HAL KAYANYA ANAK-ANAK TUHAN (Bagian 2)

Oleh : Peter B, MA
Mereka yang KAYA DALAM TUHAN itu :
1) MOTIVASI UTAMANYA BUKAN MENJADI KAYA
SECARA MATERI MELAINKAN MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN TUHAN SERTA BERJALAN BERSAMA
TUHAN SEPANJANG HIDUP MEREKA DI BUMI
Sesungguhnya, inilah yang menjadi benang merah
kunci atas segala berkat kekayaan terkait materi yang Tuhan janjikan dalam
Alkitab. Tuhan melimpahkan kekayaan bagi umat-Nya di kala umat-Nya justru tidak
fokus mengejarnya.
Bukan karena ingin diberkati, kita bersedia
taat. Karena rela untuk taatlah, kita diberkati Tuhan.
Bukan karena menginginkan dunia ini yang
menjadi alasan kita beribadah kepada Tuhan (itu sebenarnya intisari penyembahan
kepada ilah-ilah lain) tetapi karena kita mengutamakan Tuhan dan mengasihi Dia
lebih dari segala perkara (sehingga kita berlaku taat kepada-Nya) MAKA JANJI
SEGALA BERKAT ITU DIGENAPKAN DALAM HIDUP KITA. Dan bukankah ini serupa benar
dengan perintah Yesus : “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya,
MAKA SEMUANYA itu akan ditambahkan kepadamu?”
Kebenaran ini berusaha disimpangkan dan
dibolak-balikkan oleh iblis. Si jahat itu mengubah urutannya dan menyatakannya
sebagai kebenaran firman. Itulah sebabnya banyak yang percaya bahwa beribadah
kepada Tuhan itu menjadi jalan memperoleh kemakmuran dan kekayaan dunia ini.
Padahal kemakmuran itu diberikan oleh karena hati yang tidak mencari itu semua,
namun yang mengarahkan diri untuk mencintai Tuhan lebih dari segala perkara.
Anak-anak Tuhan yang kaya di dalam Dia pada
dasarnya tidak menginginkan kekayaan dunia ini. Mereka menganggap apa yang ada
di dunia ini kurang berarti. Sebab mereka mencari harta yang jauh lebih
berharga daripada yang di dunia ini. Yang nilainya lebih besar dan kekal
sifatnya. Semua yang di dunia ini akan segera berlalu. Tak akan mereka bawa
ketika mereka mati dan tidak berguna ketika mereka menghadap Tuhan. Mereka tahu
hati mereka tak akan pernah terpuaskan dengan apa yang dari dunia ini.
Pencarian mereka digambarkan oleh Yesus dalam
perumpamaan tentang Kerajaan sorga :
“Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta
yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh
sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya
 lalu membeli ladang
itu.
Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama
seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah.
Setelah ditemukannya mutiara yang sangat
berharga, *ia pun pergi menjual seluruh miliknya* lalu membeli mutiara
itu.”
Matius 13:44-46 (TB)
Ketika menemukan Kerajaan Sorga, yaitu kehadiran
Allah dan persekutuan dengan Dia, mereka yang rindu terhubung dengan Tuhan
JUSTRU melepaskan segala miliknya, termasuk segala keinginan mereka memperoleh
kepemilikan atas dunia ini, supaya akhirnya mereka memperoleh Kerajaan Sorga
itu.  LEBIH DARI SEGALA HARTA DUNIA INI,
TUHAN MERUPAKAN HARTA YANG PALING BERHARGA DALAM HIDUP ORANG-ORANG YANG KAYA
DALAM TUHAN,. MEREKA MENJADI PUAS DAN CUKUP DALAM HUBUNGAN MEREKA DENGAN TUHAN
LEBIH DARIPADA SEGALA HARTA DI DUNIA INI
Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan
bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus._
Malahan segala sesuatu kuanggap rugi,
karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.
Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,
Filipi 3:7-8 (TB)
Mereka yang mencintai kekayaan dunia ini,
tidak akan pernah benar-benar dengan sukacita dan sukarela mengikut Yesus.
Malah sebaliknya, mereka mencari kemungkinan ‘memperalat’ Yesus untuk
menjadikan hidup mereka makmur selama di dunia.
Itulah yang terjadi saat seorang anak muda
kaya datang kepada Yesus untuk mencari hidup kekal :
Kata Yesus kepadanya: “Jikalau engkau
hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada
orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah
ke mari dan ikutlah Aku.”
Ketika orang muda itu mendengar perkataan
itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Matius 19:21-22 (TB)
Yang dicari anak-anak Tuhan bukanlah harta
yang ada di dunia ini, yang kelak mereka tinggalkan selama-lamanya itu. Semua
saleh Tuhan yang penuh dengan iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan mengejar
harta abadi (lihat Matius 6:19-20), harta yang ada di sorga. Mereka berhasrat
mengumpulkan harta itu selagi hidup di bumi. Sebelum mereka dipanggil ke sana,
harta mereka telah terkumpul dan tersimpan di sorga.
Pertama-tama, harta sorgawi itu adalah TUHAN,
yang kedua ialah upah kekal mereka selama mengiring Tuhan dengan setia. Karena
harta mereka di sorga, mereka sangat rindu untuk segera ke sana, bukan ingin
terus menetap di bumi. Harta mereka di sorga dan karena “dimana harta kita
berada, di situ hati kita ada” (lihat Matius 6:21) maka hati mereka telah
terikat dan tertambat penuh harap untuk pergi dan tinggal di sana.
Agur bin Yake, seorang bijak yang
hikmat-hikmat-Nya menjadi satu bagian pasal dalam kitab Amsal menggambarkan
dengan sangat baik akan hati setiap orang beriman yang tulus mengikut Tuhan :
Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu
Kautolak sebelum aku mati, yakni:
Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan
kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku
menikmati makanan yang menjadi bagianku.
Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak
menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku
mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.
Amsal 30:7-9 (TB)
Tidak ingin kaya atau miskin. Itulah hati
anak-anak Tuhan sejati. Mereka hanya ingin hidup cukup dalam rasa puas akan
pemeliharaan Tuhan. Ya, supaya mereka dalam hidup ini berjalan di hadapan Tuhan
sebagai orang-orang yang melakukan kehendak-Nya, tidak menjalani hidup yang
dipusingkan oleh kekuatiran akan keadaan kekurangan jika mereka miskin atau
sebaliknya, jika mereka kaya maka mereka akan ketakutan kehilangan harta benda
mereka yang banyak itu.
Sikap ini serupa dengan sikap yang oleh
orang-orang Jawa sering disebut nrimo ing pandum, yaitu sikap menerima dan
bersyukur akan apa saja yang Tuhan berikan atau bagikan atas hidupnya.
Paulus menyebutnya “mencukupkan diri
dalam segala keadaan” (lihat Filipi 4:11-13). Dengan sikap hati demikian
pulalah kita seharusnya berhubungan dengan Tuhan dan beribadah kepada Tuhan
(lihat 1 Timotius 6:6-8).
Yang luar biasa dari semua ini, tanpa
benar-benar disadari oleh anak-anak Tuhan yang memiliki sikap hati demikian di
hadapan Tuhan, justru orang-orang dengan hati seperti inilah yang kemudian
MEMPEROLEH KELIMPAHAN BERKAT DAN KEKAYAAN DARI TUHAN. “Ibadah itu kalau
disertai rasa cukup, MEMBERI KEUNTUNGAN YANG BESAR”, dan salah satu
keuntungan itu ialah berkat-berkat berupa materi : makanan, minuman, pakaian,
rumah, dan harta benda lainnya.
Contoh lain yang tak mungkin dipungkiri akan
kebenaran ini ialah tentang Salomo bin Daud, raja Israel. Menurut Alkitab (dan
yang barangkali baru dapat kita ketahui bukti-bukti nyatanya kelak saat melihat
arsip sorga) dialah raja  atau bahkan
orang terkaya yang pernah ada sepanjang peradaban manusia. Yang menarik
adalah…. ia tidak pernah ingin menjadi orang kaya apalagi kaya raya. Ia dijadikan
kaya oleh TUHAN!
Ketika Tuhan datang dalam mimpi kepada Salomo
dan berjanji mengabulkan apapun yang dimintanya, Salomo tidak meminta kekayaan
yang besar. Ia meminta hati yang penuh dengan pengertian dan tahu menimbang
segala perkara. Hati yang penuh dengan hikmat Tuhan.
Pada malam itu juga Allah menampakkan diri
kepada Salomo dan berfirman kepadanya: “Mintalah apa yang hendak Kuberikan
kepadamu.”
Berilah sekarang kepadaku hikmat dan
pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin bangsa ini,
sebab siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini?”
Berfirmanlah Allah kepada Salomo: “Oleh
karena itu yang kauingini dan engkau tidak meminta kekayaan, harta benda,
kemuliaan atau nyawa pembencimu, dan juga tidak meminta umur panjang, tetapi
sebaliknya engkau meminta kebijaksanaan dan pengertian untuk dapat menghakimi
umat-Ku yang atasnya Aku telah merajakan engkau,
maka kebijaksanaan dan pengertian itu
diberikan kepadamu; selain itu Aku berikan kepadamu kekayaan, harta benda dan
kemuliaan,
 sebagaimana belum pernah ada pada raja-raja sebelum engkau dan
tidak akan ada pada raja-raja sesudah engkau.”
2 Tawarikh 1:7, 10-12 (TB)
Bukankah luar biasa kebenaran ini?
Salomo meminta hikmat dan pengertian SAJA.
Tetapi Tuhan begitu senang hati-Nya sehingga Ia berkenan menambah-nambahkan
yang lainnya : KEKAYAAN, HARTA BENDA serta KEMULIAAN!
Sungguh, hati Tuhan tergerak memberikan
kekayaan karena ORANG YANG TIDAK MENGINGINKAN KEKAYAAN!
Tuhan suka kepada mereka yang mencari lebih
dari sekedar memiliki harta benda. Ia menyukai orang yang mencari hikmat-Nya,
kehendak-Nya, isi hati-Nya dan pikiran-Nya. Atas orang yang sedemikian, Ia
tidak akan menahan-nahan berkat-Nya (lilhat Mazmur 684:12). Dia curahkan yang
terbaik yang ada di sorga bagi orang yang mengutamakan yang paling utama dalam
hidup ini yaitu Tuhan serta hikmat dan kebenaran-Nya!
Tetapi, mungkin sampai di sini masih ada yang
bertanya-tanya dalam hati :
 Jika
Tuhan menghendaki supaya kekayaan-Nya itu menjadi bagian anak-anak-Nya juga,
apakah saya bersalah jika saya mengklaim itu semua sebagai anak-anak-Nya?
Bukankah kita harus mendeklarasikannya atau menyatakan dengan penuh iman bahwa
berkat-berkat materi itu merupakan bagian kita? Bukankah Yabes melakukannya,
mengapa kami tidak melakukannya juga?
Mari saya tegaskan sekali lagi. Fokus
anak-anak Tuhan terutama bukanlah kepada kepemilikan atau perolehan harta
benda. Mereka mencari yang melampaui itu yaitu harta yang lebih berharga dan
utama. Itu sebabnya harta benda bukan menjadi kepedulian terbesar mereka.
Untuk mengetahui bagaimana pendirian dan
perilaku seorang anak Tuhan di hadapan Bapanya terkait harta kekayaan, kita
dapat belajar dari perumpamaan Yesus di Lukas 15:11-32 yang sesungguhnya tidak
hanya mengisahkan tentang pertobatan anak yang hilang namun menggambarkan
secara mendalam bagaimana seharusnya anak-anak Tuhan berhubungan dengan Bapa di
sorga.
Meneliti perumpamaan tersebut, maka
fakta-fakta dalam perumpamaan ini haruslah kita akui :
Pertama, kedua anak yang digambarkan dalam
perumpamaan tersebut tidak ada yang memenuhi syarat (kecuali setelah anak
bungsu bertobat dan kembali ke rumah bapa). Artinya, kita belum dapat menemukan
gambaran ideal seorang anak yang memperkenan hati Bapa dari contoh sikap dan
perilaku dua bersaudara anak sang bapa itu.
 Inilah sesungguhnya gambaran bahwa
tidak ada seorangpun yang berkenan di hadapan Tuhan sebelum mereka menyadari
perlunya hubungan pribadi dengan Tuhan dan memiliki hubungan yang benar dengan
Bapa di sorga. Baik yang tampak berbuat benar serta bekerja keras bagi ayahnya
seperti si sulung maupun yang kurang ajar dan suka semaunya sendiri seperti si
bungsu, keduanya tidak dapat memuaskan hati Bapa sorgawi.
Kedua, anak sulung yang mungkin merasa benar
karena tidak pernah meminta-minta atau mengklaim harta bapanya ternyata tidak
menerima pujian tetapi justru menerima tegoran dan didikan.
Ini setidaknya menunjukkan bahwa untuk menjadi
berkenan di hadapan Tuhan itu bukan dalam bentuk menjalani hidup serba
kekurangan dan miskin. Menyiksa dan menyangkal diri bukan berarti menjalani
hidup yang muram, susah payah menyiksa diri serta membuat segala larangan dan
aturan dalam hidup atau menjauhkan diri dari kegembiraan.
Hidup menyenangkan hati Tuhan itu, sekali
lagi, adalah menikmati hubungan dengan Dia, yang dari sana hidup kita makin
penuh dengan damai dan kebahagiaan, makin serupa dengan Dia yang penuh
kemurahan dan kebaikan itu.
Harus diakui, beberapa anak Tuhan telah
bersikap seperti anak sulung. Ketika saudaranya menikmati berkat kekayaan dari
bapa, ia iri hati, menjadi marah serta menyombongkan diri sebagai pribadi yang
tidak pernah mengklaim harta bapa. Mencari pujian dari Bapa dengan usaha dan
kebenaran kita sendiri terbukti sia-sia belaka. Tuhan mencari hati yang mau
terhubung dengan hati-Nya, bukan sikap pamer berperilaku seperti orang saleh di
hadapan orang. Jelaslah di sini bahwa persoalan tidak mengklaim harta bapa juga
bukan sesuatu yang menyenangkan hati Bapa di sorga.
Ketiga, yang mengklaim harta bapanya adalah
anak bungsu, yang kemudian justru meninggalkan persekutuan dengan bapa,
tersesat mengambil jalan-jalan dunia ini, jatuh dalam berbagai penderitaan dan
kesengsaraan yang sia-sia.
Sementara si sulung memusatkan diri pada kerja
kerasnya dan membanggakan semuanya itu, si bungsu fokus menuntut harta bapanya.
Ia menolak bekerja di rumah bapa dan hanya menginginkan harta untuk digunakan
sekehendak hatinya sendiri. Ia kemudian mengklaimnya karena merasa yakin itu
adalah haknya sebagai anak. Karena terus memaksa dan tidak dapat dicegah lagi,
bapa membiarkan anak itu mengikuti keinginan hatinya. Berkat sang bapa kemudian
disalahgunakan untuk bergaya hidup seperti orang-orang duniawi pada umumnya.
Inilah anak yang tersesat.
Berapa banyakkah anak-anak Tuhan yang seperti
ini? Yang mau menggunakan harta dari Tuhan untuk memuaskan hawa nafsunya
sendiri? Bukankah Yesus telah memperingatkan akan akibatnya dalam
perumpamaannya itu bahwa sikap demikian akan berakibat fatal?
Mengklaim harta benda di hadapan Tuhan sambil
menyisihkan hubungan dengan Bapa, hanya akan membawa pada keruntuhan dan
kebinasaan belaka. Inilah yang dinyatakan dalam 1 Timotius 6:9-10.  
Keempat, anak yang dipandang baik oleh bapa
adalah yang dengan sukacita dan dengan kesadaran sendiri memilih HIDUP DAN
MENGABDI di rumah bapa, sebagaimana yang digambarkan oleh anak bungsu yang
kembali ke rumah bapa untuk menjalin hubungan dengan bapanya meski hanya
sebagai hamba. 
Jadi secara tersirat, Tuhan hendak menyampaikan bahwa IA MENCARI
PRIBADI YANG MENIKMATI HUBUNGAN DENGAN DIA, TIDAK FOKUS KEPADA PENCARIAN,
PEMILIKAN ATAU PERSOALAN MENDAPATKAN BERBAGAI HARTA BENDA NAMUN YANG MENERIMA
DAN MENJALANI SUATU KEHIDUPAN YANG BAHAGIA BERSAMA BAPA DI DALAM RUMAH-NYA.
Jelas ini mengacu pada hidup yang mencukupkan diri dalam segala sesuatu, yang
telah disebutkan sebelumnya.
Bertolak dari sini, kita dapat melihat bahwa
tidak mengklaim maupun mengklaim harta bapa bukan merupakan persoalan utama.
Anak-anak Tuhan tidak fokus kepada berkat dan kekayaan Bapa sorgawi. Ia fokus
pada hubungannya dengan Bapa dan bagaiimana memelihara hubungan itu, sementara
ia PERCAYA bahwa Bapanya akan memeliharanya dengan sempurna dalam persekutuan
dengannya itu. Sementara ia bekerja di rumah bapa dengan segala sukacita, ia
MENGGANTUNGKAN DAN MENGANDALKAN SELURUH KEBUTUHANNYA pada Bapa yang kaya itu.
Ia TIDAK PERLU MENGKLAIM KEKAYAAN HARTA BENDA DARI BAPA karena TAHU bahwa
kekayaan itu juga adalah miliknya, YANG PASTI AKAN BAPA BERIKAN SESUAI KEBUTUHAN
DAN KEPERLUANNYA. Ia tidak meminta lebih tetapi menerima seberapapun pemberian
Bapa karena percaya Bapanya memberikan sesuai dengan YANG DIPANDANGNYA BAIK
BAGI ANAK-ANAKNYA.
Bagian kita sebagai anak-anak Tuhan,
sebagaimana dikatakan Agur bin Yake, adalah meminta APA YANG CUKUP DAN PERLU
UNTUK HIDUP BERKENAN KEPADANYA. Terserah kepada Bapa apabila dalam kemurahan
dan kekayaan kemuliaan-Nya MEMBERIKAN LEBIH DARI YANG KITA MINTA!
Lalu, bagaimana dengan sikap Yabes?
Apa yang dilakukan Yabes dipandang baik oleh
Tuhan karena pengharapannya yang pada Tuhan dalam hidup ini. Sikap iman yang
demikian pula yang Tuhan cari dalam hidup kita. Sesungguhnya Yabes mendoakan
suatu doa penuh iman dan pengharapan pada Tuhan, suatu keyakinan bahwa hidupnya
akan indah dan penuh berkat di dalam Tuhan.
Sekalipun tampaknya ia meminta berkat-berkat
jasmani tetapi sesungguhnya dari latar belakang hidupnya, ia tidak meminta
supaya menjadi kaya.  Yabes meminta suatu
kehidupan yang baik di dalam Tuhan (sebagai ganti kutuk yang dijatuhkan atas
hidupnya) dan ia mengandalkan Tuhan untuk memperoleh hidup yang layak itu.
Siapa saja yang mengandalkan Tuhan dalam hidup akan diberkati-Nya (lihat
Yeremia 17:7-8). Itulah sebabnya Tuhan berkenan pada Yabes dan menjadikannya
kaya.
Perhatikanlah sekali lagi, kita DIPERINGATKAN
SUPAYA JANGAN SAMPAI INGIN KAYA dan HIDUP UNTUK MEMBURU UANG, tetapi kita
dipanggil untuk percaya bahwa Bapa kita di sorga itu kaya dan kekayaan-Nya itu
pasti mencukupkan hidup kita
Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke
dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa
dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan
kebinasaan.
Karena akar segala kejahatan ialah cinta
uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan
menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
1 Timotius 6:9-10 (TB)
Sekali lagi, anak-anak Tuhan yang memahami
hati Allah CUKUP MEMPERCAYAI BAHWA TUHAN SANGGUP MEMBERIKAN KEKAYAAN, TETAPI
MEREKA TIDAK PERNAH MENCARI DAN MEMINTA BERKAT-BERKAT MATERI BERLIMPAH (DENGAN
ALASAN APAPUN, BAHKAN MENGATASNAMAKAN PEKERJAAN TUHAN SEKALIPUN) LEBIH DARIPADA
KERINDUAN MEMPEROLEH TUHAN SENDIRI. Anak Tuhan sejati percaya, jika sudah tepat
waktunya, Bapa di sorga akan memberkati sesuai dengan kemampuan mereka
menangani kekayaan yang lebih besar.
2) YANG KAYA DALAM TUHAN ITU MENJADI KAYA
OLEH KARENA BERKAT TUHAN, BUKAN KARENA USAHA DAN KEKUATAN MEREKA SENDIRI
Amsal 10:22 merupakan ayat kunci ketika kita
membahas hal ini.
Disebutkan di sana, “Berkat TUHANlah
yang menjadikan kaya…”.
  Ya,
bertolak dari nats ini bisa disimpulkan bahwa apabila seorang anak Tuhan
menjadi kaya, maka Tuhanlah yang memberkatinya sehingga ia menjadi kaya
manjadikannya mempunyai kelebihan berbagai harta benda. Itu bukan berarti
mereka memperolehnya tanpa usaha sama sekali tetapi usaha dan kerja keras
mereka TIDAK AKAN MEMBUAHKAN HASIL KEKAYAAN YANG BERLIMPAH JIKA TUHAN TIDAK
MEMBERKATI MEREKA.
Sesungguhnya ada dua jalur besar cara orang
menjadi kaya.
Satu, melalui usahanya sendiri (dan dengan
segala bantuan yang ada kecuali pertolongan Tuhan).
Dua, melalui berkat TUHAN dicurahkan dalam
hidupnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit
orang yang tidak memiliki hubungan Tuhan yang menguasai kekayaan yang besar di
dunia. Mereka memperolehnya dengan keahlian, kemampuan, kecerdasan, bakat serta
kerja keras mereka. Di sisi lain, ada pula yang mengumpulkan harta dan menjadi
kaya dengan cara-cara yang jahat : mencuri, melakukan korupsi, menipu, menggelapkan
uang, merampok dan sebagainya. Kelompok orang lainya tak segan bekerja sama
dengan kuasa kegelapan untuk memperoleh kekayaan. Iblis selalu siap memberikan
segala harta dan kenikmatan dunia bagi mereka yang secara langsung atau tidak
langsung tunduk dan memberikan kemuliaan kepada si jahat itu (lihat Matius
4:8-9). Ini semua usaha manusia memperoleh kekayaan tanpa Tuhan. Dan
sesungguhnya ini pula yang dimaksud Paulus mengenai orang-orang yang ingin kaya
jatuh ke dalam berbagai pencobaan, ke dalam jerat, ke dalam berbagai-bagai
nafsu yang hampa, menyimpang dari iman dan menyiksa diri dengan berbagai-bagai
duka. Meskipun orang-orang ini sempat menikmati kekayaan selama di dunia, akhir
dari semuanya adalah KERUNTUHAN dan KEBINASAAN (lihat 1 Timotius 6:9)
Tidak demikian anak-anak Tuhan. Mereka kaya
karena berkat Tuhan ada atas mereka. Berkat itu ialah segala yang baik, yang
disimpan dan disediakan Tuhan bagi anak-anak-Nya yang hidup untuk menyenangkan
hati-Nya.
Segala berkat ini akan datang kepadamu dan
menjadi bagianmu, 
 jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:
Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah
engkau di ladang.
Diberkatilah buah kandunganmu, hasil bumimu
dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu.
Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu.
Diberkatilah engkau pada waktu masuk dan
diberkatilah engkau pada waktu keluar.
TUHAN akan membiarkan musuhmu yang maju
berperang melawan engkau, terpukul kalah olehmu. Bersatu jalan mereka akan
menyerangi engkau, tetapi bertujuh jalan mereka akan lari dari depanmu.
TUHAN akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di
negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.
TUHAN akan menetapkan engkau sebagai umat-Nya
yang kudus, seperti yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepadamu, jika engkau
berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, dan hidup menurut jalan yang
ditunjukkan-Nya.
Maka segala bangsa di bumi akan melihat,
bahwa nama TUHAN telah disebut atasmu, dan mereka akan takut kepadamu.
Juga TUHAN akan melimpahi engkau dengan
kebaikan
 dalam buah kandunganmu, dalam hasil ternakmu dan dalam hasil bumimu —
di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk
memberikannya kepadamu.
TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya
yang melimpah,
 yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan
memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak
bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman.
TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala
dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun,
 apabila engkau
mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan
dengan setia,
dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan
atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan
mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya.”
Ulangan 28:2-14 (TB)
Orang-orang Israel adalah saksi akan janji
Tuhan ini. Mereka bukanlah bangsa yang besar. Mereka itu bangsa yang lemah dan
kecil (lihat Ulangan 7:6-8). Tetapi jika mereka berhasil masuk dan mendiami
Tanah Perjanjian dengan segala kekayaannya setelah puluhan tahun dipelihara di
padang gurun secara ajaib, itu semua karena berkat Tuhan ada atas mereka. Dan
pola ini terus dibuktikan sepanjang sejarah bangsa pilihan Allah ini. Israel
beserta raja dan penduduknya menjadi jaya dan diberkati luar biasa ketika
mereka berlaku taat dan setia kepada Tuhan, tetapi keberuntungan mereka berubah
saat mereka memalingkan hati dan hidup mereka kepada ilah-ilah lain. Bukti
bahwa mereka menjadi kaya KARENA BERKAT TUHAN.
Pelajarilah sejarah Israel dari Kitab
Hakim-hakim sampai Maleakhi. Anda akan menemukan betapa setiap usaha Israel
untuk menjadikan diri mereka kaya dengan usaha mereka sendiri (bahkan dengan
menyembah ilah-ilah bangsa lain) selalu berakhir dengan kegagalan. Sebagai umat
Tuhan, hanya berkat Tuhan saja yang membuat mereka menjadi kaya.
Anak-anak Tuhan tidak menjadi kaya dengan sendirinya
atau terutama karena usaha mereka sendiri. Tuhanlah yang memberkati dan
menetapkan mereka menjadi kaya. Tuhan tidak begitu saja memberikan
berkat-berkat jasmani tanpa mengukur kemampuan kita untuk menanganinya.
Ketergesa-gesaan memperoleh kekayaan namun tidak dapat menanggungnya saat
kekayaan itu didapatkannya bukan merupakan cara Tuhan. Jika kita memaksakannya
maka itu akan menjadi sumber kejatuhan kita sendiri. Menerima berkat Tuhan yang
menjadikan kita kaya PADA WAKTUNYA adalah jalan terbaik menjadi kaya.
Perbedaan menjadi kaya dengan usaha sendiri
dengan menjadi kaya oleh karena berkat Tuhan tampak dalam bagian kedua dari
Amsal 10:22 yang menjadi ciri berikutnya dari orang yang kaya dalam Tuhan.
3) KAYA DALAM TUHAN ITU BEBAS DARI PENDERITAAN
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAYAAN ITU
Amsal 10:22 versi KJV dan sebagian besar
terjemahan bahasa Inggris lainnya mengatakan :
“Berkat Tuhan, itulah yang menjadikan
kaya, dan DIA (TUHAN) TIDAK MENAMBAHKAN PENDERITAAN ATASNYA”
Beberapa terjemahan bahasa Indonesia
menuliskan makna yang serupa :
Bahwa berkat Tuhan juga yang menjadikan kaya,
dan tiada disertainya dengan kedukaan.
Amsal 10:22 (TL)
Berkat TUHAN menjadikan kaya, dan Ia tidak
menambahkan susah payah padanya.
Amsal 10:22 (AYT)
Berkat TUHAN adalah kekayaan kita yang
sesungguhnya, yang tidak disertai dukacita.
Amsal 10:22 (FAYH)
Berkah ALLAH membuat kaya, dan Ia tidak
menambahkan kesusahan padanya.
Amsal 10:22 (SB2010)  
Berkat YAHWEH menjadikan kaya, dan Dia tidak
menambahkan kesusahan besertanya.
Amsal 10:22 (IMB)
Apa sebenarnya yang dimaksud dalam kalimat
kedua dari Amsal 10:22 ini?
Keterangan dari NET Bible memberitahukan
kepada kita bahwa yang dimaksud dengan istilah ‘penderitaan’ memiliki dua macam
pengertian :
Pertama, itu penderitaan berupa SUSAH PAYAH
dalam bekerja 
dan
Kedua, penderitaan sebagai DAMPAK ATAU AKIBAT
HASIL YANG DIPEROLEH dengan susah payah tersebut
Secara ringkas, itu berarti bahwa di dalam
menjadi kaya oleh karena berkat Tuhan, pertama-tama, Tuhan membebaskan
anak-anak-Nya dari segala kesukaran dalam memperolehnya.
Apabila anak-anak dunia yang tiada mengenal
Tuhan berusaha dengan segala cara hingga menggunakan jalan-jalan yang jahat,
licik dan kotor untuk memperoleh keuntungan dalam pekerjaan mereka, maka
anak-anak Tuhan dibukakan jalan dan kesempatan oleh Tuhan supaya melalui
cara-cara yang pantas, layak dan wajar mereka akhirnya memperoleh kekayaan.
Istilah yang sering kita dengar tentang hal ini adalah ‘dimudahkan
jalannya” dalam setiap langkah dan urusannya.
Hal ini bukan berarti melepaskan anak-anak
Tuhan dari tanggung jawab untuk bekerja atau memberikan yang terbaik dalam
pekerjaannya, namun apapun yang mereka kerjakan Tuhan hadir sebagai pembuka
jalan dan penolong mereka sehingga tanpa susah payah yang besar, mereka
menerima berkat-berkat lebih daripada yang mereka pikirkan.
Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah,
sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal
kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.
Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan
duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah
sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.
Mazmur 127:1-2 (TB)
Orang-orang yang tidak tinggal dalam berkat
Tuhan, menjadi kaya dengan segala susah payah. Mereka membangun untuk melihat
itu runtuh dalam sekejap. Mereka berusaha menjaganya sekuat tenaga namun segera
itu dapat hilang dengan cepat begitu saja. Bangun pagi dan bekerja sampai jauh
malam untuk mencari nafkah tapi harta yang didambakannya itu masih begitu sulit
diperoleh. Bagi mereka berlaku kutuk atas Adam :
Lalu firman-Nya kepada manusia itu:
“Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah
pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka
terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari
rezekimu dari tanah seumur hidupmu:
semak duri dan rumput duri yang akan
dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu;
dengan berpeluh engkau akan mencari
makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau
diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”
Kejadian 3:17-19 (TB)
Tidak hanya itu. Bukan suatu rahasia jika
kenyataannya ada orang-orang yang telah bekerja bertahun-tahun lamanya namun
hanya meraih hasil yang sangat minim. Hidupnya malah terjerat hutang dan tenggelam
dalam kemiskinan yang semakin parah. Walau sudah berbagai upaya dan mencoba
berbagai jalan, kemiskinan tampaknya tidak mau menjauh sehingga seumur hidup
dalam kekurangan. Inilah penderitaan dalam susah payahnya mencari kekayaan,
yang sekalipun telah diusahakan bagai membanting tulang, hasil yang didapatkan
hanya sedikit bahkan kurang.
Di sisi lain, ada yang berhasil meraih
kekayaan dengan cara-cara yang keliru. Mereka mengadakan perjanjian dengan
setan atau bekerja dengan curang. Untuk sementara waktu, mereka menikmati
kekayaan dan hidup dalam kemewahan. Tetapi kejahatan mereka akan dibalikkan
Tuhan ke atas kepala mereka sendiri. Tak terkira penderitaan mereka. Yang
bersekutu dengan iblis harus membayar tumbal kepada roh-roh jahat hingga anak
cucu. Yang mengejar uang secara tidak jujur harus berhadapan dengan hukum serta
mengalami tekanan batin yang besar karena ketakutan perbuatannya terungkap.
Selanjutnya, demi menutup-nutupi perbuatannya, mereka dipaksa  melangkah lebih jauh lagi melakukan perbuatan
yang lebih busuk lagi. Mungkinkah ada kebahagiaan dalam menikmati kekayaan
dengan cara yang demikian?
Ada juga orang-orang yang tidak diberi kuasa
untuk menikmati kekayaan yang diperolehnya. Mereka sudah berjerih payah siang
dan malam mengumpulkan harta tetapi sebelum mereka sempat menikmati hasil
kerjanya, kematian telah menjemput mereka. Inilah yang disebut dalam Mazmur
saja.127:1-2 (Versi Mudah Dibaca/VMD) sebagai sia-sia dan membuang-buang waktu
saja. Kekayaan di dunia ini tak pernah dinikmatinya, harta di sorga pun tak
punya. Betapa sia-sianya!
Jika bukan TUHAN yang membangun rumah,
pekerja bangunan hanya membuang-buang waktunya. Jika bukan TUHAN yang mengawasi
suatu kota, para pengawal hanya membuang-buang waktunya.
Adalah membuang-buang waktu bangun pagi-pagi
benar dan bekerja sampai malam, berusaha demi hidup.
Mazmur 127:1-2 (VMD)
Berbeda dengan anak-anak Tuhan yang kaya dalam
Dia. Ketika kita tinggal dalam berkat Tuhan, kita dijadikan kaya dengan
dibebaskan dari kutuk susah payah sebagaimana ditanggung atas Adam dan manusia
lain pada umumnya yang merupakan keturunan Adam. Kutuk itu diangkat digantikan
berkat. Sebagaimana hubungan yang putus dengan Tuhan menghasilkan kutuk,
hubungan yang intim dan tersambung erat dengan Tuhan memulihkan berkat-berkat
seperti yang diterima Adam sebelum melanggar perintah Tuhan. Bahkan lebih lagi
daripada itu.
Masih ada pengertian kedua: Menjadi kaya di
dalam Tuhan itu juga _dibebaskan dari segala penderitaan yang mungkin datang
akibat kelimpahan harta benda tersebut.
Untuk ini, mungkin tidak ada yang bisa
menjelaskan lebih baik selain tafsiran Matthew Henry terhadap Amsal 10:22 yang
mengatakan sebagai berikut :
Kekayaan duniawi adalah apa yang paling ingin
dimiliki oleh kebanyakan orang, tetapi 
pada umumnya mereka keliru baik dalam dalam hal mendasar terkait apa
yang sebenarnya mereka inginkan maupun dalam hal cara yang mereka pikirkan
untuk mendapatkannya;
Oleh karena itu disampaikan di sini,  … bahwa kekayaan yang sebenarnya harus
diinginkan, tidak hanya dimiliki dalam ukuran jumlah yang banyak saja, tetapi
memilikinya dengan tanpa penderitaan di dalamnya, yaitu tidak ada rasa
kekuatiran yang menggelisahkan dalam hal mendapatkan dan mempertahankannya,
tidak ada yang mengganggu di jiwa saat menikmatinya, tidak ada kesedihan yang
menyiksa apabila kehilangan akannya, serta tidak ada rasa bersalah yang
diakibatkan oleh karena penyalahgunaan kekayaan itu — kita memiliki kekayaan
itu dengan suatu hati untuk menikmatinya, yaitu untuk berbuat baik dengannya
dan untuk melayani Allah dengan sukacita dan kegembiraan di hati dalam
penggunaannya.
Ya. Betapa lebih dan bahagianya menjadi kaya
di dalam Tuhan. Oleh karena rasa cukup di hati kita dalam hubungan yang dekat
dengan Tuhan, kita dapat seluas-luasnya menikmati kekayaan tersebut bahkan
menjadikannya sarana untuk memuliakan Tuhan tanpa perlu menderita karena
memilikinya. Bukan berarti kita perlu mengecilkan dan memandang rendah
berkat-berkat jasmani dengan menghambur-hamburkannya tetapi terutama adalah
kita menikmati segala pemberian berkat materi dari Tuhan dengan segala
sukacita, bebas dari rasa gelisah dan kuatir dalam menikmati dan menggunakannya
maupun rasa takut apabila semua itu diambil dari kita. Haleluya.
Kesimpulan akan bagian ini adalah bahwa Tuhan
menyediakan kemudahan atas hidup anak-anak-Nya yang mengasihi Dia. Inilah
berkat di dalam keluarga, pekerjaan, hasil ternak dan ladang sebagaimana
disebutkan dalam kitab-kitab Taurat. Dalam kemudahan untuk memperoleh kekayaan
itu, Tuhan menambahkan lagi suatu hati dan kehidupan untuk menikmati semua
kekayaan itu di dalam Dia, yang membangkitkan syukur, damai, sukacita dan
kebahagiaan saat menggunakannya sesuai kehendak Tuhan.
Hari ini, berkat ini masih berlaku jika kita
mengarahkan hati dan hidup kita untuk berkenan di hadapan Dia dengan melakukan
kehendak-Nya seumur hidup kita.
(Bersambung ke Bagian 3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *