JUJUR PADA BISIKAN ROH KUDUS DI HATI ANDA

Oleh: Bp. Peter B. K.

“Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia?” ~1 Korintus 2:11

“Bibir orang bijak menaburkan pengetahuan, tetapi HATI ORANG BEBAL TIDAK JUJUR” ~Amsal 15:7

“Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa ALLAH TELAH MENJADIKAN MANUSIA ITU JUJUR, tetapi mereka mencari banyak dalih” ~Pengkhotbah 7:29

Salah satu hal yang paling jarang kita lakukan sebagai manusia ialah mengadakan introspeksi diri. Padahal itu sesuatu yang sangat vital. Khususnya bagi kelangsungan dan kebaikan hidup kita. Baik jasmani atau rohani.
Tetapi meski kita melakukannya, introspeksi bisa menjadi sesuatu yang sia-sia. Yaitu saat kita melakukannya dengan terbur-buru atau sekilas pandang saja. Atau ketika kita melakukan pengujian diri dengan cara yang tidak tepat. Entah itu menggunakan ukuran² kita pribadi atau mendasarkan pemeriksaan diri pada suatu prinsip yang bukan merupakan kebenaran sejati seperti firman Tuhan. Dan masih ada belokan lainnya. Yaitu meskipun kita mencocokkan diri kita dengan firman Tuhan, lagi² kita kurang mengetahui benar apa maksud firman itu lalu kita menafsirkannya dengan pendapat² kita pribadi yang sejak semula sudah cenderung tidak mencari kebenaran sejati tetapi mencari pembenaran atas pandangan atau pendapat kita sendiri. Jadi, introspeksi bisa sama sekali tidak berguna bahkan sangat menyesatkan ketika kita tidak mengenal intisarinya.

Kegagalan melakukan introspeksi berakibat fatal. Kita tidak akan pernah beralih di jalan kebenaran.
Maka bayangkan, jika yang melakukan introspeksi saja masih besar kemungkinan tersesat jalannya, bagaimana nasib mereka yang tak pernah melakukan introspeksi diri? Yang selalu merasa dirinya benar? Yang tidak pernah merasa bersalah atas setiap kekejiannya?? Tidak mengherankan ada kejahatan dan perbuatan² dosa yang sukar dipercaya namun terjadi di tengah² kita!

Kunci penting dalam introspeksi yang menghasilkan manfaat bagi kita ialah KEJUJURAN PADA DIRI SENDIRI dan TUHAN. Kita sesungguhnya tahu apa yang tersimpan di hati kita dan siapa adanya kita di hadapan Tuhan -jika kita mau jujur pada diri kita sendiri.
Orang akan menyadari dirinya manusia berdosa jika ia mau jujur betapa banyak dosa yang ia lakukan bahkan sejak di hati dan pikirannya. Orang akan tahu apakah memiliki hubungan dengan Tuhan saat ia mau mengakui setulusnya apakah ia memang terhubung dengan Tuhan. Kita pun akan tahu seberapa dekat dan intim hubungan kita dengan Tuhan; apakah kita sungguh mengasihi-Nya saat kita tidak berusaha menunjukkan alasan ini dan itu atau bukti (kosong) ini dan itu bahwa kita sudah mengasihi Tuhan. Setiap pelayan Tuhan juga akan tahu, jika dia bersedia melihat hatinya apa adanya, apakah dia sedang melayani Tuhan dan merindukan kemuliaan Tuhan saja dinyatakan melalui hidup dan pelayanannya ataukah ia sedang mengejar ambisi, cita², tujuan dan prestasinya sendiri selagi melayani Tuhan.

Jujur pada diri sendiri berarti bersedia melihat diri kita apa adanya. Mengakui bahwa suara di hati nurani kita, dimana Roh Kudus berbicara, adalah benar. Hati nurani kita tidak pernah bersalah. Apalagi Roh Kudus, yang turut berbicara di sana. Masalahnya, apakah kita orang yang mau jujur pada diri kita sendiri dan kepada Tuhan.
Banyak kali Roh Kudus menegur dan menghakimi (hati) kita. Adakah kita mendengarkan Dia apa adanya? Bersediakah kita menerima nasihat dan pesan-Nya sebagai suatu kebenaran bagi hidup kita? Apakah kita mengakui bahwa yang dikatakan-Nya memang tepat demikian? Jika kita mau jujur bahkan hingga di lubuk hati kita terdalam, kita akan menemukan kebenaran sejati dan beroleh kasih karunia untuk hidup di dalam kebenaran itu.

Itulah perbedaan antara Saul dan Daud. Perbedaan yang bisa jadi satu-satunya dan sangat menentukan di hadapan Tuhan.
Sewaktu Samuel datang dan menegur Saul karena telah tidak sabar dan mendahuluinya mempersembahkan korban bakaran di hadapan Tuhan, Saul tahu ia bersalah. Tetapi ia tidak mau jujur bahwa ia telah melakukan kesalahan:

1 Samuel 13:8-12
8 Ia menunggu tujuh hari lamanya sampai waktu yang ditentukan Samuel. Tetapi ketika Samuel tidak datang ke Gilgal, mulailah rakyat itu berserak-serak meninggalkan dia.
9 Sebab itu Saul berkata: “Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.” Lalu ia mempersembahkan korban bakaran.
10 Baru saja ia habis mempersembahkan korban bakaran, maka tampaklah Samuel datang. Saul pergi menyongsongnya untuk memberi salam kepadanya.
11 Tetapi kata Samuel: “Apa yang telah kauperbuat?” Jawab Saul: “Karena aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku dan engkau tidak datang pada waktu yang telah ditentukan, padahal orang Filistin telah berkumpul di Mikhmas,
12 maka pikirku: Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku belum memohonkan belas kasihan TUHAN; sebab itu aku memberanikan diri, lalu mempersembahkan korban bakaran.”

Ayat 11 memberitahukan kita, Saul menyalahkan Samuel atas kesalahannya : “… dan engkau tidak datang pada waktu yang telah ditentukan… “
Ayat 12 memberitahu kita Saul membenarkan dirinya sendiri ketimbang mengakui kesalahannya :”… padahal aku belum memohonkan belas kasihan TUHAN… ” (ia ingin menunjukkan bahwa ia masih ingat pada Tuhan dan masih memohon belas kasihan Tuhan) dan lagi ia menambahkan, “… sebab itu aku memberanikan diri… ” (ia ingin menunjukkan sebagai orang yang melakukan suatu inisiatif yang baik dan rohani, meskipun tidak tepat sesuai yang Tuhan kehendaki).

Dan ini diulangi dua pasal berikutnya. Saat Samuel mendapati Saul pulang berperang dengan orang Amalek, ia melihat ada ternak² yang dibawa pulang sebagai jarahan dan juga raja Amalek, Agag dibiarkan hiduo sebagai tawanan. Sesuatu yang telah melanggar perintah Tuhan yang disampaikan melalui Samuel bahwa setiap apapun dari Amalek harus dimusnahkan.
Alih² merendahkan diri dan mengakui telah berbuat kekeliruan di hadapan Tuhan, Saul lagi² menunjukkan sikap yang tidak jujur pada dirinya sendiri dan Tuhan.

1 Samuel 15:13-15
13 Ketika Samuel sampai kepada Saul, berkatalah Saul kepadanya: “Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN; aku telah melaksanakan firman TUHAN.”
14 Tetapi kata Samuel: “Kalau begitu apakah bunyi kambing domba, yang sampai ke telingaku, dan bunyi lembu-lembu yang kudengar itu?”
15 Jawab Saul: “Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas.”

Ayat 13, seolah tanpa ragu, Saul menyatakan bahwa dirinya telah melaksanakan firman Tuhan. Ketika Samuel menunjukkan bukti bahwa Saul tidak begitu, sang raja Israel beralasan dengan mudahnya. Ia menunjukkan diri seolah raja yang membela rakyatnya. Rakyat yang memiliki maksud baik yaitu membawa ternak² terbaik untuk persembahan bagi Tuhan. Sesuatu yang tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan. Saul menggunakan alasan² yang baik dan tujuan² yang tampaknya rohani untuk melanggar perintah Tuhan. Dia tidak mau jujur mengakui bahwa ia telah melakukan sesuatu yang menyimpang dari kehendak Tuhan.

Samuel tidak berhenti sampai di situ. Ia ‘menusuk’ lebih tajam. Samuel tahu bagaimana jiwa Saul yang berbelit-belit di hadapan Tuhan.

1 Samuel 15:16-19
16 Lalu berkatalah Samuel kepada Saul: “Sudahlah! Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang difirmankan TUHAN kepadaku tadi malam.” Kata Saul kepadanya: “Katakanlah.”
17 Sesudah itu berkatalah Samuel: “Bukankah engkau, walaupun engkau kecil pada pemandanganmu sendiri, telah menjadi kepala atas suku-suku Israel? Dan bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas Israel?
18 TUHAN telah menyuruh engkau pergi, dengan pesan: Pergilah, tumpaslah orang-orang berdosa itu, yakni orang Amalek, berperanglah melawan mereka sampai engkau membinasakan mereka.
19 Mengapa engkau tidak mendengarkan suara TUHAN? Mengapa engkau mengambil jarahan dan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN?”

Samuel tidak basa basi. Ia langsung menuju sasaran. “Mengapa engkau tidak mendengarkan suara TUHAN? Tidak melakukan yang diperintahkan-Nya? Bahkan melakukan yang jahat di mata-Nya?” Oh, hati Tuhan yang teriris pedih seolah ternyatakan dalam suara Samuel yang menegor dengan kasih sang gembala umat pilihan Tuhan itu.

Apa jawaban Saul?
Dia melakukannya lagi:

1 Samuel 15:20-21
20 Lalu kata Saul kepada Samuel: “Aku memang mendengarkan suara TUHAN dan mengikuti jalan yang telah disuruh TUHAN kepadaku dan aku membawa Agag, raja orang Amalek, tetapi orang Amalek itu sendiri telah kutumpas.
21 Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal.”

Dengan percaya diri, Saul berkata, “Aku SUDAH mendengarkan suara TUHAN, mengikuti jalan-Nya. Aku CUMA membawa Agag. Tapi semua yang lainnya telah kutumpas sesuai perintah Tuhan.”
Saul yakin dia sudah melakukan perintah Tuhan, hanya sedikit saja kesalahannya. Tapi semuanya, ia rasa, telah dilakukan. Saul bukannya merendahkan diri dan melihat perbuatannya sebagaimana adanya yaitu bersalah di hadapan Tuhan, ia merasa benar dengan menunjukkan bukti² yang ada dengan sedikit perkecualian. Kesalahannya begitu jelas dan di depan mata, ia tetap tidak mau mengakuinya. Ketidaktaatannya dihakimi di hadapan seorang nabi besar yang memimpin seluruh bangsa itu sebelum dia, Saul bersikeras dia telah melakukan kehendak Tuhan.

Alasan. Alasan. Alasan dan alasan selalu Saul kemukakan. Di hadapan Tuhan yang maha tahu, ia mengajukan diri untuk berbantah-bantah. Dan inilah yang membuat Tuhan murka dan menolak Saul sebagai raja:

1 Samuel 15:22-30
22 Tetapi jawab Samuel: “Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.
23 Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja.”
24 Berkatalah Saul kepada Samuel: “Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka.
25 Maka sekarang, ampunilah kiranya dosaku; kembalilah bersama-sama dengan aku, maka aku akan sujud menyembah kepada TUHAN.”
26 Tetapi jawab Samuel kepada Saul: “Aku tidak akan kembali bersama-sama dengan engkau, sebab engkau telah menolak firman TUHAN; sebab itu TUHAN telah menolak engkau, sebagai raja atas Israel.”
27 Ketika Samuel berpaling hendak pergi, maka Saul memegang punca jubah Samuel, tetapi terkoyak.
28 Kemudian berkatalah Samuel kepadanya: “TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu.
29 Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.”
30 Tetapi kata Saul: “Aku telah berdosa; tetapi tunjukkanlah juga hormatmu kepadaku sekarang di depan para tua-tua bangsaku dan di depan orang Israel. Kembalilah bersama-sama dengan aku, maka aku akan sujud menyembah kepada TUHAN, Allahmu.”

Samuel kini tak lagi menutup-nutupi. Ia membuka semuanya. Kesalahan fatal yang diperbuat sang raja. Saul telah berbuat durhaka pada Tuhan. Sama dengan menyembah berhala. Ia telah menolak firman Tuhan.
Apa reaksi Saul?
Ayat 24 dan 25 memberitahu kita bahwa Saul akhirnya mengakui bahwa dirinya berdosa pada Tuhan TAPI…. ia melakukannya karena “takut pada rakyat” dimana  dengan pernyataan itu, tersirat bahwa ia melemparkan kesalahan pada rakyat sehingga bukan ia sendiri saja yang seharusnya bertanggungjawab. Jelaslah, bahwa pengakuannya tidak tulus. Ia sebenarnya tidak mau mengakui perbuatannya telah melawan perintah Tuhan. Ia hanya TERPAKSA mengakuinya karena pesan Samuel yang keras itu. Dan ia mengakui itu supaya Samuel berhenti “membuka-buka” aibnya di hadapan banyak orang. Supaya harga diri dan citranya sebagai raja tidak tercoreng. Ia “berpura-pura” mengaku berdosa supaya tampak baik sehingga Samuel mau berdiri dan bersama-sama dengannya sebagai penegasan bahwa dia raja yang masih diinginkan dan ditetapkan Tuhan (ayat 25).
Selanjutnya, sikap dan respon asli Saul terlihat dalam adegan selanjutnya. Samuel beranjak pergi meninggalkan Saul. Dalam ayat 27, Saul yang merasa terhina melakukan sesuatu yang kasar pada sang nabi Allah. Ia menarik pinggir jubah Samuel untuk mencegahnya pergi. Saking kuatnya, baju itu pun terkoyak. Rupanya Saul masih berharap citranya sebagai raja tetap terjaga. Ia minta Samuel tampil bersama dirinya demi tetap memperoleh penghormatan di hadapan banyak orang (ayat 30). Dengan kata lain, Saul lebih mementingkan apa yang tampaknya di depan manusia ketimbang di hadapan Tuhan. Ia telah menipu dirinya sendiri. Ia meyakinkan dirinya bahwa dia baik² saja dan masih sah sebagai raja meski Tuhan telah menolaknya. Sejak itu, meskipun ia masih menduduki jabatan sebagai raja dan pernah diurapi sebagai raja Israel namun Tuhan telah meninggalkannya. Meskipun mengaku sebagai orang terpilih dan yang diurapi Tuhan, ia berjalan sendiri tanpa Tuhan. “Pelayanan”nya sebagai gembala Israel kini dijalankan oleh dirinya sendiri. Berdasarkan egonya, ambisinya, tujuan dan kepentingannya. Sejak hari itu, Samuel yang mewakili suara Allah dan Roh-Nya atas Saul, menolak bersama-sama dengan raja Israel pertama itu.

1 Samuel 15:34-35
34 Kemudian Samuel pergi ke Rama, tetapi Saul pergi ke rumahnya, di Gibea-Saul.
35 Sampai hari matinya Samuel tidak melihat Saul lagi, tetapi Samuel berdukacita karena Saul. Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel.

Semuanya dimulai dari ketidakjujurannya atas kesalahannya di hadapan Tuhan.

Bandingkan sejenak dengan Daud. Yang ketika Nabi Natan (yang namanya tidak sebesar Samuel) menegur Daud melalui perumpamaan sederhana mengenai dosanya membunuh Uria dan mengambil istri perwiranya itu:

2 Samuel 12:1-7, 13-14
1 TUHAN mengutus Natan kepada Daud. Ia datang kepada Daud dan berkata kepadanya: “Ada dua orang dalam suatu kota: yang seorang kaya, yang lain miskin.
2 Si kaya mempunyai sangat banyak kambing domba dan lembu sapi;
3 si miskin tidak mempunyai apa-apa, selain dari seekor anak domba betina yang kecil, yang dibeli dan dipeliharanya. Anak domba itu menjadi besar padanya bersama-sama dengan anak-anaknya, makan dari suapnya dan minum dari pialanya dan tidur di pangkuannya, seperti seorang anak perempuan baginya.
4 Pada suatu waktu orang kaya itu mendapat tamu; dan ia merasa sayang mengambil seekor dari kambing dombanya atau lembunya untuk memasaknya bagi pengembara yang datang kepadanya itu. Jadi ia mengambil anak domba betina kepunyaan si miskin itu, dan memasaknya bagi orang yang datang kepadanya itu.”
5 Lalu Daud menjadi sangat marah karena orang itu dan ia berkata kepada Natan: “Demi TUHAN yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati.
6 Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas kasihan.”
7 Kemudian berkatalah Natan kepada Daud: “Engkaulah orang itu!…
9 Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mata-Nya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon.
13 Lalu berkatalah Daud kepada Natan: “Aku sudah berdosa kepada TUHAN.” Dan Natan berkata kepada Daud: “TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.
14 Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista TUHAN, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati.”

Tanpa pembelaan apapun. Hanya tertunduk dan tersungkur dalamrasa malu, Daud mengakui dosanya di hadapan Tuhan. Selanjutnya, ia menerima apapun konsekuensi dan keputusan Tuhan atas dosanya. Tidak hanya itu, suatu nyanyian ia naikkan di hadapan Tuhan. Bukan untuk menyampaikan alasan² dan membenarkan diri. Melainkan untuk memohon pemulihan hubungannya dengan TUHAN. Daud jujur pada dirinya sendiri dan kepada Tuhan yang maha mengetahui semuanya. Daud disucikan dan dipulihkan. Kembali benar di hadapan Tuhan. Hingga akhir hidupnya, ia tetap berada di jalur perkenan Tuhan.

Penyimpangan, kesesatan, kekacauan dan ketidaktepatan rohani dalam hidup dan pelayanan kita lahir dari benih-benih ketiadaan introspeksi diri di hadapan Tuhan. Lebih dalam lagi, itu karena ketidakjujuran saat melakukan introspeksi diri. Ketika Tuhan berbicara menunjukkan satu persatu kelalaian, kesalahan dan dosa-dosa kita di dalam kehidupan maupun pelayanan kita, kita cenderung membela diri. Atau menolaknya dengan memberikan alasan² yang membuktikan kita telah cukup baik dengan melakukan banyak perbuatan² baik sejauh ini. Atau kita mengakui bahwa kita bersalah dan jatuh namun kita menunjuk orang lain yang sama bersalah dengan kita supaya kita tak lagi terlalu disalahkan. Atau kita mengajukan berbagai alasan dengan beragam pemikiran dan sudut pandang demi menunjukkan bahwa kita masih dapat dibenarkan. Saat kita berargumen di hadapan Tuhan, itulah saat paling berbahaya dalam hiduo rohani kita. Lebih² jika kemudian kita merasa benar dan pemikiran kita didukung oleh Tuhan. Tanpa disadari, kita mengambil jalan yang KITA KEHENDAKI dengan membohongi diri kita bahwa itu jalan yang Tuhan kehendaki.

Masalahnya, jika kita bersikeras berbeda pandangan dengan Roh Kudus yang menegur dan bermaksud menyadarkan kita itu, maka pada akhirnya kita sedang memilih jalan kebebalan dan jalur yang ditempuh orang² tegar tengkuk. Kita memilih jalan kita sendiri daripada jalan Tuhan. Kita menggunakan prinsip dan pendapat kita sendiri ketimbang mendasarkan diri pada firman. Kita memakai cara kita sendiri dengan melabelinya cara Tuhan. Kita mengutip firman untuk membenarkan pendapat dan jalan hidup kita.  Kita mengatasnamakan tindakan kita diperintahkan Tuhan tetapi sebenarnya, seperti Saul, kita telah kehilangan (penyertaan) Tuhan. Apa yang dialami Saul akan dialami mereka yang menolak jujur pada nuraninya dan mengakui penempelakan roh Tuhan yaitu roh² yang lain, roh² yang jahat, yang akhirnya memberikan pengaruh atas mereka dan membawa mereka makin jauh dari jalan² Tuhan.

Marilah kita jujur pada diri kita sendiri. Mustahil kita menipu Tuhan. Mereka yang akan bersama-sama dengan Tuhan dalam kemuliaan kekal ialah mereka yang tidak berbantah-bantah dengan Tuhan namun yang tunduk serta mengakui keadilan dan kemahatahuan-Nya. Sebaliknya, mereka yang terpisahkan selamanya dengan Tuhan di kebinasaan kekal ialah mereka yang merasa jalannya lurus padahal ujungnya menuju maut. Yang mengingkari hati nuraninya sendiri. Yang merasa dirinya telah berbuat benar di hadapan Tuhan dan telah menunaikan pekerjaan Tuhan walaupun sebenarnya tidak. Merekalah yang nantinya akan terkejut saat Bapa di sorga menyatakan pada mereka bahwa Dia tidak mengenal mereka semua (Mat. 7:23). Merekalah yang memandang dirinya telah hidup yang benar, melakukan pelayanan yang besar-besarab dan tampak paling rohani walaupun mereka tahu di hati kecilnya, mereka sedang “memanfaatkan” Tuhan ketimbang mengabdikan hidup pada-Nya.

Pastikanlah kita ada dalam posisi yang benar di hadapan Tuhan. Dalam kehidupan, lebih² pelayanan kita.
Melalui pengujian dan pemeriksaan diri. Dengan bersikap jujur pada nurani kita yang bersaksi bersama-sama Roh Kudus yang ada di dalam kita.
Hanya dengan cara itu kita akan setia sampai bertahan sampai kesudahannya di jalan menuju sorga.

SALAM REVIVAL.
INDONESIA BAGI KEMULIAAN TUHAN!

One thought on “JUJUR PADA BISIKAN ROH KUDUS DI HATI ANDA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *