Oleh : Rick Joyner
(Diterjemahkan dari buku “The Path: Fire on the Mountain”)
BAB TIGA BELAS
GEMBALA (1)
Aku menghampiri orang itu dan berhenti beberapa meter jauhnya. Dia menatapku sejenak, mengangkat tongkat yang ada di tangannya, dan mengetuk di tanah.
“Ada di sini,” katanya.
Aku melihat ke bawah ke tanah dan dapat melihat sedikit air yang menetes di tempat yang ia ketok. Aku balas menatapnya, dan dia tersenyum dengan senyum ramah yang paling indah yang pernah kulihat.
“Aku datang untuk menunjukkan ini padamu, dan memberimu ini,” katanya sambil menyerahkan tongkatnya padaku.
Aku melihat tongkat itu. Sepertinya tidak ada yang unik atau luar biasa darinya. Itu hanya sebuah tongkat yang lurus setinggi badanku. Tampaknya tongkat itu baru saja dipotong, dan masih ada kulit kayunya, sehingga aku tahu itu belum banyak dipakai, bahkan mungkin belum dipakai sama sekali.
“Ini belum banyak digunakan,” dia mulai berkata. “Tongkat ini dipotong untukmu dari sebuah pohon besar. Jubah yang kau kenakan itu sebagai tanda kasih karunia, tapi tongkat ini kaugunakan sebagai tanda otoritas.”
“Aku tidak pernah berpikir aku akan memiliki salah satu dari ini,” jawab aku. “Bisakah aku menanyakan padamu beberapa pertanyaan tentang itu?”
“Tentu saja,” katanya dengan senyuman yang begitu menarik dan sangat menyenangkan yang hampir membuatku merasa benar-benar nyaman.
“Engkau sangat berbeda dari yang kuperkirakan. Aku tidak mengharapkanmu membawa apapun untukku, tapi jika aku berharap, itu bukanlah untuk kaubawakan tongkat gembala ini. Jika ada sesuatu yang aku merasa gagal total, itu adalah menjadi seorang gembala. Fakta bahwa engkau telah membawakanku ini pastilah mengandung sebuah pesan. Bisakah kau menjelaskannya? ” aku bertanya.
“Kuasa Tuhan menjadi sempurna dalam kelemahan. Kegagalanmu telah mempersiapkan dirimu untuk apa yang menjadi panggilanmu sekarang.”
“Aku adalah orang pertama yang berjalan bersama Tuhan setelah Adam. Semakin aku mencari Dia, semakin Dia menjadi sukacitaku. Kemudian waktu yang aku habiskan bersama-Nya menjadi lebih kuinginkan daripada dengan apa pun di dunia ini. Hanya ingin bersama-Nya yang ada dalam pikiranku siang dan malam. Dia menjadi hidupku. Ini juga yang menjadi kerinduanmu. Itu adalah dasar dari kehidupan seorang gembala. Engkau hanya akan memimpin dan merawat umat-Nya dengan baik jika engkau berjalan dengan Tuhan dan semakin dekat dengan-Nya. Saat engkau berhenti mendekat pada-Nya, engkau akan mulai gagal dalam kepemimpinanmu atas umat-Nya, karena tujuanmu adalah untuk memimpin mereka kepada-Nya. Dia adalah padang rumput hijau mereka. Dia adalah air hidup mereka. Dia adalah kelegaan mereka. Dia adalah hidup mereka,” Henokh menjelaskan.
Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap Henokh. Aku belum pernah melihat orang yang begitu penuh kebahagiaan atau dipenuhi kegembiraan dan cinta. Aku belum pernah melihat senyuman yang membuat dirimu merasa sangat baik, diterima, dan dihargai. Aku tidak berharap kalau Henokh itu seperti ini — ia mungkin orang paling bahagia yang pernah hidup!
Lalu aku melihat dari dekat tongkat yang dia berikan padaku.
“Aku telah terbiasa mengajar dan bernubuat, tetapi aku tidak pernah berpikir aku akan menerima tongkat in, “lanjutku. “Aku tahu kalau aku telah dipanggil untuk memimpin orang dengan cara yang berbeda, seperti aku sekarang memimpin kelompok ini melalui padang gurun ini, tetapi aku tidak pernah melihat diriku sebagai seorang gembala. Aku merasa terhormat tapi merasa kuatir. Aku merasa lebih banyak mengintimidasi orang daripada membuat mereka merasa nyaman.”
“Aku tidak ingin menjadi seperti itu dan tidak menyukainya, tetapi aku tidak tahu bagaimana mengubahnya. Hanya bersamamu beberapa menit ini, menurutku engkau mungkin orang paling hangat yang pernah kutemui. Aku tidak menganggap ini ringan. Aku menganggap itu hadiah yang luar biasa, yang dibutuhkan untuk tugas ini dan sesuatu yang tidak kumiliki.”
“Apa yang kumiliki adalah sukacita dari Tuhan,” lanjut Henokh. “Itu bukan hadiah, tetapi buah. Itu merupakan buah dari berjalan bersama Dia yang adalah keinginan terbesar dari setiap hati manusia. Semakin dekat berjalan bersama-Nya, semakin banyak sukacita yang akan kaumiliki. Sukacita yang kaumiliki di dalam Dia kemudian menjadi suatu sukacita di dalam umat-Nya, dalam ciptaan-Nya, dan dalam segala hal dimana engkau dipanggil dalam Dia.”
“Ini karena engkau mengerjakan-Nya bersama Dia. Semakin dekat dengan Dia akan mengubahmu menjadi sebagaimana Ia menciptakan dirimu. Ketika kau semakin dekat dengan api yang menghanguskan, maka kehangatan api-Nya akan ada di dalam dirimu.”
“Beberapa hari dengan kelompok ini telah membuka sesuatu yang mendalam di diriku,” jawabku.
“Setiap hari aku lebih peduli pada mereka. Sesuatu dalam diriku telah berubah sehingga aku melihatnya secara berbeda daripada yang pernah aku melihat sekelompok orang sebelumnya. Setiap orang adalah harta yang tak ternilai harganya. Aku hanya suka bersama dengan mereka, dan aku makin bersyukur atas tugas ini setiap hari. Aku merindukan gunung, tapi jika Sang Raja adalah menetapkan aku untuk tetap di sini memimpin kelompok-kelompok lain melalui bagian hutan belantara ini berulang kali, aku senang, ” aku menyatakan. “Jika ini yang menjadi sebab aku diberi tongkat ini, aku sangat senang dengan hal itu.”
“Setiap tugas yang diberikan oleh Raja memang seperti itu. Itu adalah saat engkau berjalan bersama Dia dan melakukan pekerjaan-Nya sehingga mata air terdalam dari hatimu terbuka. Meskipun kamu dipanggil sejak semula, bukan sebagai gembala, tetapi engkau akan meninggalkan tempat ini sebagai seorang gembala,” kata Henokh, memegang pundakku dan tersenyum lebih lebar. “Engkau punya pertanyaan lainnya. Silakan bertanya.”
“Air di sini ada di bawah kaki kita? Bisakah aku mendapatkannya seperti yang kaulakukan, melalui mengetuk tanah dengan tongkat ini? ” aku bertanya.
“Ya kamu bisa. Dengan tongkat ini, kau dapat mengetuk ke tanah dan air akan mengalir. Kau bahkan bisa memukul batu, dan air akan mengalir darinya, ”jawabnya.
“Jadi aku tidak harus tinggal di dekat sungai yang mengalir lagi?” tanyaku.
“Engkau harus selalu dekat dengan air kehidupan, dan air itu memang selalu mengalir, tetapi di sini aliran itu tidak tampak di permukaan. Saat kau pergi ke tempat-tempat yang lebih tinggi seperti ini, kau harus sering menggali air hidup. Semakin tinggi kau naik semakin dalam engkau mungkin harus menggali air itu, tetapi aliran-aliran itu akan selalu di dekat kalian. Mereka akan selalu dekat dengan jalan yang kalian lalui, ”tambahnya.
“Jadi, jika aku tetap di jalan yang benar, kita harus selalu menemukan aliran air itu di dekatnya?”
“Iya. Faktanya, mereka berada tepat di bawah kakimu. Jika kau tidak dapat menemukannya di bawah kakimu maka kau tahu bahwa engkau telah menyimpang dari jalanmu.”
“Semakin tinggi kalian menuju, semakin lambat harus berjalan, karena kalian harus menggali air lebih dalam lagi. Ini memang disengaja. Ini adalah tempat visi, dan kalian harus berjalan cukup lambat untuk melihat semuanya hal yang dikehendaki untuk kalian melihatnya.”
“Di tempat-tempat tinggi inilah mereka yang bersamamu harus belajar untuk melihat dan mencari lebih dalam aliran-aliran air kehidupan. Jika mereka tidak dapat menemukan air, maka kau dapat membantu mereka dengan tongkatmu, tetapi jangan terlalu banyak memberikan membantu kepada mereka. Mereka di sini untuk belajar mendalami dan melihat lebih lagi.”
“Apakah Elia masih bersama kita?” aku bertanya
“Kami selalu bersama.”
“Akankah mereka dapat melihatmu dan berbicara denganmu seperti yang dengan Elia?”
“Ya. Kami berdua akan berada begitu dekat dengan kalian sampai kalian mencapai gunung. Kami adalah yang pertama, dan prototipe dari para pembawa pesan yang luar biasa yang akan dilepaskan ke bumi. Adalah kehormatan bagi kami untuk melayani mereka dan mempersiapkan mereka untuk pertempuran terakhir.
“Kemudian seluruh bumi akan dipulihkan ke firdaus sebagaimana ia diciptakan, dan semuanya orang-orang di sini akan mengenal dan melayani Tuhan. Kemudian semua duka dan rasa sakit akan berakhir, dan sukacita Tuhan akan menjadi bagian setiap orang.”
Bersama dengan itu Henokh menyentuh kepalaku seolah-olah memberkati aku, lalu mengangguk dan berjalan pergi. Saat aku melihat dia pergi, aku tidak bisa tidak berpikir dia adalah orang paling bahagia yang pernah hidup. Aku telah bertemu banyak orang orang yang menyenangkan, tapi tidak ada yang seperti dirinya. Dia adalah orang pertama yang menemukan rahasia sukacita sejati — berjalan bersama Tuhan. Ada banyak orang yang memiliki kualitas yang ingin kumiliki, tetapi aku tidak pernah amat sangat menginginkannya seperti sukacita Henokh. Aku belum pernah merasa begitu tertarik pada siapa pun sebelumnya, merasa begitu dekat atau merasa sangat nyaman dengan keberadaan mereka seperti yang kualami dengan Henokh. Hanya sebagian kecil dari kegembiraannya akan membuat setiap hari menjadi indah dan akan membantuku menjadikan hari orang lain lebih baik.
(Bersambung ke Bagian 32)