KASIH BAGI SEMUA ORANG

Oleh: Peter B, MA


Maka sampailah Ia (Yesus) ke sebuah kota di Samaria, …..Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadaNya: “Berilah Aku minum.”…. Maka kata perempuan Samaria Itu kepadaNya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaKu, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria) Yohanes 4:5,7,9
Semenjak mengalami kelahiran baru beberapa tahun lampau, ada salah satu perubahan yang cukup mendasar dalam hidup saya yang semula tidak terlalu saya sadari. Semakin saya mengenal Tuhan dan jalan-jalanNya. Semakin terasa perubahan dalam hal tersebut. Hingga sekarang perubahan tersebut menjadi makin nyata dan lebih nyata lagi. Dan saya yakin, perubahan dalam hal ini juga terjadi saat Anda sekalian lahir baru dan berjalan makin akrab bersama Tuhan. Perubahan dalam hal apakah gerangan? Ya, perubahan dalam cara pandang kita memandang orang lain khususnya yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan, serta status sosialnya dengan kita.
Dahulu saya (dan hampir semua dari kita) seringkali bersikap antipati, negatif dan seringkali memandang dengan perasaan curiga kepada orang lain yang belum kita kenal terlebih lagi mereka yang berbeda latar belakang atau kondisinya dengan kita. Sebagai contoh, yang berkulit putih memandang rendah mereka yang berkulit gelap; penganut agama A membenci dan merendahkan penganut agama B dan sebagainya. Tetapi sejak bertemu pribadi dengan Tuhan semua perasaan-perasaan beserta konsep-konsep negatif itu berangsur-angsur hilang dan digantikan oleh kasih. Kasih Allah yang mengisi hati saya perlahan namun pasti mengubahkan pola pikir – pola pikir yang keliru tersebut. Demikian pula setelah menjalani hidup sebagai pengikut Kristus dan dibimbing oleh Tuhan menjadi penyembahNya yang benar, maka saya semakin menyadari bahwa memang Tuhan tidak pernah membeda-bedakan manusia. Ia mengasihi semua manusia yang ada di dunia sehingga merelakan untuk mengorbankan anakNya yang tunggal (Yohanes 3:16). Dan di hadapanNya semua manusia sama, tidak perduli dia suku atau bangsa mana, kaya ataukah miskinkah. Pembedaan yang dibuat Tuhan bagi sekian banyak orang di dunia adalah: manusia yang mau merendahkan diri di hadapanNya–bertobat dan kembali kepadaNya – atau manusia yang sombong, yang menolak Dia tidak bertobat di hadapanNya (lihat Roma 2:6-8,11)
Salah satu perjumpaan yang paling menggetarkan hati dalam Alkitab adalah perjumpaan Kristus dengan perempuan Samaria. Pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria yang tidak disebutkan namanya ini telah banyak dikhotbahkan sebagai suatu kisah pencarian akan Allah dan kisah pertobatan. Tetapi kali ini, saya mengajak Anda untuk melihat dalam satu sisi yang agak berbeda. Sesuai dengan tujuan dan thema renungan kita, yaitu mempelajari penyembahan sejati dari pakar penyembahan yaitu Kristus, maka kita akan mengamati sikap penyembahan yang bagaimana yang diperagakan oleh Yesus dalam kisah ini. Sesungguhnya jika kita mengamati apa yang dilakukan Yesus dalam peristiwa itu dengan seksama, kita akan melihat suatu sikap yang selayaknya dimiliki bahkan tercermin dalam hidup mereka yang mengaku sebagai penyembah sejati.
Dari nast renungan di atas, kita mengetahui bahwa Yesus sampai di perbatasan wilayah Samaria. Karena faktor latar belakang sejarah, selama ribuan tahun hampir semua orang Yahudi tidak pernah sudi untuk melewati wilayah Samaria. Mereka memilih jalan memutar daripada melewati Samaria. Tetapi Yesus mengambil pilihan yang berbeda. Ia masuk wilayah itu dan sampai di kota Sikhar. Di situ Ia duduk di tepi sebuah sumur sedangkan matahari bersinar dengan teriknya tengah hari. Tidak lama seorang perempuan Samaria datang ke sumur itu hendak menimbah air dan….Yesus meminta air minum kepadanya. Dari sini kita dapat belajar banyak hal. Ya, banyak hal.
Saudaraku, jika dibandingkan adat kebiasaan Yahudi waktu itu, Yesus dapat dikatakan melakukan suatu pelanggaran. Pertama, Ia masuk ke daerah Samaria (yang dianggap daerah kafir oleh orang Yahudi). Kedua, Ia berbicara kepada seorang (perempuan) Samaria melewati daerahnya saja terlarang apalagi berbicara dengan orang di sana. Ketiga, Yesus berbicara kepada perempuan dikucilkan orang-orang disekitarnya (Banyak penafsir Alkitab yang percaya bahwa wanita tersebut bukanlah seorang wanita baik-baik di wilayah tersebut. Hal ini didukung fakta-fakta antara lain wanita tersebut mengambil air di tengah hari yang tidak lazim di kalangan wanita serta percakapan Yesus dengan wanita tersebut yang menggambarkan kehidupan wanita tersebut ia telah ‘berganti’ suami 5 kali). Mengapa Yesus melakukan semua itu? Mengapa ia menerobos batas-batas serta tatanan masyarakat pada waktu itu?
Manusia seringkali membuat batas-batas serta tatanan sendiri sesuai dengan apa yang baik menurut pikiran mereka sendiri. Tetapi belum tentu semuanya itu sesuai dengan pandangan Tuhan. Di pandang Tuhan, “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,…” (Roma 3:23) tetapi juga setiap mereka adalah berharga di mataNya, sehingga Yesus rela mati untuk mereka sekalian dari kuasa dosa dan maut: “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.” (1 Yohanes 2:2).
Para penyembah sejati seharusnya hidup mengikuti jejak Kristus. Ia tidak pernah membeda-bedakan orang. Setiap orang adalah obyek kasihNya. Yesus mengasihi mereka tidak hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan perhatian dan perbuatan. Tidak memandang apakah seseorang itu kaya atau miskin, cacat (tuli, buta dsb.) atau sehat, golongan terhormat atau golongan bawah, orang-orang awam ataukah tertolak, tua atau muda atau anak-anak. Mereka semua disentuh oleh kebaikan dan perhatianNya di sepanjang pelayanan Yesus yang singkat di dunia ini. Yesus menunjukkan kasihNya kepada semua orang; ya, semua orang. Ia mengasihi segala bangsa karena mereka semua adalah ciptaanNya dan terlebih lagi Yesus merindukan keselamatan mereka. “….tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (2Petrus 3:9).”
Kita semua mendapat perintah tegas dari Alkitab supaya “Janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!”, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Berdirilah di sana!” atau: “Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!”, bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?” (Yakubus 2:1-4)
Hati setiap penyembahan sejati pastilah dipenuhi kasih kepada semua orang. Mereka tidak terhalang oleh apapun untuk menjalin hubungan orang-orang yang berbeda dengan mereka. Mereka tidak segan-segan untuk menunjukkan perhatian dan kasih sayang kepada orang yang bahkan mungkin jauh lebih rendah statusnya atau kondisinya dari mereka. Itulah yang dilakukan oleh Kristus dan itu pula yang harus kita lakukan. Ingatlah selalu bahwa salah satu hukum yang terutama adalah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39). Amin.
(Diambil dari warta Worship Center edisi 8–1 Maret 2002)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *