INTIM DENGAN ALLAH

Oleh: Peter B, MA
PAGI-PAGI BENAR, WAKTU HARI MASIH GELAP, IA BANGUN DAN PERGI KE LUAR. IA PERGI KE TEMPAT YANG SUNYI DAN BERDOA DI SANA.” (MARKUS 1:35)
KETIKA HARI SIANG, YESUS BERANGKAT DAN PERGI KE SUATU TEMPAT YANG SUNYI.” (LUKAS 4:42)
Di dalam begitu banyaknya aktivitas yang kita lakukan dalam sehari, manakah kira-kira yang kita pilih untuk kita lakukan dengan prioritas yang tinggi? Maksudnya, pekerjaan manakah yang akan kita pilih dengan pasti untuk kita lakukan dan kita lakukan lebih dahulu dari perkara-perkara yang lain? Jawaban akan hal ini bisa sangat bervariasi. Tetapi satu hal yang dapat kita duga secara logika adalah bahwa jawaban terhadap pertanyaan itu sangat bergantung pada apa yang paling seseorang rindukan dalam hidup. Apa yang paling kita inginkan, itu pula yang akan kita usahakan – lebih dari segala perkara – untuk kita peroleh dalam hidup kita. Dan apa yang kita rindukan menentukan siapakah diri kita yang sebenarnya.
Ambillah satu contoh. Di waktu pagi hari. Saat kita membuka mata pertama kali. Apakah yang pertama-tama kita pikirkan? Apakah yang sebenarnya pada waktu itu sangat ingin kita lakukan? Jika kita ingin makan, berarti kita adalah orang yang hidup demi makanan, sangat mementingkannya di atas segalanya. Jika kita segera buru-buru ingin bekerja, mungkin saja kita merupakan seorang pekerja keras, yang mengagungkan pekerjaan di atas segalanya. Atau kita ingin berolah raga, kemungkinan besar kita adalah seorang yang sangat memandang penting olah raga bahkan bercita-cita menjadi atlet. Bagaimana jika tidur lagi? Bukannya menghina, namun jika demikian bisa jadi orang itu adalah orang-orang yang malas, kurang motivasi serta mengejar kenyamanan hidup saja.
Mari sekarang kita merenungkan lebih lanjut. Apa jawaban kita yang mengaku sebagai para penyembah Allah jika pertanyaan itu diajukan kepada kita: apa yang kita lakukan pertama-tama, lebih dahulu dari segala perkara yang bisa kita lakukan dalam satu hari? Lihatlah ke dalam hati dan jujurlah. Jawaban kita menentukan status kita. Saya hanya mengetahui hati saya. Hati Anda? Hanya Anda sendiri dan juga Tuhan yang tahu tetapi kita dapat membohongi diri sendiri, apalagi Tuhan bukan? Satu hal yang jelas, kita tahu apa yang kita lakukan oleh Yesus Kristus jika Ia ditanya dengan pertanyaan yang sedemikian. Di antara segala pekerjaan pelayanan yang begitu padat, Yesus tidak pernah melupakan hal ini. Ini akan selalu Ia lakukan karena itulah prioritas utama hidupNya. Di waktu pagi. Pada siang hari. Tidak terkecuali di waktu malam. Ia senantiasa melakukannya dan rindu untuk selalu mengerjakannya dan rindu untuk selalu mengerjakannya. Apakah itu? Bersekutu pribadi dengan BapaNya di dalam doa.
Sebagai teladan penyembah sejati, kita dapat belajar banyak hal dari Yesus. Salah satunya adalah kehidupan doa atau persekutuan pribadiNya dengan Bapa yang tidak pernah putus. Kita mendapati persekutuan itu terputus satu kali saja (itupun bukan karena Yesus yang keluar dari persekutuan itu dengan sengaja) yaitu pada waktu Yesus berseru di atas kayu salib dengan penuh penderitaan yang sangat, “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani” (Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?). Yesus terpisah dari Bapa seketika lamanya. Karena dosa-dosa dan pelanggaran kita, Dan seringkali sama seperti itu, dosa-dosa kita pulalah yang membuat kita terpisah dari persekutuan dengan Allah setiap hari.
Keteladanan Kristus dalam hal bersekutu dengan Bapa yang sebenarnya harus membuat kita malu. Sebagai orang-orang yang mengaku sebagai penyembah sejati, sudahkah kita mencontoh aspek kehidupan Kristus ini? Adakah kita memiliki waktu-waktu persekutuan pribadi dengan Dia setiap hari? Tidak pernah putuskah hubungan kita dengan Bapa? Acapkali, alasan kita adalah kita terlalu sibuk. Tetapi bukankah tidak ada manusia saat itu yang lebih sibuk daripada Yesus? Ia tidak sempat makan atau tidur melakukan sesuatu yang lain. Tetapi sungguh, Yesus tidak pernah tidak memiliki waktu bersekutu dengan Bapa. Sebaliknya dengan kita, kita mungkin saja begitu sibuk dalam sehari tetapi waktu untuk berekreasi, menonton tayangan hiburan atau bermain-main masih sempat kita nikmati. Jika begitu, benarkah kita terlalu sibuk? Seberapapun sibuknya kita, tidak akan pernah dapat mengalahkan kesibukan Kristus. Bahkan pada saat Ia berdoa pun, Ia dicari oleh banyak orang! Seberapapun sibuknya kita, tidak akan pernah dapat mengalahkan kesibukan Kristus. Bahkan pada saat Ia berdoa pun, Ia dicari oleh banyak orang! Yesus yang demikian saleh, kudus, mulia, penuh keagungan masih menyempatkan diri untuk bersekutu dengan BapaNya di dalam doa, mengapakah kita seolah-olah tidak memerlukan itu sama sekali? Bukankah kita ini lemah, bodoh, mudah terpikat oleh dosa maupun tipu daya musuh iman itu? Betapa kita lebih memerlukan persekutuan pribadi dengan Tuhan! Para pembaca, ketahuilah satu hal ini: sebelum kita memiliki persekutuan pribadi dengan Bapa secara benar dan berkesinambungan, kita belum layak disebut seorang penyembah sejati.
Perhatikanlah ayat di dalam Injil Markus di atas. Yesus bangun dan mengambil waktu persekutuanNya dengan Bapa pada waktu “pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap.” Sedikit berbeda dengan Injil Lukas karena di sana disebutkan bahwa “ketika hari siang” Yesus berangkat untuk bersekutu dengan Bapa. Di bagian lain, tidak jarang Yesus digambarkan masuk dalam persekutuan pribadi dengan Bapa itu pada waktu malam (Lukas 6:12; Matius 14:23). Apakah ada pertentangan di sini? Tentu saja tidak. Justru hal itu memberikan penegasan yang luar biasa pada kita bahwa Yesus hidup dalam persekutuan secara terus menerus. Pagi, siang dan malam. Bukan saja persekutuan di dalam batin dimana Roh Kudus diam di dalam kita dan kita dapat berkomunikasi denganNya setiap waktu melainkan juga dalam persekutuan pribadi hanya kita dan Tuhan saja. Kehidupan yang diperagakan Kristus ini seharusnya menyadarkan kita akan kekurangan-kekurangan kita. Lihatlah kepada Yesus, Tuhan kita. Ia mengawal hari dengan doa dan hubungan pribadi yang intim dengan Bapa. Bukan hanya mengawali, tetapi mengawal. Ia membuka hari dengan persekutuan, mengisinya dengan persekutuan dan menutup hari juga dengan persekutuan. Sepanjang hari penuh persekutuan akrab dengan Bapa. Tetapi dimanakah kita pada waktu pagi? Sedang apakah kita pada siang hari? Dan apa yang kita kerjakan pada waktu hendak menutup hari? Apakah kita mencantumkan dalam jadwal harian kita waktu-waktu bersekutu dengan Tuhan? Atau kita justru menempatkannya dalam kolom jadwal pekerjaan yang bisa ditunda atau pada bagian pekerjaan pelengkap dimana kalau bisa itu akan kita lakukan tetapi jika tidak itu dapat ditinggalkan?
Di atas segala pekerjaan yang dapat kita lakukan, kita harus menempatkan persekutuan intim dengan Bapa dalam prioritas yang tertinggi. Seperti Yesus kita harus hidup dalam aktivitas paling penting di muka bumi ini. Kita menganggap penting untuk berbicara dengan orang-orang terkenal, para pemimpin negara dunia, tokoh-tokoh penting dunia, atau mungkin saja orang-orang kaya, rekan bisnis hingga pada teman-teman kita. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa sesungguhnya tidak ada satu Pribadi yang lebih penting yang untuknya kita dapat memperoleh kesempatan berbicara dan menjalin persahabatan erat dengannya selain dari pribadi Tuhan sendiri. Kita menganggap adalah sesuatu kehormatan jika kita dapat bertemu sekali saja dengan orang-orang paling terkenal di dunia ini. Tetapi bukankan jauh melampaui segala bentuk kehormatan yang dapat diberikan dunia ini jika kita dapat bertemu dengan penguasa Alam Semesta, Raja di atas segala raja itu, setiap hari bahkan setiap waktu? Pernahkah terbayang dalam pikiran Anda, bagaimana jika Tuhan itu sangat sulit ditemui? Bayangkanlah jika kita harus antre dan mendaftar dulu untuk bertemu dengan Dia! Kita akan frustasi dan menjadi stress menunggu giliran… Tuhan mempermudah jalan menuju ke tahtaNya bukan supaya kita menganggap remeh serta mengecilkan arti hubungan persekutuan dengan Dia, namun itu adalah bukti bahwa Ia merindukan persekutuan pribadi dengan kita di atas segalanya. Ia memberikan kasih karunia pada kita sehingga kita dapat menghampiri Dia kapan saja bukan supaya kita mengambil sikap menggampangkan akan hal ini melainkan supaya kita mengetahui bahwa di atas segala aktivitas yang lain bahkan aktivitas yang dinamakan pelayanan pekerjaan Tuhan sekalipun Tuhan menginginkan waktu-waktu pribadi kita dihabiskan bersama-sama dengan Dia.

Bersekutu pribadi dalam keintiman dengan Tuhan. Inilah aktivitas terpenting di muka bumi. Tidak ada waktu lain yang lebih berharga selain dipersembahkan di hadapan Tuhan dengan hati yang melekat padaNya. Tidak ada pekerjaan lain yang lebih mulia untuk kita kerjakan selain masuk dalam hadiratNya, merenungkan Dia, menyelami hatiNya untuk kemudian mengalami Dia. Dan tidak ada yang patut didahulukan melebihi sinar wajahNya yang menerangi hati dan hidup kita pada waktu pagi, siang, dan malam. 

Pembaca terkasih, kita akan belajar lebih banyak lagi akan persekutuan dengan Bapa ini minggu-minggu selanjutnya, namun sebelum menutup renungan ini, marilah kita renungkan dengan penuh kesungguhan akan hal ini. Seperti Yesus, kita harus mendahulukan persekutuan dengan Tuhan lebih daripada segala aktivitas lainnya. Bukan karena perhitungan untuk rugi, tetapi karena itu sewajarnya bagi para penyembah. Itu merupakan kehormatan bagi kita. Itu adalah kesempatan paling mulia bagi manusia. Itu kemuliaan dan rahasia hidup para penyembah sejati. Amin

(Diambil dari warta Worship Center edisi 23 – 14 Juni 2002)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *