JALAN (THE PATH) – BAGIAN 33

Oleh : Rick Joyner
(Diterjemahkan dari buku “The Path: Fire on the Mountain”)

BAB TIGA BELAS
GEMBALA (2)

 Lalu aku mendengar suara yang tidak asing di belakangku.
 “Seperti halnya dia, kau pun bisa,” kata Elia.
 “Apakah kau ada di sini selama kami berbicara?” aku bertanya.
 “Aku mengamati.  Kami bekerja bersama, jadi kami selalu dekat.”
 “Aku tidak pernah berpikir Henokh sebagai seorang gembala, atau sebagai seseorang yang begitu penuh sukacita.  Aku sangat berharap untuk mengenalnya lebih baik, ” kataku.
 “Engkau masih harus banyak belajar dari kami berdua, tetapi sukacita yang kaulihat dalam diri Henokh tidak akan datang dari melihat Henokh, tetapi dari cara Henokh mendapatkannya — berjalan bersama Tuhan seperti yang dia lakukan. ”
 Aku ingin mengajukan pertanyaan lain kepada Elia, tetapi ragu-ragu.  Dia mengetahui itu, dan berkata,
 “Silakan tanyakan apa yang ada di hatimu.”
 “Engkau juga berjalan bersama Tuhan, dan kau dipercayakan dengan beberapa bentuk kuasa terbesar yang pernah Ia nyatakan melalui seorang nabi.  Mengapa kamu tidak tampak sesukacita Henokh? ”  tanyaku.
 “Aku tidak keberatan engkau bertanya, dan ini memang penting untuk kaupahami.  Menjadi apa dirimu di bumi akan menjadi siapa dirimu selamanya, yang tentunya tanpa ada lagi kedagingannya.  Jika ada yang menyadari betapa kehidupan mereka di bumi ini berdampak pada kekekalan maka mereka akan mengejar buah Roh lebih dari harta atau prestasi duniawi mana pun.
 “Harta karun terbesar dalam semua ciptaan adalah kasih.  Cinta adalah dasar dari sukacita dan damai sejati, dan merupakan intisari dari penciptaan manusia.  Tuhan adalah kasih, dan jika engkau berjalan dengan Dia sebagaimana kau dipanggil, kasih juga akan menjadi bagianmu.”
 “Aku berjalan di bumi selama masa sulit dan gelap.  Aku berjalan dengan Tuhan dan mencintai-Nya, tapi Aku membiarkan kejahatan manusia menutupi kasih yang seharusnya kutumbuhkan, baik bagi Tuhan maupun orang-orang.  Aku bahkan senang meminta api untuk menghanguskan orang-orang.  Itu memang perlu, tapi sebenarnya tidak perlu bagiku untuk menikmatinya.  Aku seharusnya menangisi mereka.
 
“Yunus memiliki karunia berkhotbah terbesar hingga munculnya Yohanes Pembaptis.  Aku dipercaya dengan kuasa terbesar sejak tampilnya Musa.  Baik Yunus maupun aku tidak mengejar cinta dengan cara yang seharusnya kita lakukan, dengan cara yang harus dilakukan semua orang.  Jika saja aku lebih lagi mengasihi orang, bahkan orang yang harus kuhadapi dan kuhakimi, banyak dari mereka tidak akan binasa, tetapi akan berbalik kepada Tuhan sebagai gantinya.”
 “Tanpa kasih, aku menjadi egois, dan itulah harga yang harus aku bayar sehingga aku tidak mampu menyelesaikan tugasku.  Elisa harus menyelesaikan apa yang harus kulakukan.  Salah satu kesalahan terbesar seorang nabi adalah tidak berusaha sungguh-sungguh untuk mengasihi Tuhan dan mencintai orang lain lebih dari apapun yang lain.”
 Setelah jeda singkat, seolah-olah untuk memastikan bahwa aku memahami pentingnya apa yang ia katakan, Elia melanjutkan, “Mereka yang dikenal sebagai orang-orang hebat di bumi tidak selalu dikenal di surga.  Mereka yang dikenal sebagai yang terhebat di surga adalah mereka yang paling mengasihi.
 “Kejahatan yang dilihat Henokh pada zamannya sama buruknya, dan dalam beberapa hal lebih buruk, daripada kejahatan di zamanku.  Namun ia tetap fokus untuk mencintai Tuhan dan berjalan bersama-Nya.  Karena ini, kepada beberapa orang dari jiwa-jiwa yang paling jahat dan sesat, dia menubuatkan harapan dan visi masa depan.  Dia menubuatkan kedatangan Hari Tuhan, dan awal baru yang mulia untuk seluruh bumi.  Dia adalah seorang manusia yang penuh sukacita dan orang yang penuh dengan pengharapan.”
 “Untuk menjadi nabi di masa-masa ini engkau harus melakukan beberapa hal yang kulakukan.  Kau harus menghadapi orang jahat dan menghakimi mereka.  Kau harus menghadapi guru palsu dan nabi palsu.  Kau harus menghadapi para pemimpin dan otoritas yang jahat.”
 “Untuk melakukan ini sebagaimana engkau dipanggil untuk melakukannya, engkau harus menjadi lebih seperti Henokh daripada seperti aku.  Penghakiman Tuhan adalah disiplin-Nya bagi mereka yang Dia kasihi, dan bahkan penghakiman-Nya yang mengharuskan adanya kehancuran dilakukan dengan cinta, bukan sebagai pembalasan.  Dia tidak pernah bersukacita atas kehancuran, tapi itu terkadang diperlukan untuk memelihara orang-orang yang lainnya.
 “Baik Henokh dan aku adalah teladan para nabi yang akan tampil di zaman ini, tetapi kami adalah model secara bersama-sama.  Jika engkau tumbuh dalam kasih seperti yang dilakukan Henokh, dengan berjalan bersama Tuhan, engkau akan mewujudnyatakan sukacita dan damai sejahtera Tuhan yang akan menjauhkan banyak orang dari kejahatan mereka;  tidak akan perlu ada banyak kehancuran.”
 “Aku tidak bermaksud untuk tidak sopan, tetapi karena aku telah membaca kehidupanmu berkali-kali, aku pernah bertanya-tanya apakah beberapa hal yang kaulakukan dapat dilakukan secara berbeda, dan mungkin hasilnya akan berbeda, ” kataku.
 “Kepada Henokh telah diperlihatkan tentang para pembawa pesan yang luar biasa yang akan datang di hari-hari terakhir.  Kepadaku tidak.  Dia diberi kehormatan untuk menubuatkan mereka karena dalam karakter mereka akan lebih mirip dengan dia daripada denganku, tetapi mereka akan melakukan semua yang aku lakukan dan lebih lagi.”
 Bersama itu, Elia pergi ke arah yang sama dengan Henokh.  Hampir terlalu banyak yang harus kucerna.
 Saat aku melihat tongkat itu, aku merasakan hubungan dengan Henokh.  Aku ingin mengasihi orang-orang dan melepaskan mereka ke dalam sukacita Tuhan yang dimilikinya.  Aku juga tersadar dengan pernyataan Elia bahwa kita sekarang membentuk karakter yang akan kita miliki untuk kekekalan.  Ini memberi lebih banyak lagi hal-hal penting untuk dilakukan setiap hari.  Aku tidak pernah ingin melewatkan kesempatan lain untuk tumbuh di buah Roh..
 
Aku berpikir tentang apa yang Yakobus telah tulis tentang bagaimana kita harus menganggap semua hal sebagai kebahagiaan saat kita menghadapi cobaan karena ujian iman kita lebih berharga daripada emas.”
“Itu jauh lebih berharga,”pikirku.  “Bagaimana bisa sesuatu yang akan bertahan selamanya dibandingkan dengan harta atau pencapaian duniawi?”
 Saat aku berjalan kembali ke kamp, aku berdoa dan memohon kepada Tuhan untuk membantu aku mengingat betapa pentingnya hal ini dan meminta urapan untuk dapat menyampaikannya kepada yang lain.  Aku sangat ingin mereka semua bertemu Henokh dan mengalami apa yang aku alami.
 Ketika aku cukup dekat untuk melihat kelompok kecil itu, aku memikirkan bagaimana beberapa menit sebelumnya aku hampir putus asa.  Aku putus asa karena aku menganggap diriku sebagai pemimpin yang buruk, berpikir bahwa aku telah memimpin orang-orang dalam pengawasanku menjauh dari aliran air hidup.  Sekarang aku merasa bahwa seluruh perjalanan di padang gurun sungguh luar biasa tak terlukiskan, dan aku benar-benar bisa menjadi seorang gembala bagi mereka yang kubantu untuk melewatinya.
 
Ketika aku masuk ke kamp, semua orang terjaga, bersiaga, dan mereka semua tertawa.
 “Ada apa?”  tanyaku.
 “Para penjaga menemukan air,” jawab William.  “Itu tepat di bawah kaki kami.  Ini, James, yang berkata bahwa dia merasa kami berada di jalan yang benar, jadi airnya seharusnya berada dekat sini;  dan jika tidak di atas tanah, maka itu pastilah tepat di bawah kita.  Dia mulai menggali dan tidak perlu menggali begitu  dalam sebelum akhirnya airnya meluap keluar.”
 “James, itulah jenis hikmat dan kepekaan yang kita butuhkan dari penjaga kita,” aku berkata, sambil membungkuk untuk minum dari sungai kecil yang sekarang mengalir di tengah-tengah kamp.
 “Di mana kau tadi?”  Mary bertanya.
 “Aku ada pertemuan,” jawabku, memperhatikan bahwa Mark menatapku dengan saksama.
 “Apa yang kamu pikirkan, Mark?”  aku bertanya.
 “Aku diberitahu tadi malam bahwa engkau akan memiliki pesan untuk kami hari ini yang akan membimbing kami di sepanjang sisa hidup kami.  Aku juga dapat melihat bahwa kepadamu telah diberi sebuah tongkat gembala.  Bisakah kau memberi tahu kami sekarang apa pesannya? ”  Mark menjawab.
 “Aku bisa.  Aku punya sesuatu untuk diberitahukan kepada kalian yang dapat membantu membimbing kalian sepanjang sisa hidup kalian,” aku memulai.
(Bersambung ke BAB EMPAT BELAS)
SERI THE PATH: FIRE ON THE MOUNTAIN BY RICK JOYNER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *