Musa menjadi orang yang paling lembut hatinya di muka bumi karena ia “ditumbuk” setiap hari oleh Tuhan.
Proses Tuhan dalam hidup Musa yang amat sangat keras, menurut saya dan menurut ukuran, tokoh² lain sebenarnya ada kemiripan dengan Yesus.
Lukas 2:51-52 (TB) Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
Walaupun Yesus sudah membuat tokoh-tokoh agama terkesima, Ia pulang dan hidup sebagai anak tukang kayu yang miskin. Selama 18 tahun Ia tak pernah muncul kembali di depan umum.
Ayat ke-52 berbicara proses yang sama dengan yang dialami Musa. “Ditumbuk” sampai halus menjadi manusia yang paling hancur dan lembut hatinya.
Artinya, Musa harus melalui jalan yang sangat berat dan sukar sebagai pemimpin suatu bangsa yang baru dan sangat tegar tengkuk. Tantangannya luar biasa besar dan berat. Tapi Musa belajar untuk tunduk pada proses Tuhan, menahan diri dan belajar untuk tidak memberontak di tengah-tengah bangsa yang sangat pemberontak. Sebenarnya itu sama sekali bukan karakter Musa. Berkali-kali sebenarnya ia gagal. Membanting dua loh batu tulisan tangan Tuhan sendiri, memukul batu dan menghardik seluruh bangsa padahal Tuhan tidak perintahkan dan masih ada tentunya beberapa yang lainnya karena tidak sekali dua kali Musa mengeluh dan menjerit pada Tuhan.
Melalui semuanya, Musa akhirnya menerima semuanya tanpa mengeluh lagi, menikmatinya dan makin hari semakin cepat menjadi orang yang dihancurkan, yang paling lembut hatinya.
Pelajaran bagi kita:
Kelembutan hati dan semua kualitas hati lainnya yang disebutkan oleh Yesus dalam khotbah di bukit di Matius 5 merupakan HASIL DARI PROSES TUHAN. Keberhasilan kita secara rohani di pemandangan Tuhan ialah hasil dari bertahun-tahun KITA SETIA MENERIMA DISIPLIN ILAHI, PROSES ILAHI YANG SUKAR LAGI BERAT NAMUN KITA BERTAHAN SAMPAI MANUSIA BARU ITU DILAHIRKAN DARI ROH DAN HIDUP KITA.
Hal ini tidak akan pernah terjadi jika fokus kita hanya beribadah supaya seger waras gemah ripah loh jinawi secara materi saja.
Kekayaan jasmani tidak berharga di mata Tuhan sebab Tuhan rindu memberikan yang terbaik: kekayaan rohani bagi barangsiapa yang mau menanggung proses pembentukan Tuhan.