
“Salah seorang di antara
keduanya…adalah Andreas, saudara Simon Petrus. Andreas mula-mula bertemu Simon,
saudaranya, dan ia berkata kepadanya, “Kami telah menemukan Mesias (artinya
Kristus).” Ia membawanya kepada Yesus, Yesus memandang dia dan berkata, “Engkau
Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)” (Yohanes
1:40-42)
Pembaca terkasih di dalam
Tuhan, pernahkah Anda melihat seseorang atau mengamatinya? Apakah Anda suka
melakukan hal itu? Saya suka melakukannya dan itupun baru beberapa tahun
terakhir ini. Perlu diketahui dan itu adalah fakta yang sulit untuk dibantah,
yaitu bahwa kebanyakan orang tidak suka memperhatikan orang lain. Pada umumnya,
orang lebih memperhatikan dan peduli dengan dirinya sendiri. Mereka justru
sering berharap bahkan menurut orang lain memperhatikan mereka, peduli dan
perhatian akan kepentingan, keperluan, kebutuhan dan perasaan mereka. Ini bukan
merupakan karakter semula dari manusia karena Allah menciptakan manusia itu
penuh dengan cinta, tidak egois melainkan mengasihi Tuhan, ciptaan yang lain,
terlebih lagi sesama manusia.
Mengapa saya sekarang
suka untuk mengamat-amati orang-orang? Saya tidak dapat menjelaskannya dengan
pasti tetapi dapat saya katakan dengan yakin di sini bahwa keinginan itu muncul
seiring dengan pertumbuhan rohani dan pengenalan akan Tuhan dalam hidup saya.
Semakin saya mengetahui dan hidup dalam hukum-hukum tertinggi kehidupan (yaitu
Firman Tuhan) dan juga semakin saya mengenal Tuhan saya, Yesus Kristus maka
keinginan dan kebiasaan untuk mengamati orang-orang tentunya dalam arti dan
segi yang positif semakin kuat dan semakin kuat. Yang saya maksud mengamati
orang-orang dari sudut pandang positif adalah bahwa saya kerap kali mengamati
orang-orang (di mana saja, yang telah saya kenal, baru saya kenal, atau tidak
kenal sama sekali) pada umumnya dan juga saudara-saudara seiman saya di dalam
Tuhan bukan dalam rencana untuk mencari-cari kesalahan mereka namun seringkali
terbersit dalam pikiran saya: “betapa luar biasa Tuhan menciptakan manusia”;
“betapa Tuhan mengasihi manusia”, atau “wah, Tuhan dapat memakai dia dengan
sangat luar biasa!” dan tidak jarang pula “panggilan orang itu begitu kuat!”
dan sebagainya. Banyak kali, hasil pengamatan itu saya sampaikan kepada orang
yang bersangkutan dalam bentuk kata-kata nasihat, peringatan atau peneguhan
bagi mereka. Bagaimanapun, saya merasakan hari demi hari Tuhan memberikan
kepada saya suatu pewahyuan kasih yang semakin kuat dan lebih besar lagi bagi
orang-orang.
Nah, sekarang bagaimana
jika kita menanyakan pertanyaan di atas kepada Yesus. Apakah Yesus suka melihat
orang dan mengamat-amatinya? Saya merasa sangat yakin bahwa Yesus akan menjawab
“ya” dengan penuh semangat dan antusias. Lebih dari itu, Yesus tidak hanya
mengamati namun ternyata Yesus suka untuk menyampaikan kata-kata pujian atau
peneguhan kepada orang-orang yang diamatiNya. Yesus menyampaikan itu tanpa
maksud apapun. Ia mengatakan itu dengan tulus sebagai bukti hikmat luar biasa
yang diberikan Bapa kepadaNya. Sekali lagi, kita akan belajar kehidupan para
penyembah sejati dari sepenggal kisah pertemuan pertama Yesus dengan Simon
(yang nantinya akan menjadi salah satu murid dan rasul yang paling terkenal).
Setelah pertemuan
sebelumnya dengan Andreas, Yesus dikenalkan oleh saudara laki-laki Andreas.
Andreas berkata kepadanya, “Aku telah bertemu dengan Mesias”. Setiap orang
Israel pada saat penjajahan Romawi saat itu pasti merindukan Mesias, seorang
pembebas, pemimpin besar yang akan menolong mereka dari cengkeraman pemerintah
Romawi. Kemudian Andreas membawa saudaranya itu, yang bernama Simon untuk
bertemu dengan Yesus. Pada saat pertama Yesus bertemu dengan Simon, Injil
Yohanes mencatat bahwa “Yesus memandang Petrus” dan kemudian mengatakan
kalimatNya yang terkenal kalimat yang tidak akan pernah dilupakan oleh Simon!
“Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dipanggil Kefas (atau disebut juga
Petrus, dalam bahasa Yunani).” Itulah tadi yang saya maksudkan dengan Yesus
suka mengamat-amati orang. Ya, Yesus sangat memperhatikan orang lain. Pelajaran
apakah yang dapat kita petik dari kisah ini? Sikap penyembah sejati yang
bagaimanakah yang sedang ditunjukkan Yesus pada saat itu? Marilah kita
mempelajarinya satu persatu.
Pertama-tama,
perhatikanlah di sini bahwa Yesus memandang Simon dan kemudian berkata-kata.
Kata yang diterjemahkan sebagai “memandang” dalam bahasa aslinya mengandung
arti yang lebih dalam yaitu “memperhatikan dengan seksama” atau “mengamati
secara jelas”. Itu artinya Yesus benar-benar memperhatikan Simon dengan
sungguh-sungguh dan penuh perhatian. Bukan sambil lalu atau sepintas saja
melainkan mengamat-amati Simon. Inilah yang seringkali tidak dimiliki oleh para
pemimpin, hamba Tuhan, pekerja Tuhan atau orang-orang Kristen sendiri. Banyak
pengikut-pengikut Kristus pada masa ini kurang memberikan sedikit saja
perhatian kepada orang-orang. Perhatian mereka lebih tertuju kepada
program-program, rencana-rencana kerja, proyek pelayanan, dana, kebutuhan atau
sumbangan yang kiranya dapat diberikan orang-orang kepada program-program itu. Di
sinilah segala bentuk kekacauan dapat terjadi.
Pada masa sekarang,
manusia dianggap semakin menurun harganya. Salah satu pribahasa dunia yang
sangat sinis adalah, “Setiap orang ada harganya.” Dan setiap kali mengucapkan
itu, orang berpikir bahwa manusia pastilah ada yang tidak berharga, berharga
murah, berharga cukup mahal atau berharga mahal tetapi semua manusia dapat
dibeli. Ukuran demikian merendahkan derajat manusia sebagai karya tertinggi
illahi kepada ukuran barang dagangan belaka. Di Indonesia keadaan ini sangat
parah. Nyawa manusia seperti tidak ada harganya. Ribuan orang dibantai dalam
peperangan antar suku. Orang-orang hilang tanpa ketahuan rimbanya. Gadis-gadis
remaja menjual diri tanpa rasa bersalah. Tenaga kerja kita diusir bagai
binatang dari Negara tetangga. Sungguh bangsa ini sedang dalam krisis yang amat
sangat mengerikan. Celakanya, tidak ada satu pun pemimpin yang memiliki
karakter seperti Kristus.
Di gereja Tuhan sendiri,
di antara umat Tuhan, bukannya saling mengasihi dan melihat kebaikan antar
pengikut Kristus. Sebaliknya, semuanya saling merendahkan satu sama lain.
Menghina dan menjatuhkan, memberikan cap sesat, liar, kafir, tidak alkitablah
kepada sesama saudaranya bahkan tanpa ‘memandang dan menatap dengan seksama.
Kita terbiasa melirik sekilas dan menghakimi. Kita terlatih untuk lebih cepat
menerima kabar angin dan pengajaran palsu yang menyesatkan daripada meneliti
dan mengamati dalam terang dan hikmat Tuhan. Lebih parah, bisa jadi kita telah
menjadi ahli dalam hal menjatuhkan, menyerang, saling menelan dan saling
menggigit.
Yesus memandang Simon dan
hikmat Bapa memenuhi pikiranNya. Yesus melihat Simon dan melihat sebuah batu
karang di sana. Mulai hari itu, Yesus memanggilnya Petrus, si batu karang.
Kemungkinan besar, apabila kita ada di sana dan kita mengenal benar siapa Simon
itu, pasti kita terbahak-bahak mendengar kata-kata Yesus itu. Kita akan saling
menyikut satu sama lain dan menahan tawa. Dan di pikiran kita, terlintas
pemikiran yang sama: apakah Yesus tidak salah? Kok sok tahu sih? Belum tahu ya
siapa itu Simon? Dan begitulah kita acapkali memandang orang lain. Kita
menganggap mereka yang jahat itu tidak mungkin akan menjadi baik. Yang baik
kita pandang biasa saja atau dapat berubah menjadi jahat. Yang memiliki karakter
mulia tidak kita puji tetapi justru kita curigai sebagai orang sombong. Yang
jenius dan luar biasa kita pandang sebagai manusia spesial yang jarang ada di
dunia. Tetapi pernahkah kita memandang orang-orang seperti Yesus memandang
mereka?
Yesus memandang
orang-orang dan melihat 
kebaikan dalam
diri mereka. Tidak hanya itu, Ia melihat jauh ke depan dan mengharapkan yang
terbaik dari kehidupan orang-orang itu. Yesus melihat sejauh rencana dan
kehendak Allah yang sempurna atas seseorang dan Ia mempercayai itu akan
terjadi. Yesus melihat dan mengarahkan orang lain untuk menjadi sebagaimana ia
harus menjadi. Ya, Yesus memperhatikan orang-orang dan mempercayai bahwa yang
terbaik akan keluar dari hidup mereka. Yesus menganggap manusia itu berharga
dan meyakinkan mereka bahwa mereka dapat menjadi sangat berarti di dunia ini.
Demikian pula Yesus memandang kita. Kita sangat dikasihi dan berharga di dalam
pandanganNya. Sudahkah kita memperhatikan orang lain dengan cara yang sama?
Amin.

(Diambil dari warta Worship Center edisi 40 – 11 Oktober
2002)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *