LUPUT DARI DUNIA KRISTEN oleh Robert E. Burnell (Bagian 3)

Tuaian
Di dalam mimpi saya, setelah mencapai bagian paling ujung dari Padang Belantara Doa, untuk pertama kalinya si musafir melihat dengan jelas tempat tujuan yang akan dicapainya. Di kejauhan, tampak Kota Allah yang bersinar-sinar dan dipenuhi dengan kemegahan yang kudus. Si musafir tampak diliputi emosi dan ia mempercepat langkahnya. Tiba-tiba ia mencium bau asap yang amis dan mayat-mayat yang busuk. Sekarang tampak mayat bersebaran di mana-mana. Ada beberapa yang masih hidup dan merintih meminta pertolongan.
Seorang wanita yang sekarat memohon kepada si musafir, “Tolong, tolong lakukan sesuatu untukku. Aku tak tahan lagi menanggung rasa sakit ini!”
“Aku tak berdaya,” kata si musafir. “Menurutmu apa yang bisa kuperbuat?”
“Aku hanya membutuhkan sedikit air. Tolong berikan aku air!”
“Di mana aku dapat menemukan air di padang gurun ini?”
“Memangnya kau sendiri dapat bertahan berapa lama,” katanya, “Kecuali kau dapat memperoleh air untuk dirimu sendiri? Carilah dan berikan air untukku.”
Ketika si musafir menatap padang gurun dengan rasa bingung, wanita misterius yang menyertainya kembali dan membawa ia ke sebuah mata air yang dikelilingi oleh ribuan botol yang kosong.

“Minumlah,” sarannya, “lalu isilah air itu ke dalam sebuah botol dan berikan untuk wanita tadi.”
Setelah meminum air tersebut, si musafir tiba-tiba merasa dikuatkan lalu ia membawa air itu untuk wanita sekarat yang ia lihat sebelumnya. Ketika wanita itu selesai minum, kesehatannya dipulihkan. Tiba-tiba wanita itu mengambil sebuah botol lalu berlari ke mata air dan mulai menolong saudara-saudara yang lain. Ada beberapa pria yang terluka parah menggendong anak-anak yang limbung dan mengalami kesulitan bernafas di pundak mereka, juga orang-orang tua dengan perban kotor di sekeliling wajah mereka yang letih. Beberapa korban berteriak karena rasa sakit sementara yang lain menangis diam-diam. Beberapa orang segera pulih setelah meminum satu botol air. Tapi ada juga yang membutuhkan lebih. Saya melihat musafir-musafir lain sibuk melakukan usaha yang sama. Ketika para korban telah disembuhkan, mereka pun turut berpartisipasi untuk menolong saudara yang lain. Ketika mereka terus membawa air dari mata air, si musafir membagikan firman Tuhan dari Injil Yohanes kepada seorang pria:
Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya: “Rabi, makanlah.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.” Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya untuk dimakan?” Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”
“Ku kira sekarang kita sedang belajar apa yang dimaksud dari ayat-ayat ini,” tambah si musafir.
Ia menghabiskan waktu selama beberapa hari di tempat itu untuk ikut terlibat di dalam kegiatan pemulihan. Suatu malam ketika ia beristirahat di dekat mata air, wanita yang menyertainya datang kembali dan duduk di sebelahnya.
“Kurasa kita tak dapat pergi ke Kota Allah sebelum kita selesai mengerjakan tugas kita di sini?” Tanya si musafir pada wanita itu.
“Itu benar,” jawabnya.
“Tapi apakah mereka akan menunggu kita?”
“Jangan kuatir. Teruslah menolong orang-orang ini sampai mereka sanggup berdiri. Maka nanti gerbang Kota Allah akan dibuka dan para penghuninya akan keluar dan mengawalmu masuk. Camkan ini:
 Bukankah kamu mengatakan: empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai. Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita. Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai. Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.
“Tapi kebutuhan-kebutuhan ini sangat mengejutkan dan aku mulai merasa kewalahan. Sukacita karena menyaksikan pemulihan terjadi di depan mataku dan hal itu telah menggantikan keputusasaan selama berada di laut yang luas ini. Apakah hal ini akan berakhir?”
“Saudaraku,” kata wanita itu, “Sama seperti ketika kau harus terhilang di dalam pengampunan Allah, di dalam penyembahan dan juga di dalam doa, sekarang dirimu terhilang di dalam tuaian. Kau perlu belajar terhilang di dalam tuaian. Terhilang di dalamnya adalah suatu hal yang berbeda dari yang sebelumnya.”
“Tapi apakah aku akan memperoleh kekuatan untuk tetap bekerja di antara orang-orang yang memiliki kebutuhan sedemikian besar?”
“Bukankah itu yang dikatakan Yesus?”
Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
“Perkataan orang Farisi itu pasti mengecewakan hati-Nya.”
“Yesus meratapi Yerusalem agamawi karena kekerasan hatinya. Sudah jelas bahwa dorongan semangat-Nya yang terbesar atas sisi manusiawi-Nya berasal dari orang-orang berdosa yang bertobat. Terhadap hal ini Ia tak pernah merasa lelah. Kau dapat dengan yakin meninggalkan dirimu di tempat tuaian ini tanpa resiko tertelan di dalamnya, asalkan pandanganmu tetap kau arahkan ke Kota itu dan asalkan kau mengerjakan tugasmu di sini dengan sepenuh hati. Roh Tuhan akan menopangmu jika kau mau mendengarkan orang-orang ini dengan seksama sama seperti Yesus mendengarkan wanita yang ditemui-Nya di pinggir sumur, penderita penyakit kusta, orang lumpuh, orang buta serta seorang ayah yang anaknya dirasuki roh jahat. Jangan tergesa-gesa. Sediakan waktu untuk mendengarkan dan tanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat. Temukan apa yang membuat orang-orang begitu terluka, apa yang benar-benar mereka butuhkan. Dan juga, kau harus mengatakan tentang Yesus pada mereka sementara kau pergi dengan membawa botol. Air yang ada di dalam botol dan pesan yang kau sampaikan adalah hal yang sama. Orang-orang yang sekarat ini haus akan Yesus, bukan cerita tentang Yesus melainkan Yesus itu sendiri. Berita tentang Yesus adalah minuman menyegarkan yang membuat mereka sehat kembali. Ingatlah ayat ini, “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.’ Jangan pernah puas sampai kemurahan Allah membangkitkan mereka untuk berdiri di atas kaki mereka sendiri.”
“Sampai kemurahan Allah membangkitkan mereka SEMUA untuk berdiri?”
“Ya. Renungkan firman Tuhan di kitab Wahyu ini:
Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”
Ketika pertama kali berada bersama para pekerja di ladang tuaian, ternyata kau benar-benar mampu membangkitkan mereka yang hampir tewas sehingga mereka dapat kembali berdiri di atas kaki mereka dengan cara memberikan air hidup dari mata air ilahi, yaitu Yesus. Melihat peristiwa itu kau sangat bersukacita. Pengalaman yang kau lalui di padang belantara pengampunan, penyembahan kepada Allah dan doa telah memberikanmu kuasa untuk menyembuhkan orang sakit di dalam nama Yesus.
“Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.” Kita harus menerima tantangan ini.

Visi
Di dalam mimpiku berikutnya aku melihat si musafir mulai mengeluh, “Berapa lama lagi hal ini harus berlangsung? Menurutku sekarang pekerjaan telah usai dan kita dapat melanjutkan perjalanan. Maafkan aku, tapi aku letih sekali. Aku akan pergi ke batu besar itu untuk berteduh dan beristirahat selama beberapa hari.”
Beberapa waktu kemudian seorang musafir lain berjalan melewati batu besar itu dan menemukan seorang pria yang hampir mati. Ia berlari ke mata air dan mengisi dua botol penuh, lalu kembali dan memberikan air yang berharga itu untuk diminum oleh pria yang hampir mati tadi.
“Minum, saudaraku, minum!”
“Terimakasih! Oh, terimakasih! Aku hampir saja mati,” kata si musafir sambil meneguk air banyak-banyak. “Tapi bagaimana ini bisa terjadi padaku? Apa yang salah?”
Wanita misterius yang menyertainya kembali muncul. “Saudaraku,” katanya, “Kau kehilangan kekuatan karena kau kehilangan visi. Kota Allah yang ada di sana masih merupakan tujuanmu. Itu adalah rumahmu, tempat kediaman Allah kita. Ketika kau sedang bekerja, pastikan kau meluangkan waktu setiap hari, setiap jam, untuk berhenti dari pekerjaanmu dan memandang ke Kota Allah. Bila kau gagal memandang Kota Allah di tengah-tengah waktu kerjamu, gagal untuk berhenti dan mendengarkan musik yang mengalun dari kota itu, lalai menghirup udara Kota yang berhembus ke arahmu, atau minum dari aliran sungai yang keluar dari bawah pintu gerbangnya, maka kau akan kelelahan. Kau harus ingat bahwa kekuatanmu yang berkesinambungan berasal dari Kota tersebut.”
Si musafir melanjutkan pekerjaannya di tempat penuaian dengan kekuatan yang baru. Namun ketika hari menjelang sore ia mengalami keletihan. Ia pergi ke mata air dan bertemu seorang wanita yang tampak lebih tua darinya tapi tidak terlihat lelah sedikit pun.
“Apa rahasiamu?” Tanya si musafir. “Kau kelihatan sangat muda dan bertenaga sementara aku hampir tak punya lagi kekuatan yang tersisa.”
“Aku mencontoh Daniel,” jawabnya. “Daniel pasti seorang pria yang sibuk, tetapi di tengah-tengah tekanan hidup sehari-hari ia senantiasa meluangkan waktu untuk pergi ke kamar atasnya yang memiliki tingkap-tingkap yang terbuka menghadap ke arah barat. Dari situ ia memandang Yerusalem yang berada ratusan mil jauhnya sambil berdoa dan bersyukur pada Allah. Walaupun perbuatannya itu dapat membawanya masuk ke gua singa, Daniel menolak untuk menghentikan doanya. Daniel menjaga agar visinya tetap hidup dengan cara menjadikan Kota Allah sebagai pusat perhatiannya. Dan itulah yang kulakukan. Semakin banyak masalah yang kuhadapi di tempat Tuaian ini, semakin besar tekanan yang menimpaku, maka semakin teguh aku mengarahkan pandangan ke Kota Allah. Aku memastikan diri untuk tetap memandangnya. Setiap kali aku makan roti dan minum anggur aku melakukannya sebagai peringatan. Kau tahu, ini adalah makanan dari Kota itu. Makanan inilah yang membuat mata dan hatiku tetap di sana.”
Ketika si musafir meninggalkan wanita tua itu, ia tampak berusaha menjaga visinya agar tetap berada di hadapannya. Dengan suara pelan ia menyanyikan firman Tuhan dari kitab Wahyu:
Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”
Ketika terakhir kali saya melihat si musafir, wanita misterius yang menyertainya kembali dengan nasihatnya yang terakhir: “TETAP pandang Kota itu dan ingat siapa yang menantimu di sana. Ia telah menyiapkan sebuah tempat untukmu dan akan segera menyongsongmu. Sementara kau terus memandang ke Kota, Ia akan memperbarui kekuatanmu sehingga kau akan naik terbang seumpama rajawali dengan kekuatan sayapnya, kau akan berlari dan tidak menjadi lesu, kau akan berjalan dan tidak menjadi lelah.”

(Bersambung)

Baca juga artikel selanjutnya:
LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 1) 

LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 2) 

LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 4) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *