Tetapi Yesus menjawab: Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. (Mat. 4:4)
Seperti yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa kita hidup bukan hanya memerlukan makanan, minuman, kesehatan, uang, pekerjaan, rumah, pakaian dan semua keperluan duniawi lainnya tetapi juga membutuhkan makanan2 rohani yang sehat. Harus diakui bahwa kita sering kali lebih peduli dengan kesehatan jasmani daripada kesehatan rohani kita. Mestinya tidak boleh demikian karena apalah gunanya kita mempunyai fisik yang bugar, sehat dan menarik tetapi roh kita mati? Kesehatan jasmani dan penampilan fisik hanya berguna untuk hidup di dunia ini saja tetapi kondisi rohani menentukan tempat kita di kekekalan. Kita harus menetapkan hati untuk memperhatikan dan menjaga kondisi rohani kita lebih daripada kondisi fisik kita. Kita harus berkomitmen untuk terus bertumbuh menjadi dewasa rohani karena hanya mereka yang dewasa rohani yang layak menjadi mempelai-Nya dan rekan sekerja-Nya. Salah satu bentuk kepedulian kita dengan kesehatan rohani kita adalah kerinduan dan pencarian kita akan perkara-perkara rohani atau makanan-makanan rohani yang sehat. Pertanyaannya adalah apakah makanan rohani yang sehat itu?
BEBERAPA PENDAPAT UMUM TENTANG MAKANAN ROHANI YANG SEHAT
* Firman Tuhan yang tertulis di Alkitab.
Kita sering mendengar kutipan khotbah bahwa Alkitab adalah makanan rohani kita. Hal ini tidak seluruhnya benar. Tulisan-tulisan di Alkitab kita memang ditulis oleh hamba-hamba Tuhan sejati yang diilhami oleh Roh Kudus untuk menyampaikan atau menyatakan isi hati, kehendak, kerinduan, karakter dan Pribadi Tuhan sendiri. Membaca Alkitab penting dan harus dilakukan untuk kesehatan, pertumbuhan dan kekuatan rohani kita. Akan tetapi membaca atau mempelajari Alkitab saja tanpa merendahkan diri untuk belajar dan kerinduan atau gairah untuk mencari dan mengenal Dia serta menyelami hati-Nya dengan kerendahan hati atau hati yang miskin di hadapan-Nya maka segala sesuatu yang kita dapatkan hanyalah pengetahuan-pengetahuan yang mati belaka yang merupakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Semua pengetahuan kita akan hal-hal “rohani yang baik” ini tidak akan menghasilkan atau membawa kita pada kehidupan. Bukankah iblis juga memakai ayat-ayat dalam kitab taurat untuk menggoda atau menjatuhkan Yesus? Demikian juga dengan orang-orang farisi yang mungkin hafal seluruh isi kitab taurat tetapi ketika Sang Kebenaran itu berdiri di depan mereka, mereka tidak mengenal-Nya, menolak bahkan ingin membunuh-Nya! Belajar Alkitab saja tanpa menyelami hati Tuhan pada akhirnya hanya membuat kita menjadi farisi-farisi rohani dan sama dengan ahli-ahli agama lainnya dan tentu tidak ada kehidupan rohani di dalamnya. Seperti kutipan dari seorang hamba Tuhan yang mengatakan, “Kita harus lebih mendengarkan Tuhan dari buku itu (Alkitab) daripada buku dari Tuhan itu (Alkitab).” Hal yang penting dan utama yang harus kita lakukan saat kita membaca Alkitab adalah hati kita yang mendamba dan rindu untuk mengenal pribadi-Nya dan mendengar suara-Nya. Saat itulah kita akan menemukan Dia. Kita tidak hanya mendapatkan pengetahuan firman Tuhan yang berupa huruf-huruf yang mati tetapi kita akan mendapatkan rhema yang merupakan bentuk atau cara Tuhan berbicara kepada kita secara pribadi. Kita mendapatkan hikmat dan pewahyuan yang baru dan segar akan pribadi dan jalan-jalan-Nya. Inilah makanan rohani yang sehat bagi roh kita karena roh kita tersambung dengan Sumber Kehidupan itu. Kita bukan hanya sekedar mengetahui segala hal tentang Dia tetapi kita mengenal-Nya secara pribadi. Inilah kehidupan rohani itu. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa ada orang-orang yang rajin membaca Alkitab setiap hari tetapi tidak mengalami kemajuan rohani (yang ditandai dengan ketidaktahuannya akan rencana Tuhan, pengenalan akan pribadi Tuhan yang tetap sama tahun demi tahun, tidak adanya perubahan karakter, kerohanian yang lemah dan mudah dikalahkan oleh masalah, tantangan atau kesulitan hidup, mudah dipengaruhi dan tergoda oleh dunia, dsb). Karena mereka cukup puas hanya dengan membaca kisah-kisah tentang Tuhan tetapi tidak menginginkan lebih lagi untuk mengenal dan mendengarkan suara-Nya secara pribadi. (BERSAMBUNG)