KEJUJURAN DAN KETULUSAN: AWAL PEMULIHAN KITA

Oleh: Peter B

Apa yang terjadi jika seseorang telah diketahui terjangkit sakit demam berdarah namun menolak untuk mempercayainya?  Meskipun seluruh tubuhnya sakit, menunjukkan semua gejala sakit itu, yang dikuatkan hasil tes darah di laboratorium, tetapi ia menolak bahwa ia sedang sakit.
Saya yakin jawabannya jelas. Tidak perlu seorang yang jenius untuk dapat memperkirakannya. Tentu, penyakit itu akan membunuhnya. Dan sebelum itu keadaannya memburuk dan pastilah ia sangat menderita.

Orang yang menolak bahwa dirinya mengidap suatu penyakit, tidak akan pernah mencari obat. Ia akan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Tidak perlu memeriksakan diri ke dokter. Tidak perlu mengkonsumsi obat. Ia membiarkan penyakit itu tetap ada dalam tubuhnya. Ia tidak melakukan apa-apa untuk itu.  Akibatnya, kondisinya tidak akan membaik namun semakin bertambah parah. Ia tidak akan pernah sembuh. Bahkan kematian pun pasti menjemputnya.

Dari sini kita dapat menarik pelajaran bahwa kejujuran kita dalam menerima kenyataan kondisi kita menentukan kesembuhan dan pemulihan kita. Tidak hanya secara fisik, ini pun berlaku secara rohani. Ketika Roh Kudus menempelak kita dan membuka kekurangan, kegagalan, kelemahan, kesalahan kejatuhan kita, sesungguhnya kita tidak akan pernah mengalami pemulihan jika kita tidak mau jujur akan kondisi kita. Penyangkalan terhadap apa yang Tuhan tunjukkan sebagai masalah dalam kehidupan kita akan menghalangi kita mencari pertolongan Tuhan. Penolakan kita untuk jujur di hadapan Tuhan mengenai kondisi jiwa kita sesungguhnya menutup pintu untuk pemulihan demi pemulihan berbagai aspek kehidupan kita.

Lawan dari kejujuran diri ialah membohongi diri sendiri. Sebagai penolakan dan penyangkalan kebenaran akan siapa adanya kita, yang kerap kali menyangkut kekurangan dan kelemahan kita, maka kita sadar maupun tidak, mengarang suatu dusta yang kita anggap sebagai kebenaran demi meyakinkan hati kita bahwa rohani kita baik-baik saja bahkan telah berkenan dihadapan Tuhan. Saking seringnya, ada orang-orang yang terbiasa membuat kebohongan-kebohongan rohani sehingga seolah-olah kebohongan itu sendiri telah menjadi suatu kebenaran yang didukung oleh firman Tuhan.

  • Atas hatinya yang penuh keinginan untuk menjadi kaya secara jasmani, orang berkata bahwa Tuhan menghendaki hidup mereka berkelimpahan. 
  • Atas kemalasan dan kurangnya gairah rohani, ada yang berkata ia mensyukuri hidup. 
  • Yang suka foya-foya berkata ia sedang menikmati hidup yang diberikan Tuhan kepadanya. 
  • Yang hatinya keras dalam dosa berkata Tuhan tetap mengasihi kita apa adanya. 
  • Yang menolak menyangkal diri dan memikul salib menyatakan bahwa semuanya telah ditanggung dan dibayar lunas oleh Yesus. 
  • Yang menolak dipanggil untuk melayani sebagai hamba Tuhan sepenuh waktu beralasan bahwa rasul Paulus pun bekerja mencari nafkah. 
  • Yang hidup serampangan dan lalai menjaga kesehatan mengklaim Tuhan pasti akan memberikan kesembuhan dan mukjizat jika penyakit-penyakit berat menimpa. 
  • Suami-suami takut istri menyebut dirinya sebagai laki-laki yang mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat. 
  • Sedangkan suami yang semena-mena pada istrinya memandang dirinya sedang mengajar istrinya untuk tunduk sesuai firman Tuhan. 
  • Sebaliknya, istri-istri yang melawan suaminya berkata bahwa ia tunduk pada Tuhan lebih dahulu daripada kepada suaminya. Sedangkan istri-istri yang tahu seharusnya suaminya perlu mendapat nasehat Firman memilih berdiam diri dengan alasan tunduk pada suaminya.
  • Hati yang lebih cinta pada orang tua ketimbang pada Yesus berdalih bahwa keluarga adalah yang utama dan orang tua wajib dihormati sesuai perintah Tuhan.
  • Demikian seterusnya…. 

Yang paling parah dari semuanya ialah pernyataan dari begitu banyak anak-anak Tuhan yang mengaku telah berkorban dan berbuat banyak bagi Tuhan padahal mereka hanya memberikan satu atau dua jam saja dari 168 jam yang Tuhan berikan bagi mereka dalam seminggu. Sedangkan mereka tahu bahwa Tuhan meminta seluruhnya dari mereka, yaitu suatu persembahan hidup yang kudus dan berkenan dihadapan Tuhan, kesediaan menjalani suatu kehidupan yang sesuai dengan tujuan penciptaan mereka sebagaimana mereka dipanggil menempati posisi mereka di tubuh Kristus.

Ayat-ayat firman Tuhan apabila ditangkap oleh pikiran dan hati yang tidak mau jujur dan tulus mengikut Tuhan akan menjadi alat-alat pembenar bagi kebohongan yang diciptakan oleh pikiran mereka sendiri. Itu sebabnya di hadapan Tuhan, kita  semestinya tidak mencoba berdalih-dalih untuk mencari pembenaran atas buruk dan jahatnya sikap kita kepada Tuhan.

Seringkali kita menyatakan apa yang tidak sebenarnya di hadapan orang karena kita berpikir orang tidak mengetahui yang sesungguhnya dari kehidupan kita. Tetapi melakukan hal itu di hadapan Tuhan yang maha tahu merupakan sesuatu yang akan menambahkan murka Tuhan atas hidup kita. Sikap demikian adalah sikap meremehkan Dia dengan memandang bahwa Ia tidak tahu yang sesungguhnya di hati kita.
Tuhan bahkan lebih tahu akan isi hati dan pikiran kita daripada diri kita sendiri. Kita harus mendengarkan Dia saat Roh-Nya berbisik menyampaikan di hati dalam hal apa dan di bagian mana selama ini kita telah menyimpang dari-Nya. Jika kita bersedia jujur dan mengoreksi hati kita maka Tuhan akan memberikan kasih karunia dan kuasa yang lebih besar supaya kita tidak hanya akan dipulihkan namun masuk dalam tingkatan rohani dan kemuliaan ilahi yang lebih besar.

Dalam Wahyu 3:14-22, Yesus memberikan teguran kepada Jemaat Laodikia. Disebutnya jemaat itu jemaat yang suam-suam kuku, tidak dingin maupun panas. Suatu keadaan yang tidak menyenangkan hati Tuhan bahkan merupakan suatu kejijikan yang perlu dimuntahkan oleh Tuhan. Mengapa sampai demikian?

Ayat 17 memberitahukan kita bahwa kondisi itu terjadi karena mereka berkata jika mereka telah kaya dan memperkaya diri serta tidak kekurangan apa-apa, padahal kondisi mereka adalah jemaat yang melarat, malang, miskin, buta dan telanjang di hadapan Tuhan. Kebohongan diri mereka telah membutakan mata rohani mereka sehingga lebih percaya pada dusta daripada mempercayai penilaian dan pandangan Tuhan. Mereka hidup jauh dari standar Tuhan oleh sebab  telah salah menilai kondisi mereka.

Sikap tidak jujur akan hidup rohani kita dihadapan Tuhan sesungguhnya merupakan PENYEBAB UTAMA dari kemandegan, kemunduran dan kehancuran rohani kita. Penolakan kita untuk melihat keadaan kita apa adanya di hadapan Tuhan justru menjadikan kita orang-orang yang bodoh, lemah, sakit miskin, cacat, dan memalukan secara rohani. Kita menjadi jemaat yang tersesat, yang menyombongkan sesuatu yang layak ditangisi dan menimbulkan rasa malu!
 Hati Tuhan pastilah pedih dan hancur melihat semua ini. Dan itu dapat berubah menjadi kemurkaan-Nya ketika kita memilih untuk tetap tidak mengakui keadaan kita itu. Saat kita tetap tinggal di dalam keadaan suam suam kuku, dan berpikir kita telah mencapai kemajuan di dalam Tuhan padahal sebenarnya tidak maka akan tiba waktunya oleh karena kasih-Nya yang besar, Tuhan akan mendisiplin kita. Itu sebabnya Yesus berfirman, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah.” (Wahyu 3:19).

Pemulihan dan lembaran baru dimulai pada saat kita menyadari keadaan kita yang telah salah jalan, lalu dengan penyesalan serta hati yang hancur melangkah kembali pada jalur kehendak Tuhan. Itulah saat dimana kita tidak lagi membuat kebohongan-kebohongan pribadi yang mengasingkan kita dari kebenaran yang sejati. Itulah saatnya kita datang apa adanya sebagaimana Tuhan melihat kita. Tak ada lagi dalih atau alasan atau pengingkaran. Pengakuan kita yang jujur akan dosa, kelemahan dan kekurangan kita berarti mempersilakan supaya Tuhan mengerjakan karya agungNya lebih leluasa atas kehidupan kita. 

Saat kita berdoa atau menaikkan pujian Daud, “Selidikilah akan aku, ya Tuhan… “ kita pun sudah seharusnya memiliki hati seperti Daud. Yang ketika nabi Natan menegurnya akan dosa-dosanya, tahu tidak lagi membela diri atau membuat dalih-dalih. Ia hanya tersungkur dan tertunduk malu. Ia mengakui semuanya apa adanya (2 Sam. 12:13)

Jika ini merupakan awal dari pemulihan maka tidak mengherankan jika Tuhan menghendaki sikap jujur menilai keadaan kita sendiri di hadapan Tuhan sebagai langkah awal bagi pemulihan seluruh bangsa. Hanya dengan pengakuan bahwa kita sebagai gereja-Nya telah menjadi salah satu sebab utama dari krisis yang menimpa negeri kita, yaitu bahwa kita telah gagal jadi terang dan garam bagi Indonesia, maka Tuhan akan memberikan kesempatan kasih karunia untuk kembali menjadi saluran berkat dan keselamatan bagi seluruh bangsa.

Marilah kita mulai saat ini hidup dalam kejujuran dan ketulusan di hadapan Tuhan. Bahwa kita sungguh-sungguh mau mengikut Tuhan dan hidup hanya bagi Tuhan. Bahwa Dialah satu-satunya pengharapan dan kebanggaan kita. Dan ketika Ia berfirman, kita akan mengindahkannya.
Marilah kita mengakui kemunafikan, kepura-puraan, dan keegoisan kita dalam bergereja dan beribadah kepada-Nya. Marilah kita mengganti  klaim dan deklarasi maupun program-program demonstrasi mujizat kita dengan ratap tangis serta seru doa untuk meminta kemurnian dan ketulusan hati dalam mengikut Tuhan.

Tuhan pasti menyambut setiap anaknya yang datang apa adanya di hadapan-Nya. Sama seperti si bungsu yang kembali kepada bapanya mengakui kesalahannya selama ini, ia tidak pulang dengan sia-sia. Kejujurannya mengakui keadaannya dan kegagalannya selama jauh dari bapanya, diganjar pemulihan total akan posisi dan kedudukannya sebagai anak. Itu jugalah yang ingin dikerjakan Tuhan atas kita yang bersedia mengakui setiap kesalahan kita di hadapan-Nya.

Bapa kita di surga menghargai kejujuran dan ketulusan.
Adakah kita memilikinya?

Salam Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *