MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 3

Oleh: Peter B, MA

KETIGA, KUALITAS PENGHARAPAN KITA DALAM Tuhan DAPAT DINILAI DARI SEBERAPA KITA RINDU DAN MENJALANI HIDUP DALAM KEKUDUSAN DI HADAPAN Tuhan

Kekudusan bukan sekedar sesuatu yang diharuskan dan dituntut oleh Tuhan atas kita. Rasul Petrus menghubungkan kekudusan dengan pengharapan. Bahkan level pengharapan kita dapat dilihat dari tingkat kekudusan dalam hidup kita di hadapan Tuhan.

Pernahkah anda memperhatikan seorang yang mengejar cita-citanya? Atau mungkin anda salah satu diantara orang-orang itu?
Apa cara hidup terbaik yang seharusnya ditempuh oleh mereka yang bermaksud mewujudkan cita-cita mereka?

Langkah pertama yang penting pastilah dengan memunculkan imajinasi dalam pikiran bahwa diri kita akan menjadi sebagaimana yang kita cita-citakan, bahkan orang yang kita cita-citakan.  Selanjutnya, itu berkembang dalam suatu pencarian dan penyelidikan akan kehidupan orang-orang yang telah memperoleh seperti apa yang kita cita-citakan. Jika seseorang begitu menginginkan masa depan yang dirindukan itu, ia akan melangkah lebih jauh dan lebih jauh lagi. Ia akan meneladani dan mengikuti cara hidup dari orang yang menjadi panutannya dalam mengejar cita-cita. Dari caranya berpakaian, bergaya, bertingkah laku, hingga pola hidupnya sehari-hari. Ia mengidentifikasikan dirinya serupa dengan apa yang diharapkannya terjadi dalam hidupnya dan sebagaimana yang dilihatnya dari teladan hidupnya.
Katakanlah, seseorang ingin menjadi penyanyi terkenal. Pertama-tama, ia akan mencari inspirasi, lalu menjalani suatu disiplin dan gaya hidup sebagaimana penyanyi idola yang telah dipandangnya telah meraih cita-cita yang sedang dikejarnya itu. Ia akan memandang dirinya sebagai penyanyi, berlatih menyanyi, mencari kesempatan untuk bernyanyi, mengikuti audisi dan perlombaan menyanyi, mencari cara untuk menampilkan bakat menyanyinya lewat berbagai cara dan kesempatan (yang mana saat ini diwadahi secara luas oleh media sosial), hingga berkesempatan untuk menghasilkan karya-karya di bidang menyanyi hingga menjadi orang yang dikenal sebagai seorang penyanyi.

Sebagaimana pengharapannya, sedemikianlah orang akan menyesuaikan gaya hidupnya. Setiap orang mengidentifikasikan diri dengan gambaran masa depan yang diinginkannya. Yang ingin menjadi dokter, hidup sehari-hari sebagaimana seorang dokter hidup dan menampilkan diri. Yang ingin menjadi pengusaha, pasti menjalani rutinitas sebagaimana  seorang pengusaha menjalani hidupnya. Dan seterusnya.

Pengharapan kita pada Tuhan, membawa dampak yang sama bagi kehidupan kita sehari-hari. Jika pengharapan kita adalah satu kali tinggal bersama dengan sang  Mahakudus, maka kita pun menguduskan diri sama seperti Dia yang adalah kudus. Jika surga yang dipenuhi kekudusan menjadi tujuan akhir kita, kita pun akan hidup kudus sebagaimana kerinduan kekal kita adalah tinggal dan diam di dalam kekudusan.

Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
… hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
~ 1 Petrus 1:13,15

3 Alasan Yang Teguh Untuk Hidup Dalam Kekudusan
Dari surat Petrus yang kita pelajari, setidaknya ada tiga hal yang menjadi dasar yang tak terbantahkan bahwa kita harus hidup dalam kekudusan apabila kita sungguh-sungguh memiliki pengharapan di dalam Tuhan.

1) Kekudusan adalah pernyataan dan bukti bahwa pengharapan kita DISANDARKAN PADA Allah yang  Mahakudus, yang berdaulat dan berkuasa penuh mengatur dan memberikan ketetapan ketetapan atas hidup kita

Ini bukanlah sesuatu yang aneh. Setiap ajaran agama mewajibkan pengikutnya hidup dalam suatu cara hidup tertentu yang harus mereka ikuti sebagai bukti iman dan pengharapan atas Tuhan yang mereka sembah. Hal itu dijalani misalnya dengan menggunakan busana tertentu, melakukan ritual tertentu dalam ibadah sehari-hari, pergi ke tempat tertentu untuk beribadah, dan juga berdoa dan berpuasa di waktu-waktu tertentu. Dengan melakukan semuanya itu, sesungguhnya seseorang menunjukkan bahwa ia beriman dan memiliki pengharapan dalam kepercayaannya itu.

Bagi kita yang mengikut Kristus, pengharapan kita dibuktikan dengan suatu cara hidup yang kudus di hadapan Tuhan.
Kekudusan adalah suatu kondisi yang murni di hadapan Tuhan. Suatu keadaan dimana keberadaan seseorang didapati sesuai dengan kehendak Tuhan, tidak tercampur atau tercemar oleh pengaruh-pengaruh dari dunia yang masih dikuasai oleh kuasa kegelapan, yang menggunakan hawa nafsu dalam diri manusia sebagai sarana kendalinya atas orang-orang yang tidak mengenal Tuhan.

Kekudusan dimulai dari hati, dan dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari melalui perbuatan-perbuatan yang berkenan di hadapan Tuhan, yang bukan saja mengikuti standar moral yang ada, namun yang menyatakan kasih bagi Tuhan dan sesama. Suatu kehidupan yang mencerminkan ukuran kehidupan Kristus, sebagai teladan dan pengharapan kita.

sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
1 Petrus 1:16

Nats di atas dikutip oleh Petrus sebagai suatu pernyataan yang tegas dari kerinduan hati Tuhan untuk umat-Nya. Yaitu bahwa setiap orang yang ingin menjadi umat Tuhan, yang mengakui-Nya sebagai Tuhan yang berdaulat atas hidup mereka, haruslah hidup di dalam suatu cara yang dikehendaki-Nya, yaitu hidup dalam kekudusan. Karena Tuhan kita kudus, maka kita yang percaya dan berharap kepadaNya akan kehidupan yang akan datang, wajib mengikuti apa yang dikehendaki-Nya atas kita.

Teladan kekudusan kita adalah Yesus Kristus. Kita tidak boleh mengatakan dan memandang diri kita telah kudus di hadapan Tuhan menurut ukuran kita sendiri. Kita harus selalu membandingkan hidup kita dengan hidup Yesus. Di sanalah kita tahu dan didorong untuk mencapai standar Tuhan dalam kekudusan. Itu sebabnya setiap hari kita harus membayar harga untuk dapat disesuaikan dan dibentuk sesuai gambar anak-Nya itu. Tiap-tiap hari kita harus belajar bagaimana berpikir, berbicara, bersikap dan bertindak seperti teladan agung kita itu.
Sebagaimana kita meneladani kekudusan Kristus, sebesar itulah pengharapan kita kepada-Nya. Seberapa kita mengikuti jejak-Nya, sejauh itulah keyakinan kita bahwa Dia, yang kepada-Nya kita menyerahkan hidup dan mengabdi, akan mengganjar kita dengan upah dan hidup yang kekal.

2) Kekudusan harus menjadi gaya hidup kita karena setiap kejahatan dan dosa akan dihakimi oleh Bapa di surga


Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
~ 1 Petrus 1:17

Hidup tanpa kekudusan sama dengan secara tidak langsung mengakui kalau setiap perbuatan dosa dan kejahatan tidak memiliki konsekuensi di masa yang akan datang. Dan jika dipikirkan lebih mendalam, itu sama dengan memandang enteng atau bahkan meniadakan pribadi Tuhan yang telah menciptakan manusia dan memberikan ketetapan-ketetapan bagi kebaikan mereka.

Sebagian orang berpikir bahwa sebelum bertemu dengan Tuhan, diri mereka adalah orang bebas. Tuhan justru dipandang sebagai pribadi yang mempersulit hidup mereka dan mengekang kemerdekaan mereka. Padahal sejatinya tidak demikian. Alkitab mengatakan bahwa kita semua telah jatuh dalam kuasa dosa dan dalam cengkeraman sang penguasa kegelapan. Kita dibelenggu, diikat, dirantai, dan dikendalikan oleh setan dan kerajaannya. Melalui iman kepada korban Kristus, Allah bekerja dengan kuasa Roh-Nya untuk membebaskan kita dari kematian rohani dan belenggu dosa. Kepada kita diberikan hidup baru, lembaran yang putih bersih dengan masa depan yang penuh harapan disediakan bagi kita di bumi sampai di surga.
Kita yang telah dibebaskan dari dosa dan kehidupan yang lama sesungguhnya serupa dengan narapidana yang dibebaskan dari penjara yang sangat mengerikan. Dan setiap orang yang keluar dari penjara seharusnya keluar dari sana dengan pikiran bahwa ia tidak akan mengulangi kembali kejahatannya, oleh karena dampak yang sangat menyakitkan akibat perbuatannya itu.

Sudah semestinya, kita menetapkan hati dan memohon kepada Tuhan untuk di mampukan menjauhi dosa, untuk hidup dalam kehidupan yang baru, di dalam kekudusan dan kebenaran. Itulah bukti bahwa kita benar-benar berharap akan menerima sukacita dan penyambutan surgawi ketimbang harus menerima penghakiman ilahi dan hukuman dari Tuhan.

3) Kekudusan merupakan penghargaan akan korban darah Kristus yang mahal demi penebusan kita

Seorang terpidana dapat dibebaskan dari penjara, bahkan hukuman mati, dengan membayar sejumlah uang tebusan kepada pemerintah yang mengadilinya. Bayangkanlah apa yang kira-kira Anda rasakan apabila mengetahui jika orang yang telah ditebus dengan sangat mahal itu, ternyata melakukan kejahatan yang sama atau lebih kejam daripada sebelumnya? Dan bagaimana Anda menilai orang tersebut kemudian? Bisakah kita memandangnya sebagai orang yang memiliki pengharapan akan masa depan yang lebih baik?

Demikianlah apabila kita tidak menghargai pengorbanan darah Kristus yang demikian mahal untuk membebaskan kita dari hukuman. Kita akan serupa dengan orang yang tidak tahu berterima kasih dan juga orang yang menolak untuk memiliki pengharapan akan hidup yang lebih baik.

Darah Kristus yang berharga itu adalah motivasi terbesar kita untuk hidup di dalam kekudusan, yang juga menjadi suatu dasar yang tak tergoyahkan untuk mengharapkan penggenapan seluruh janji Tuhan pada akhirnya. Darah Kristus adalah “uang muka” ilahi yang menjamin seluruh penebusan akan menjadi milik kita. Bersama dengan darah itu, seluruh janji Tuhan dituangkan dalam suatu kontrak yang tak mungkin diubah oleh Tuhan sendiri bahwa jika kita setia sampai akhir, Dia pasti akan menggenapi seluruh janji-Nya dalam kekekalan.

Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?
Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,
atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
~ Roma 8:32, 38-39

Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir,
di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.
~ Ibrani 6:17-20


Darah Kristus ialah jaminan kita menerima segala kegenapan pengharapan kita. Menghargai darah-Nya dengan hidup dalam kekudusan adalah bukti suatu pengharapan yang teguh yang ada pada kita.

3 Sikap Hati Orang Yang Rindu Hidup Dalam Kekudusan

Alkitab menyebut pribadi ketiga Tuhan kita sebagai Roh Kudus. Itu berarti Ia adalah Roh yang kudus sifatnya dan akan selalu menuntun setiap orang yang mau dipimpin-Nya pada kekudusan. Di pihak Tuhan, Ia yang menghendaki hidup kita kudus, telah dan akan selalu memberikan apa yang kita perlukan supaya kita hidup dalam kekudusan (2 Petrus 1:3). Masalahnya kini adalah, apakah kita melakukan bagian kita?

Dari pernyataan Petrus mengenai hidup dalam kekudusan, ada tiga hal yang adalah bagian yang harus kita lakukan sebagai sikap dasar yang akan menolong kita mengejar kekudusan dengan pertolongan Tuhan:

1) Tidak menuruti hawa nafsu dari kehidupan kita sebelum mengenal Tuhan
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
~ 1 Petrus 1:14

Di luar Tuhan, manusia hidup dipimpin oleh nafsunya, mengikuti nalurinya yang dikuasai dosa. Ada yang berhasil meredamnya, namun jauh lebih banyak yang melampiaskannya. Hidup dalam hawa nafsu berarti hidup di luar kekudusan. Sebab kekudusan ialah suatu kehidupan yang merindukan keinginan-keinginan surgawi dan ilahi daripada mengejar pemuasan keinginan jasmaniah dan duniawi.

Jika kita benar-benar rindu hidup dalam kekudusan, kita harus melatih diri untuk menahan hawa nafsu, mendisiplin diri untuk menolak godaan dan meminta kepada Tuhan secara terus menerus supaya di dalam diri kita dibangkitkan suatu kerinduan, hasrat, dan keinginan yang besar akan perkara-perkara yang di atas. Sesungguhnya, jika kita telah diubahkan menjadi ciptaan baru dalam Kristus, lahir pula kerinduan-kerinduan yang baru di hati kita. Itulah yang seharusnya kita kembangkan dan perbesar di dalam hati kita. Dan itu dimulai dengan menutup pintu terhadap segala godaan dosa dan perbuatan-perbuatan yang merupakan pelampiasan dari sifat dan keinginan kita yang berdosa di masa sebelum kita lahir baru. Inilah yang dimaksud Tuhan sebagai “menyangkal diri” dalam mengikut Dia. Diri kita yang lama, yang penuh keinginan dosa dan mementingkan diri harus kita lepaskan untuk memasuki suatu cara hidup yang baru dalam kekudusan dan kehormatan.

Seseorang yang telah dilantik dan diangkat sebagai penegak hukum sudah seharusnya meninggalkan pola pikir yang lama, dimana dia merasa lebih bebas untuk melanggar hukum. Jika ia ingin menjadi penegak hukum yang baik, ia harus menutup segala godaan untuk melanggar hukum dan terus menerus mengembangkan gaya hidup yang baru yang setia dan patuh kepada hukum. Menegakkan hukum dengan jiwa yang masih ingin melanggar hukum adalah sesuatu yang mustahil.

Demikian pula jika kita rindu hidup dalam kekudusan, kita harus meninggalkan pola pikir dan kebiasaan yang lama, yang terbiasa menuruti keinginan keinginan duniawi. Kita perlu menguasai diri dan mengembangkan kerinduan akan hidup dalam kekudusan yang dikehendaki  Tuhan.

2) Menjadi anak-anak yang taat di hadapan Tuhan
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat..
~ 1 Petrus 1:14

Kita telah sering mendengar tentang ketaatan. Dan banyak di antara kita yang merasa telah cukup taat kepada Tuhan. Dalam hal inilah, kita kerap kali keliru. Sebab selagi Tuhan menuntun kita tiap hari, kita selalu perlu untuk belajar taat waktu demi waktu. Ketaatan bukan suatu keadaan yang bisa dicapai lalu dapat dimiliki serta kemudian berjalan dengan sendirinya secara otomatis. Dalam setiap situasi dan peristiwa, Tuhan menuntun kita pada ketaatan yang lebih besar lagi. Dalam satu dua hal, kita mungkin telah terbiasa untuk taat. Belum tentu di dalam hal lainnya. Satu tempo ketaatan kita tanpa syarat, tidak selalu demikian di lain waktu.

Ketaatan berarti dengar-dengaran akan petunjuk dan perintah Tuhan setiap kali Ia memimpin dan mengarahkan kita. Itu lebih merupakan sikap pada Tuhan yang didasarkan suatu hubungan yang hidup. Lebih seperti seorang anak kepada Bapanya, daripada warga masyarakat dengan peraturan hukum di negaranya. Kita tidak melihat daftar aturan atau mempelajari undang-undang lalu berusaha membuat suatu cara hidup yang baku lalu berkata, “Aku sudah hidup taat karena melakukan hukum Tuhan ini dan itu atau tidak melanggar ini dan itu”. Bukan. Jika kita rindu hidup sebagai anak yang taat, kita perlu mengetahui apa yang Bapa kehendaki dalam tiap langkah kita. Itu tidak selalu berhasil dengan sepenuhnya tapi untuk itulah kita harus belajar taat. Sampai ketaatan kita, oleh kasih karunia Tuhan, disempurnakan seperti ketaatan Kristus:

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
~ Filipi 2:8

Terhadap ketaatan yang demikian, pengharapan kita akan menjadi satu milik yang pasti, seperti Bapa yang meninggikan Kristus sesudah Yesus menderita sekian lamanya demi mengerjakan penebusan bagi dunia:

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 
supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!
~ Filipi 2:9-11

3) Menjaga Hati Selalu Takut Akan Tuhan
Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa,…  maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
~ 1 Petrus 1:17

Dalam bahasa aslinya, kata yang diterjemahkan sebagai ”ketakutan” adalah kata yang menjadi akar kata ”phobia” yang umum dipakai sekarang ini dengan makna “takut akan sesuatu”.
Misalnya, takut akan kegelapan, takut akan ketinggian atau takut akan ruangan yang sempit, dan sebagainya.
Pada dasarnya, orang yang mempunyai phobia tentang suatu hal menjadi takut dan gentar ketika berhadapan dengan apa yang menjadi ketakutannya. Juga, orang yang memiliki phobia, tidak leluasa dan sangat berhati-hati dalam bergerak atau bertindak ketika dihadapkan pada apa yang ditakutkannya itu. Ia tidak dapat bergerak atau bertindak dengan bebas, tidak akan sembarangan melakukan sesuatu gak dihadapkan pada situasi atau kondisi yang menjadi ketakutannya tersebut.

Takut akan Tuhan itu berarti gentar kepada-Nya. Ketika kita mengetahui bahwa Ia mahatahu dan mahahadir, maka sudah seharusnya kita senantiasa gentar akan keberadaan-Nya. Kita tak lagi merasa leluasa mengumbar hawa nafsu atau melakukan dosa dengan bebasnya.
Dalam takut akan Tuhan, ada suatu rasa tidak nyaman, takut bercampur malu apabila kita berbicara atau bertindak secara ceroboh, tidak berpikir panjang melakukan perbuatan dosa atau menunjukkan sikap-sikap seolah-olah kita yang memegang kendali atas segala sesuatu dan menganggap tidak ada Tuhan di muka bumi ini.

Hanya dengan takut akan Tuhanlah, kita dijauhkan dari kecerobohan dan dari menuruti kecenderungan untuk berbuat dosa. Dan inilah intisari dari kekudusan, yaitu sikap menghormati dan gentar akan kehadiran dan kekuasaan Tuhan dalam hidup kita. Tanpa takut akan Tuhan, mustahil kita dapat menjaga langkah hidup kita sejalan dengan yang dikehendaki-Nya. Sebab jika pribadi Tuhan saja tidak kita hormati, bagaimana mungkin kita mendengarkan perintah dan petunjukNya?

Jadi, jika kita rindu hidup dalam kekudusan, kita harus meninggalkan cara hidup yang lama, lalu belajar untuk taat pada Tuhan dalam suatu sikap hati yang senantiasa takut akan Dia.

Penutup : Kekudusan Di Dunia, Bukti Pengharapan Akan Sorga

Kekudusan adalah gaya hidup sorgawi, tempat dimana kita akan menjalani keabadian. Sebagaimana kita rindu untuk berada di sana, di tempat yang kudus bersama Allah Yang Mahakudus, kita mengarahkan dan menjalani hari-hari di dunia selayaknya seperti orang-orang yang rindu tinggal dalam kekudusan.

Adalah dusta apabila kita berkata bahwa kita percaya satu kali tinggal bersama Tuhan yang kudus dan menghendaki kita pun kudus seperti Dia, tetapi ternyata lebih suka hidup dalam dosa dan kecemaran dunia ini. Pengharapan seperti itu kosong dan palsu adanya.
Seperti RC Sproul mengatakan, “Jika Anda tidak suka dengan fakta bahwa Allah Bapa Anda itu kudus, kudus, kudus, maka Anda telah mati secara rohani. Anda mungkin ada dalam gereja. Anda boleh jadi bersekolah Alkitab. Tapi jika tidak ada kesukaan dalam jiwa Anda akan kekudusan Tuhan, Anda tidak mengenal Allah. Anda tidak mengasihi Allah. Anda tak memiliki hubungan dengan Tuhan. Anda asing terhadap pribadi-Nya.”

Sebaliknya, mereka yang memiliki pengharapan akan kemuliaan kekal semakin kudus hari demi hari. Mereka telah dikuduskan, menguduskan diri (dengan tidak menuruti keinginan duniawi dan hawa nafsu, belajar taat dan hidup dalam takut akan Tuhan), dan disempurnakan kekudusannya untuk masuk dalam persekutuan abadi dengan Allah.

Jadi sekarang, sejauh manakah pengharapan Anda dalam Kristus ditinjau dari hidup kesucian Anda hingga saat ini?

Salam revival
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan


MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 1
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 2
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 3
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA? Bagian 4 (terakhir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *