JALUR YANG TEPAT

Oleh : Rick Joyner
(diterjemahkan oleh: Peter B)
Selanjutnya kita akan membahas Wahyu 18: 11-20, yang berlanjut dengan nubuat tentang Babel dan bagaimana kita seharusnya menyikapi sistem ini:
Dan pedagang-pedagang di bumi menangis dan berkabung karena dia, sebab tidak ada orang lagi yang membeli barang-barang mereka,
yaitu barang-barang dagangan dari emas dan perak, permata dan mutiara, dari lenan halus dan kain ungu, dari sutera dan kain kirmizi, pelbagai jenis barang dari kayu yang harum baunya, pelbagai jenis barang dari gading, pelbagai jenis barang dari kayu yang mahal, dari tembaga, besi dan pualam,
kulit manis dan rempah-rempah, wangi-wangian, mur dan kemenyan, anggur, minyak, tepung halus dan gandum, lembu sapi, domba, kuda dan kereta, budak dan bahkan nyawa manusia.
Dan mereka akan berkata: “Sudah lenyap buah-buahan yang diingini hatimu, dan segala yang mewah dan indah telah hilang dari padamu, dan tidak akan ditemukan lagi.”
Mereka yang memperdagangkan barang-barang itu, yang telah menjadi kaya oleh dia, akan berdiri jauh-jauh karena takut akan siksaannya, dan sambil menangis dan meratap,
mereka berkata: “Celaka, celaka, kota besar, yang berpakaian lenan halus, dan kain ungu dan kain kirmizi, dan yang dihiasi dengan emas, dan permata dan mutiara, sebab dalam satu jam saja kekayaan sebanyak itu sudah binasa.”
Dan setiap nakhoda dan pelayar dan anak-anak kapal dan semua orang yang mata pencahariannya di laut, berdiri jauh-jauh,
dan berseru, ketika mereka melihat asap api yang membakarnya, katanya: “Kota manakah yang sama dengan kota besar ini?”
Dan mereka menghamburkan debu ke atas kepala mereka dan berseru, sambil menangis dan meratap, katanya: “Celaka, celaka, kota besar, yang olehnya semua orang, yang mempunyai kapal di laut, telah menjadi kaya oleh barangnya yang mahal, sebab dalam satu jam saja ia sudah binasa.
Bersukacitalah atas dia, hai sorga, dan kamu, hai orang-orang kudus, rasul-rasul dan nabi-nabi, karena Allah telah menjatuhkan hukuman atas dia karena kamu.”
~ Wahyu 18:11-20 (TB)
Teks ini terutama berfokus pada karakter gereja palsu sebagai sumber utama perdagangan. Selama Abad Pertengahan, gereja bukan hanya sumber yang besar dari perdagangan, tetapi bahkan merupakan sumber utamanya. Ada sumber yang lain, tetapi sejauh ini, gereja adalah yang terbesar. Tidak ada yang salah dengan perdagangan, tetapi itu adalah sesuatu yang Tuhan tolak untuk rumah Bapa-Nya. Ini mungkin karena betapa mudahnya hal itu merusak kemurnian rohani yang diharapkan atas rumah doa-Nya.
         Dua pilar bait suci yang dibangun Salomo diberi nama dari nama seorang imam dan seorang pengusaha/pebisnis. Oleh karena itu, bisnis dimaksudkan untuk menjadi pilar di bait Tuhan karena merupakan bentuk pertukaran mendasar dari manusia. Namun, adalah satu hal untuk menyukai dan mempromosikan perdagangan yang adil, dan adalah hal lain dalam hal mengubah gereja menjadi bisnis.
Melakukan hal ini akan mendatangkan banyak motif yang berbeda atas tujuan kudus gereja, yang dapat mengarah pada penyembahan berhala. Ingatlah bahwa uang adalah berhala utama dari hati manusia. Berhala adalah apa yang kita cintai lebih dari Tuhan dan apa yang kita percaya lebih dari pada Tuhan.

         Korupsi yang dialami gereja pada Abad Pertengahan terjadi ketika gereja itu dijadikan gereja negara dan kepadanya diberikan kekuasaan politiknya yang juga sama besarnya.
Gereja dimaksudkan memiliki pengaruh kenabian terhadap pemerintah, budaya, dan perdagangan, tetapi gereja kehilangan otoritas kenabiannya di tataran ini ketika menjadi bagian dari mereka. Lebih buruk lagi, ia menarik ke dalam kepemimpinannya orang-orang korup yang ingin menggunakan gereja untuk menghasilkan uang atau mempromosikan ambisi politik mereka.
         Sumber-sumber korupsi dan kompromi ini begitu merusak sehingga itu semua dengan cepat mengubah gereja menjadi kebalikan dari panggilan yang seharusnya. Misteri Babel ini disebut pelacur karena dia punya banyak pasangan. Para pelacur memberikan diri mereka untuk keuntungan, bukannya cinta. Dan itulah gereja palsu. Ada lebih banyak lagi disebutkan dalam Wahyu tentang korupsi dari gereja palsu ini, tetapi apa yang harus kita lakukan untuk mencegah gereja kita hari ini menjadi “rumah untuk berjualan barang dagangan?”
Sebagai orang yang menulis dan menjual buku, saya telah mempertimbangkan masalah ini secara mendalam selama lebih dari tiga puluh tahun. Saya tidak mengklaim memiliki semua jawaban, tetapi saya rasa saya telah belajar beberapa dari pengalaman-pengalaman itu.
Pertama, saya menganggap berbahaya untuk menggunakan gereja sebagai sebuah pasar.
Tentu saja, hampir semua yang kita lakukan bisa berbahaya, tetapi ini harus menjadi peringatan kita untuk berhati-hati. Apakah produk yang kita jual di toko-toko buku gereja kita, secara rohani bermanfaat bagi orang-orang, atau apakah kita hanya berusaha memperoleh uang?
         Saya juga harus menyelidiki hati saya terkait hal-hal seperti konferensi, atau gereja-gereja dimana saya setuju untuk menjadi pembicaranya. Saya memeriksa motif saya untuk melihat apakah saya menerima pelayanan itu karena potensial memperoleh pendapatan atau karena Tuhan mengutus saya. Saya tidak pernah meminta (materi) apa pun sebagai pembicara, dan saya tidak mengundang mereka yang berbicara di konferensi atau gereja kami yang menuntut suatu jumlah tertentu pada kami. Kami memahami dengan baik biaya yang mereka keluarkan dan ingin memberkati mereka dengan murah hati, tetapi itu adalah suatu bagian yang dituntut oleh Tuhan yang akan membedakan utusan atau hamba sejati dari orang-orang bayaran.
         Ada hal-hal lain yang kita lakukan untuk melawan kecenderungan menjadikan rumah Tuhan sebagai rumah barang dagangan. Saya tidak mengklaim bahwa kami melakukan ini dengan sempurna, tetapi kami tahu betapa pentingnya hal ini. Ketika saya memulai MorningStar Publications, kami tidak menerima uang untuk buku-buku kami, tetapi malah membagikannya secara gratis kepada orang-orang. Kemudian Tuhan berkata bahwa Ia tidak menyuruh saya melakukan ini, tetapi roh agamawi yang melakukannya. Tuhan menyuruh saya untuk memeriksa dampak dari memberikan buku-buku itu. Setelah diselidiki, saya menemukan bahwa hanya sekitar 10% saja yang membaca buku yang kami berikan.
Ketika kami mulai menetapkan harga yang pantas untuk mereka, ini berbalik — sekitar 90% dari apa yang dibeli dibaca. Namun, prinsip penatalayanan yang baik mendesak saya untuk menjualnya dengan harga sederhana, sekaligus kami tetap memberikannya kepada siapa saja yang tidak mampu membayarnya.
         Sekali lagi, ada parit di kedua sisi jalan kehidupan. Legalisme bukanlah jawaban atas keadaan melanggar hukum. Kita bisa bereaksi berlebihan dan jatuh ke selokan di sisi lain. Saya telah pernah jatuh di kedua sisi masalah ini. Mungkin akan lebih mudah jika Tuhan memberi kita petunjuk yang lebih jelas dalam Firman-Nya, tetapi Dia tidak melakukan ini karena suatu alasan. Tuhan tidak memberi kita panduan yang jelas tentang banyak masalah penting karena Dia ingin kita mengikuti Roh-Nya dan melakukan apa yang kita lakukan dari hati.
         Sekarang perhatikan bahwa Yesus tidak membalikkan meja-meja penukar uang di bait suci karena mereka adalah penukar uang, tetapi lebih karena mereka ada dan melalukannya di bait suci.
Ada indikasi bahwa hal ini telah menjadi keserakahan dan berkembang untuk mengambil keuntungan dari para peziarah. Mereka mulai di luar, tetapi kemudian mereka pindah ke dalam dan mengambil lebih banyak ruang yang dimaksudkan untuk pelayanan.
Bait suci membutuhkan penukaran uang karena begitu banyak yang datang dari negeri asing untuk beribadah. Mereka juga membutuhkan orang-orang yang menjual hewan kurban karena para peziarah tidak bisa membawa binatang-binatang ini bersama mereka. Namun, para pedagang harus tinggal di luar dari tempat yang disediakan untuk melayani. Mereka juga perlu menjadi pedagang yang adil (tidak menipu dan memberikan harga yang pantas) jika mereka akan memasarkan kepada jemaat.
Ini semua adalah garis rohani dan moral, yang dapat menjadi sesuatu yang paling sulit bagi kita untuk tetap berada di jalur yang benar dan menghindari ekstrem. Kita tidak boleh mencoba berjalan atau berada dekat dengan hal-hal terkait perdagangan ini kecuali kita dipanggil oleh Tuhan masuk di dalamnya, dan itu pun kemudian harus kita lakukan dengan penuh kehati-hatian dan kewaspadaan. Kita harus mencari tahu dan memahami kehancuran yang dibawa ke dalam gereja sebagaimana yang terjadi di gereja-gereja di masa lalu karena masalah ini. Itulah mengapa hal-hal ini dibahas di dalam Wahyu.
Diterjemahkan secara bebas dari :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *