Kata mereka kepadaku: “Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar.” Ketika kudengar berita ini, duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit, kataku: “Ya, TUHAN, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan tetap mengikuti perintah-perintah-Nya, berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa. (Nehemia 1: 3-6)
Nehemia mengasihi bangsa dan negaranya. Dia mengamati keadaan bangsanya yang mengalami kemerosotan dan terpuruk dalam kesukaran dan tercela karena dihukum Tuhan. Nehemia menangisi keadaan bangsa dan negaranya karena perduli dengan nasib bangsanya. Bahkan berhari hari dia berpuasa, merendahkan diri, bertobat dan berdoa untuk pemulihan bangsanya. Padahal pada waktu itu posisi dia sebagai juru minum raja. Wow suatu posisi yang nyaman dan berlimpah harta kekayaan. Tetapi hatinya ada di bangsa dan negaranya. Kenyamanan dan kedudukan terhormat tidak membuat hatinya bahagia dan menikmati hidup seperti orang pada umumnya. Kerinduan dan beban terbesarnya Israel dipulihkan di jamannya. Nehemia minta dengan serius kepada Tuhan untuk memakainya sebagai alat/ bagian dari pemulihan Israel. Alasannya adalah karena Nehemia adalah hamba Tuhan yang sejati sehingga apa yang Tuhan rasakan itu pula yang dia rasakan. Hati Tuhan yang penuh belas kasihan ingin memulihkan Israel. Tetapi Tuhan perlu hamba-Nya sebagai alat untuk mencurahkan kasih karunia-Nya sehingga Tuhan bisa mengampuni dan memulihkannya. Nehemia mendengar dan memberi diri untuk dipakai sebagai alat Tuhan untuk memulihkan negerinya bahkan mempengaruhi dan menggerakkan banyak orang untuk visi pemulihan tersebut.
Jika dulu Israel punya Nehemia yang berdiri dan membayar berapa pun harganya untuk pemulihan negerinya. Adakah hamba-hamba Tuhan di Indonesia MAU berdiri dan membayar berapa pun harganya untuk melihat pemulihan terjadi Indonesia? Apakah keadaan kita lebih NYAMAN dibandingkan Nehemia sehingga kita MALAS menyediakan diri sepenuhnya untuk panggilan Tuhan? Apakah tabiat bangsa kita begitu buruk maunya GRATIS, tidak bayar harga untuk pemulihan? Pertanyaannya apakah benar benar ada yang gratis untuk pemulihan di dunia ini? Amin.
(Oleh: Faith Ruddy)