MEMANDANG HIDUP SEBAGAI PENGGENAPAN

Oleh: Peter B, MA


Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Lukas 4:17-19)
Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (Lukas 4:21)
Masih berbicara mengenai tujuan hidup. Kali ini kita akan melihat bagian terakhir dari perkataan Yesus, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Dan itu masih berkaitan dengan tujuan hidup. Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa tujuan hidup itu begitu pentingnya? Bukankah hidup itu lebih enak dijalani seperti air mengalir saja? Bukankah kalau kita terlalu berfokus pada tujuan ataupun target-target tertentu dalam hidup kita, maka kita akan semakin frustrasi? Bukankah jauh lebih baik menjalani hidup tanpa beban? Memang itu pertanyaan-pertanyaan yang baik tetapi ada resiko lebih besar jika Anda hidup dalam kondisi seperti pertanyaan-pertanyaan tersebut!
Pengetahuan mengenai tujuan hidup kita adalah penting. Pengetahuan kita akan tujuan hidup kita menentukan seluruh hidup kita. itu menentukan keberhasilan atau kegagalan kita. itu menentukan makna atau hampanya hidup kita. Menentukan kebaikan atau keburukan bagi banyak orang lain. Menentukan upah kita di surga. Menentukan ukuran penyembahan kita kepada Tuhan, dan yang lebih penting menentukan keberadaan atau eksistensi kita sebagai makhluk rohani ciptaan Tuhan yang memiliki tujuan sebagaimana Tuhan tetapkan. Jika kita tidak mengetahui atau mungkin telah mengetahui tetapi tidak hidup di dalamnya. Hidup kita sedang menuju arah yang salah. Pada titik-titik tertentu hal itu akan semakin menyesatkan kita (dari jalan-jalan Tuhan), mulai menghancurkan kita, atau bahkan membinasakan kita secara kekal di neraka – Itulah saat yang dikatakan oleh Pengkhotbah sebagai “hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kukatakan: Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya.” (Pengkhotbah 12:1b). Tidak memenuhi tujuan penciptaan dan keberadaan kita di dunia dapat dipandang sebagai suatu ketidaktaatan kepada Sang Pencipta. Ketidaktaatan membuahkan kutuk. Oleh karena itu, hidup di luar tujuan yang Tuhan telah tetapkan dalam hidup kita adalah kesia-siaan belaka yang berakhir pada kutuk – suatu kehancuran.
Setelah membaca kitab Yesaya yang berisi nubuatan itu, Yesus mengklaim bahwa pada hari itu nubuatan itu tergenapi di dalam diri Yesus sewaktu orang-orang mendengarnya. Bagi mereka, perkataan Yesus terdengar terlalu angkuh. Tetapi kita tahu pasti bahwa Yesus tidak berkata dusta. Justru di sinilah kita melihat dua tipe kelompok manusia. Dua tipe manusia ini masih berlangsung hingga kini, Kita bisa menemukan mereka dimana saja. Tetapi tipe yang satu lebih sedikit daripada tipe yang lain. Apakah kedua tipe itu? Kelompok yang pertama adalah mereka yang mengetahui benar akan tujuan keberadaan dan hidup mereka. Seperti Yesus, Tuhan kita. Kelompok yang kedua yang jumlahnya jauh lebih banyak dari yang pertama adalah mereka yang berpikiran sempit dan tidak pernah mengenal apapun mengenai kebenaran dan rencana Allah dalam hidup mereka masing-masing.
Saudaraku kekasih, semenjak kejatuhan Adam, nenek moyang manusia, bukanlah sesuatu yang aneh jika manusia semakin menyimpang. Mereka yang semula adalah masterpiece, karya besar dari Pencipta Agung berubah menjadi seperti barang rongsokan yang hampir tidak memiliki manfaat apapun. Bahkan seringkali derajat manusia turun begitu rendah sehingga bersikap dan berpikir selayaknya seekor binatang. Tidak heran kemudian muncul teori-teori aneh yang mempercayai bahwa manusia terjadi karena satu kebetulan, pecahan partikel-partikel hidup tertentu yang bertemu atau juga bahwa manusia berasal dari kera yang menjadi semakin bijak. Demikianlah rendahnya manusia memandang dirinya.
Manusia yang memandang kejadian dirinya adalah suatu ‘kebetulan’ akan hidup dengan cara yang sama: kebetulan, ngawur, tanpa arah yang jelas, tanpa rencana. Demikian pula terhadap manusia yang memandang dirinya sebagai makhluk yang sama dengan binatang, ia akan berpikir dan hidup seperti itu. Mereka yang memandang keberadaannya sebagai suatu ‘kecelakaan’ dan ‘sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan’ akan memandang kehidupan sebagai ‘kecelakaan-kecelakaan’ belaka dan mereka pun menganggap ‘kecelakaan’ bukanlah sesuatu yang serius – maka aborsi pun tumbuh dengan suburnya!
Kebanyakan orang-orang yang di sekitar Yesus saat itu tampaknya memandang dengan cara yang sama. “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” adalah ungkapan yang sesungguhnya menunjukkan cara pandang mereka terhadap manusia. Pikir mereka, “Tidak mungkin tukang kayu miskin memiliki anak demikian pandai, terpelajar, pandai mengajar apalagi menggenapi nubuatan nabi besar Israel. Tidak mungkin orang ini sehebat itu. Huh, pikirnya siapa Dia?” Logikanya adalah jelas : seorang miskin anak tukang kayu bukanlah apa-apa, bahkan Tuhan pun tidak mungkin memiliki rencana sekecil apapun untuk Dia. Bagi orang-orang, Yesus terlalu tinggi menilai diriNya!
Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yesus. Jika mengamati dengan seksama, Yesuslah manusia sempurna, kehidupannya memperagakan kepada kita bagaimana seharusnya manusia itu hidup. Konsep yang di miliki-Nya adalah orisinal, kebenaran yang hakiki mengenai manusia itu sendiri. Di hari Sabat yang khusus itu, Yesus menegaskan bahwa keberadaanNya saat itu adalah untuk satu hal: PENGGENAPAN. Ya, penggenapan dari apa yang telah ditetapkan oleh Bapa. Dari sudut pandang itulah Yesus memandang keberadaan diri dan kehidupanNya. Dari sudut pandang penggenapan. Apakah artinya? Artinya sesungguhnya cukup dalam. Itu berarti bahwa Ia tidak datang secara kebetulan – semuanya telah direncanakan. Itu berarti Ia ada dan datang karena alasan serta tujuan yang khusus – semuanya telah ditetapkan sebelumnya. Itu juga berarti bahwa hidup yang dijalaniNya tidak mengalir begitu saja – semuanya telah diatur dengan sempurna.
Mungkin Anda masih belum bisa menerima sepenuhnya dan mulai beralasan, “Ah, itu kan Yesus. Tetapi aku ini ‘hasil kecelakaan’. Kebetulan saja aku lahir. Orang tuaku saja tidak pernah tahu apalagi memikirkan akan kehadiranku di dunia ini.” Benarkah demikian? Tentu saja tidak jika Anda sedikit menyelidiki FirmanNya. Dalam Mazmur 139:16 disebutkan demikian: “mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan DALAM KITAB-MU SEMUANYA TERTULIS hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”. Dan juga “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau …(Yeremia 1:5). Demikianlah yang Tuhan perbuat setiap kali Ia menciptakan manusia. Ia Telah menetapkan, menulis semuanya itu di dalam kitabNya segala yang akan dan mestinya terjadi dalam hidup kita. Sungguh, jalan hidup kita telah tertulis bahkan sebelum kita ada. Dan itu berarti, tidak ada sesuatu dalam hidup kita yang kebetulan jika kita hidup dan berjalan bersama Dia.
Seperti Kristus memandang hidupNya, demikianlah kita wajib memandang hidup kita. Hidup kita tidak lain seharusnya menjadi suatu PENGGENAPAN akan setiap RENCANA INDAH DAN MULIA yang Tuhan telah tetapkan dalam hidup kita. Jika kita memandang hidup ini sebagai suatu penggenapan, maka kita tidak akan pernah berusaha menjalani hidup di luar kehendakNya. Kita tidak akan pernah lagi kebingungan akan arah hidup kita. Kita pun akan dijauhkan dari suatu gaya hidup yang gegabah yang dipenuhi banyak kesalahan maupun kegagalan. Para penyembah sejati haruslah berpikiran demikian karena hanya dengan cara demikianlah hidup mereka akan menyenangkan Bapa. Dengan cara hidup sesuai apa yang telah ditetapkan itulah, kita masuk dalam rencana Tuhan yang sempurna. Apakah engkau sudah menggenapi rencana hidupmu yang telah tertulis jauh sebelum engkau ada? Biarlah apa yang telah tertulis pada kitab Tuhan, itu pula yang akan digenapi dalam hidup kita. Sepenuh-penuhnya. Amin.
(Diambil dari warta Worship Center edisi 15 – 19 April 2002)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *