Diambil dari buku “Mengalahkan setan di hari-hari yang terakhir”
Oleh Rick Joyner
Praktek sihir telah meningkat secara dramatis di seluruh dunia tahun-tahun yang terakhir ini. Salah satu tujuan yang dinyatakan oleh banyak dari mereka yang terlibat dalam gerakan ini adalah untuk menghancurkan kekristenan. Banyak orang Kristen dewasa ini menderita suatu bentuk serangan dari mereka yang mempraktekkan sihir. Mengenali sifat serangan ini, dan mengetahui bagaimana mengatasinya adalah penting bagi semua orang percaya. Satu-satunya cara orang Kristen dapat dikalahkan adalah melalui kebodohan kita sendiri atau rasa puas diri kita. Jika kita menjaga posisi kita di dalam Kristus, mengenakan segenap senjata Allah dan tetap waspada, kita tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga kita akan menang menghadapi setiap serangan dari neraka.
APA SIHIR ITU?
Sihir adalah otoritas (kuasa) rohani yang palsu (tiruan), sihir menggunakan roh yang bukan Roh Kudus untuk mendominasi, memanipulasi, atau mengendalikan orang lain.
Dalam Galatia 5:20, Rasul Paulus menyebutkan sihir atau “tenung” sebagai salah satu perbuatan daging. Meskipun sihir bermula dari sifat kedagingan manusia, ia biasanya dengan cepat merosot masuk ke dalam kuasa roh-roh jahat. Menggunakan tekanan emosi untuk memanipulasi orang lain merupakan bentuk dasar sihir. Menggunakan propaganda atau kekuatan jiwani untuk memperoleh jasa, bahkan untuk pekerjaan Allah, adalah sihir. Ketika orang-orang bisnis bersekongkol menggunakan titik penekan untuk menyukseskan suatu transaksi, tindakan tersebut juga dapat digolongkan sebagai sihir. Banyak taktik-taktik manipulasi yang dipromosikan sebagai teknik penjualan dalam marketing (pemasaran) merupakan bentuk dasar dari sihir.
Pertahanan utama untuk melawan otoritas rohani yang palsu ini adalah dengan hidup di dalam otoritas rohani yang sejati. Membangun kehidupan kita di atas kebenaran dan mempercayai Tuhan untuk menanggulangi masalah yang mencemaskan kita, merupakan hal yang penting untuk terbebas dari pengaruh dan tekanan sihir.
Ada tertulis bahwa Yesus duduk di atas tahta Daud. Hal ini menunjukkan bahwa Daud membangun suatu posisi otoritas rohani yang sejati yang akhirnya bermanifestasi dalam kerajaan Allah. Daud melakukannya untuk otoritas rohani, sedangkan Abraham melakukannya untuk iman.
Bagaimana Daud membangun sebuah takhta otoritas yang sejati? Pada dasarnya, ia menolak mengambil otoritas atau mencari pengaruh bagi dirinya sendiri, tetapi sepenuhnya mempercayai Allah untuk menempatkan dia ke dalam posisi yang sudah Allah tentukan untuknya. Daud tidak mengangkat tangannya sendiri untuk dikenal atau mencari pengaruh, demikian pula seharusnya kita jika kita ingin hidup di dalam otoritas rohani yang sejati bukan dalam kuasa politik manusia.
Setiap otoritas atau pengaruh yang kita peroleh dari manipulasi atau mempromosikan diri sendiri akan menjadi batu sandungan bagi kita dan akan mengganggu kemampuan kita untuk menerima otoritas yang sejati dari Allah. Jika kita ingin hidup di dalam otoritas rohani yang sejati seperti Daud, kita harus mempercayai Tuhan sepenuhnya untuk menegakkan kita pada waktu-Nya. Sebagai ditekankan oleh Petrus, “Karena itu direndahkanlah dirimu dibawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya” (1 Petrus 5:6).
Einstein pernah melakukan pengamatan bahwa “tanggung jawab sebelum waktunya hanyalah menghasilkan kedangkalan”. Ini bahkan lebih berguna bagi kita daripada Teori Relativitasnya. Mungkin tidak ada yang lebih menghancurkan panggilan dan potensi kita untuk hidup dalam pelayanan yang sejati ketimbang mencari pengaruh atau otoritas sebelum waktunya.
Jika Tuhan yang mempromosikan, Ia juga memberikan kasih karunia dan hikmat untuk menjalankan otoritas tersebut. Tidak ada perasaan aman yang lebih besar daripada mengetahui bahwa Allahlah yang membangun pelayanan kita. Beberapa hal dapat membiakkan perasaan tidak aman lebih cepat daripada usaha untuk memelihara suatu posisi yang kita peroleh dari manipulasi atau promosi diri sendiri. Inilah akar yang paling utama dari sikap mempertahankan kekuasaan dan perpecahan yang ada di dalam tubuh Kristus.
Dibangun di dalam otoritas rohani yang sejati merupakan suatu benteng yang sama sekali tidak dapat ditembus oleh musuh. “…Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu….” (Roma 16:20). Ketika kita mengetahui bahwa kita sudah diberikan otoritas dan telah ditempatkan ke dalam posisi kita oleh Allah, kita miliki damai sejahtera yang sama sekali akan menghancurkan serangan iblis terhadap kita.
Sebaliknya, jika kita yang membangun diri kita sendiri dalam suatu posisi otoritas, kita hanya memiliki sedikit damai sejahtera. Semakin meningkat pengaruh yang kita peroleh secara tidak sah, semakin keras pula usaha dan manipulasi yang harus dilakukan untuk mempertahankannya. Apa pun yang kita lakukan melalui manipulasi, propaganda, atau kekuatan jiwani, walaupun kelihatannya sebagai tujuan yang mulia akan dijatuhkan menjadi yang paling gagal.
Karena itu, prinsip pertama untuk dilepaskan dari pengaruh sihir adalah bertobat dari segala cara sihir yang pernah kita gunakan di dalam hidup dan pelayanan kita. Setan tidak bisa mengusir setan. Sihir, bahkan dalam bentuknya yang paling jahat seperti ilmu hitam, memiliki sebuah pintu masuk ke dalam hidup kita jika kita menggunakan manipulasi untuk mengendalikan orang lain atau untuk mendapatkan kedudukan.
Meskipun kita mungkin berusaha untuk membenarkan memakai cara-cara tersebut untuk membangun gereja, Allah tidak bodoh, demikian pula si musuh. Apa yang dibangun Allah bukan berasal dari kekuatan atau kuasa, melainkan oleh Roh-Nya. Apa pun yang kita bangun dengan cara-cara yang lain adalah bertentangan dengan salib, dan akhirnya akan bertentangan dengan apa yang dikerjakan oleh Roh. Daging berperang melawan Roh, tidak peduli betapa baiknya usaha kita untuk menampilkan daging itu.
KEDEWASAAN ROHANI
Salah satu cara utama yang Tuhan kerjakan di dalam kehidupan kita untuk menolong kita mengatasi kecenderungan kita menggunakan taktik untuk memanipulasi adalah mengizinkan kita untuk mengalami penolakan. penolakan adalah salah satu hal yang paling kita benci, dan bahkan kelihatannya pencobaan terbesar yang dialami Tuhan di atas kayu salib adalah penolakan yang derita-Nya ketika Bapa berpaling dari diri-Nya. Karena penolakan dapat merupakan suatu pencobaan yang berat, penolakan tersebut juga dapat menjadi sebuah peluang yang besar untuk dilepaskan dari takut kepada manusia, dan takut terhadap penolakan yang dapat menghancurkan kehidupan atau pelayanan siapa pun.
Hampir setiap orang yang melayani harus menanggung banyak penolakan dan kesalahpahaman. Belajar untuk mengatasi penolakan, dengan mengampuni dan berdoa bagi yang menganiaya kita, sebagaimana yang Tuhan lakukan, penting jika kita mau hidup di dalam Roh dan mempraktekkan otoritas rohani yang sejati. Jika kita mau menggenapi rencana Allah, kita harus mencapai tingkat kedewasaan di mana, “kasih Kristus yang menguasai kami (kita)” (2 Korintus 5:14). Kasih tidak memperhitungkan kesalahan-kesalahan yang sudah kita tanggung dan tidak termotivasi oleh penolakan, yang mendorong kita untuk membalas dendam atau berusaha untuk membuktikan siapa diri kita. Reaksi-reaksi seperti itu merupakan langkah pertama kejatuhan dari otoritas yang sejati. Sebagaimana Tuhan Yesus menyatakan,
Barangsiapa bekata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat (pengakuan) bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat (pengakuan) bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya.
Yohanes 7:18
Hanya sedikit hal yang dapat lebih cepat menghancurkan kemampuan kita untuk hidup di dalam otoritas rohani yang sejati selain mencari kepentingan diri sendiri, mempromosikan diri sendiri, atau mempertahankan diri sendiri, sebaliknya, belajar menanggulangi penolakan merupakan keharusan jika kita mau hidup di dalam pelayanan yang sejati. Penolakan memberikan sebuah kesempatan kepada kita untuk bertumbuh di dalam kasih karunia dan mematikan lebih banyak ambisi, kesombongan, dan motivasi yang lain yang demikian cepat mempengaruhi pewahyuan kita secara negatif. Jika kita mau menerima penolakan sebagai suatu pendisiplinan dari Tuhan, kita akan bertumbuh di dalam kasih karunia dan kasih. Jika kita memberontak terhadap disiplin ini, kita dapat masuk ke dalam sihir.
TAKUT KEPADA MANUSIA MEMBUAT ORANG JATUH KE DALAM SIHIR
Raja Saul merupakan sebuah contoh yang baik bagaimana seorang yang memiliki otoritas yang sejati dari Allah dapat jatuh ke dalam otoritas rohani yang palsu ini. Ketika ia diperintahkan untuk menunggu Samuel sebelum mempersembahkan korban, ia menyerah kepada tekanan dan mempersembahkannya sebelum waktunya, dengan berkata, “…aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku … padahal orang Filistin telah berkumpul …” (1 Samuel 13:11). Ini merupakan titik yang sama di mana banyak kejatuhan dan otoritas yang sejati ketika mereka mulai takut akan manusia atau takut kepada situasi lebih daripada takut kepada Allah. Ketika kita mulai lebih takut manusia meninggalkan kita daripada Allah meninggalkan kita, kita meninggalkan iman yang sejati.
Karena sihir pada dasarnya berakar pada ketakutan kepada manusia, dan “takut kepada orang mendatangkan jerat…” (Amsal 29:25), mereka yang mulai melakukan sihir terperangkap karena takut telah menjerat mereka. Semakin besar proyek atau pelayanan yang telah kita bangun dengan propaganda, manipulasi, atau roh pengendali, semakin kita takut ada seseorang atau sesuatu yang tidak dapat kita manipulasi atau kendalikan. Mereka yang terperangkap dalam jerat yang mematikan ini akan takut terhadap orang yang hidup dalam urapan dan otoritas yang sejati, karena mereka yang hidup dalam otoritas rohani yang sejati adalah orang yang paling sedikit terpengaruh oleh manipulasi atau oleh roh pengendali.
Saul menjadi marah sekali kepada Daud dan berusaha keras untuk membinasakannya, meskipun Daud pada waktu itu hanyalah “seekor kutu” (1 Samuel 24:15). Sebagaimana manipulasi dan roh-roh pengendali meningkatkan kekuasaan mereka, demikian juga paranoia (penyakit yang selalu mencurigai orang secara berlebih-lebihan, Red) dari mereka yang terperangkap dalam jerat mereka. Orang-orang yang demikian secara tidak rasional dikuasai oleh suatu usaha untuk mengusir atau menghancurkan orang yang mengancam pengendalian mereka.
Mereka yang menerima otoritas, pengakuan atau rasa aman mereka dari manusia, seperti Saul, akan berakhir di rumah dukun. Samuel memperingatkan Saul bahwa, “pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung” (1 Samuel 15:23). Ketika seseorang yang memiliki otoritas rohani memberontak terhadap Roh Kudus, kekosongannya akan diisi oleh sihir yang merupakan pemalsuan otoritas rohani. Ini mungkin hanya dimulai dari suatu propaganda yang intensif atau kekuatan jiwani, namun jika tidak bertobat, hal tersebut akan berakhir dengan bentuknya yang paling jahat yakni kelancangan dan pemberontakan, sebagaimana kita lihat pada kasus Raja Saul. Menganiaya mereka yang setia kepada Tuhan, Saul membunuh imam-imam yang sejati dan menghabiskan salah satu dari malam-malam terakhirnya di rumah seorang petenung sebagai suatu akibat yang normal dari arah hidup yang sudah diambilnya.
Otoritas rohani merupakan suatu jabatan yang sangat berbahaya. Jika kita bijaksana, seperti Daud, kita tidak akan mencari suatu kedudukan dari otoritas, dan bahkan kita tidak akan mengambil satu pun yang ditawarkan sampai kita merasa pasti bahwa Tuhanlah yang memberikannya. Iblis mencobai setiap orang yang dipanggil Allah dengan pencobaan yang sama yang ia tawarkan kepada Yesus jika kita mau menyembah kepada dia dan caranya, ia akan memberikan kepada kita otoritas atas kerajaan-kerajaan. Allah telah memanggil kita untuk memerintah atas kerajaan-kerajaan juga, tetapi jalan-Nya menuju kepada salib. Otoritas yang Ia tawarkan kepada kita hanya dapat diperoleh jika kita menjadi hamba dari semua orang. Pencobaan iblis menawarkan jalan yang cepat dan mudah ke tempat yang sebenarnya sama dengan tempat di mana Allah memanggil kita.
KELANCANGAN MEMBUNUH
Salah satu frase yang paling sering dipakai dalam kehidupan Daud adalah, “bertanyalah Daud kepada TUHAN … (1 Samuel 30:8). Dalam beberapa hal ketika Daud membuat keputusan-keputusan penting tanpa bertanyakan kepada Tuhan, hasilnya adalah kehancuran. Semakin tinggi kedudukan otoritas, semakin berbahaya, dan semakin banyak orang yang dipengaruhi bahkan oleh keputusan-keputusan yang sepele. Otoritas rohani yang sejati bukanlah suatu kehormatan yang harus dikejar, melainkan merupakan suatu beban yang harus dipikul. Banyak orang yang mencari otoritas dan pengaruh tidak mengetahui apa yang sedang mereka cari. Ketidakdewasaan dapat menjadi penghukuman kita, jika otoritas diberikan kepada kita sebelum waktunya.
Meskipun Daud hidup seribu tahun sebelum zaman anugerah, ia mengenal kasih karunia Allah dan hidup olehnya. Namun, ia masih melakukan kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kerugian ribuan jiwa. Mungkin karena itulah Salomo yang mengamati kasih karunia Allah yang ada dalam kehidupan ayahnya menyebabkan dia mendambakan hikmat melebihi yang lainnya, untuk memerintah umat Allah. Setiap orang yang dipanggil ke dalam suatu kedudukan pemimpin di gereja harus memiliki dedikasi yang sama. Bahkan, jika kita tidak sedang berada dalam kedudukan otoritas rohani, kelancangan dapat membunuh kita. Jika kita sedang berada dalam posisi otoritas, kelancangan hampir selalu akan menyebabkan kejatuhan kita dan juga dapat menyebabkan kejatuhan banyak orang lainnya.
Karunia perkataan pengetahuan (makrifat, Red) dapat menjadi sebuah demonstrasi kuasa yang menakjubkan, namun mereka yang dipanggil untuk hidup di dalam otoritas rohani juga harus mencari perkataan hikmat lebih daripada perkataan pengetahuan. Kita memerlukan demonstrasi kuasa dan perkataan pengetahuan untuk menggenapi pekerjaan Tuhan, tetapi juga penting bagi kita untuk memiliki hikmat untuk dipergunakan sebagaimana seharusnya.
KERENDAHAN HATI MERUPAKAN JARING PENGAMAN
Mereka yang mengutamakan kemasyhuran lebih daripada kerendahan hati hampir pasti akan mengalami kejatuhan. Karena itu, jika kita mempunyai hikmat, kita akan mencari kerendahan hati mendahului kedudukan. Otoritas yang sejati bekerja atas kasih karunia Allah, dan semakin besar otoritas yang kita punyai semakin besar kasih karunia yang kita perlukan. Kita hanya memiliki otoritas yang sejati sampai tingkat di mana sang Raja tinggal di dalam diri kita. Otoritas rohani yang sejati bukanlah kedudukan, melainkan adalah kasih karunia. Otoritas rohani yang palsu berada dalam posisinya menggantikan kasih karunia. Yesus adalah otoritas rohani yang paling tinggi, dan Ia menggunakan posisi-Nya untuk menyerahkan nyawa-Nya. Ia memerintahkan mereka yang mau mengikuti-Nya agar memikul salib mereka dan melakukan hal yang sama.
PERLINDUNGAN DARI SIHIR KARISMATIK
Mereka yang menjadi pemimpin tidak saja harus berwaspada untuk tidak menggunakan sihir, tetapi mereka juga harus berhati-hati terhadap orang-orang yang mau menjadikan mereka sebagai sasaran sihir. Sihir adalah musuh yang harus kita tangkal baik dari dalam maupun dari luar. Sihir bisa menyerang tanpa disadari dari luar jika ada peluang baginya dari dalam. Bentuk tenung sebagaimana yang kita sebut “sihir hitam” jarang terjadi (di Amerika, Red), tetapi biasanya dalam bentuk “sihir putih”. Mereka yang mempraktekkan hal ini sering kali orang-orang yang bermaksud baik yang tidak memiliki kepercayaan untuk berterus terang dan karena itu jatuh ke dalam bentuk manipulasi yang halus untuk mendapatkan pengaruh.
Salah satu bentuk sihir putih, yang biasa terdapat di dalam gereja, dapat digambaarkan sebagai “sihir karismatik”. Ini tidak ada kaitannya dengan Gerakan Karismatik, tetapi merupakan suatu kerohanian semu. Samaran ini sering kali digunakan untuk mendapatkan pengaruh atau kendali atas orang lain atau situasi. Ini merupakan sebuah sumber dari banyak nubuat, mimpi-mimpi, dan penglihatan-pengelihatan palsu yang akhirnya dapat menghancurkan atau menetralkan gereja, atau membawa pemimpin kepada titik di mana mereka bereaksi berlebihan sehingga merendahkan nubuat sama sekali. Mereka yang menggunakan bentuk sihir ini hampir selalu akan berpikir bahwa mereka memiliki pikiran Tuhan yang memberikan kepada mereka otoritas yang lebih besar. Karena itu, mereka menyimpulkan bahwa pemimpin atau siapapun juga yang bertentangan dengan mereka adalah orang-orang yang memberontak.
IZEBEL
Izebel adalah suatu model sihir di dalam Alkitab. Ia menggunakan kuasanya untuk mengendalikan suaminya Ahab, sang raja, dan karena itu dialah yang sebenarnya berkuasa atas Israel. Ia juga mampu menimbulkan depresi yang demikian besar kepada Elia sehingga Elia lebih suka mati walaupun sebelumnya ia mengalami kemenangan rohani yang terbesar. Ada kuasa di dalam sihir. Mereka yang mengabaikan hal ini, atau lancang tidak memperdulikan bahwa dirinya dapat terpengaruh, sering kali akan mengalami kejatuhan olehnya. Banyak gereja, pelayanan, gerakan, dan bahkan kebangunan rohani terhenti atau dihancurkan oleh si jahat ini. Mereka yang hidup dalam otoritas rohani yang sejati harus memahaminya atau ia akan menjadi sebuah ancaman penting terhadap segala sesuatu yang sudah mereka capai.
Izebel barangkali mudah menguasai Ahab, tetapi Elia pasti bukanlah orang yang lemah. Secara sendirian ia berhadapan dengan lebih dari 800 nabi-nabi palsu dalam salah satu demonstrasi kuasa Allah yang terbesar atas si jahat sepanjang sejarah. Namun segera setelah ini, seorang wanita yang menggunakan sihir mampu membuat sang nabi lari dengan patah semangat. Kisah ini mengungkapkan jenis kuasa untuk mematahkan semangat yang dapat ditimbulkan oleh sihir terhadap siapa pun.
Bagaimana hal ini dapat terjadi? Dibandingkan dengan kuasa Allah, semua kuasa si jahat tersebut tidak ada artinya! Bayi yang baru lahir di dalam Kristus pun memiliki kuasa yang lebih besar di dalam dirinya dibandingkan dengan semua anti-Kristus jika dikumpulkan menjadi satu. Mengapa kita masih dapat dikalahkan oleh si jahat? Karena iblis tidak melawan umat Allah dengan kuasa, ia membingungkan untuk membujuk mereka dengan penyesatan.
Dibandingkan dengan 800 nabi palsu, siapakah wanita yang menantang Elia ini? Pasti Elia dapat menghancurkan kuasanya bahkan jauh lebih mudah daripada menghancurkan kuasa para nabi palsu tersebut. Tidaklah rasional bagi Elia menjadi demikian patah semangat karena ancaman Izebel, namun di sinilah titiknya yang sebenarnya: serangan ini tidak datang melalui penalaran, ini merupakan suatu serangan secara rohani. Biasanya penalaran hanya sedikit kaitannya dengan sihir.
Izebel menghantam Elia segera setelah kemenangannya yang terbesar dan ia berhasil mengalahkan Elia. Sering kali keadaan kita yang paling berbahaya terhadap jenis serangan ini adalah setelah kita mengalami suatu kemenangan besar, karena kita cenderung kurang berwaspada dan sering kali menjadi terbuka terhadap kesombongan. Pertahanan pertama kita terhadap serangan-serangan iblis melalui sihir, ataupun taktik lainnya, adalah dengan memelihara kerendahan hati dengan menyadari bahwa kita hanya dapat berdiri karena kasih karunia Allah. Kesombongan membuat sebuah lubang di baju zirah kita sehingga si musuh dengan mudah dapat menembusinya.