RENUNGAN DARI MAZMUR 19
“Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? BEBASKANLAH AKU DARI APA YANG TIDAK KUSADARI. Lindungilah hamba-Mu, juga terhadap (SIKAP) orang YANG KURANG AJAR; janganlah mereka menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar.”
~Mazmur 19:13-14~
Melanjutkan renungan kita pada minggu lalu, kita akan belajar lebih jauh mengenai 2 kunci sikap hati yang diperlukan untuk memperoleh pengenalan akan Tuhan. Seperti halnya Daud, apabila kita memiliki sikap hati yang benar dalam mengejar pengenalan akan Allah, maka kita akan menemukan Dia; bukan sekedar mengetahui tentang Dia, tetapi mengenal Dia sungguh-sungguh.
Dari Nats Mazmur 19:13-14 di atas, paling tidak kita dapat menemukan 2 perkara yang merupakan sikap hati Daud sendiri dalam mengenal Allahnya:
1. MERINDUKAN UNTUK BEBAS DARI KESESATAN , MENGASIHI KEBENARAN (Mzm. 19: 13)
Di puncak perenungannya untuk menemukan dan mengenal Allah lebih dalam lagi, Daud berseru dalam nada mendamba, seakan-akan ‘putus asa’: “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak aku sadari!”. Apa maksudnya? Mereka yang merindukan pengenalan lebih dalam lagi akan Tuhan harus mendasarkan hidupnya pada satu sikap ini yaitu: MENOLAK SETIAP BENTUK-BENTUK KESESATAN dan HANYA MENCINTAI KEBENARAN. Bagaimana mungkin kita mengenal Allah tetapi suka dan terbiasa untuk hidup dalam kesesatan? Bagaimana mungkin kita hendak menyelami akan PribadiNya apabila kita menolak dan acuh terhadap kebenaran? FirmanNya adalah kebenaran (Yoh 17:17b) dan Ia sendiri adalah Kebenaran itu sendiri (Yoh 14:6).
Di puncak perenungannya untuk menemukan dan mengenal Allah lebih dalam lagi, Daud berseru dalam nada mendamba, seakan-akan ‘putus asa’: “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak aku sadari!”. Apa maksudnya? Mereka yang merindukan pengenalan lebih dalam lagi akan Tuhan harus mendasarkan hidupnya pada satu sikap ini yaitu: MENOLAK SETIAP BENTUK-BENTUK KESESATAN dan HANYA MENCINTAI KEBENARAN. Bagaimana mungkin kita mengenal Allah tetapi suka dan terbiasa untuk hidup dalam kesesatan? Bagaimana mungkin kita hendak menyelami akan PribadiNya apabila kita menolak dan acuh terhadap kebenaran? FirmanNya adalah kebenaran (Yoh 17:17b) dan Ia sendiri adalah Kebenaran itu sendiri (Yoh 14:6).
Mengamati kehidupan orang Kristen sendiri, berapa banyak kita menemukan mereka yang mengejar kebenaran karena cinta akan kebenaran itu sendiri? Bukankah banyak orang Kristen yang bersikap masa bodoh melihat kehidupannya tidak mencerminkan suatu kehidupan dalam kebenaran? Adalah hal yang biasa bagi mereka untuk berkata dan berprinsip “ngawur sedikit kan tidak apa-apa” atau “kan kita belum sempurna”. Tidak heran kemudian mereka tidak mengetahui apapun mengenai Allahnya. Berbeda dengan Daud, doa Daud menunjukkan kerinduannya yang besar untuk bebas dari segala bentuk kesesatan.
Kata-kata “apa yang tidak kusadari” dalam terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “hidden faults” atau “unconscious faults” yang dapat diartikan sebagai “kesalahan yang tersembunyi” atau “kesalahan yang tidak disadari”. Sungguh luar biasa! Kebanyakan orang tidak peduli dan tidak pernah memikirkan apa yang tidak kelihatan oleh orang lain. Penampilan yang kelihatan atau penampilan luarlah yang menjadi perhatian dan prioritas utama. Tetapi para penyembahan sejati seharusnya memeriksa kehidupannya hingga ke dasar hati. Tidak hanya perbuatan yang ‘kelihatannya’ benar tetapi hingga kepikiran, angan-angan, cita-cita maupun motivasi-motivasi kita! Dengan kata lain: menginginkan hidup kita bersih dari segala bentuk kesalahan dan hidup semata-mata di dalam kebenaran. Ini senada dengan apa yang dikatakan Daud pula dalam salah satu Mazmur terbaiknya: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntulah aku di jalan yang kekal!” (Maz. 139:23-24). Ya, demikianlah seharusnya mereka yang ingin mengenal Allah lebih lagi: senantiasa mau untuk dikoreksi dari setiap kesalahan bahkan hingga kesalahan-kesalahan yang terdalam, yang tidak kelihatan. Memang benar, kesesatan tidak datang begitu saja; kesesatan dimulai dari hati.
Pemahaman kita akan Tuhan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu harus ada kesediaan terus menerus untuk belajar dan memperbarui pengenalan kita akan Dia. Seringkali kesesatan sudah berada di hati kita lama sebelum kita menyadarinya, tetapi dengan sikap hati yang mengasihi kebenaran maka kita akan terus menerus ditarik ke arah Dia yang adalah Kebenaran itu sendiri. O Tuhan, biarkanlah hanya kebenaranMu yang kami rindu, supaya kami mengenal segalanya tentang Engkau.
2. JAUH DARI SIKAP KURANG AJAR, tetapi SENANTIASA RENDAH HATI (MZM 19:14)
Kata yang diterjemahkan sebagai “kurang ajar” dalam ayat 14 itu dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “too bold” atau “too confident”. Artinya “terlalu berani” atau “terlalu percaya diri”. Maksudnya adalah, selain rindu hidup dalam kebenaran terus menerus, seharusnya kita senantiasa hidup rendah hati, bukan dalam sikap-sikap jernawa, sombong, sok tau, merasa diri pandai dan sebagainya.
Kata yang diterjemahkan sebagai “kurang ajar” dalam ayat 14 itu dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “too bold” atau “too confident”. Artinya “terlalu berani” atau “terlalu percaya diri”. Maksudnya adalah, selain rindu hidup dalam kebenaran terus menerus, seharusnya kita senantiasa hidup rendah hati, bukan dalam sikap-sikap jernawa, sombong, sok tau, merasa diri pandai dan sebagainya.
Apabila kesalahan-kesalahan kita diberitahukan, sikap yang dicari oleh Tuhan adalah kita merendahkan diri di hadapanNya dalam takut akan Dia. Sikap inilah yang tidak dimiliki oleh Saul sehingga akhirnya dengan menyedihkan ia ditolak sebagai raja oleh Tuhan. Karena pada waktu Saul ditegur oleh Samuel, nabi Allah, ia tidak merendahkan diri dan mengakui kesalahannya; sebaliknya ia merasa diri benar bahkan Saul “memegang punca jubah Samuel, tetapi terkoyak” (1 Sam. 15:27). Ini menunjukkan bahwa Saul begitu berani menolak setiap firman Tuhan bahkan tidak menghormati nabi-nabiNya. Tidak dapat tidak, harus dikatakan Saul telah berlaku kurang ajar di hadapan Tuhan. Akibat yang fatal adalah perjalanan rohaninya berhenti hingga di situ. Ia ditolak dan semakin menjauh dari Tuhan. Bukannya makin dekat dan mengenal Tuhan, ia semakin tersesat hingga hari kematiannya di padang Gilboa. Sungguh menyedihkan!
Di akhir zaman, hanya mereka yang mau merendahkan diri terus menerus di hadapan Tuhan yang akan masuk dalam rencanaNya yang terakhir bagi dunia dan bertahan hingga kesudahannya. Mengapa Daud dapat bertahan dan setia hingga akhir di pihak Tuhan? Karena ia tidak pernah membiarkan sikap kurang ajar menguasai dirinya! Bahkan saat ia jatuh begitu mendalam, ia tetap merendahkan dirinya walaupun ditegur lewat seorang nabi yang kurang begitu dikenal namanya! Tetapi Daud belum apa-apa. Keturunannya beberapa puluh generasi kemudian lebih dahsyat lagi. Ia yang dipanggil sebagai Anak Daud, memperagakan suatu contoh kehidupan yang tiada bandingnya hingga kini di dunia ini. Ia, Putra Allah, Yesus Kristus, menyelesaikan misi pelayanannya dengan begitu indah. Cobaan-cobaan terberat dilalui dan Ia tetap keluar sebagai pemenang, mengatasi segala sesuatu, membawa keselamatan yang besar bagi umat manusia. Apa kunci rahasia Hamba Tuhan ini? Ya, Ia “telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”(Fil 2:7-8). Yesus mendapatkan nilai sempurna dalam melaksanakan rencana Bapa karena Ia senantiasa merendahkan diri.
Kesombongan adalah benteng-benteng yang dibangun oleh iblis dalam pikiran manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Melalui tulisan ini saya serukan: jangan pernah mau tunduk pada belenggu dan tipuan iblis; sebaliknya bangkitlah, hancurkanlah benteng-benteng keangkuhan itu dengan merendahkan diri di hadapanNya. Akui kesombongan, kebodohan dan ketidaktahuan kita. HikmatNya akan dicurahkan atas kita. Terus menerus mau untuk belajar dan diajar di dalam jalan-jalan Tuhan, itulah karakter utama para penyembah sejati. Dengan demikian kita akan hidup tidak bercela dan bebas dari pelanggaran-pelanggaran yang besar di hadapan Tuhan (Maz 19:14b). sebagai penuntup mari kita mendengarkan seruan berikut ini:
“Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya, di atas tembok-tembok ia berseru-berseru, di depan pintu-pintu gerbang kota ia mengucapkan kata-katanya. “Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan? Berpalinglah kamu kepada teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu” (Amsal 1:20-23)