“JANGANLAH KAMU BODOH….” (Efesus 5:17)

Pesan pengajaran untuk 2017
Bagian 1
Oleh: Bpk. Peter B, MA
Meskipun selalu akan disangkal, tidak sedikit, khususnya hari-hari ini di Indonesia, orang-orang yang ternyata memilih tinggal dalam kebodohan. Informasi yang hampir tak terbatas ternyata tidak membuat orang semakin pandai apalagi berhikmat. Menjadi bodoh ternyata adalah pilihan. Ketika dilahirkan dan masih kanak-kanak, kebodohan adalah sesuatu yang masih dapat dianggap wajar. Itulah sebabnya setiap anak yang bertumbuh harus belajar setiap harinya. Melalui orang tua, melalui sekitarnya, melalui sekolah formal. Akan tetapi, ketika usia beranjak dewasa, meninggalkan masa remaja lalu memasuki usia dewasa maka seharusnya ada perkembangan dan kemajuan dalam cara berpikir dan menimbang segala sesuatu. Nyatanya, dalam usia produktif ada begitu banyak orang yang menyerahkan pikirannya untuk dikuasai kebodohan. Jangankan mengenal Tuhan dan firman-Nya sejati, akal sehat pun mereka lawan. Ukuran-ukuran moral, keadilan, penghargaan kepada peradaban dan hak-hak asasi manusia yang telah dipikirkan serta dirumuskan beratus-ratus tahun demi kebaikan kehidupan manusia di bumi kini dipertanyakan ulang oleh orang-orang yang memegang prinsip-prinsip -entah itu diakui berasal dari agama atau ideologi tertentu- yang jika direnungkan sama sekali tidak menunjukkan keselarasan, kesejajaran apalagi keadilan di tengah-tengah kehidupan sosial bermasyarakat yang ada. 
Orang-orang ini menganggap diri mereka yang paling benar dan tahu apa yang baik, tepat dan adil. Padahal jika didalami lebih seksama, ide dan pandangan mereka bahkan berujung pada sikap merendahkan manusia tak lebih tinggi dari hewan. Dunia binatang hanya mengenal kawanan mereka sendiri. Mereka berjuang bertahan hidup melalui seleksi alam. Yang kuat adalah yang benar dan menentukan nasib yang lain yang lebih lemah. Bukannya meningkat dalam standar moral kehidupan, mereka yang memilih kebodohan senang tinggal dalam kebiadaban dan berbagai keburukan sifat manusia.
Adakah oknum di dunia ini yang menyukai kebodohan? Tentu tidak.
Adakah yang bangga ketika anaknya, saudaranya, keluarganya, kaum atau sukunya hingga bangsanya sendiri dikenal sebagai orang-orang yang bodoh? Tentu tidak.
Adakah yang menerima disebut dirinya bodoh? Lagi-lagi tidak. 
Lalu mengapa ada tindakan dan perbuatan yang melawan akal dan jelas-jelas merupakan kebodohan dipandang dari nilai-nilai kehidupan yang adil? Jawaban yang mungkin untuk ini ialah banyak yang tidak tahu bahwa apa yang mereka percayai dan lakukan adalah kebodohan. Dan ini semakin fatal ketika hal-hal yang diserap pikiran orang sebagai kebodohan lalu dihubungkan dengan agama atau yang berhubungan dengan yang ilahi. 
Ketika suatu pemahaman diberikan atas nama ilmu atau berita sehari-hari, kita jauh lebih mudah mengambil sikap menyangsikannya lebih dahulu. “Itu masih perlu diuji”, demikian orang meresponnya. “Sebaiknya kita dengar kabar dari sumber yang lain sebelum percaya,” begitu kita menyikapi berita yang sampai di telinga kita.
Namun, menyikapi suatu informasi yang diembel-embeli kata “rohani” atau “dari pendeta, ulama atau pemimpin rohani terkenal dan mempunyai otoritas (entah karena lembaga atau karena pengikutnya yang masif)” atau disebarkan dengan awalan “Tuhan berbicara pada saya” atau “saya mendengar malaikat bahkan Tuhan sendiri bicara di telinga saya” -semuanya membuat kita kesulitan untuk mempertanyakannya. Budaya ketimuran yang penuh penghargaan pada otoritas ditambah cara komunikasi yang tidak to the point dan lebih memendam pendapat atau perasaan kita membuat apa yang terasa mengganjal, ganjil atau sepertinya belum jelas cenderung diterima begitu saja. Lebih-lebih ketika atas semua informasi itu diselipkan pesan bahwa mempertanyakan hal itu dapat berakibat fatal. Itu akan dianggap kurang ajar. Tidak tunduk pada otoritas. Pemberontak. Melawan orang yang diurapi Tuhan. Sombong rohani. Dan semua predikat negatif lain yang mungkin saja memang merupakan sifat beberapa pribadi yang mengeraskan hati dan suka melawan.
Sayangnya, tanpa benar-benar disadari ini lalu turut membungkam pencari-pencari kebenaran sejati, yang rindu membedakan kehendak Tuhan dan ingin lebih lagi hidup dalam kebenaran sejati. Akibatnya, ajaran-ajaran atau nubuatan-nubuatan tidak teruji. Semuanya mengklaim sebagai nubuat yang benar dan berasal dari Tuhan padahal jika diteliti semuanya itu tidak mungkin saling melengkapi karena pandangan dan arah isi pesan-pesan tersebut berbeda atau seringkali bertolak belakang. Akibatnya, jemaat juga para pemimpin rohani yang mengikuti prinsip kesantunan dan kesopanan adat ketimuran ini jatuh pada kebodohan yang lebih dalam. Semua nubuatan diterima sebagai dari Tuhan dan berusaha disatukan. Yang tentu saja ini tidak akan berhasil selain hanya membawa mereka pada lorong-lorong labirin tak berujung yang membingungkan sampai mereka menyadari bahwa mereka harus meneliti dan menguji lebih dalam lagi untuk mengetahui mana yang benar-benar berasal dari Tuhan.
Jika membedakan mana yang benar dan salah telah menjadi sulit, bagaimana kita akan membedakan mana yang benar dan hampir benar? Yang sejati dan yang tiruan dari yang asli? Yang murni dengan yang kelihatan murni? Yang benar-benar dari Tuhan atau yang sepertinya dari Tuhan namun bukan? Yang benar-benar didasarkan ajaran Alkitab yang sehat dan mana yang hanya otak-atik pikiran manusia?
Kita yang menyebut diri Kristen dan mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tidak hanya dipanggil untuk percaya lalu hidup dengan cara kita sendiri dan mengikuti kehendak kita sendiri yang telah kita pikir benar. Tuhan memang memberikan akal budi pada kita. Namun sadarkah jika akal budi atau pikiran kita perlu selalu dibaharui? (Tim. 12:2; Ef. 4:23; Kol. 3:10). Dan tahukah Anda bahwa kita dipanggil bukan hanya untuk sekedar menjalani hidup di dunia ini sampai umur kita genap selalu pindah berkediaman di sorga? Percaya kepada Yesus lebih dari sekedar itu.
Kita dipanggil untuk mengerjakan keselamatan :
Filipi 2:12 Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,
Untuk hidup dalam takut akan Dia :
1 Petrus 1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
Untuk mengikuti jejak Kristus dan hidup sama seperti Dia hidup
1 Petrus 2:21 Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, SUPAYA KAMU MENGIKUTI JEJAK-NYA.
1 Yohanes 2:6 Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia WAJIB HIDUP SAMA SEPERTI KRISTUS TELAH HIDUP.
Bahkan untuk MENGIKUT DIA KEMANAPUN DIA PERGI
Lukas 9:23 Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”
Tuhan tidak sekedar mencari orang yang percaya. Ia mencari orang yang mau mempercayakan hidup di tangan-Nya.
Tuhan tidak hanya merindukan orang menyembah secara seremonial di tempat ibadah. Ia mencari mereka yang hidupnya memperagakan suatu penyembahan, ketaatan dan penundukan pada hukum-hukum dan kedaulatan-Nya.
Tuhan tidak cukup dengan menemukan orang-orang yang merasa rohani dengan menjadi Kristen, aktif di pelayanan gereja atau memberikan sumbangan untuk kebutuhan pelayanan. Ia ingin menemukan orang-orang yang mencari tahu sepenuh-penuhnya kehendak Tuhan dalam hidup mereka. Lalu menyerahkan diri pada rencana dan kehendak Tuhan itu sepanjang umurnya.
Kristus mencari orang-orang yang mau mengikut Dia kemanapun Dia bergerak, berada dan menuju. Dia sudah merancang setiap kita untuk tujuan itu. Yaitu untuk menerima pimpinan, tugas dan amanat sebagaimana Dia menuntun kita ke tempat yang ditunjukkan-Nya dan untuk melakukan tugas panggilan yang diberikan-Nya pada kita.
Mengikut Tuhan itu serupa mengikut tiang awan dan tiang api. Jika tiang-tiang itu bergerak, maka barulah umat Tuhan bergerak. Jika tiang itu berhenti maka kitapun harus berdiam diri. Pada zaman Musa itu relatif lebih mudah secara fisik sebab tiang-tiang itu terlihat mata jasmani. Meski begitu, merelakan dan mendisiplin diri mengikuti pimpinan Tuhan masih merupakan pergumulan besar hingga ribuan tahun kemudian. 
Hari ini, tiang awan dan tiap api itu adalah Roh Kudus, yang juga adalah Roh Kristus sendiri, telah diberikan sebagai penuntun hidup kita. Itu sebabnya kita diperintahkan supaya : “Berjalanlah kamu dengan Roh, niscaya kehendak tabiat duniawi tiada akan kamu genapkan” (Gal. 5:16, TL). Hanya dengan tepat mengikuti pimpinan Roh Kudus saja maka kita pun menjadi pengikut Kristus. Sebab Roh Kudus akan selalu menuntun dan membawa kita pada Kristus, Sang Kebenaran itu sendiri (Yoh. 15:26).
Dan sejauh mana kita mengenali pimpinan-Nya, maka sejauh itu pula kita akan masuk dalam kepenuhan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Kegagalan kita mengikuti pimpinan-Nya mengakibatkan kita mempraktekkan perbuatan-perbuatan yang duniawi, jauh dari sifat dan kehendak Tuhan. Kita akan kembali tinggal dalam kebodohan. Melakukan hal-hal bodoh seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah seberapapun kita mengklaim diri kita sedang melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah. 
“YANG HAMPIR BENAR”
Peristiwa jatuhnya manusia dalam dosa pertama kalinya di taman Eden memberitahukan kita bahwa manusia merupakan makhluk yang lemah dan terbuka terhadap tipuan. Kejadian pasal 3 memberikan beberapa gambaran penting bagaimana manusia akhirnya percaya pada perkataan iblis daripada perintah Allah. Bagaimana mungkin Adam dan Hawa yang begitu intim dan telah menjalani hari-hari mereka begitu lama dengan Allah akhirnya lebih memilih percaya pada perkataan setan? 
Iblis memberitahu Hawa, “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 3:4-5). Walaupun sebelumnya Hawa percaya bahwa jika ia makan buah pohon terlarang itu ia akan mati namun percakapan yang berlanjut dari waktu ke waktu disertai bujukan demi bujukan membuat Hawa terpikat. Hawa mengambil lalu memakannya bersama dengan suaminya (yang rupanya terbujuk oleh istrinya):
Kejadian 3:6 Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.
Hasutan iblis masuk ke dalam pikiran Hawa dan ajakan Hawa (yang keliru) mempengaruhi Adam. Padahal nyata-nyata mereka tahu bahwa itu melanggar perintah Tuhan. Iblis berhasil memunculkan keinginan-keinginan tidak kudus dalam diri manusia-manusia pertama itu. Yaitu mereka akan menjadi lebih baik, lebih pandai, lebih berhikmat, bahkan abadi di luar Allah dan tanpa Allah. Iblis telah meyakinkan mereka bahwa Allah berdusta dan dia yang benar. Bahwa Allah punya agenda-agenda egois dan rasa tidak aman sehingga perlu menyembunyikan sesuatu dari manusia. Si jahat telah memfitnah Tuhan dan ia berhasil. Manusia percaya akan kebohongan iblis dan membuktikannya dengan melanggar satu-satunya larangan yang diberikan Tuhan pada mereka waktu itu. Adam dan Hawa telah percaya pada dusta dan bukan perkataan Allah. 
Seandainya mereka mau memahami apa maksud Allah, mencari tahu mengapa mereka dilarang makan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu sehingga mereka memahami makna perintah Tuhan itu secara mendalam sesungguhnya sukar bagi iblis untuk melancarkan kebohongannya. Dan demikianlah cara iblis hingga kini, beribu tahun kemudian. Oknum jahat ini membuat manusia tertipu dengan cara entah membuat manusia tidak tahu hukum atau perintah Tuhan ATAU bagi yang tahu pesan firman dibuatnya mereka meragukannya bahkan mencurigai Allah ATAU bahkan dengan cara yang lebih halus lagi menyesatkan manusia dengan berbagai-bagai dusta dimana penguasa kegelapan ini menggunakan berbagai cara supaya orang lebih percaya kepadanya daripada Tuhan.
Salah satu cara paling ampuh untuk menipu manusia adalah dengan membuat manusia berpikir ulang akan apa yang benar dengan cara menyodorkan pemikiran-pemikiran yang keliru (seperti dalam kisah jatuhnya Adam dan Hawa) atau jika itu tidak berhasil, ia akan menyampaikan sesuatu yang mirip bahkan jika mungkin sangat mirip dengan kebenaran. Itulah sesuatu YANG HAMPIR BENAR atau YANG SEPERTINYA BENAR.
Perbedaan antara apa yang benar dengan yang sepertinya benar dapat menghasilkan respon yang sama dalam diri manusia. Sebagai makhluk yang memiliki emosi maka emosi kerap menjadi tanda awal respon kita terhadap sesuatu. Dari emosi ini pula kita dapat melihat bahwa respon yang sama terjadi saat kita menangkap sesuatu entah itu yang benar atau yang hampir benar. Contohnya seperti menonton sebuah film. Percintaan, hantu, peristiwa alam, adegan seru maupun cerita yang disampaikan -kita tahu- bahwa itu sama sekali tidak benar-benar terjadi. Itu hanya sepertinya benar namun bukan sesuatu yang sesungguhnya. Bagaimana respon kita? Tidak sedikit yang tergoncang emosi bahkan pikirannya oleh apa yang ditampilkan film-film tersebut. Malah terkadang seseorang begitu tersentuh dengan penderitaan tokoh di suatu film sedangkan terhadap realitas di sekitarnya hatinya penuh curiga dan apatis!
Emosi kita tidak mampu membedakan mana yang benar dan hampir benar. Sesuatu yang membekaskan kesan yang kuat bisa membuat kita bertindak tanpa pikir panjang setelah gejolak emosi yang sangat kuat membuat kita meyakininya sebagai suatu kebenaran. Emosi tidak menguji atau berpikir secara sehat. Ia hanya merasa dan menuntut tindakan segera. Permainan emosi dalam pengajaran atau penyebaran agama bisa membuat orang seolah mengambil keputusan untuk bertobat atau -yang lebih absurd- mengorbankan diri sebagai pelaku bom bunuh diri. 
Untuk membedakan mana yang benar dan hampir benar tidak bisa diukur oleh emosi belaka. Apalagi emosi yang dibangkitkan terhubung dengan keinginan-keinginan kita yang egois dan sangat mementingkan diri. Sebagai contoh, ajaran mengenai kehidupan penuh kelimpahan berkat-berkat jasmani atau hidup sukses secara duniawi akan cepat diterima jika disampaikan dengan berbagai kesaksian dan kisah-kisah menakjubkan yang membangkitkan emosi pendengarnya. Ditambah dukungan argumentasi pengkhotbahnya, ayat-ayat yang diangkat dan ditafsirkan mendukung pandangan tersebut serta disampaikan oleh tokoh rohani yang dipandang sukses dalam pelayanan makin menancapkan pesan itu di pikiran orang-orang. Dan Itu akan segera dipegang sebagai suatu pengajaran yang benar saat hati pendengarnya menginginkan hidup yang mudah dan berlimpah uang dan kesenangan selama di dunia. 
Pertanyaannya, apakah dengan semua faktor di atas lalu pengajaran tentang kemakmuran hidup jasmani melalui percaya Yesus sudah dapat dianggap sebagai suatu kebenaran? Belum tentu!
Kita harus mengenal pribadi Tuhan serta jalan-jalan-Nya untuk memastikan setiap apa yang disampaikan dan diajarkan kepada kita benar-benar berasal dari pikiran dan hati-Nya -mengingat risiko penyesatan yang sangat halus oleh iblis yang selalu bermaksud menipu kita.
Teladan menghadapi tipuan iblis yang begitu halus dan berkemenangan atasnya ialah dari Yesus Kistus sendiri. Setelah berpuasa 40 hari 40 malam, Yesus dicobai di padang gurun. Dari tiga pencobaan yang Yesus terima, satu serupa dengan pencobaan iblis kepada Hawa. Dua yang lainnya merupakan pencobaan yang memerlukan kemampuan membedakan yang benar dan hampir benar. 
Yang satu dalam Lukas 4:5-6, 
“Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia.
Kata Iblis kepada-Nya: “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki.”
Iblis mencoba membangkitkan hawa nafsu manusiawi Yesus dengan menawarkan segala kebebasan semu pada Yesus -seperti iblis menawarkan pengertian dan keabadian pada Hawa.
Dua lainnya ialah :
“Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar.
Lalu berkatalah Iblis kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti.”
Lalu… 
“Kemudian ia membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah,
sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau,
dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.” (Luk. 4:2-3, 9-11)
                               
Pencobaan yang pertama. Bujukan iblis supaya Yesus mengubah batu menjadi roti didasarkan pada kondisi Yesus yang lapar dan belum ada makanan di sana. Iblis berusaha membuat Yesus berpikir bahwa KARENA YESUS ANAK ALLAH, MAKA SEHARUSNYA SAH DAN BERHAK MEMINTA ATAU BAHKAN MENGADAKAN MUJIZAT, lebih-lebih jika kondisinya sedang sangat memerlukan.
Sepertinya tidak asing di masa kini dimana di mimbar-mimbar gereja kita diajarkan supaya kita berlomba mengharapkan mujizat khususnya di saat krisis ekonomi maupun kondisi tahun 2017 yang dinubuatkan akan banyak mengalami kegoncangan karena disebut-sebut sebagai Tahun Pedang itu. 
Dan bukankah kita anak-anak Allah yang diberi otoritas untuk mengadakan bahkan menuai mujizat? Sayangnya itu tidak benar. Itu hampir benar tetapi itu tidak benar. Apa buktinya? Buktinya ialah YESUS TIDAK MELAKUKAN APA YANG DISARANKAN IBLIS ITU! Itu permainan pikiran dari iblis saja sesungguhnya. Yesus malah memberikan jawaban, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja” (Luk. 4:4).
Jawaban Yesus tidak berarti Dia menentang mujizat atau tidak percaya mujizat bisa terjadi. Bukankah setelah itu justru Dia banyak mengadakan mujizat? Tidakkah Dia yang melipatgandakan roti untuk memberi makan lima ribu orang? Dan seandainya Ia menggunakan kemampuannya mengadakan dan menggandakan sesuatu maka Ia tidak akan hidup miskin? Tetapi, jawaban Yesus bermaksud menelanjangi pemikiran menyesatkan dari iblis yang hampir benar tetapi tidak benar itu.
YANG HAMPIR BENAR ialah bahwa anak Allah punya otoritas untuk mengadakan perkara-perkara besar atau tanda-tanda dan mujizat dalam hidupnya. Itu sebabnya harapkanlah mujizat. Dalam berbagai bidang kehidupan kita: dalam keuangan, kesembuhan, kelancaran usaha, kehidupan yang nyaman dan selalu baik kondisinya. Tidak ada penyakit, kemiskinan atau penderitaan menimpa mereka yang percaya Yesus. 
TETAPI YANG BENAR ialah seperti apa yang Yesus katakan. Berdasar pada firman dalam Taurat, Yesus berkata bahwa manusia hidup bukan hanya oleh roti tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Mat. 4:4). Yang artinya bahwa kebutuhan jasmani BUKANLAH YANG TERUTAMA SAMPAI-SAMPAI HARUS MENGGUNAKAN (atau tepatnya menyalahgunakan) KUASA ALLAH DEMI MEMENUHI TUJUAN DAN KEPENTINGAN-KEPENTINGAN DIRI SENDIRI WALAUPUN TAMPAKNYA BAIK DAN PERLU. Ada suatu kebenaran penting di sini yaitu bahwa kuasa dan otoritas dari Tuhan sebagai anak-anak-Nya haruslah kita pergunakan sesuai kehendak dan petunjuk-Nya, sesuai perintah yang keluar dari mulut-Nya sendiri. Dan bahwa kuasa sabda Allah saja yang menopang hidup kita dan menjadikan hidup ini hidup yang sejati. Firman-Nyalah yang harus kita cari dan temukan sebagai kelangsungan hidup kita di dunia ini. Jauh melebihi kebutuhan-kebutuhan hidup jasmani yang pokok sekalipun! (Mat. 6:33)
Selanjutnya iblis menggunakan tipu muslihat yang jauh lebih halus untuk menjebak Yesus. Kali ini ia menggunakan firman tertulis seperti yang Yesus gunakan menjawab dia. Iblis menantang Yesus menjatuhkan diri dari bubungan (bagian/puncak tertinggi) bait Allah dan mengajak Yesus mengklaim firman berkat perlindungan sebagaimana ditulis dalam Mazmur 91:11-12 bahwa Tuhan di sorga akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya melindungi Yesus, menatang-Nya dan tidak akan membiarkan kaki-Nya terantuk. Yesus dicobai untuk “bertindak berdasarkan firman Tuhan”! Adakah pencobaan yang lebih menyesatkan daripada dorongan untuk kita bertindak atas dasar firman dan janji Tuhan????
Bukankah tidak juga terdengar asing hari ini apabila jemaat didorong melakukan klaim atas janji firman Tuhan atau melakukan berbagai deklarasi yang menyatakan bahwa segala berkat-berkat dan kekayaan yang berlimpah-limpah atau apapun yang diinginkan yang telah disuratkan dalam Alkitab akan diberikan dan menjadi milik kita? Seringkali demi memenuhi cita-cita atau target-target penghidupan pribadi atau demi terwujudnya pelayanan yang semakin besar secara tampak luar, semuanya dinaikkan di hadapan Tuhan atas dasar bahwa kita anak-anak Bapa yang memiliki jaminan dari firman Tuhan. Lagi-lagi inipun tidak benar. Ini hampir benar tetapi meleset dari kebenaran sejati. Yesus pun menolak bujukan ini. Dalam hikmat-Nya, Yesus kembali menjawab. Tetap berdasarkan firman tertulis yang menunjukkan bagaimana dalamnya Yesus mengetahui setiap makna dan maksud firman tertulis yang selama ribuan tahun telah diajarkan di Israel, Yesus berkata, “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Mat. 4:7).
Jawaban Yesus juga bukan merupakan penentangan terhadap tindakan deklarasi atau memperkatakan janji Tuhan dalam hidup kita. Dia sendiri percaya dan mengklaim firman saat mengajar, menyembuhkan orang sakit dan mengadakan banyak mujizat sepanjang pelayanan-Nya. Yang disasar Yesus ialah motif-motif keliru di hati manusia. Bahwa banyak orang yang memandang dirinya begitu tinggi tanpa memperkirakan posisi dan kondisi mereka di hadapan Tuhan sehingga dengan enteng merasa mendapat jaminan dan dukungan dari sorga untuk apapun yang mereka lakukan dan untuk apapun yang mereka inginkan.
YANG HAMPIR BENAR mengatakan bahwa karena kita anak Allah dan telah tertulis dalam firman Tuhan bahwa kita dijamin oleh Allah maka kita boleh melakukan apapun sesuka hati dan tetap akan memperoleh pertolongan bahkan penyelamatan dari Allah sendiri. Oleh sebab kita adalah putra putri sorgawi maka tidak akan ada yang membahayakan kita. Kita akan dibela, dijaga, dipelihara, didukung, diberkati dan diselamatkan terlepas apapun yang kita lakukan selama di dunia.
TETAPI YANG BENAR ialah bahwa saat kita melangkah dengan kehendak sendiri tanpa perintah dan perkenan Tuhan, menempuh bahaya dan mengambil risiko demi mengejar tujuan dan keinginan kita pribadi sambil memohon jaminan dari janji Tuhan yang tersurat dalam kitab suci maka itu merupakan tindakan yang sembrono, ceroboh bahkan kurang ajar. Itu seperti memaksa Tuhan menjadi pendukung dan pelayan kita -yang memenuhi setiap permintaan kita asal didasarkan pada ayat-ayat kitab suci. Tuhan bukan tukang stempel yang akan menyetujui setiap tindakan dan langkah kita. Dia juga bukan orang tua pikun atau rabun matanya seperti Ishak (Kej. 27:1) yang mudah dimanfaatkan anaknya yang penuh tipuan. Setiap kita harus menanggung konsekuensi atas perbuatan dan keputusan kita sendiri yang tidak seturut ijin dan kehendak Tuhan (Yak. 4:13-14) , lebih-lebih yang berdosa dan melawan perintah-Nya. Meminta Tuhan memberkati apa yang tidak dikenan-Nya sama dengan menguji dan menantang Tuhan. Itu merupakan suatu kejahatan di hadapan Tuhan. Sama sekali bukan sikap yang akan disetujui dan mendapat pujian dari Tuhan. 
MENINGGALKAN KEBODOHAN 
Mengetahui betapa licin dan bulusnya iblis, maka sudah selayaknya kita memiliki sikap hati yang benar. Kita harus menjaga hati kita supaya selalu dalam keadaan peka dan senantiasa tertuju pada Tuhan. Untuk selalu belajar akan jalan-jalan-Nya. Untuk menerima pimpinan dan tuntunan ilahi setiap waktu. Supaya kita senantiasa berjalan di jalan yang benar sesuai yang ditunjukkan sang gembala yang baik dan supaya kita tidak sesat dan dikalahkan oleh kuasa gelap.
Amsal 5:22-23 berkata, “Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri. Ia mati, karena tidak menerima didikan dan karena KEBODOHANNYA yang besar ia tersesat.” Jelaslah, Iblis mengetahui bahwa kebodohan adalah salah satu kunci untuk membawa manusia dalam jurang-jurang dosa yang dalam hingga binasa, jauh dari Tuhan.
Langkah pertama dari semuanya dimulai ketika kita memutuskan mulai hidup dalam hikmat Tuhan dan menolak tinggal dalam kebodohan. Untuk itu kita harus membuka telinga rohani kita bagi pengajaran yang benar, nasehat yang murni dan pesan nubuatan yang sejati. Mengikut Kristus bukan sekedar karena dorongan emosi, mencari sensasi rohani atau antusias menghadiri ibadah yang sekedar menggembirakan suasana hati. Kita harus meluangkan waktu untuk merenung, berdoa, menyelidiki firman Tuhan dan menguji berbagai-bagai angin pengajaran maupun simpang siurnya pesan yang menyebut diri sebagai suara profetik. 
Penting pula kita mencari sumber-sumber yang benar, yang oleh pimpinan dan peneguhan Roh Kudus menjadi komunitas atau tempat kita menerima bimbingan ajaran Tuhan yang murni.
Lebih daripada zaman manapun sebelumnya, di masa dimana informasi tersedia melebihi yang dapat kita tampung, kita memerlukan ketajaman untuk membedakan mana yang benar-benar terbit dari hati dan pikiran Tuhan dan mana yang bukan. Pengetahuan theologia saja tidak pernah cukup. Pengalaman bertahun-tahun sebagai aktivis gereja belumlah memadai. Apalagi pengenalan yang ala kadarnya yang hanya diperoleh melalui satu jam mendengar khotbah pendeta di hari Minggu. Kita harus memiliki pengalaman dengan Tuhan dan mengenal Dia secara pribadi lalu menyelidiki jalan-jalan kebenaran-Nya yang murni.
Mengapa? Sebab yang harus kita kenali bukan saja antara yang benar dan yang salah tetapi antara yang benar dan hampir benar. Selisih satu derajat dalam penunjuk arah mungkin terlihat kecil dan sepele saja. Namun jika kita melanjutkan langkah kita mengikuti arah yang sedikit menyimpang itu maka kita akan sampai pada lokasi yang jauh dari tujuan semula!
Yang tidak memahami jalan dan cara Tuhan akan tersesat. Mereka lalu menyesatkan orang lain dan makin disesatkan yang lainnya lagi: “… sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan” (2 Tim. 3:13).
Kasih karunia Tuhan akan menolong kita berubah. Untuk meninggalkan pikiran dan gaya hidup yang bodoh menjadi pribadi-pribadi berhikmat dan bijaksana selama menapak kehidupan di dunia. Paulus berpesan pada jemaat Efesus, “Sebab itu JANGANLAH KAMU BODOH… ” (Ef. 5:17) merupakan pesan yang relevan dan penting bagi kita dan bangsa kita yang sedang dipengaruhi kuasa gelap untuk tinggal dalam kebodohan bahkan menjadi ahli dalam kebodohan seperti sekarang ini. Hanya mereka yang memiliki pikiran Allah dan mengetahui kehendak-Nya yang lolos dari perangkap-perangkap kebodohan yang telah dipasang dengan sangat sistematis dan licik dalam berbagai aspek kehidupan di Indonesia. Kita akan mendalami pesan Paulus itu dalam bagian berikutnya dari tulisan ini. 
Iblis menyukai kebodohan karena memudahkannya mengendalikan manusia untuk melakukan kejahatan dan melawan Tuhan.
Sebaliknya, Tuhan yang penuh hikmat akan menjadikan kita berhikmat dan bijaksana -saat kita bergaul dan berjalan bersama Dia setiap hari.
Tinggalkan kebodohan.
Jadilah murid dan belajar pada Kristus (Mat. 11:29)
Jangan memandang diri Anda terlalu tinggi. 
Miliki kerendahan hati untuk diajar.
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;
Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya.
Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi.
Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian,”
~ Amsal 3:5-7, 11-13
SALAM REVIVAL. 
INDONESIA PENUH KEMULIAAN TUHAN!

JANGANLAH KAMU BODOH (BAGIAN 2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *