JALAN (THE PATH) – BAGIAN 2

Oleh : Rick Joyner 
(Diterjemahkan dari bukuThe Path: Fire on the Mountain”)
BAB SATU
SUARA (2)
 “Siapa engkau?” tanyaku, masih mencari sumber suara itu.  “Di mana rumahku?”
 “Akulah Suara yang berseru-seru di padang gurun,” ucapnya sambil melangkah keluar dari hutan, begitu dekat sampai-sampai aku tidak percaya kalau aku tidak melihatnya sebelumnya.  Kemudian dia melanjutkan seolah-olah dia telah mendengar pikiranku.
 “Engkau tidak melihatku karena aku tidak dapat dilihat sampai aku bergerak.  Apakah engkau siap untuk
 perjalanan ini?” dia bertanya, menatapku dengan intensitas tinggi. 
 “Dengan air hidup ini aku merasa siap untuk apapun, tapi sejujurnya jawabannya adalah ‘Tidak.’ Aku tidak siap. Aku tahu aku akan pergi ke gunung, tetapi aku tidak tahu bagaimana menuju ke sana selain mengikuti jalan ini.  Aku belum pernah seperti ini sebelumnya, ”jawabku.
 “Aku tidak terkejut. Mereka yang datang ke sini sekarang seperti tentara yang bahkan tidak tahu bagaimana memegang senjata mereka, apalagi menggunakannya.  Bahkan mereka yang pernah menjadi pemimpin ribuan orang yang muncul di sini ternyata lemah, dengan pikiran yang belum diperbarui atau diubah. Mereka duniawi, bodoh, dan tidak siap bahkan untuk perjalanan ini, apalagi untuk apa yang akan terjadi di bumi,” keluhnya.
 “Maafkan aku.  Aku sama bersalahnya dengan siapa pun juga, tapi apa yang bisa kita lakukan?” aku bertanya.
 “Kita harus melakukan yang terbaik yang kita bisa dengan apa yang diberikan pada kita untuk kita kerjakan, tetapi kita telah sangat dekat dengan pertempuran terakhir.  Ini akan menjadi klimaks dari zaman, pertarungan terakhir antara terang dan kegelapan.  Engkau masih jauh dari siap untuk itu,” Suara itu melanjutkan keluhannya.
 
 “Aku tidak pernah tahu apa-apa selain pertempuran sepanjang hidupku. Aku tahu pertempuran terakhir sudah dekat, dan aku telah berkhotbah dan menulis tentang itu selama bertahun-tahun. Tapi tidak banyak yang mau mendengarnya, dan dari mereka yang akan mendengarnya, hanya sedikit yang mau melakukannya. Aku bahkan tidak berpikir aku telah berbuat banyak untuk menindaklanjutinya. Sedikit saja yang menaruh perhatian mereka pada hal-hal di atas dan bukan pada hal-hal yang ada di bumi.”
 “Aku belum pernah ke sini sebelumnya,” aku melanjutkan, “tapi sepertinya tidak asing.  aku tidak tahu apa yang Kau maksud dengan ‘rumahku’. Aku punya banyak rumah.  Apakah aku akan pergi ke salah satu dari mereka? ”
 “Apakah engkau ingat apa yang kaucari ketika engkau memulai perjalanan ini?” Dia bertanya.
 “Ya, aku ingat,” jawab aku.
 “Kau sedang mencari kota yang sedang dibangun Tuhan.  Kau ingin menjadi bagian dari apa yang Dia lakukan, bukan hanya apa yang dilakukan orang.  Itulah yang dicari setiap orang yang datang ke sini,” Suara itu melanjutkan.  “Ini sepertinya familiar karena engkau pernah ke sini sebelumnya.  Kau telah melewati tempat ini beberapa kali dalam beberapa putaran yang kaulalui. Kau akan memahami semua ini pada waktunya, tetapi engkau benar jika berpikir bahwa dirimu belum siap untuk perjalanan. Kau memang belum siap.”
 “Apa yang harus aku lakukan untuk bersiap-siap?” Aku bertanya.
 “Kau sudah melakukan hal utama — berjalan di jalur ini.  Kau mengaku tidak memahami bahkan dasar-dasar tentang air kehidupan.  Kau tidak merasa siap. Mungkin engkau cukup rendah hati untuk mempelajari apa yang kaubutuhkan dengan cukup cepat. Mereka yang berpikir bahwa mereka siap selalu yang pertama tersesat di sini.”
 “Aku benar-benar tidak ingat berada di kolam ini sebelumnya, tetapi aku merasa bahwa semuanya tidak asing, ”kataku. “Kau bahkan tampak tak asing.”
 “Segala sesuatu di sini berubah seiring waktu,” lanjut Suara itu.  “Kau pernah ke sini sebelumnya, tapi tidak tampak seperti ini pada waktu itu.  Kau harus memahami ini untuk perjalananmu. Hal-hal yang kaukenal sebelumnya yang kaucari untuk menolongmu meneruskan perjalanan bukan sesuatu yang sama dengan sebelumnya, dan engkau sendiripun tidak sama dengan sebelummya.  Oleh karena itu, yang memandumu harus berasal dari hatimu, dari rohmu.  Kau harus lebih banyak melihat dengan mata hatimu lebih jelas daripada yang kaulihat dengan mata (jasmani) ini , atau engkau tidak akan tetap berada di jalan yang benar. “
 “Apakah ada lebih dari satu jalan?” aku bertanya.
 “Ya, dan semua jalan itu, kecuali yang satu ini, menuju ke tempat yang tidak ingin kaukunjungi. Ada delusi, tipuan, gangguan, dan jebakan di sepanjang jalan. Semuanya ada untuk mengalihkanmu dari tujuanmu.  Dibutuhkan lebih banyak ketajaman, lebih banyak hikmat, dan lebih banyak keberanian daripada yang dimiliki siapapun untuk tetap di jalur yamg tepat.”
 “Lalu bagaimana supaya aku bisa berhasil?” aku bertanya.
 “Engkau akan membutuhkan bantuan.  Engkau akan membutuhkan Penolong.  Kau harus bergantung pada-Nya dan harus cukup rendah hati untuk tetap bergantung pada-Nya. Kau juga harus memiliki air hidup. Kau tidak boleh membiarkannya hilang dari pandanganmu lagi.  Kau harus meminumnya segera setelah engkau mulai haus. Minumlah bahkan saat engkau tidak haus, sedapat-dapatnya engkau bisa meminumnya.  Itu akan membuatmu tetap hidup. Tetap dekat dengan air itu akan membantumu tetap berada di jalan yang benar.”
Semua yang dia katakan sepertinya masuk jauh ke dalam hati aku karena kemampuan pemahamanku sangat tajam. Aku  merasa bahwa aku dapat mengingat semuanya dengan sempurna kapan saja kuperlu.  Aku sebenarnya adalah pribadi yang berorientasi pada konsep  sehingga aku harus berjuang untuk mengingat detail secara akurat sehingga menganggap ini merupakan salah satu dari kelemahan terbesarku.  Aku sangat gembira karena aku bisa melihat dan mengingat setiap detail dengan kejelasan dan kedalaman seperti sekarang.  Aku merasa seolah-olah bagian baru dari pikiranku telah terbuka.
 
Suara itu menarik kepalanya ke belakang seolah-olah dia tiba-tiba tertarik pada sesuatu dan berkata, “Engkau memiliki pengertian.  Kejernihan mental yang kaumiliki sekarang adalah karena Roh membangkitkan tubuh fanamu. Roh akan mengubah kelemahanmu menjadi kekuatan. Jika engkau berjalan dalam Roh, engkau akan selalu kuat dalam apapun yang kaubutuhkan. Untuk mencapai takdirmu, engkau harus taat pada Roh Kudus. Air yang kauminum adalah Roh dan kehidupan. Rohlah yang menghidupkan Musa sehingga dia tidak bertambah lemah seiring bertambahnya usia, tetapi lebih kuat, dan matanya tidak pernah redup.”
 “Apakah maksudmu aku bisa merasa seperti ini terus mulai sekarang?” aku bertanya.
 “Kamu bisa, dan bahkan lebih lagi dari ini.  Terserah padamu.  Seberapa baik engkau mempelajari ini akan menentukan seberapa baik pula engkau menjalani perjalanan ini dan menentukan apakah engkau akan menyelesaikannya atau tidak. Untuk merasakan seperti yang kaurasakan sekarang: untuk berpikir seperti yang kau mampu lakukan sekarang:  dan untuk dapat melihat seperti kemampuanmu sekarang, adalah keadaan alamimu sebagai ciptaan baru.”
“Rasanya aku belum pernah aku sedekat ini dengan kematian beberapa menit yang lalu,” kataku.  “Setelah meminum air ini, aku merasa belum pernah sehidup ini.  Aku memiliki kejernihan mental; aku tidak ingat pernah memilikinya kecuali ketika aku berada di depan takhta Tuhan. Beberapa menit yang lalu aku hampir tidak bisa berpikir sama sekali. Sekarang kaubilang aku bisa seperti ini sepanjang waktu? ”
Suara itu bergerak untuk berdiri tepat di depanku dan menatap mata aku dengan seksama, dan berkata,
 “Engkau tidak hanya bisa seperti ini, engkau harus tetap seperti keadaanmu sekarang.  Ketika engkau berada di dalam Roh, engkau berada di hadapan Takhta. Kerajaan Allah ada di dalammu. Sang Raja ada di dalam dirimu. Engkau adalah bait-Nya. Berjalan dalam kebenaran adalah tentang mengetahui hal ini dan hidup di hadirat-Nya. “Sampai seseorang dilahirkan kembali mereka tidak dapat melihat kerajaan.  Tetapi hanya karena mereka dilahirkan kembali bukan berarti mereka dapat melihatnya, ”  lanjutnya. “Sedikit dari mereka yang dilahirkan kembali pada saat ini membuka mata baru mereka, yaitu mata rohani mereka. Beberapa orang yang datang ke sini sekarang telah melihat kerajaan.  Sungguh menakjubkan bahwa ada yang bisa sampai sejauh ini dengan kemampuan untuk melihat yang begitu terbatas. Inilah sebabnya mengapa hanya sedikit yang berhasil bahkan melalui satu bagian saja dari padang gurun.  
“Tuhan memberi peringatan, ‘Celakalah mereka yang menyusui bayi di masa-masa ini’, atau ‘Celakalah mereka yang membiarkan bangsanya dalam ketidakdewasaan ‘.  Peringatannya benar — ini adalah tragedi besar di zamanmu.”
 “Aku tahu ini benar.  Aku telah mengkhotbahkannya selama bertahun-tahun,” aku sepakat dengannya.
 “Ya.  Engkau pernah mengkhotbahkannya, tapi apa yang telah kaulakukan terkait hal ini? ”  dia bertanya.
 “Aku kira tidak banyak. Tidak sebanyak yang seharusnya aku lakukan,” aku mengakui.
 “Merupakan tragedi dari generasimu untuk membawa hasil tuaian terbesar pada zaman ini, namun kehilangan sebagian besar darinya.  Akan ada tuaian dan pengumpulan jiwa-jiwa yang lebih besar lagi, dan yang seperti ini tidak boleh terjadi lagi.  
“Ada sukacita yang besar ketika satu orang berdosa yang bertobat, dan ada ratapan yang luar biasa ketika satu orang jatuh.  Tidak banyak murid sejati karena tidak banyak gembala sejati.  
Engkau telah berhasil mengajak orang bertobat, tetapi engkau tidak menjadikan mereka menjadi murid-murid-Nya.  Amanat Agung adalah memuridkan.
Tuhan memberikan definisi tentang apa artinya seorang murid, dan kita hanya memiliki sedikit yang berhasil mencapai jarak sejauh ini karena engkau tidak melahirkan para murid.  Ini adalah malapetaka bagi generasimu. “
 
“Aku bersalah,” aku mengakui.  “Aku mengetahui secara lebih baik, dan bahkan berduka atas ini, tetapi tidak berbuat banyak tentang itu.”
“Inilah mengapa penghakiman terhadap para pengajar itu lebih berat,” kata Suara itu. “Gembala-gembalamu telah memberi makan diri mereka sendiri dan tidak merawat orang-orang. Sekarang pertempuran terakhir sudah dekat.  Kita memiliki tentara yang bahkan para pemimpinnya pun tidak tahu bagaimana berperang.  Sekarang pun hanya sedikit yang bisa selamat apabila ada serangan pertama.  Sudah banyak korban yang tidak perlu karena ini.”
 
“Bagaimana kita akan menang?”  Aku bertanya.  “Kita pasti menang.  Ada tertulis tentang itu.”
 
“Kita akan menang karena Pemimpin kita, tetapi pertempuran yang ini adalah sesuatu yang dilakukan oleh umat-Nya.  Dia sudah memenangkannya sebelumnya.  Sekarang engkau yang harus menang. Aku datang di permulaan zaman untuk membantu mempersiapkan jalan bagi-Nya kemudian, dan aku telah datang kembali di akhir zaman untuk mempersiapkan jalan bagi Dia lagi.  Aku melakukan ini dengan menolong mempersiapkan umat-Nya.  Sekarang hal pertama yang harus dilakukan untuk bersiap bagi Dia dan masa-masa itu adalah membuat para pemimpin menjadi murid.  Mereka tidak akan tahu bagaimana menghasilkan murid jika mereka belum menjadi murid. Tidak ada yang bisa berhasil di jalan ini jika ia bukan seorang murid, dan mereka pasti tidak akan bertahan lama dalam pertempuran tanpa menjadi seorang murid.  Seharusnya ada banyak orang yang berada di jalan ini sekarang, tetapi yang ada hanya sedikit saja.
 “Engkau adalah generasi yang diberi sumber daya terbesar, paling banyak pengetahuan, kebebasan yang terbesar, tetapi sangat sedikit yang sampai pada pengetahuan tentang kebenaran.  Dimanakah para gembala? “
 
Suara itu meratap.
(Bersambung ke bagian 3)
SERI THE PATH: FIRE ON THE MOUNTAIN BY RICK JOYNER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *