Oleh: Peter B, MA
Hal ketiga yang menjadikan Daud pribadi yang lapar dan haus akan Tuhan ialah karena ia suka memikirkan tentang Tuhan. Merenungkan pribadi Tuhan, firman-Nya, jalan-jalan-Nya.
“Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, ” ~Mazmur 63:7
Semakin ia mengenal Allah dan merenungkan tentang petunjuk-petunjuk yang ada dalam Taurat, hatinya semakin tertarik. Daud makin rindu untuk mengenal lebih dekat dan lebih dekat lagi akan pribadi Tuhan. Berbeda dengan kebanyakan orang Kristen hari ini yang puas hanya duduk satu jam (bahkan kurang dari itu) di gereja untuk mendengarkan sebuah khotbah, Daud mencari Tuhan saat orang terlelap dan kelelahan karena penuh dengan urusan-urusannya hari itu. Di masa kini, apakah kita mencari Tuhan dan merenungkan jalan-jalan Tuhan… saat orang menonton hiburan di tv… saat orang berjalan-jalan di Mall atau bercengkerama tempat nongkrong… saat orang sibuk dengan teman-teman media sosialnya… saat orang bersenang-senang dengan teman-teman gaulnya… saat orang sibuk dengan bisnis dan pekerjaannya… saat aktivis-aktivis gereja merancang dan mengusahakan berbagai program rohani (seperti yang dilakukan Martha)… saat yang lain sibuk berbelanja.. atau saat orang memikir-mikirkan rencana-rencana jahat di hati dan pikirannya?
Bagi Daud, TUHAN adalah pribadi paling menarik yang pernah dikenalnya. Bagaimana mungkin ia melewatkan kesempatan ini? Untuk bercakap-cakap (walau dalam batin) dengan pribadi paling berkuasa, paling mulia, paling baik dan paling penuh kasih di jagad raya ini? Tidakkah kita akan meminta waktu lebih lama jika berkesempatan bertemu dengan superstar dunia? Bukankah pertemuan singkat dengan orang penting dan berkuasa di pemerintahan merupakan kesempatan yang langka dan begitu berharga (sampai-sampai banyak yang mencetak fotonya besar-besar dan diberi pigura untuk dipasang di dinding ruang tamunya?) Adakah di antara waktu-waktu dengan orang-orang paling kaya, paling terkenal, paling berotoritas, paling menarik dan paling berbakat di dunia ini yang bisa mengalahkan waktu-waktu pertemuan dengan Tuhan?
Bukankah jelas Alkitab menyatakannya:
“Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik” (Maz. 84:11)
Dan inilah hati Daud, yang berbeda dengan hati kebanyakan orang terhadap Allah:
“Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya” (Maz.27:4)
Daud suka tinggal bersama-sama dengan Tuhan. Dia suka merenung tentang Tuhan. Pikiran dan hatinya dipenuhi Tuhan. Bukan akan kesenangan-kesenangan dan kenyamanan hidup. Bukan harta. Bukan wanita (meski Daud seorang pecinta wanita yang luar biasa). Bukan tahtanya. Bukan pula pekerjaan atau profesinya. Tentulah Daud bekerja dan melakukan urusan-urusan sehari-harinya. Sejak ketika saat dia menjadi gembala ternak sampai saat dirinya telah menjadi ‘gembala’ Israel. Namun di atas semua kesibukannya, ia kerap memikir-mikirkan tentang Tuhan. Dan, hampir otomatis, ia makin lapar dan haus akan Allah!
Jadi, mengapa kita kehilangan rasa lapar dan haus kita akan Tuhan?
Pastilah itu karena kita tidak cukup peduli akan Tuhan. Ketika Roh Kudus mengingatkan kita akan rasa lapar kita akan Tuhan, kita memilih mencari yang lain. Saat rasa haus itu datang, kita mengalihkannya dengan memikirkan hal lain dan menyibukkan diri dengan urusan-urusan yang lain yang sebenarnya jauh tidak berarti dibanding berdiam diri di hadapan Tuhan. Saat kita memiliki waktu luang, kita memilih aktifitas lain ketimbang merenungkan hidup kita di hadapan-Nya. Kita mengisi waktu kita dan memenuhinya dengan hal-hal yang lain daripada memasuki hadirat Tuhan dan menikmati kebersamaan dengan Dia. Waktu demi waktu kita mencari segala yang menarik hati kita, menjalani jam demi jam menekuni pekerjaan kita dan… terlambat menyadari betapa sedikitnya pikiran kita merenungkan tentang Tuhan dan apapun tentang Dia; betapa jarangnya hati kita merindukan Dia dan menyampaikan pesan bahwa kita mengasihi-Nya; betapa malasnya kita merespon pimpinan Roh Kudus untuk mendisiplinkan pikiran kita merenungkan firman Tuhan dan mencari cara, menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari!
Oh, betapa kita lebih suka membunuh rasa lapar dan haus kita akan Tuhan, membiarkan roh kita merana dan kelaparan hingga sakit dan mati! Dan kemudian kita bertanya-tanya, mengapa kehidupan orang ini atau hamba Tuhan itu terasa begitu intim dengan Tuhan?
Bukan Tuhan yang tidak mau dan tidak mampu hadir memuaskan dahaga dan lapar kita akan Dia. Kitalah yang tidak pernah datang ke ruang perjamuan itu dan duduk semeja dengan Tuhan, menikmati kebersamaan yang hangat dengan Bapa sorgawi -yang oleh karenanya hati kita makin terpesona dengan kepribadian-Nya. Faktanya, kita lebih suka seperti anak yang hilang, bercanda tawa bersama penjudi-penjudi, orang-orang fasik dan cemar. Atau mungkin juga kita telah menghabiskan segala yang baik di hidup kita tetapi tetap mengeraskan hati sebagai penjaga kandang babi sekalipun kita tahu betapa sia-sianya semua itu.
Ketika kita memandang hubungan dengan Tuhan sebagai sesuatu yang ringan semata atau sebagai sesuatu demi kepentingan kita pribadi tanpa keinginan mengenal pribadi dan sifat-sifat-Nya, saat itulah rasa lapar dan haus kita akan Dia menguap lenyap dari hidup kita.
Tetapi meski api kerinduan itu kecil pada mulanya, jika kita menghembusinya dengan angin dan meneteskan minyak ke atasnya -melalui pencarian dan perenungan akan Dia waktu demi waktu- maka nyalanya akan makin besar, mencari apa saja yang dapat ‘dilahapnya’. Makin lapar dan haus akan Tuhan.
APAKAH ANDA SERING MENGINGAT KEBAIKAN DAN KESETIAAN TUHAN?
Keempat. Dalam perenungannya, Daud teringat kembali akan apa yang Tuhan telah perbuat dalam hidupnya.
Ia menulis dalam kidungnya:
“Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam,
— sungguh ENGKAU TELAH MENJADI PERTOLONGANKU, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai”(Maz. 63:7-8).
Daud mengingat kembali betapa Tuhan telah mengasihinya, membelanya, menolongnya dalam berbagai situasi sulit. Entah itu saat ia menghadapi tekanan dalam keluarga atau saat melawan singa maupun beruang; saat ia menghadapi Goliath atau saat dikejar-kejar Saul untuk dibunuh. Daud merasakan Tuhan telah banyak kali berbuat baik baginya. Tuhanlah yang setia saat semua tak peduli padanya bahkan menginginkan kematiannya. Tuhan tidak saja menjadi penolong (the helper) tetapi telah menjadi pertolongannya (the help).
Apa perbedaannya?
Menjadi ‘penolong’ berarti sampingan saja, tidak terlalu menentukan hasil, hanya memberikan sumbangan pada pencapaiannya. Tetapi menjadi ‘pertolongan’ berarti kita pasti celaka jika tidak memperoleh pertolongan itu. Hidup mati atau nasib kita bergantung pada pertolongan itu.
Bagi Daud, Tuhan tidak sekedar mempermudah atau membuat hidupnya nyaman atau lancar tetapi Tuhan telah membuat nasib dan takdir Daud berbeda dari yang sebelumnya menuju kebinasaan, tersesat dan celaka kini menjadi suatu kehidupan yang berbuah, dimampukan menjadi saluran berkat dan suatu kesaksian bagi kemuliaan nama Tuhan.
Saat mengingat betapa baik dan setianya Tuhan itu, Daud menetapkan untuk berada di bawah naungan sayap Tuhan dimana ia akan bersorak sorai! Ia tidak ingin ‘pergi’ meninggalkan Tuhan namun ia tetap selalu ingin bersama-sama Tuhan. Di bawah naungan sayap Tuhan, ia ingin selalu berada dan di sana pula ia menerima sukacita seumur hidupnya. Di dalam naungan Yang Mahatinggilah, ia ingin berlindung. Berada di sana untuk selama-lamanya. Inilah lapar dan haus yang tak pernah padam.
Mengingat apa yang Tuhan perbuat dalam hidup kita, menghitung berkat-berkat-Nya, mengucap syukur atas kesabaran dan kesetiaan-Nya pada kita pada masa-masa krisis di hidup kita akan mencegah kita menjadi pahit dan mencari ‘pelarian’ dari masalah atau beban-beban kehidupan yang kita hadapi.
Melupakan perbuatan-perbuatan Tuhan di waktu-waktu yang lampau. Beberapa orang bahkan meragukan kasih dan kebaikan Tuhan di saat keadaan memburuk, situasi tak terkendali, masalah berlarut-larut dan beban-beban termasuk kebutuhan hidup hampir tak terpenuhi. Kekeringan jasmani menjalar masuk ke jiwa dan kerohanian mereka. Hati mereka mulai goyah dan undur dari Tuhan.
Di sisi lain, ketika kehidupan berkelimpahan, beberapa orang lupa bahwa itu semua karena kasih karunia dan tangan pertolongan Tuhan. Lupa bersyukur, mereka menjadi angkuh dan tenggelam dalam segala kesenangan duniawi. Kerinduan mereka akan Tuhan pun luntur. Tanpa sadar mereka telah makin jauh dari Tuhan.
Hidup kita adalah sebuah perjalanan. Bagai musafir yang menempuh jarak yang jauh menuju tanah perjanjian sorgawi. Tanpa Tuhan di sisi kita niscaya kita sesat. Hanya saat kita benar-benar memahami bahwa Tuhan menjadi pertolongan bagi kita sepanjang perjalanan ini, maka kita tidak akan mencari pertolongan ditawarkan dunia ini. Kita tidak akan beralih pada uang, kekuasaan, hubungan-hubungan, atau kuasa-kuasa kegelapan -apapun yang lain di luar Tuhan- saat menjalani hari-hari kita di dunia ini.
Jadi mengapa rasa lapar haus Anda akan Tuhan memudar?
Mungkin karena Anda telah mengalihkan pandangan kepada yang lain sebagai sandaran dan andalan Anda dalam hidup. Anda melupakan bahwa Dia Allah yang baik, yang setia dan yang berjanji akan senantiasa menopang kita dalam segala keadaan sampai masa memutih rambut Anda.
SEBERAPA PENTING DAN BERARTINYA TUHAN BAGI ANDA?
Orang yang memelihara rasa lapar dan hausnya akan Tuhan menjadikan Tuhan sebagai bagian penting dalam hidupnya. Hidupnya telah diubahkan saat melihat kuasa dan kemuliaan Tuhan. Lalu kasih Tuhan menjadi yang paling berharga dalam hidupnya sehingga mustahil ia hidup tanpa kasih itu. Hubungannya dengan Tuhan dipupuk dan dijaganya dengan merenungkan Tuhan dan jalan-jalan-Nya setiap waktu. Dan makin ia merenungkan Tuhan makin jelas dan nyata bahwa Tuhan adalah segala-galanya yang baik dalam hidupnya. Untuk selama-lamanya ia tak ingin terpisahkan dari Tuhan. Tak sehari pun ingin dilalui tanpa kehadiran dan kebersamaan dengan Tuhan.
Seberapa penting dan berarti Tuhan dan hubungan Anda dengan Dia menentukan rasa lapar dan haus Anda akan Dia. Saat hati kita terpikat dan mulai fokus pada perkara lain, entah disadari atau tidak, kita mulai kehilangan rasa lapar dan haus akan Tuhan. Dan itu bukan tanda-tanda yang baik bagi masa depan kekal Anda.
Hari ini, jangan biarkan satupun -apapun itu- menduduki tempat pertama dalam hidup Anda. Jangan biarkan harta, pekerjaan, hobby, pergaulan, kebiasaan, kesenangan atau kenyamanan hidup membuat Anda terlena. Jangan biarkan pasangan, anak, istri, suami, keluarga atau famili membuat Anda teralihkan dari membina hubungan yang erat dan intim dengan Tuhan. Dan jangan biarkan ketakutan, kekuatiran hidup, kegelisahan, kemarahan, kebencian, kepahitan, hawa nafsu atau keinginan-keinginan akan gaya hidup serupa orang-orang duniawi menjadi penghalang Anda untuk memiliki hubungan yang hidup dan membebaskan dalam Tuhan.
Datanglah meminta rasa lapar dan haus itu sekali lagi dalam doa.
Terimalah dan jagalah hati Anda yang lapar dan haus itu dengan kekuatan yang Tuhan anugerahkan bagi Anda.
Mintalah untuk Tuhan senantiasa menarik Anda (Kid. 1:4) lebih dan lebih lagi dari hari ke hari
Jadikan Tuhan yang terutama dalam hidup Anda dengan mencari dan memikirkan kehendak-Nya dalam hidup Anda.
Hidup Anda akan kuat, teguh, berbuah dan berhasil di dalam Tuhan. Seperti hidup Kristus.
Upah besar siap menanti untuk diberikan bagi Anda di sorga!
Doa saya menyertai Anda.
Salam revival!