Mempelai Zombi yang Hidup – Neil Cole (bagian 1)

Tahun 1991, sementara saya sedang pergi tidur larut malam (saya masih belum tertidur), saya mendapat penglihatan. Saya belum pernah mendapat penglihatan sebelumnya, hanya mimpi. Penglihatan itu tentang mempelai yang terbaring di tempat tidur, sedemikian lemah sehingga tidak bisa duduk. Ia begitu sakit sehingga kelihatan seperti mati, tetapi ia masih bisa bergerak meski dengan susah payah. Seolah-olah ia secara supranatural dipertahankan hidup melawan segala peraturan dunia natural, seperti film tentang zombie. Kulitnya hijau pucat dan secara praktis jatuh tertelungkup. Bajunya terurai dan abu-abu karena debu. Rambutnya tipis dan tidak disisir. Tetapi hal yang menakjubkan adalah wajahnya tersenyum seolah-olah ia sedang menanti bertemu mempelai laki-laki setiap saat. Ada jendela di sebelah kanan tempat tidur dengan korden berenda. Tiba-tiba korden itu tertiup ke dalam ruangan dan cahaya matahari bersinar penuh. Kemudian penglihatan itu berakhir.

Saya sesungguhnya tidak memerlukan penafsiran. Saya sekadar tahu bahwa ini adalah gambaran gereja saat ini: sakit, tetap hidup oleh kuasa supranatural, tetapi percaya bahwa ia cukup kuat dan siap untuk bertemu Yesus. Harapannya hembusan udara segar dan cahaya akan segera datang.

Penglihatan itu membuat pikiran saya dipenuhi keprihatinan terhadap gereja sebagai tubuh dan mempelai Kristus. Saya turun ke bawah dan mulai menuliskan pemikiran saya pada satu bandel kertas; catatan itu menjadi draf pertama ide-ide tentang gereja organik. Saya tidak menceritakan pengihatan itu kepada siapa pun untuk waktu yang lama. Pertama, saya merasa tidak aman dalam denominasi saya sendiri untuk berbicara tentang masalah seperti itu. Lebih dari itu, saya merasa bahwa penglihatan itu adalah untuk saya dan saya tidak ingin orang-orang berpikir bahwa pekerjaan yang saya lakukan didasarkan pada penglihatan yang saya lihat.Saya cenderung menceritakan hal itu sekarang setelah waktu berlalu dan pekerjaan ini mendapatkan manfaat darinya. Namun diagnosa tentang gereja yang dinyatakan oleh penglihatan itu masih sangat nyata.

Gereja tampaknya telah kehilangan identitas. Ia telah melupakan siapakah dia seperti yang dikehendaki Tuhan. Carol Davis, teman baik dan mentor saya, menggambarkan gereja sebagai seorang yang menderita kehilangan ingatan, bukan karena amnesia melainkan karena pembusukan perlahan akibat penyakit Alzheimer. Ketika seorang menderita amnesia, ia kehilangan ingatan jangka pendek, tetapi tetap memiliki pengetahuan dasar tentang identitasnya. Korban sering kali melupakan siapa mereka dan untuk apa mereka hidup. Mereka melupakan siapa orang yang mereka kasihi dan bahkan bisa percaya bahwa anggota keluarga adalah musuh yang punya rencana jahat untuk mencelakakan mereka. Pikiran mereka tertipu; tidak seperti korban amnesia. Seseorang dengan penyakit Alzheimer bahkan menyadari ada sesuatu yang salah. Dalam banyak kasus, kepribadian mereka berubah.Pada saat penyakitnya berkembang, tubuh bahkan melupakan fungsi alamiah seperti makan. Akhirnya pasien mati karena komplikasi yang berkaitan dengan malnutrisi atau sesuatu yang sebanding dengan itu.

Gereja telah menderita hal serupa. Ia tidak lagi bisa mengingat kebenaran dasar tentang identitasnya. Hal yang paling dikasihi dan diberi perhatian kita dipandang tidak bisa dipercaya. Seperti mempelai dalam penglihatan saya, ia ditipu untuk berpikir bahwa ia sehat, padahal sesungguhnya ia sakit. Akibat kondisi ini, gereja telah kehilangan kepribadiannya yang sejati dan melupakan kasih yang mula-mula (Why 2 : 4).

Hal yang paling buruk dari penipuan diri sendiri ini adalah Anda tidak tahu kapan Anda ditipu. Jika Anda tahu ritsleting Anda terbuka, Anda akan memperbaikinya. Orang-orang biasanya tidak akan membiarkan ritnya terbuka dengan sengaja. Mereka melakukan hal itu karena tidak sadar, dan segera setelah sadar, mereka akan segera mengobati problem mereka.

Suatu kali, saya ingin menyampaikan hal ini kepada beberapa teman pendeta tanpa berpikir panjang. Kami semua laki-laki dan dalam suasana retreat, jadi saya merasa saya bisa sedikit membesar-besarkan pengalaman saya sendiri. Saya berbicara kepada mereka dan sengaja membiarkan rits saya terbuka. Saya menunjuk teman kepercayaan saya untuk menutup rasa malu saya dengan menunjukkan masalah saya di depan setiap orang. Ia membiarkan drama itu diulur lebih lama daripada yang saya harapkan, sambil tersenyum pada saya sepanjang waktu. Akhirnya ia menyebutkan bahwa ada aliran udara di ruangan dan saya dengan cepat menanggapi dengan membalikkan punggung saya dari pengunjung untuk menutup rits saya. Saya juga menempel kertas toilet yang mengekor di punggung saya untuk menimbulkan kesan yang dalam sampai di rumah. Setiap orang tertawa, tetapi poin saya ditangkap. Penipuan diri sendiri buruk bagi siapa pun kecuali orang yang ditipu karena ia tidak tahu tentang hal itu.

Berbeda dari penyakit Alzheimer, ada obat untuk pergumulan kita. Kita bisa mendapatkan kembali ingatan kita, tetapi kita perlu terlebih dahulu meninggalkan identitas palsu yang telah kita ambil sebagai milik kita sendiri. Sebelum kita menyadari penipuan yang kita alami, kita tidak pernah menemukan kebenaran dan dibebaskan. Kita harus berpaling pada Tabib Agung kita untuk disembuhkan.

Ada beberapa surat yang dituls ke gereja pada zaman Alkitab oleh beberapa orang terkenal. Paulus, Yakobus, Petrus, dan Yohanes, semua menulis kepada gereja-gereja di Perjanjian baru, tetapi ada satu orang yang menulis kepada semua gereja dalam Perjanjian Baru: Yesus. Dalam Wahyu 2 dan 3, Yesus mendiktekan tujuh surat kepada tujuh gereja di Asia. Ini adalah surat yang mendalam yang membuka mata kita bagaimana Yesus membahas kebutuhan yang kita miliki dalam gereja-Nya.

Bahkan ada surat yang ditulis kepada gereja yang menderita kehilangan ingatan karena ditipu. Didalamnya, Yesus bukan hanya menggambarkan kondisi masalah untuk gereja semacam itu yang gawat, melainkan juga menawarkan resep kesembuhan.

Yesus berkata kepada jemaat Laodikia, “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang” ( Why 3 : 17).

Yesus memberi perintah kepada gereja ini untuk “bergegas dan bertobat.” Jangan lambat untuk berpaling; ini mendesak. Dalam konteks inilah Yesus mengatakan kalimat yang sekarang terkenal: Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” (Why 3:20). Untuk waktu yang lama, kata-kata ini telah diterapkan secara salah untuk menginjili orang yang belum percaya ketika sesungguhnya Yesus sedang berbicara dengan gereja-Nya, “Bukalah pintu dan izinkan Aku masuk!”

Ia menutup surat-Nya  kepada gereja Laodikia dengan berkata, “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat” (Why 3 : 22). Kita semua akan baik-baik jika mendengar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *