Oleh: Peter B, MA
“Tetapi bangkitlah murka Allah ketika ia pergi. Dan berdirilah Malaikat TUHAN di jalan sebagai lawannya. Bileam mengendarai keledainya yang betina dan dua orang bujangnya ada bersama-sama dengan dia.” (Bil. 22:22).
Ada banyak kisah yang unik di dalam Alkitab. Beberapa dari kisah itu benar-benar sesuatu yang kelihatannya ganjil dan aneh. Tetapi sungguh tidak dapat disangkal bahwa demikianlah Tuhan pernah bekerja. Justru sesungguhnya lewat kisah-kisah yang seperti itulah kita dapat mengerti dan kemudian mampu menjawab berbagai pertanyaan yang sering berkecamuk dalam pikiran kita mengenai beberapa hal yang seringkali bertentangan satu dengan yang lain, yang disebut paradoks.
Sekarang, kita akan mempelajari dan meneliti suatu kisah unik yang lain, yang juga merupakan suatu paradoks. Kisah ini sedemikian unik dan anehnya sehingga hampir tidak mungkin dapat dilupakan oleh anak-anak Sekolah Minggu sekalipun setelah mereka mendengarnya. Kisah ini sering disebut ‘Kisah keledai yang berbicara’. Ya, tepat tebakan Anda: Kisah mengenai Bileam, nabi Tuhan yang diminta secara khusus oleh Balak, raja Moab, untuk mengutuki bangsa Israel karena Balak sangat ketakutan dan gentar melihat pasukan balatentara orang-orang Israel yang mendekat untuk menumpang sementara waktu di wilayah bangsanya (Bil 22:1-4). Bileam adalah seorang nabi Tuhan. Hal ini terbukti dengan bagaimana ia memiliki hubungan dengan Tuhan, dikuasai oleh Roh Tuhan dan mampu menyampaikan pesan Tuhan kepada orang lain. (lihat Bil 23:5; 24:2-4).
Pada awalnya, Balak mengirim utusan untuk meminta Bileam mengutuki Israel dengan ajakan disertai ‘upah penenung’ yang cukup besar (upah yang biasanya diberikan oleh orang-orang pada umumnya untuk para pemanggil arwah atau penyihir atas usaha dan jerih payah mereka memberikan ‘pertolongan’). Bileam kemudian meminta jawaban atau peneguhan dari Tuhan, apakah ia berangkat atau tidak. Dan jawaban Tuhan begitu jelas, “Janganlah engkau pergi bersama-sama dengan mereka, janganlah engkau mengutuk bangsa itu, sebab mereka telah diberkati.” (Bil 22:12). Intinya, Tuhan sama sekali tidak mengizinkan Bileam datang untuk mengutuki Israel. Adalah bukan kehendak Tuhan untuk Bileam berangkat dan bekerjasama dengan Balak. Tetapi kelanjutan kisah ini sungguh di luar dugaan.
Bileam tetap berangkat ketika utusan Balak yang kedua yang lebih terhormat dan membawa persembahan yang lebih banyak datang dan memohon dengan sangat. Bileam tidak lagi bisa menahan dirinya untuk tidak mengikuti ajakan mereka dan datang bagi Balak. Bileam bersikeras di hadapan Tuhan, dan Tuhan dengan terpaksa mengizinkan Bileam berangkat. Apa artinya? Jika seorang anak Tuhan atau hamba Tuhan memaksakan kemauannya kepada Tuhan, seringkali Tuhan sekalipun tidak dapat mencegah dia! (Tetapi sungguh berbahaya jika kita melawan kehendakNya). Bileam hendak berangkat melayani dalam satu pelayanan yang tidak dikehendaki oleh Tuannya dan ia tidak dapat dicegah lagi. Ia tidak mendapat perkenan dari Tuannya tetapi ia tetap berangkat; baginya lebih penting pelayanan ini daripada kehendak Tuhannya. Jika Yunus diutus untuk melayani tetapi ia tidak mau, Bileam tidak pernah diutus untuk melakukan pelayanan namun ia tetap ingin berangkat (karena tergiur akan upahnya).
Melihat dan merenungkan nats di atas, kita tahu bahwa Tuhan sangat murka kepada Bileam. Di tengah jalan keledai Bileam yang telah ditungganginya bertahun-tahun tidak mau meneruskan perjalanannya. Berhenti sama sekali. Bileam sangat kesal dan ia memukul keledai itu berkali-kali. Akhirnya Tuhan membuka mulut keledai itu sehingga keledai itu dapat berbicara dan protes! Kedelai tersebut ternyata melihat penampakan Tuhan yang luar biasa berdiri dan menghunus pedang di tengah jalan. Dan Tuhan menyatakan isi hatinya saat itu, “Apakah sebabnya engkau memukul keledaimu sampai tiga kali? Lihat, Aku keluar sebagai lawanmu, sebab jalan ini pada pemandangan-Ku menuju kepada kebinasaan. Ketika keledai ini melihat Aku, telah tiga kali ia menyimpang dari hadapan-Ku; Jika ia tidak menyimpang dari hadapan-Ku, tentulah engkau yang kubunuh pada waktu itu juga dan dia Kubiarkan hidup.” (Bil 22:32-33). Sungguh suatu pernyataan yang dahsyat. Bukti kemarahan Tuhan begitu nyata: pada saat itu Tuhan lebih memilih keledainya daripada manusia (Bileam) untuk dibiarkan hidup! Hai, hamba-hamba Tuhan, jika TUHAN tidak menghargai dan menyayangkan nyawa Bileam, demikianlah Ia juga tidak akan menyayangkan nyawa dan hidupmu, apabila engkau hidup dan melayani di luar setiap kehendakNya. Janganlah menantang dan mencoba KemurkaanNya; sungguh tidak ada yang akan bertahan melawan Dia.
Beberapa pelajaran yang dapat kita tarik di sini adalah pertama, jika kita memaksakan kehendak dan keinginan pribadi. Seringkali Tuhan sekalipun tidak dapat mencegah kita. Apakah ini kabar baik? Tentu saja bukan, karena itu berarti kita melangkah keluar dari kehendakNya yang sempurna dan secara tidak langsung kita keluar dari kontrol dan perlindunganNya. Tudung rohani (spiritual covering) yang benar adalah kasih dan ketaatan kita kepada kehendak Tuhan. Sekalipun kita telah menundukkan diri dan menjadi pelayan Tuhan yang aktif dan berguna di satu gereja tetapi penundukan diri kita yang pertama dan terutama jika bukan kepada Tuhan dan setiap kehendakNya maka kita sudah keluar dari covering Allah yang benar. Perlindungan rohani akan kita peroleh saat kita hidup dengan tulus, murni dan taat di hadapan Tuhan. Jika kita memilih untuk tidak taat, bahkan Tuhan sekalipun akan menjadi lawan kita! (Yeh 13:1-9). Bersambung…..