Oleh: Bpk. Peter B. K.
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” ~Matius 18:18
“Juga beberapa tukang jampi Yahudi, yang berjalan keliling di negeri itu, mencoba menyebut nama Tuhan Yesus atas mereka yang kerasukan roh jahat dengan berseru, katanya: “Aku menyumpahi kamu demi nama Yesus yang diberitakan oleh Paulus.”
Mereka yang melakukan hal itu ialah tujuh orang anak dari seorang imam kepala Yahudi yang bernama Skewa.
Tetapi roh jahat itu menjawab: “Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapakah kamu?”
Dan orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa mereka dan menggagahi mereka semua dan mengalahkannya, sehingga mereka lari dari rumah orang itu dengan telanjang dan luka-luka.
Hal itu diketahui oleh seluruh penduduk Efesus, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, maka ketakutanlah mereka semua dan makin masyhurlah nama Tuhan Yesus” ~Kisah Para Rasul 19:13-17
Ketika kita menerima suatu pengajaran yang disebut didasarkan pada firman, alangkah baiknya jika kita menangkapnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Tuhan sendiri. Dari sikap itulah akan ada penafsiran yang sehat dan membawa hasil pengenalan yang benar akan Tuhan dan jalan-jalan-Nya.
Kita telah tahu (dan banyak kali terbukti khususnya akhir-akhir ini) bahwa memenggal sebuah video atau mengutip hanya sebagian perkataan orang dapat menimbulkan kesalahpahaman yang sangat besar. Persepsi orang yang berbeda-beda dapat menghasilkan suatu tafsir yang sama sekali jauh dari yang dimaksud oleh sang pembicaranya. Perkataan yang tidak lengkap dapat menyesatkan. Apalagi ditafsirkan sesuai dengan cara berpikir kita sendiri atau yang diamati secara tidak seimbang dengan sudut pandang tertentu, juga yang didorong keinginan hati yang tendensius.
Jika kita hanya mengambil sebagian pengertian dari ayat-ayat Alkitab lalu menafsirkannya sesuai keinginan hati kita, maka yang terjadi adalah penyalahgunaan pesan atau prinsip firman Tuhan -dimana kita memperkatakan, mengajarkan atau melakukannya berdasarkan kehendak dan motif-motif pribadi terlepas dari apa YANG SEBENARNYA dimaksud oleh Tuhan saat mengilhamkan firman tersebut kepada penulis-penulis Kitab Suci kita. Dampak yang lebih fatal ialah ketika penafsiran dan pemahaman yang salah itu kemudian disebarluaskan kepada banyak orang. Tak terhindarkan bila yang terjadi ialah seperti yang rasul Paulus katakan bahwa kita akhirnya, “… diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan” (Efe. 4:14).
Salah satu yang perlu kita cermati dan uji ialah mengenai bagaimana menggunakan otoritas ilahi melalui perkataan-perkataan kita. Kita perlu mengetahui hal ini secara menyeluruh sehingga memperoleh gambaran lengkap atas apa sebenarnya yang Tuhan maksud dan inginkan atas kita.
“Apa yang kamu ikat di dunia akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia akan terlepas di sorga” merupakan jaminan dari Yesus sendiri yang akan melakukan apa yang kita perkatakan saat mengikat atau melepaskan sesuatu (misalnya suatu melepaskan berkat atau mengikat kutuk) di dunia ini. Tentu ini sangat membanggakan. Luar biasa. Otoritas yang besar diberikan pada kita dimana perkataan kita membuat sorga bergerak dan bertindak. Betapa berkuasa ternyata perkataan kita yang dijamin oleh Yesus Kristus, yang memegang segala kuasa di sorga dan di bumi (Mat. 18:18).
Mendasarkan diri pada perkataan ini, tampaknya kita lalu dapat memperkatakan apapun, mengklaimnya lalu menanti penggenapan terjadinya apa yang sudah kita ikat atau lepaskan tersebut. Banyak yang akhirnya menjadi percaya bahwa HANYA DENGAN mendoakan atau memperkatakan sesuatu atas nama Tuhan maka segala sesuatunya akan beres. Penyakit pergi. Bencana lewat. Malapetaka batal terjadi. Kesulitan berlalu. Setan-setan lari. Berkat melimpah datang. Kesuksesan di depan mata. Urusan-urusan berjalan lancar. Kekayaan mengalir.
Semua hanya karena kita telah mengikat yang buruk dan melepaskan yang baik, mengikat segala kutuk dan melepaskan semua berkat. Tampaknya menyenangkan dan menghiburkan hati. Memberikan pengharapan dan membangkitkan iman. Positif dan menjanjikan.
Di sinilah kita perlu mendalami bagian-bagian lain dari Alkitab kita supaya tidak jatuh dalam bahaya kesalahpahaman atau bahkan kesesatan dalam mengenal jalan-jalan Tuhan.
Nats Kisah Rasul 19:13-17 memberitahu kita kisah yang merupakan kebalikan dari prinsip yang baru kita bahas di atas. Kisah tersebut mengenai 7 orang anak dari seorang bernama Skewa yang memiliki reputasi (atau mungkin sudah profesi) sebagai tukang Jampi Yahudi, semacam paranormal di masa sekarang. Menariknya, sang ayah, Skewa sendiri ternyata adalah seorang imam kepala, yang memimpin ibadah atau penyembahan orang-orang Yahudi. Dari sini kita seharusnya bisa mempertanyakan bagaimana mungkin seorang pemimpin agama yang memahami taurat membiarkan tujuh anaknya tumbuh dan berprofesi seperti para cenayang? Sesuatu yang sangat dilarang bahkan diganjar hukuman mati dalam hukum Taurat!
Mengenai tukang jampi ini, Matthew Henry memberikan sekilas mengenai siapa dan apa yang mereka kerjakan, dalam tafsirannya atas bagian Alkitab ini:
“… Mereka adalah orang-orang Yahudi, tetapi mereka ini tukang jampi yang suka berjalan keliling. Mereka berasal dari bangsa dan agama Yahudi, tetapi berkeliling dari kota ke kota untuk mencari uang dengan ilmu sihir. Mereka berkeliling sambil meramal peruntungan, dan berpura-pura menyembuhkan penyakit dengan mantra dan jampi-jampi. Mereka menyedot perhatian orang-orang yang sedang dirundung rasa sedih dan kalut. Mereka menyebut diri sebagai pengusir setan, karena dalam tipu daya mereka, mereka memakai jampi-jampi, dengan menyebut nama si ini dan si itu yang punya kuasa. Orang-orang Yahudi yang percaya takhayul, untuk memberikan nama baik pada ilmu sihir ini, dengan jahat menganggap bahwa ilmu sihir itu ditemukan oleh Salomo. Demikianlah Yosefus (Antiq. 8. 45-46) berkata bahwa Salomo menyusun mantra-mantra yang dengannya berbagai penyakit disembuhkan, dan setan-setan diusir supaya tidak pernah kembali lagi. Pekerjaan ini tetap berjalan dan biasa dilakukan oleh orang-orang Yahudi pada zaman Yosefus. Dan Kristus tampak merujuk pada pekerjaan ini ketika berkata (Mat. 12:27), dengan kuasa siapakah pengikut-pengikutmu mengusirnya?”
(Diambil dari Matthew Henry Complete Commentary)
Jadi para tukang jampi, anak-anak Skewa ini membaca peruntungan dan meramal nasib. Mengusir setan dan menyembuhkan dengan mantra. Menggunakan jampi-jampi dan menyebut roh atau nama yang diyakini punya kuasa melakukan hal-hal ajaib.
Dan hari-hari itu, mereka mendengar nama “Yesus yang diberitakan seorang bernama Paulus”. Yang ternyata dengan menyebut nama itu, mujizat-mujizat terjadi dan keajaiban tercipta di depan mata. Mereka menginginkan hasil yang sama seperti yang mereka saksikan dalam pelayanan Paulus. Itu sebabnya mereka kemudian mencoba memakai nama yang sama untuk mengklaim hasil yang mereka ingin dapatkan. Mereka pikir, jika Paulus menggunakan nama itu dan terjadi perkara-perkara yang dahsyat maka mereka merasa yakin akan memperoleh dampak yang sama. Dan hari itu, mereka mengusir suatu roh jahat yang merasuk seseorang. Alih-alih keluar dari yang dirasukinya, roh itu menjadi marah. Ia menantang ketujuh anak Skewa itu, menyerang mereka sampai mereka menjadi malu dan pulang babak belur. Ternyata, yang mereka ikat dan lepaskan di dunia tidak terikat dan tidak dilepaskan di sorga.
Meskipun mereka memperkatakan dan mengklaim dengan nama Yesus yang sama.
Mengapa bisa terjadi demikian?
Berikut penjelasannya.
1) OTORITAS MENGIKAT DAN MELEPASKAN SESUATU DI BUMI SEPERTI DI SORGA HANYA DIBERIKAN KEPADA ORANG PERCAYA SEJATI, BUKAN KEPADA SEMBARANG ORANG, SEKALIPUN IA PERCAYA BAHWA DALAM NAMA YESUS ADA KUASA
Anak-anak Skewa bukan orang percaya yang sesungguhnya. Mereka percaya dalam nama Yesus ada kuasa namun hidup mereka tidak percaya bahwa Yesus itu Tuhan atas hidup mereka. Mungkin mereka menyembah berhala karena mereka menggunakan kuasa-kuasa gelap. Bisa jadi uang adalah berhala mereka karena motif hati mereka ingin mendapatkan keuntungan materi dari mendoakan orang lain. Dan mengingat mereka berlatar belakang dari keluarga pemimpin agama Yahudi, maka iman mereka didasarkan pada kepercayaan agama belaka, bukan pada hubungan yang benar dengan Allah yang hidup.
Otoritas dalam perkataan kita dianugerahkan Tuhan HANYA kepada murid-murid sejati-Nya. Mereka adalah orang-orang yang menyerahkan hidupnya bahkan mempersembahkannya untuk mengabdi dan melayani Kristus, Tuhan mereka. Mereka percaya sepenuhnya HANYA pada kuasa Tuhan. Sikap hati dan hidup mereka sehari-hari secara nyata dan tak terbantahkan senantiasa mengandalkan Tuhan, dengan tidak mencari pertolongan pada kuasa-kuasa lain seperti pada manusia, pada kekuatan materi atau pada roh-roh asing lainnya. Mereka inilah yang mendapat otoritas sebagai anak-anak Allah (Yoh. 1:12).
Bagi mereka, Yesus bukan sekedar diakui sebagai Tuhan (sebab iblis pun mengakui ketuhanan Yesus, lihat Yak. 2:18) tetapi Yesus BENAR-BENAR MENJADI Tuhan dalam hidup mereka melalui hubungan yang hidup dengan Yesus, penyerahan diri untuk taat pada kehendak-Nya, dengan menjalani hidup yang bergaul dengan Allah (yang dibuktikan dengan pengenalan mereka akan Allah dan rencana-Nya yang terus bertumbuh sebagai manusia baru yang rohani).
Pendeknya, ini bukan orang-orang yang sekedar menyebut dirinya Kristen. Atau yang mengaku percaya pada Yesus tapi tidak pernah mau belajar mengenal Yesus lebih lagi. Yang ibadahnya hanya secara lahiriah dan di mulut saja. Yang pengenalannya akan Allah sepenuhnya berasal dari kata orang dan yang ikut-ikutan petinjuk manusia belaka. Tetapi yang segenap hatinya memuji dan memuliakan Dia sebagai Tuhan dan raja dalam hidupnya, yang merasakan bahwa Yesus nyata dalam hidupnya hari demi hari.
Atas orang-orang seperti inilah janji Tuhan berlaku. Perkataan mereka akan disokong oleh sorga. Kuasa Tuhan akan bekerja saat mereka mengikat atau melepaskan sesuatu di bumi ini.
2) OTORITAS DALAM PERKATAAN KITA BERLAKU SAAT POSISI ROHANI KITA BENAR-BENAR BERADA DI PIHAK TUHAN
Kepada anak-anak Skewa, roh jahat itu menjawab, “Yesus aku kenal, Paulus aku tahu tapi kamu, siapakah kamu?” Secara tersirat, itu menunjukkan ada tiga pihak. Pihak Yesus, pihak roh jahat dan pihak manusia yang dalam hal ini adalah anak-anak Skewa.
Setan hanya tunduk kepada otoritas Tuhan (dan orang-orang di pihak Tuhan) sedangkan kepada manusia yang datang mewakili pihaknya sendiri, ia tidak akan pernah tunduk. Setan lebih berkuasa daripada manusia dalam banyak hal sehingga mustahil ia bersama kerajaannya akan tunduk pada manusia yang terbatas dan penuh kelemahan ini.
Nah, orang-orang yang datang dengan kepentingan dan tujuannya sendiri, meskipun membawa nama Tuhan, tidak akan memiliki otoritas apapun atas kuasa-kuasa kegelapan. Mereka hanya akan direndahkan dan dipermalukan makhluk-makhluk roh yang jahat itu. Menjadi olok-olok dan permainan mereka, seperti anak-anak Skewa yang ditelanjangi penuh luka oleh roh perasuk itu.
Ini berbeda dengan Paulus. Paulus dikenal di alam roh. Setan-setan pergi saat dia mengusirnya dalam nama Yesus. Kuasa mereka lumpuh terikat oleh kuasa Tuhan saat Paulus berdoa membelenggu mereka. Apa sebab? Paulus datang sebagai hamba Yesus. Sebagai pelaksana tugas dan amanat agung-Nya. Menjadi orang yang diutus sebagai perpanjangan pekerjaan Yesus saat Dia tak lagi hadir di bumi ini. Sebagaimana 70 murid yang diutus Yesus menyaksikan bahwa setan-setan takluk demi nama Yesus dalam pelayanan mereka (Luk. 10:1,17-20) demikian pula Paulus dalam pelayanannya.
Perbedaannya ialah Paulus dan murid-murid Kristus yang benar datang dalam nama Tuhan UNTUK MENUNAIKAN TUGAS PELAYANAN yang Tuhan tugaskan bagi mereka. Bukan berkeliling menantang roh-roh jahat, mengata-ngatai setan karena dorongan emosi atau dengan motif-motif pribadi yang mencari keuntungan pribadi tanpa sebelumnya diutus oleh Tuhan.
Ada perbedaan antara anak-anak Skewa dengan Paulus. Ada perbedaan pula antara orang-orang yang berkeliling mengusir setan atas dorongan diri pribadi dengan mereka yang bergerak sesuai pimpinan dan petunjuk Tuhan. Perbedaannya, mereka yang didorong kehendak sendiri akan mengikuti pikiran dan emosinya sendiri, tanpa kejelasan apa dan mengapa mereka melakukan hal tersebut selain ingin melihat terpenuhinya keinginan-keinginan pribadinya sendiri. Mereka yang bergerak sebagai hamba sejati tidak mencari kesenangan, kenyamanan pribadi atau berorientasi pada hasil-hasil yang mereka harapkan sendiri. Mereka mengejar TARGET-TARGET Tuhan dan bergerak supaya RENCANA TUHAN DIGENAPKAN dalam hidup dan melalui pelayanan mereka.
Daripada mengklaim segala sesuatu akan dan harus terjadi sesuai keinginan mereka, hamba-hamba sejati mencari pimpinan Tuhan dalam segala sesuatu.
Ini nyata dalam kehidupan Yesus sendiri. Ada waktunya Dia menyuruh banyak orang yang menjadi jemaat-Nya pulang begitu saja. Tetapi pernah 4000 hingga 5000 orang diberi makan secara mujizat. Juga, tidak semua orang disembuhkan pada zaman Yesus meski Dia berkuasa mengadakan apapun dan dimanapun pada waktu itu. Di antara ratusan orang sakit di kolam Bethesda, hanya satu orang yang dicatat menerima mujizat dapat berjalan kembali setelah 38 tahun lumpuh. Yesus yang bisa mendorong rebah sekumpulan tentara yang hendak menangkap-Nya, Dia pula yang lalu merelakan diri-Nya ditangkap setelah menyambung kembali telinga salah seorang yang putus tertebas pedang Petrus.
Poin penting di sini ialah kuasa Tuhan tidak digunakan secara sembarangan sesuai kehendak, tujuan dan ambisi kita pribadi. Bukan sesuka hati kita, kita mengklaim nama Tuhan dan minta kuasa-Nya bekerja secara ajaib. Itu harus digunakan sesuai dengan pimpinan dan kehendak Allah semata.
Bukankah tiga kali banyaknya Paulus meminta “duri dalam daging”nya dicabut oleh Tuhan? Tetapi, Tuhan yang lebih dari sanggup melakukannya itu, menolak permintaan Paulus (baca 2 Korintus 12:7-10).
Dan tahukah kita seberapa banyak doa-doa yang Yusuf naikkan supaya ia mendapat perlakuan yanga adil dan hidup dalam keadaan yang lebih baik dan nyaman ketimbang menjadi budak yang difitnah lalu masuk penjara tanpa kesalahan? Adakah Tuhan memberikan keringanan pada Yusuf dengan segera? Tuhan baru memberikan kelegaan pada Yusuf SESUAI WAKTUNYA, bukan sesuai keinginan Yusuf. Bahkan setelah dia punya koneksi dengan juru minuman istana, ia harus menunggu lagi dua tahun lamanya keluar dari penjara yang tidak layak baginya itu!
Tidakkah itu menunjukkan bahwa Tuhan tidak selalu melakukan apa yang kita doakan dan klaim? Melainkan bahwa Dia menggunakan otoritas-Nya sesuai dengan kehendak terbaik-Nya atas kita semua?
Tidak selalu yang kita klaim dan doakan terjadi seperti keinginan kita. Ada Tuhan yang berdaulat menentukan segalanya sebab Dia tahu gambaran lengkapnya, setiap detail keadaan yang sedang berlangsung hingga apa yang akan terjadi kemudian. Saat kita berdoa dan tidak mengetahui kehendak-Nya dalam suatu situasi, kita boleh mendoakan yang terbaik tetapi kita harus menyadari bahwa keputusan terbaik ada di dalam tangan-Nya. Kita boleh mendoakan seorang yang sakit supaya menerima kesembuhan tetapi Tuhan yang tahu segala sesuatunya memiliki kedaulatan menetapkan apakah sakit orang itu akan sembuh seketika, sembuh secara berangsur-angsur atau kebalikannya, menjadi semakin parah dan dipanggil-Nya pulang.
Mereka yang tiada memahami mengenai berdoa sesuai kehendak Tuhan terancam menjadi kecewa pada Tuhan, mengalami lemah iman hingga kehilangan kepercayaan pada Tuhan dan kuasa-Nya. Namun mereka yang menyelidiki kehendak Tuhan akan makin dikuatkan dalam berjalan bersama Tuhan karena tahu Tuhan selalu memutuskan yang terbaik bagi setiap orang. Mereka akan jauh lebih siap menghadapi waktu-waktu di hadapan mereka bersama Tuhan dan menggunakannya sebagai kesempatan untuk memuliakan Tuhan daripada mereka yang memaksakan kehendak sendiri atau mereka yang mengaku berserah atas apapun keputusan Tuhan.
Bila apa yang kita doakan terjadi seketika memang itulah yang Allah kehendaki untuk terjadi pada saat itu. Yesus menghasilkan mujizat sekehendak Bapa-Nya, bukan seturut keinginan manusiawi semata.
“Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan” (Yoh. 12:49)
“Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku” (Yoh. 6:38).
Jadi, bukan karena keinginan kita, seturut kehendak kita atau dari pihak kita otoritas itu dijalankan tapi seturut kedaulatan Bapa sorgawi yang mengutus dan memimpin kita memperkatakan firman-Nya yang penuh kuasa demi mengubah situasi di bumi seperti yang diinginkan sorga.
3) PERUBAHAN TERJADI ATAS SITUASI DI SEKITAR KITA MELALUI FIRMAN TUHAN YANG KITA PERKATAKAN SAAT KITA BENAR-BENAR MEYAKININYA DENGAN HIDUP SEBAGAIMANA KEYAKINAN KITA ITU
Kesalahan terbesar anak-anak Skewa ialah mereka bermaksud memanfaatkan nama Yesus. Nama itu diserupakan dengan suatu mantra. Semacam password untuk menembus segala keadaan dan mengambil berbagai keuntungan dari terobosan itu. Masalahnya adalah, secara kasat mata dan indera pendengaran kita tahu bahwa nama Yesus disebut-sebut. Akan tetapi dunia roh tahu yang sebenarnya. Baik Tuhan atau iblis tahu KUALITAS ROHANI kita yang sebenarnya. Tuhan menilik sampai ke hati dan pikiran kita yang terdalam. Sedangkan iblis sudah dapat mengukur posisi dan otoritas kita dalam Tuhan dari seberapa kita hidup sesuai keyakinan kita akan firman Tuhan yang terlihat dari pola hidup kita sehari-hari.
Paulus melayani bukan sekedar sepenuh waktu (full time ministry). Ia mengabdikan diri serta melayani Tuhan sepenuh hati, jiwa, dan raga dimana seluruh hidupnya dipersembahkan demi menyenangkan hati Tuhan (Gal. 1:10). Baginya hidup adalah Kristus dan mati bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau ditakuti, tetapi suatu keuntungan karena akhirnya bersama-sama kekasih jiwanya. Paulus tidak takut pada apapun atau tunduk pada siapapun selain Tuhannya. Dia murid sejati bukan hanya di pertemuan ibadah atau perkumpulan saudara seiman. Dia hidup setiap waktu sebagai seorang pengikut Kristus sejati. Yang menyangkal diri. Yang memikul salib. Yang melepaskan kehendaknya pribadi untuk hanya semata mengikuti kehendak Tuhan. Yang hidupnya didisplinkan mengikuti prinsip dan ketetapan ilahi, baik itu saat di hadapan orang atau hanya jika saat Tuhan saja yang mengetahuinya.
Agar berdampak, firman Tuhan bukan sekedar dibicarakan, diajarkan, dikhotbahkan, dibaca-bacakan, diklaim atau dideklarasikan terus menerus tetapi lebih daripada itu (sebab jika hanya dengan diperkatakan secara keras saja firman itu dianggap berdampak, maka seseorang yang bisu sudah pasti tidak memiliki harapan memperkatakan firman). Deklarasi firman terbesar dan terkuat di hidup kita ialah saat kita mendengar firman itu, menerimanya, memahaminya, menanamkannya dalam hati dan MELAKUKANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DENGAN TEKUN:
Matius 13:23
Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”
Markus 4:20
Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat.”
Lukas 8:15
Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
Yakobus 1:21-22, 25
21 Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan TERIMALAH dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
22 Tetapi hendaklah kamu MENJADI PELAKU FIRMAN dan BUKAN HANYA PENDENGAR saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.
25 Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi BUKAN HANYA MENDENGAR UNTUK MELUPAKANNYA, TETAPI SUNGGUH-SUNGGUH MELAKUKANNYA, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.
Hidup yang berbuah, yang berdampak dan membawa perubahan di sekitar kita bergantung pada seberapa kita menghidupi kebenaran-kebenaran firman Tuhan. Bukan sekedar aktif mengetahui dan pandai mengutip dan menyuarakannya saja.
Begitu pula hidup yang menggetarkan alam rohani ialah hidup yang dipadankan dengan firman Tuhan. Pikiran, perkataan, perbuatan dan gaya hidupnya disesuaikan dengan kebenaran-kebenaran ilahi. Ini akan membungkam semua musuh bahkan ketika kita hanya memperkatakannya dan mengulang-ulangnya dalam hati dan pikiran kita.
Siapakah yang tahu hidup Ayub? Bahkan sahabat-sahabatnya meragukan Dia. Namun Allah tersenyum bangga, sedangkan iblis penasaran dan terganggu keberadaannya saat mereka melihat Ayub. Dari gaya hidupnya, Ayub telah membawa dampak yang membuat dimensi rohani bereaksi. Betapa dahsyatnya hidup yang diserahkan untuk menaati firman setiap hari sepanjang umur hidup kita!
Jadi, hal mengikat dan melepaskan kuasa sorgawi lebih banyak berbicara mengenai posisi kita di dalam Tuhan dan di dunia rohani daripada melantangkan suara kita menyebut-nyebut nama Yesus maupun membaca keras berulang-ulang ayat-ayat kitab suci.
Mengklaim mujizat dan janji-janji Tuhan sedangkan kita hidup setiap hari dalam suatu roh yang berlawanan dengan roh Allah sendiri itu seumpama seorang polisi yang menunjukkan lencananya untuk merampok sebuah bank. Saat ia melakukannya ia telah kehilangan otoritasnya sebagai pihak berwenang sekalipun lencana itu diacungkan dan dipamerkan di depan umum. Statusnya sebagai penegak hukum dengan otomatis gugur pada saat dia dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Begitu pula dengan setiap klaim atau deklarasi kita yang didasarkan pada penyebutan nama Tuhan atau pengutipan ayat-ayat firman tetapi melalui hidup kita, kita menolak tunduk pada Tuhan dan firman yang sama yang hendak kita klaim manfaatnya bagi kita itu.
Konsep berkat atau kutuk dalam Alkitab pun menegaskan hal ini. Dalam Taurat dan kitab manapun, berkat datang karena kita tinggal dalam persekutuan dengan Tuhan dan hidup seturut ketetapan-ketetapan-Nya. Selama tinggal di rumah Bapa, kita sebagai anak-anak Bapa menikmati kelimpahan berkat pemeliharaan dan perlindungan Bapa. Sebaliknya pun demikian. Ketika kita menolak untuk taat pada Bapa sorgawi lalu mengikuti kemauan kita sendiri dalam hidup sehingga tak lagi memiliki persekutuan dengan Bapa, maka kita tak lagi memiliki hak mengklaim berkat dan semua kelimpahan yang Bapa sediakan. Perkataan-perkataan kita tak memiliki dampak apapun sebagai anak sebab kita telah meninggalkan (persekutuan dengan) Bapa demi mengejar kesenangan atau ambisi kita sendiri.
Perkataan kita akan penuh kuasa ketika sebelumnya kita telah berkomitmen dalam menjalani hidup sebagai pelaku-pelaku kebenaran firman itu sendiri. Bukan karena ingin mengambil manfaat dari janji-janji Tuhan. Bukan pula mencari solusi dan kemudahan setelah kita merasa cukup berkata-kata mengenai hal-hal rohani atau selesai menunaikan kewajiban ritual atau ibadah sekali (atau beberapa kali) dalam seminggu. Bukan pula dengan mencoba-coba kuasa Tuhan dengan menggunakan ayat-ayat, minyak urapan atau benda-benda yang konon telah disucikan seperti layaknya jimat atau mantra yang dipergunakan pemuja roh-roh jahat itu.
Peperangan rohani tidak didasarkan pernak pernik asesories ibadah atau mulut yang terus berkomat kamit memanjatkan doa. Juga bukan masalah tengking menengking atau tindakan klaim mengklaim berbagai berkat dan perjanjian. Kemenangan kita dalam pertempuran melawan roh-roh jahat di udara pertama-tama terkait JATI DIRI kita yang telah dikenal di dunia yang tak kasat mata itu. Baru dari sana kita dapat menggunakan otoritas melalui perkataan-perkataan kita.
Seseorang harus dikenali sebagai dokter supaya dapat menuliskan resep. Seseorang harus dikenali dan diakui sebagai ahli dalam suatu bidang untuk menberikan pandangan dan opini mengenai bidang terkait. Orang biasa yang tiba-tiba semaunya bertindak sebagai polisi lalu lintas hanya akan mendapatkan hujatan dan serangan dari pengguna jalan saja. Ia akan dipermalukan seperti malunya anak-anak Skewa yang mencoba-coba menggunakan otoritas yang hanya dimiliki oleh pengikut Yesus Kristus sejati.
Banyak janji Tuhan akan berkat, pemulihan, kesembuhan, terobosan dan kelimpahan berkat-berkat materi. Semuanya Tuhan telah sediakan dan pasti diberikan pada anak-anak-Nya yang mau hidup seturut kehendak-Nya. Bapa di sorga telah tahu kita memerlukan semuanya itu (Mat. 6:32) sehingga jika kita hidup di dalam Dia semuanya pasti akan ditambahkan dengan limpah dalam hidup kita.
Tetapi ini tidak berlaku bagi orang yang ingin mengambil keuntungan dari janji berkat Tuhan ini dengan melakukan berbagi tindakan atau perkataab yang dianggap menjadi syarat janji itu terwujud dan diterima. Hubungan kita dengan Tuhan ialah penentu berkat itu tercurah. Jika kita anak-Nya maka kita akan dipelihara dan dicukupi oleh Bapa. Jika kita bukan siapa-siapa dan tak memiliki hubungan yang hidup dengan Dia (meski kita kerap di doktrin secara palsu bahwa sebagai orang Kristen kita pasti anak Allah) maka kita bukanlah anak anak Bapa yang sesungguhnya. Sekeras dan sekuat apapun kita mengklaim berkat Tuhan bagi kita, semua itu hanya kembali sebagai gema yang memantulkan kembali suara kita yang riuh rendah mengharap solusi mudah dalam hidup.
Satu doa sederhana dari seorang anak Tuhan sejati -bahkan sekalipun itu disuarakan dalam hati- akan terdengar nyaring di hadapan tahta Allah. Itulah nyanyian hati kita yang sampai ke hadirat Tuhan setiap waktu. Hanya mereka yang seluruh hidupnya ditujukan pada Kristus untuk memuliakan dan menyenangkan hati-Nya yang akan menjadi pelaksana otoritas sorgawi. Mereka pulalah yang akan melihat hasil dari apa yang mereka ikat atau lepaskan di dunia akan terjadi sebab sorga bergerak bagi mereka.
Agama-agama dunia ini menekankan pada apa yang bisa kita peroleh dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Menyembah Yesus berbeda. Kita seharusnya menundukkan diri pada ketuhanan Kristus oleh karena memang Dia yang layak disembah sebagai Tuhan yang telah melakukan segalanya demi menyelamatkan kita. Bukan demi memanfaatkan Dia untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi yang ambisius dan penuh hasrat akan perkara-perkara duniawi.
Lebih daripada diberkati, kita dipanggil untuk menjadi berkat dan berbuah bagi kemuliaan Tuhan. Sudah waktunya oleh karena karya Tuhan di dalam dan atas kita, kita menjadi saluran berkat dan membawa pengenalan akan Tuhan bagi dunia yang gelap dan terhilang ini.
Itulah ibadah sejati dan arti hakiki mengikut Kristus.
Dalam posisi yang demikianlah, iman kita mengalahkan dunia.
“Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.
Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?” ~1 Yohanes 5:4-5
SALAM REVIVAL
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan!